Sunteți pe pagina 1din 7

Jurnal Natur Indonesia 6(2): 99-103 (2008)

ISSN 1410-9379

Perkecambahan dan pertumbuhan Palem Jepang


(Actinophloeus macarthurii Becc.)
akibat Perendaman Biji dalam Lumpur
Sujarwati1, Santosa 2

1
Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Riau, Pekanbaru 28293
2
Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
55281
Diterima 27-08-2007 Disetujui 19-02-2008

ABSTRACT

The present study is to find out the effects of seed burial in sterilized and unsterilized
mud at varying depths on the germination of japanese palm (A. macarthurii Becc.). The
study was using a 2x4 factorial experiment arranged in completely randomized design
with mud sterilization : sterilized and unsterilized, as the first factor. The second factor
was the depth of burial 5, 10, 15, or 20 cm with buried lasted for eight days. Seed were
then germinated on sterilized sand medium and watered daily with tap water.
Germination on untreated seeds served as a check. pH and humidity of mud
measurements were perfomed at the end of the treatment. At the germination
experiments, measured parameters were germination rate and seedling growth. Data
colleted were subjected to analysis of variance and Duncan’s Multiple Range Test at
95% significance level. The result showed that seed burial in the mud improved
germination percentage, the rate of seed germination, and subsequent seedling growth.
Sterilization of mud had no effect on seed germination and seedling growth. Depth of
seed burial significantly affected the percentage and and the rate of seed germination.
Twenty centimeter mud burial gave the best result compared to the other ones. The
higher germination percentage and the rate of germination of mud buried seeds might
be attributed to the anaerobic condition.

Key words: A. macarthurii Becc., burial, germination, mud, seed


PENDAHULUAN (Bewley & Back 1982). Pada perlakuan
Palem jepang (Actinophloeu perendaman biji dalam lumpur, diduga
macarthurii Becc.) merupakan salah satu mikroorganisme yang terdapat dalam lumpur
jenis palem yang berpotensi sebagai tanaman turut berperan dalam pematahan dormansi
hias. Palem jepang tumbuh berumpun, biji palem.
tajuknya indah dengan daun menyirip, Pada tanah tergenang (termasuk
apalagi bila buahnya telah masak berwarna lumpur), ruang antar partikel tanah jenuh
merah (Kusumawati 1996). dengan air, konsentrasi oksigen dalam tanah
Beberapa perlakuan yang biasa berkurang, sehingga hanya mikroorganisme
digunakan untuk mempercepat anaerob yang dapat tumbuh (Black 1999).
perkecambahan palem adalah perendaman Semakin dalam biji direndam, kondisi di
biji dalam GA 100 ppm selama 72 jam pada sekitar biji akan semakin anaerob. Oleh
Archontophoenix alexandrae (Nagao & karena itu, dalam penelitian ini akan dikaji
Sakai 1979), kombinasi skarifikasi dan pengaruh perendaman biji dalam lumpur
perendaman dalam GA3 100 ppm pada dengan kedalaman perendaman yang
Archontophoenix alexandrae dan berbeda terhadap perkecambahan dan
Ptychospermae macharthurii (Nagao et al, pertumbuhan palem jepang.
1980), peretasan kulit dan perendaman biji
dalam GA 2000 ppm selama 48 jam pada
Licuala grandis (Soedjono & Suskandari BAHAN DAN METODE
1997), perendaman dalam air selama 72 jam Biji palem jepang yang digunakan
pada palem merah (Crytotachys lakka Becc.) berasal dari buah yang sudah masak, dibuang
(Natasasmita 1996), perendaman biji dalam daging buahnya, dicuci dalam air mengalir,
larutan KNO 0,2% pada Roystonea regia lalu dikeringanginkan selama dua hari.
(Rinzani 1998), serta perendaman dengan Lumpur sawah sebagai media perlakuan
asam sulfat 96% selama 30 menit pada terdiri dari dua bagian yaitu lumpur yang
palem Chamaedorea seifrizii (Daquinta et al, disterilisasi dan tidak disterilisasi. Sterilisasi
1996). dilakukan dengan otoklaf pada suhu 115 C
Penelitian Juhaeti & Rahayu (1990) dan tekanan 2 atm selama 145 menit. Proses
pada palem Roystonea elata Bartr. Harper sterilisasi diulang tiga kali. Penelitian
dengan perlakuan perendaman biji dalam dilakukan dengan rancangan acak lengkap
lumpur selama 2 dan 4 hari, dalam air faktorial 2 x 4.
selama 2 dan 4 hari, serta dalam HCl pekat Dua level faktor pertama adalah
selama 5, 10, dan 15 menit menunjukkan lumpur disterilisasi dan lumpur tidak
bahwa perendaman dalam lumpur selama 4 disterilisasi. Faktor kedua berupa kedalaman
hari memberikan nilai rata-rata persentase perendaman dengan empat level yaitu 5, 10,
perkecambahan tertinggi dibandingkan 15, dan 20 cm. Setiap kombinasi perlakuan
perlakuan lainnya. Mekanisme pematahan dibuat lima ulangan. Perendaman dalam
dormansi biji palem dengan perlakuan lumpur dilakukan selama 8 hari, kemudian
perendaman dalam lumpur belum diketahui dilakukan uji perkecambahan. Pengukuran
(Juhaeti & Rahayu 1990). Di alam, dormansi pH dan kelembaban lumpur yang digunakan
karena kulit biji yang keras dapat dipatahkan sebagai media perlakuan dilakukan pada
melalui perusakan kulit biji oleh akhir perendaman. Sebagai control
mikroorganisme yang terdapat di tanah
digunakan biji yang tidak diberi perlakuan lumpur selama 4 hari memberikan nilai
tetapi langsung dikecambahkan. ratarata persentase perkecambahan tertinggi
Pada uji perkecambahan ditentukan dibandingkan perlakuan perendaman dalam
jumlah biji yang berkecambah setiap hari air selama 2 dan 4 hari, serta dalam HCl
sampai tidak terjadi penambahan lagi. pekat selama 5, 10, dan 15 menit.
Pengamatan pertumbuhan bibit dilakukan di
akhir pengamatan. Dari data jumlah biji yang
berkecambah tiap hari, ditentukan persentase
perkecambahan dan kecepatan
perkecambahan. Data dianalisis
menggunakan anova dan uji DMRT pada
taraf kepercayaan 95%.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Perlakuan perendaman biji dalam Gambar 1. Pengaruh sterilisasi lumpur
lumpur dapat mempercepat waktu awal terhadap perkecambahan palem jepang; ■:
berkecambah. Perkecambahan pada biji yang kontrol, ♦: lumpur disterilisasi,□: lumpur
mendapat perlakuan perendaman dalam tidak disterilisasi.
lumpur teramati mulai minggu ke 6.
Sedangkan pada kontrol, perkecambahan Gambar 1 menunjukkan persentase
mulai teramati pada minggu ke 11. Grafik perkecambahan antara biji yang direndam
persentase perkecambahan tiap minggu dalam lumpur yang disterilisasi (S1) dan
terdapat pada Gambar 1, 2, dan 3. Persentase lumpur tidak disterilisasi (S2)) tidak berbeda
perkecambahan pada control sangat kecil. nyata. Hal ini terlihat dari grafik
Pada minggu ke 11, biji mulai berkecambah perkecambahan S1 dan S yang menunjukkan
sebanyak 6,5%, kemudian meningkat pola yang hampir sama. Grafik
sampai 8,5% pada minggu ke 13, dan pada perkecambahan keduanya berhimpit mulai
minggu ke 14 sudah tidak terjadi minggu ke sampai dengan minggu ke 8.
penambahan lagi. Sedangkan pada minggu ke 9 sampai minggu
Pada biji yang direndam dalam ke 14, grafik S2 lebih tinggi dari pada grafik
lumpur, awal berkecambah terjadi pada S1 tetapi perbedaannya tidak nyata.
minggu ke 6, kemudian meningkat tajam Peningkatan persentase perkecambahan
sampai dengan minggu ke 11. Pada minggu akibat perlakuan perendaman biji dalam
ke 12 sampai dengan minggu ke 14, lumpur tidak disebabkan oleh aktivitas
peningkatan persentase perkecambahan mikroorganisme selama perlakuan
hanya sedikit, selanjutnya mencapai nilai perendaman dalam lumpur.
konstan. Persentase perkecambahan tiap
minggu pada biji yang mendapat perlakuan
perendaman dalam lumpur lebih besar
dibandingkan kontrol. Hasil ini sesuai
dengan penelitian Juhaeti & Rahayu (1990).
Pada palem Roystonea elata Bartr.
Harper, perlakuan perendaman biji dalam
biji (Corbineau & Come 1995). Hal ini juga
didukung penelitian Bewley & Back (1982)
bahwa pemberian etanol eksogen dapat
memecahkan dormansi biji. Kondisi anaerob
sangat menghambat produksi etilen, karena
konversi dari 1aminocyclopropan 1-
carboxlic acid (ACC) menjadi etilen
membutuhkan oksigen. Akibatnya akan
terjadi akumulasi ACC selama biji
dikenakan pada kondisi anaerob. Pada saat
biji dikembalikan pada kondisi aerob, ACC
yang terakumulasi akan dikonversi menjadi
etilen. Peningkatan produksi etilen akan
Pengaruh kedalaman perendaman memacu perkecambahan (Corbineau &
terhadap persentase perkecambahan terdapat Come 1995).
pada Gambar 2. Grafik persentase
perkecambahan biji yang direndam dengan
kedalaman 5 cm dan 10 cm terlihat
berhimpit. Sedangkan grafik persentase
perkecambahan biji yang direndam pada
kedalaman15 cm berhimpit dengan biji yang
direndam pada kedalaman 20 cm.
Perendaman biji dalam lumpur dengan
kedalaman 15 dan 20 cm memberikan
persentase perkecambahan yang lebih tinggi
dibandingkan biji yang direndam pada
kedalaman 5 dan 10 cm. Hal ini
menunjukkan kecenderungan bahwa
semakin dalam biji direndam maka
persentase perkecambahannya semakin
besar.
Perbedaan kedalaman perendaman
berakibat pada ketersediaan oksigen. Sterilisasi lumpur dan kedalaman
Semakin dalam perendaman, kondisi perendaman berinteraksi tidak nyata
semakin anaerob. Pengaruh kondisi anaerob terhadap persentase perkecambahan tiap
dalam memacu perkecambahan biji juga minggu (Gambar 3). Kombinasi perlakuan
ditemui pada biji apel dan bunga matahari. S2P20, S1P20, S1P15 menunjukkan
Ada beberapa dugaan mekanisme kondisi kecenderungan persentase perkecambahan
anaerob dalam memacu perkecambahan biji yang lebih besar dibandingkan kombinasi
dorman. Kondisi anaerob biasanya perlakuan lainnya. Dari 8 kombinasi
menyebabkan peningkatan produksi etanol perlakuan terlihat adanya pemisahan menjadi
melalui proses fermentasi. Akumulasi etanol dua kelompok. Grafik perkecambahan
dapat memecahkan dormansi pada beberapa S2P20, S1P20, S1P15 terpisah dari grafik
perkecambahan S2P20, S1P20, S1P15 Hal ini nyata terhadap kecepatan perkecambahan.
memperkuat hasilsebelumnya bahwa Perbedaan yang nyata terlihat antara
sterilisasi lumpur (faktor S) tidak kombinasi perlakuan S2P20 dan S1P10.
berpengaruh nyata, tetapi kedalaman Sedangkan pada kombinasi perlakuan
perendaman (faktor P) yang lebih lainnya, kecepatan peerkecambahannya tidak
berpengaruh. Kedalaman perendaman 15 cm berbeda nyata dengan perlakuan S2P20 dan
dan 20 cm memberikan hasil yang lebih baik S1P10. Meskipun tidak berbeda nyata, terlihat
dibandingkan 5 cm dan 10 cm. kecenderungan bahwa kecepatan
Hasil analisis variansi kecepatan perkecambahan tertinggi berturut turut
perkecambahan dan pertumbuhan pelem adalah kombinasi perlakuan S2P20, S1P20,
jepang terdapat pada Tabel 1. Biji yang S1P15. Hal ini memperkuat hasil sebelumnya
direndam dalam lumpur yang disterilisasi bahwa faktor yang lebih berpengaruh
mempunyai kecepatan perkecambahan yang terhadap kecepatan perkecambahan adalah
tidak berbeda nyata dengan biji yang kedalaman perendaman.
direndam dalam lumpur yang tidak Hasil pengukuran berat basah dan
disterilisasi. Kedalaman perendaman tinggi tanaman menunjukkan bahwa
berpengaruh sangat nyata terhadap kecepatan pertumbuhan bibit pada biji yang direndam
perkecambahan. Biji yang direndam dalam dalam lumpur berbeda nyata dengan kontrol.
lumpur pada kedalaman 20 cm mempunyai Perendaman biji dalam lumpur sebelum
kecepatan perkecambahan sebesar 0,51 dikecambahkan dapat meningkatkan berat
biji/hari, berbeda nyata dengan kecepatan basah dan tinggi tanaman. Sterilisasi lumpur,
perkecambahan biji yang direndam dalam kedalaman perendaman, dan interaksi
lumpur dengan kedalaman 5 dan 10 cm. keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap
pertumbuhan bibit.

Hasil interaksi sterilisasi lumpur dan


kedalaman perendaman berpengaruh sangat
Tabel 2 menunjukkan pH dan persentase dan kecepatan perkecambahan
kelembaban lumpur yang diukur pada akhir palem jepang.
perendaman. Kelembaban lumpur dari
berbagai kombinasi perlakuan tidak berbeda
nyata, sedangkan pH lumpur berbeda nyata. KESIMPULAN
Lumpur yang tidak distelilisasi mempunyai Perlakuan perendaman biji dalam
pH yang lebih rendah dibandingkan lumpur lumpur dapat meningkatkan persentase dan
yang distelirisasi. Perbedaan kedalaman kecepatan perkecambahan serta pertumbuhan
perendaman berpengaruh sangat nyata palem jepang. Sterilisasi pada lumpur yang
terhadap pH lumpur. Lumpur yang digunakan untuk perendaman biji, tidak
digunakan untuk perendaman dengan berpengaruh terhadap perkecambahan dan
kedalaman 20 cm mempunyai pH yang lebih pertumbuhan palem jepang. Perbedaan
rendah dibandingkan lumpur yang digunakan kedalaman perendaman biji dalam lumpur
untuk perendaman biji pada kedalaman 5, berpengaruh terhadap persentase dan
10, dan 15 cm. kecepatan perkecambahan palem jepang. Biji
Semakin dalam perendaman biji, pH yang direndam dalam lumpur pada
lumpur semakin rendah. Interaksi antara kedalaman 20 cm memberikan hasil yang
sterilisasi lumpur dan kedalaman lebih baik dibandingkan biji yang direndam
perendaman berpengaruh nyata terhadap pH pada kedalaman 5, 10, 15 cm. Pengaruh
lumpur. Pada lumpur yang disterilisasi, perendaman biji dalam lumpur yang dapat
perbedaan kedalaman perendaman tidak meningkatkan persentase dan kecepatan
terlalu berpengaruh terhadap pH lumpur. perkecambahan diduga disebabkan oleh
Diantara empat variasi kedalaman kondisi anaerob yang terjadi selama
perendaman, tiga diantaranya yaitu S1P5, perendaman biji dalam lumpur.
S1P10, S1P15 mempunyai pH yang sama (pH
= 6) sedangkan S1P20 mempunyai pH 5,84.
Pada lumpur yang tidak disterilisasi, DAFTAR PUSTAKA
perbedaan kedalaman perendaman Black, J.G. 1999. Microbiology, Principles
berpengaruh nyata terhadap pH lumpur. and Explorations. New Jersey: Prentice Hall.
Semakin dalam perendaman, pH lumpur
semakin rendah (pH S2P5 > S2P10 > S2P15 > Bewley, J.D. & Black, M. 1992.
S2P20). Physiology and Biochemistry of Seeds in
Semakin dalam biji direndam, kondisi Relation to Germination. Viability,
sekitar biji semakin anaerob. Hal ini akan Dormancy and Enviromental Control. New
memacu aktivitas mikroorganisme anaerob, York: Springer Verlag.
sehingga menghasilkan asam organik yang
Corbineau, F. & Come, D. 1995. Control of
dapat menurunkan pH lumpur. Pada uji
seed germination and dormancy by the
perkecambahan didapatkan hasil bahwa
gaseous enviroment. Di dalam Kigel, J. &
kedalaman perendaman berpengaruh nyata
Galili, G. (eds). Seed Development and
terhadap peningkatan persentase dan
Germination. New York: Marcel
kecepatan perkecambahan palem jepang.
Dekker.Daquinta, M., Conception, O.,
Penurunan pH seiring dengan semakin
Capote, I., Cobo, I., Escalona,
dalamnya biji direndam diduga turut
bepengaruh terhadap proses peningkatan
M. & Borroto, C. 1996. In vitro
germination of Chamaedorea seifrizii.
Principes 40 : 112-113.

Juhaeti, T. & Rahayu, R.D. 1990. Usaha


mempercepat perkecambahan palem
Roystonea elata (Bartr.) Harper dan
Ptychosperma macarthurii (H.A. Wondl.)
Nicholson. Bul. Kebun Raya Ind. 7: 13-16.

Kusumawati, N. 1996. Anatomi


perkembangan buah palem jepang
(Actinophloeus macarthurii Becc.). Skripsi
Fakultas Biologi. Yogyakarta: UGM.

Nagao, M., Kanegawa, A.K. & Sakai,


W.S. 1979. Effect of growth regulators on
seed germination of Archontophoenix
alexandrae. Hort. Science 14 : 182-183.

Nagao, M., Kanegawa A.K. & Sakai, W.S.


1980. Accelerating palm seed germination
with gibberelic acid, scarification, and
bottom heat. Hort.Science 15: 200-201.

Natasasmita, A.A. 1996. Pengaruh GA dan


Atonik terhadap perkecambahan dan
pertumbuhan awal palem merah
(Cyrtotachys lakka Becc.) dan palem raja
(Roystonea elata Bartr. Harper). Skripsi
Jurusan Budi Daya Pertanian. Fakultas
Pertanian. Bogor: IPB.

Rinzani, A.K. 1998. Pengaruh pencahayaan


dan kadar KNO terhadap perkecambahan
dan pertumbuhan bibit palem raja. Skripsi
Fakultas Pertanian. Yogyakarta: UGM.

Soedjono, S. & Suskandari, K. 1997.


Pengaruh lama perendaman dan konsentrasi
GA terhadap perkecambahan biji palem
(Licuala grandis). J. Hort. 7: 635-637.

S-ar putea să vă placă și