Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
3. Etiologi
Disebutkan dalam sebuah literatur bahwa penyakit yang dapat menyebabkan
timbulnya gejala demensia ada sejumlah tujuh puluh lima. Beberapa penyakit dapat
disembuhkan sementara sebagian besar tidak dapat disembuhkan (Mace, N.L. & Rabins, P.V.
2006). Sebagian besar peneliti dalam risetnya sepakat bahwa penyebab utama dari gejala
demensia adalah penyakit Alzheimer, penyakit vascular (pembuluh darah), demensia Lewy
body, demensia frontotemporal dan sepuluh persen diantaranya disebabkan oleh penyakit
lain.
Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab demensia adalah penyakit
Alzheimer. Alzhaimer adalah kondisi dimana sel syaraf pada otak mati sehingga membuat
signal dari otak tidak dapat di transmisikan sebagaimana mestinya (Grayson, C. 2004).
Penderita Alzheimer mengalami gangguan memori, kemampuan membuat keputusan dan
juga penurunan proses berpikir.
Penyebab demensia menurut Nugroho (2008) dapat digolongkan menjadi 3 golongan
besar :
a. Ringan : Walaupun terdapat gangguan berat daya kerja dan aktivitas sosial,
kapasitas untuk hidup mandiri tetap dengan higiene personal cukup dan
penilaian umum yang baik.
b. Sedang :Hidup mandiri berbahaya diperlukan berbagai tingkat suportivitas.
c. Berat:Aktivitas kehidupan sehari-hari terganggu sehingga tidak
berkesinambungan, inkoheren.
4. Klasifikasi
Menurut Umur:
1.Demensia senilis (>65th)
2.Demensia prasenilis (<65th)
Menurut perjalanan penyakit:
1. Reversibel
2. Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, vit B Defisiensi,
Hipotiroidisma, intoxikasi Pb)
Pada demensia tipe ini terdapat pembesaran vertrikel dengan meningkatnya cairan
serebrospinalis, hal ini menyebabkan adanya :
Gangguan gaya jalan (tidak stabil, menyeret).
Inkontinensia urin.
Demensia.
Menurut kerusakan struktur otak
1.Tipe Alzheimer
Dari semua pasien dengan demensia, 50 – 60 % memiliki demensia tipe ini. Orang
yang pertama kali mendefinisikan penyakit ini adalah Alois Alzheimer sekitar tahun 1910.
Demensia ini ditandai dengan gejala :
Penurunan fungsi kognitif dengan onset bertahap dan progresif,
Daya ingat terganggu, ditemukan adanya : afasia, apraksia, agnosia, gangguan fungsi
eksekutif,
Tidak mampu mempelajari / mengingat informasi baru,
Perubahan kepribadian (depresi, obsesitive, kecurigaan),
Kehilangan inisiatif.
Faktor resiko penyakit Alzheimer :
Riwayat demensia dalam keluarga
Sindrom down
Umur lanjut
Apolipoprotein, E4
Faktor yang memberikan perlindungan terhadap alzheimer :
Apolipoprotein E, alele 2,
Antioxidans,
Penggunaan estrogen pasca menopause, (pada demensia tipe ini lebih sering pada wanita
daripada laki-laki)
NSAID
Demensia pada penyakit Alzheimer belum diketahui secara pasti penyebabnya,
walaupun pemeriksaan neuropatologi dan biokimiawi post mortem telah ditemukan lose
selective neuron kolinergik yang strukturnya dan bentuk fungsinya juga terjadi perubahan.
Pada makroskopik : penurunan volume gyrus pada lobus frontalis dan temporal.
Pada mikroskopik : plak senilis dan serabut neurofibrilaris
Kerusakan dari neuron menyebabkan penurunan jumlah neurotransmiter. Hal ini sangat
mempengaruhi aktifitas fisiologis otak. Tiga neurotransmiter yang biasanya terganggu pada
Alzheimer adalah asetilkolin, serotorin dan norepinefrin. Pada penyakit ini diperkirakan
adanya interaksi antara genetic dan lingkungan yang merupakan factor pencetus. Selain itu
dapat berupa trauma kepala dan rendahnya tingkat pendidikan.
Stadium demensia alzheimer
Penyakit demensia alzheimer menurut Nugroho (2008) dapat berlangsung dalam tiga
stadium yaitu stadium awal, stadium menengah, dan stadium lanjut. Stadium awal atau
demensia ringan ditandai dengan gejala yang sering diabaikan dan disalahartikan sebagai usia
lanjut atau sebagai bagian normal dari proses menua. Umumnya klien menunjukkan gejala
kesulitan dalam berbahasa, mengalami kemunduran daya ingat secara bermakna, disorientasi
waktu dan tempat, sering tersesat ditempat yang biasa dikenal, kesulitan membuat keputusan,
kehilangan inisiatif dan motivasi, dan kehilangan minat dalam hobi dan agitasi.
Stadium menengah atau demensia sedang ditandai dengan proses penyakit berlanjut
dan masalah menjadi semakin nyata. Pada stadium ini, klien mengalami kesulitan melakukan
aktivitas kehidupan sehari- hari dan menunjukkan gejala sangat mudah lupa terutama untuk
peristiwa yang baru dan nama orang, tidak dapat mengelola kehidupan sendiri tanpa timbul
masalah, sangat bergantung pada orang lain, semakin sulit berbicara, membutuhkan bantuan
untuk kebersihan diri (ke toilet, mandi dan berpakaian), dan terjadi perubahan perilaku, serta
adanya gangguan kepribadian.
Stadium lanjut atau demensia berat ditandai dengan ketidakmandirian dan inaktif
total, tidak mengenali lagi anggota keluarga (disorientasi personal), sukar memahami dan
menilai peristiwa, tidak mampu menemukan jalan di sekitar rumah sendiri, kesulitan berjalan,
mengalami inkontinensia (berkemih atau defekasi), menunjukkan perilaku tidak wajar
dimasyarakat, akhirnya bergantung dikursi roda atau tempat tidur.
Penyebab demensia alzheimer
Penyebab demensia alzheimer masih belum diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa
teori menjelaskan kemungkinan adanya faktor genetik, radikal bebas, toksin amiloid,
pengaruh logam alumunium, dan akibat infeksi virus. Semakin dini penyakit demensia
alzheimer dikenali, semakin baik hasil penanganannya daripada penyakit yang sudah lanjut.
Penyakit alzheimer muncul sebagai gejala perubahan perilaku, kognisi, dan perubahan
aktivitas hidup sehari- hari sehingga anggota keluarga dan orang terdekat yang mengenali
perubahan tersebut.
Faktor predisposisi dan resiko dari penyakit ini adalah usia, riwayat penyakit
alzheimer (keturunan), kelamin, pendidikan. Faktor resiko yang kemungkinan juga
berpengaruh ialah adanya keluarga dengan sindrom Down, fertilitas yang kurang, kandungan
alumunium pada air minum, dan defisiensi kalsium.
Penyakit Alzheimer dibagi atas 3 stadium berdasarkan beratnya deteorisasi intelektual
:
Stadium I (amnesia)
Berlangsung 2-4 tahun
Amnesia menonjol
Gangguan : - Diskalkulis
Memori jangka penuh
Perubahan emosi ringan
Memori jangka panjang baik
Keluarga biasanya tidak terganggu
Stadium II (Bingung)
Berlangsung 2 – 10 tahun
Kemunduran aspek fungsi luhur (apraksia, afasia, agnosia, disorientasi)
Episode psikotik
Agresif
Salah mengenali keluarga
Stadium III (Akhir)
Setelah 6 - 12 tahun
Memori dan intelektual lebih terganggu
Akinetik
Membisu
Inmontinensia urin dan alvi
Gangguan berjalan
Pedoman diagnostik menurut WHO (ICD-X)
Lupa kejadian yang baru saja dialami,
Kesulitan dalam melakukan pekerjaan sehari-hari,
Kesulitan dalam berbahasa,
Diserorientasi waktu dan tempat,
Tidak mampu membuat pertimbangan dan keputusan yang tepat,
Kesulitan berpikir abstrak,
Salah menaruh barang,
Perubahan suasana hati,
Perubahan perilaku / kepribadian,
Kehilangan inisiatif.
Sampai saat ini belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan penyakit ini.
Pengobatan / pencegahan hanya dalam bentuk paliatif yaitu : nutrisi tepat,
latihan, pengawasan aktifitas, selain itu bisa diberikan obat Memantine (N-metil) 25 mg/hr,
propanolol (InderalR), Holoperidol dan penghambatan dopamin potensi tinggi untuk kendali
gangguan eprilaku akut. Selain itu bisa diberikan “Tracine Hydrocloride” (Inhibitor
asetilkolinesterose kerja sentral) untuk gangguan kognitif dan fungsionalnya.
Pencegahan antara lain bagaimana cara kita lebih awal untuk mendeteksi AD
(Alzheimer Disease) serta memperkirakan siapa yang mempunyai faktor resiko terkena
penyakit ini sehingga dapat dicegah lebih awal. Pencegahan dapat juga berupa perubahan dari
gaya hidup (diet, kegiatan olahraga, aktivitas mental)
Tujuan penanganan Alzheimer :
Mempertahankan kualitas hidup yang normal
Memperlambat perburukan
Membantu keluarga yang merawat dengan memberi informasi yang tepat
Menghadapi kenyataan penyakit secara realita
2.Demensia vascular
Penyakit ini disebabkan adanya defisit kognitif yang sama dengan
Alzheimer tetapi terdapat gejala-gejala / tanda-tanda neurologis fokal seperti :
Peningkatan reflek tendon dalam,
Respontar eksensor,
Palsi pseudobulbar,
Kelainan gaya berjalan,
Kelemahan anggota gerak.
Demensia vaskuler merupakan demensia kedua yang paling sering pada lansia,
sehingga perlu dibedakan dengan demensi Alzheimer. Pencegahan pada demensia ini dapat
dilakukan dengan menurunkan faktor resiko misalnya; hipertensi, DM, merokok, aritmia.
Demensia dapat ditegakkan juga dengan MRI dan aliran darah sentral.
Pedoman diagnostik penyakit demensia vaskuler :
Terdapat gejala demensia
Hendaya fungsi kognitif biasanya tidak merata
Onset mendadak dengan adanya gejala neurologis fokal
3. Demensia Jisim Lewy (Lewy Body dementia)
Demensia dengan kumpulan Lewy (Lewy bodies) disebabkan oleh kemunduran dan
matinya sel-sel syaraf diotak. Nama itu berasal dari adanya struktur-struktur abnormal
berbentuk bola, disebut kumpulan Lewy, yang tumbuh di dalam sel-sel syaraf. Diduga
struktur itu ikut menyebabkan kematian sel-sel otak. Orang yang mempunyai demensia
dengan kumpulan Lewy cenderung melihat sesuatu yang tidak ada (mengalami halusinasi
visual), mengalami kekakuan atau gemetar (parkinsonisme) dan kondisi mereka cenderung
berubah-ubah secara cepat, sering dari jam ke jam atau dari hari ke hari. Gejala itu
memungkinkan dibedakannya penyakit ini dari penyakit Alzheimer. Demensia dengan
kumpulan Lewy kadangkadang muncul bersamaan dengan penyakit Alzheimer dan/atau
demensia Vaskuler. Mungkin sulit untuk membedakan demensia dengan kumpulan Lewy
dari penyakit Parkinson dan orang dengan penyakit Parkinson menderita demensia yang
serupa dengan yang terlihat pada demensia dengan kumpulan Lewy.
4.Demensia Lobus frontal-temporal
Ini adalah nama yang diberikan kepada sebuah kelompok demensia jika terjadi proses
kemunduran dalam satu atau keduanya dari lobus frontal atau lobus temporal otak. Termasuk
dalam kelompok ini adalah Fronto Temporal lobus frontal dan lobus temporal), Progressive
non-Fluent Aphasia (Afasia Progresif non-Fluent, penderita secara berangsur-angsur
kehilangan kemampuan berbicara), Semantic Demensia (Demensia Semantik, penderita tidak
mengerti arti kata-kata) dan penyakit Pick. Lebih dari 50% orang penderita FTLD
mempunyai riwayat keluarga dengan penyakit tersebut. Mereka yang mewarisinya sering
mengalami mutasi gen pada protein tau dalam kromosom 17 yang menyebabkan
diproduksinya protein tau yang abnormal. Tidak diketahui adanya faktor risiko lain.
5. Demensia terkait dengan SIDA(HIV-AIDS)
6. Morbus Parkinson
Demensia ini disebabkan adanya penyakit parkinson yang menyertai dengan gejala :
Disfungsi motorik.
Gangguan kognitif / demensia bagian dari gangguan.
Lobus frontalis dan defisit daya ingat.
Depresi.
7. Morbus Huntington
Demensia ini disebabkan penyakit herediter yang disertai dengan degenoivasi
progresif pada ganglia basalis dan kortex serebral. Transmisi terdapat pada gen autosomal
dominan fragmen G8 dari kromosom 4. Onset terjadi pada usia 35 – 50 tahun. Gejalanya :
Demensia progresif.
Hipertonisitas mascular.
Gerakan koreiform yang aneh.
8. Morbus Pick
Intraneunoral yang Penyakit Pick disebabkan penurunan fungsi mental dan perilaku
yang terjadi secara progresif dan lambat. Kelainan terdapat pada kortikal fokal pada lobus
frontalis. Penyakit ini juga sulit dibedakan dengan Alzheimer hanya bisa dengan otopsi,
dimana otak menunjukkan inklusi disebut “badan Pick” yang dibedakan dari serabut
neurofibrilaris pada Alzheimer.
Pedoman diagnostik penyakit demensia penyakit Pick
Adanya gejala demensia yang progresif.
Gambaran neuropatologis berupa atrofi selektif dari lobus frontalis yang menonjol disertai
euforia, emosi tumpul, dan perilaku sosial yang kasar, disinhibisi, apatis, gelisah.
Manifestasi gangguan perilaku pada umumnya mendahului gangguan daya ingat.
9. Morbus Jakob-Creutzfeldt
Penyakit ini disebabkan oleh degeneratif difus yang mengenai sistim piramidalis dan
ekstrapiramidal. Pada penyakit ini tidak berhubungan dengan proses ketuaan. Gejala terminal
adalah :
Demensia parah.
Hipertonisitas menyeluruh.
Gangguan bicara yang berat.
Penyakit ini dsiebabkan oleh virus infeksius yang tumbuh lambat. (misal transplantasi
kornea). Trias yang sangat mengarah pada diagnosis penyakit ini :
Demensia yang progresif merusak.
Penyakit piramidal dan ekstrapiramidal dengan mioklonus.
Elektroensephalogram yang khas.
10. Sindrom Gerstmann-Sträussler-Scheinker
11. Prion disease
12. Palsi Supranuklear progresif
13. Multiple sklerosis
14. Neurosifilis
15. Tipe campuran
Menurut sifat klinis:
1. Demensia proprius
2. Pseudo-demensia
1. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, “lupa”
menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
2. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan, tahun,
tempat penderita demensia berada
3. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar,
menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang kata atau
cerita yang sama berkali-kali
4. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat sebuah
drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan orang lain, rasa
takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita demensia kadang tidak mengerti
mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul.
5. Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisa
6. Seluruh jajaran fungsi kognitif rusak.
7. Awalnya gangguan daya ingat jangka pendek.
8. Gangguan kepribadian dan perilaku, mood swings
9. Defisit neurologik motor & fokal
10. Mudah tersinggung, bermusuhan, agitasi dan kejang
11. Gangguan psikotik: halusinasi, ilusi, waham & paranoia
12. Agnosia, apraxia, afasia
13. ADL (Activities of Daily Living)susah
14. Kesulitan mengatur penggunaan keuangan
15. Tidak bisa pulang ke rumah bila bepergian
16. Lupa meletakkan barang penting
17. Sulit mandi, makan, berpakaian, toileting
18. Pasien bisa berjalan jauh dari rumah dan tak bisa pulang
19. Mudah terjatuh, keseimbangan buruk
20. Akhirnya lumpuh, inkontinensia urine & alvi
21. Tak dapat makan dan menelan
22. Koma dan kematian.
6. Diagnosis Banding
Diagnosis difokuskan pada hal-hal berikut ini:
Demensia Tipe Alzheimer lawan Demensia vaskuler
Secara klasik, demensia vaskuler dibedakan dengan demensia tipe Alzheimer dengan
adanya perburukan penurunan status mental yang menyertai penyakit serebrovaskuler seiring
berjalannya waktu. Meskipun hal tersebut adalah khas, kemerosotan yang bertahap tersebut
tidak secara nyata ditemui pada seluruh kasus. Gejala neurologis fokal lebih sering ditemui
pada demensia vaskuler daripada demensia tipe Alzheimer, dimana hal tersebut merupakan
patokan adanya faktor risiko penyakit serebrovaskuler.
Demensia Vaskuler lawan Transient Ishemic Attacks
Transient ischemic attacks (TIA) adalah suatu episode singkat dari disfungsi
neurologis fokal yang terjadi selama kurang dari 24 jam (biasanya 5 hingga 15 menit).
Meskipun berbagai mekanisme dapat mungkin terjadi, episode TIA biasanya disebabkan oleh
mikroemboli dari lesi arteri intrakranial yang mengakibatkan terjadinya iskemia otak
sementara, dan gejala tersebut biasanya menghilang tanpa perubahan patologis jaringan
parenkim. Sekitar sepertiga pasien dengan TIA yang tidak mendapatkan terapi mengalami
infark serebri di kemudian hari, dengan demikian pengenalan adanya TIA merupakan strategi
klinis penting untuk mencegah infark serebri. Dokter harus membedakan antara episode TIA
yang mengenai sistem vertebrobasiler dan sistem karotis. Secara umum, gejala penyakit
sistem vertebrobasiler mencerminkan adanya gangguan fungsional baik pada batang otak
maupun lobus oksipital, sedangkan distribusi sistem karotis mencerminkan gejala-gejala
gangguan penglihatan unilateral atau kelainan hemisferik. Terapi antikoagulan, dengan obat-
obat antipletelet agregasi seperti aspirin dan bedah reksonstruksi vaskuler ekstra dan
intrakranial efektif untuk menurunkan risiko infark serebri pada pasien dengan TIA.
Delirium
Membedakan antara delirium dan demensia dapat lebih sulit daripada yang ditunjukkan
oleh klasifikasi berdasarkan DSM IV. Secara umum, delirium dibedakan dengan demensia oleh
awitan yang cepat, durasi yang singkat, fluktuasi gangguan kognitif dalam perjalanannya,
eksaserbasi gejala yang bersifat nokturnal, gangguan siklus tidur yang bermakna, dan gangguan
perhatian dan persepsi yang menonjol.
Perbedaan klinis delirium dan Demensia.
Gambaran Delirium Demensia
Riwayat Penyakit akut Penyakit Kronik
Awal Cepat Lambat laun
Sebab Terdapat penyakit lain (infeksi, Biasanya penyakit otak
dehidrasi, guna/putus obat) kronik (spt Alzheimer,
demensia vaskular)
Lamanya Ber-hari/-minggu Ber-bulan/-tahun
Perjalanan sakit Naik turun Kronik Progresif
Taraf Kesadaran Orientasi Naik turun, terganggu periodik Normal intak pada awalnya
Afek Cemas dan iritabel Labil tapi tak cemas
Alam pikiran Sering terganggu Turun jumlahnya
Bahasa daya ingat Lamban. Inkoheren, inadekuat, Sulit menemukan istilah tepat
angka pendek terganggu nyata Jangka pendek dan panjang
terganggu
Persepsi Halusinasi (visual) Halusinasi jarang terjadi
kecuali sundowning
Psikomotor Retardasi, agitasi, campuran Normal
Tidur Terganggu siklus tidurnya Sedikit terganggu siklus
tidurnya
Atensi dan kesadaran Amat terganggu Sedikit terganggu
Reversibilitas Sering reversibel Umumnya tak reversibel
Penanganan Segera Perlu tapi tak segera
Catatan : pasien dengan demensia amat rentan terhadap delirium, dan delirium yang
bertumpang tindih dengan demensia adalah umum
Depresi
Beberapa pasien dengan depresi memiliki gejala gangguan fungsi kognitif yang sukar
dibedakan dengan gejala pada demensia. Gambaran klinis kadang-kadang menyerupai
psuedodemensia, meskipun istilah disfungsi kognitif terkait depresi (depression-related
cognitive dysfunction) lebih disukai dan lebih dapat menggambarkan secara klinis. Pasien
dengan disfungsi kognitif terkait depresi secara umum memiliki gejala-gejala depresi yang
menyolok, lebih menyadari akan gejala-gejala yang mereka alami daripada pasien dengan
demensia serta sering memiliki riwayat episode depresi.
Skizofrenia
Meskipun skizofrenia dapat dikaitkan dengan kerusakan fungsi intelektual yang
didapat (acquired), gejalanya lebih ringan daripada gejala yang terkait dengan gejala-gejala
psikosis dan gangguan pikiran seperti yang terdapat pada demensia.
Proses penuaan yang normal
Proses penuaan yang normal dikaitkan dengan penurunan berbagai fungsi kognitif
yang signifikan, akan tetapi masalah-masalah memori atau daya ingat yang ringan dapat
terjadi sebagai bagian yang normal dari proses penuaan. Gejala yang normal ini terkadang
dikaitkan dengan gangguan memori terkait usia, yang dibedakan dengan demensia oleh
ringannya derajat gangguan memori dan karena pada proses penuaan gangguan memori
tersebut tidak secara signifikan mempengaruhi perilaku sosial dan okupasional pasien.
Gangguan lainnya
Retardasi mental, yang tidak termasuk kerusakan memori, terjadi pada masa kanan-
kanan. Gangguan amnestik ditandai oleh hilangnya memori yang terbatas dan tidak ada
perburukan. Depresi berat dimana memori terganggu biasanya akan memberikan respon
terhadap terapi antidepresan.
8. Penatalaksanaan
Langkah pertama dalam menangani kasus demensia adalah melakukan verifikasi
diagnosis. Diagnosis yang akurat sangat penting mengingat progresifitas penyakit dapat
dihambat atau bahkan disembuhkan jika terapi yang tepat dapat diberikan. Tindakan
pengukuran untuk pencegahan adalah penting terutama pada demensia vaskuler. Pengukuran
tersebut dapat berupa pengaturan diet, olahraga, dan pengontrolan terhadap diabetes dan
hipertensi. Obat-obatan yang diberikan dapat berupa antihipertensi, antikoagulan, atau
antiplatelet. Pengontrolan terhadap tekanan darah harus dilakukan sehingga tekanan darah
pasien dapat dijaga agar berada dalam batas normal, hal ini didukung oleh fakta adanya
perbaikan fungsi kognitif pada pasien demensia vaskuler. Tekanan darah yang berada
dibawah nilai normal menunjukkan perburukan fungsi kognitif, secara lebih lanjut, pada
pasien dengan demensia vaskuler. Pilihan obat antihipertensi dalam hal ini adalah sangat
penting mengingat antagonis reseptor -2 dapat memperburuk kerusakan fungsi kognitif.
Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor dan diuretik telah dibuktikan tidak
berhubungan dengan perburukan fungsi kognitif dan diperkirakan hal itu disebabkan oleh
efek penurunan tekanan darah tanpa mempengaruhi aliran darah otak. Tindakan bedah untuk
mengeluarkan plak karotis dapat mencegah kejadian vaskuler berikutnya padapasien-pasien
yang telah diseleksi secara hati-hati. Pendekatan terapi secara umum pada pasien dengan
demensia bertujuan untuk memberikan perawatan medis suportif, dukungan emosional untuk
pasien dan keluarganya, serta terapi farmakologis untuk gejala-gejala yang spesifik, termasuk
perilaku yang merugikan.
Terapi Psikososial
Kemerosotan status mental memiliki makna yang signifikan pada pasien dengan
demensia. Keinginan untuk melanjutkan hidup tergantung pada memori. Memori jangka
pendek hilang sebelum hilangnya memori jangka panjang pada kebanyakan kasus demensia,
dan banyak pasien biasanya mengalami distres akibat memikirkan bagaimana mereka
menggunakan lagi fungsi memorinya disamping memikirkan penyakit yang sedang
dialaminya. Identitas pasien menjadi pudar seiring perjalanan penyakitnya, dan mereka hanya
dapat sedikit dan semakin sedikit menggunakan daya ingatnya. Reaksi emosional bervariasi
mulai dari depresi hingga kecemasanyang berat dan teror katastrofik yang berakar dari
kesadaran bahwa pemahaman akan dirinya (sense of self) menghilang.
Pasien biasanya akan mendapatkan manfaat dari psikoterapi suportif dan edukatif
sehingga mereka dapat memahami perjalanan dan sifat alamiah dari penyakit yang
dideritanya.Mereka juga bisa mendapatkan dukungan dalam kesedihannya dan penerimaan
akan perburukan disabilitas serta perhatian akan masalah-masalah harga dirinya. Banyak
fungsi yang masih utuh dapat dimaksimalkan dengan membantu pasien mengidentifikasi
aktivitas yang masih dapat dikerjakannya. Suatu pendekatan psikodinamik terhadap defek
fungsi ego dan keterbatasan fungsi kognitif juga dapat bermanfaat. Dokter dapat membantu
pasien untuk menemukan cara “berdamai” dengan defek fungsi ego, seperti menyimpan
kalender untuk pasien dengan masalah orientasi, membuat jadwal untuk membantu menata
struktur aktivitasnya, serta membuat catatan untuk masalah-masalah daya ingat.
Intervensi psikodinamik dengan melibatkan keluarga pasien dapat sangat membantu.
Hal tersebut membantu pasien untuk melawan perasaan bersalah, kesedihan, kemarahan, dan
keputusasaan karena ia merasa perlahan-lahan dijauhi oleh keluarganya.
Farmakoterapi
Dokter dapat meresepkan benzodiazepine untuk insomnia dan kecemasan, antidepresi
untuk depresi, dan obat-obat antipsikotik untuk waham dan halusinasi, akan tetapi dokter juga
harus mewaspadai efek idiosinkrasi obat yang mungkin terjadi pada pasien usia lanjut
(misalnya kegembiraan paradoksikal, kebingungan, dan peningkatan efek sedasi).
Secara umum, obatobatan dengan aktivitas antikolinergik yang tinggi sebaiknya
dihindarkan. Donezepil, rivastigmin, galantamin, dan takrin adalah penghambat kolinesterase
yang digunakan untuk mengobati gangguan kognitif ringan hingga sedang pada penyakit
Alzheimer. Obat-obat tersebut menurunkan inaktivasi dari neurotransmitter asetilkolin
sehingga meningkatkan potensi neurotransmitter kolinergik yang pada gilirannya
menimbulkan perbaikan memori. Obat-obatan tersebut sangat bermanfaat untuk seseorang
dengan kehilangan memori ringan hingga sedang yang memiliki neuron kolinergik basal
yang masih baik melalui penguatan neurotransmisi kolinergik.
Donezepil ditoleransi dengan baik dan digunakan secara luas. Takrin jarang
digunakan karena potensial menimbulkan hepatotoksisitas. Sedikit data klinis yang tersedia
mengenai rivastigmin dan galantamin, yang sepertinya menimbulkan efek gastrointestinal
(GI) dan efek samping neuropsikiatrik yang lebih tinggi daripada donezepil. Tidak satupun
dari obat-obatan tersebut dapat mencegah degenerasi neuron progresif.
Menurut Witjaksana Roan terapi farmakologi pada pasien demensia berupa:
Antipsikotika tipik: Haloperidol 0,25 - 0,5 atau 1 - 2 mg
Antipsikotika atipik:
Clozaril 1 x 12.5 - 25 mg
Risperidone 0,25 - 0,5 mg atau 0,75 - 1,75
Olanzapine 2,5 - 5,0 mg atau 5 - 10 mg
Quetiapine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg
Abilify 1 x 10 - 15 mg
Anxiolitika
Clobazam 1 x 10 mg
Lorazepam 0,5 - 1.0 mg atau 1,5 - 2 mg
Bromazepam 1,5 mg - 6 mg
Buspirone HCI 10 - 30 mg
Trazodone 25 - 10 mg atau 50 - 100 mg
Rivotril 2 mg (1 x 0,5mg - 2mg)
Antidepresiva
Amitriptyline 25 - 50 mg
Tofranil 25 - 30 mg
Asendin 1 x 25 - 3 x 100 mg (hati2, cukup keras)
SSRI spt Zoloft 1x 50 mg, Seroxat 1x20 mg, Luvox 1 x 50 -100 mg, Citalopram 1x 10 - 20 mg,
Cipralex, Efexor-XR 1 x 75 mg, Cymbalta 1 x 60 mg.
Mirtazapine (Remeron) 7,5 mg - 30 mg (hati2)
Mood stabilizers
Carbamazepine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg
Divalproex 125 - 250 mg atau 500 - 750 mg
Topamate 1 x 50 mg
Tnileptal 1 x 300 mg - 3 x mg
Neurontin 1 x 100 - 3 x 300 mg bisa naik hingga 1800 mg
Lamictal 1 x 50 mg 2 x 50 mg
Priadel 2 - 3 x 400 mg
Obat anti-demensia pada kasus demensia stadium lanjut sebenarnya sudah tak berguna
lagi, namun bila diberikan dapat mengefektifkan obat terhadap BPSD (Behavioural and
Psychological Symptoms of Dementia):
Nootropika:
Pyritinol (Encephabol) 1 x100 - 3 x 200 mg
Piracetam(Nootropil) 1 x 400 - 3 x 1200 mg
Sabeluzole (Reminyl)
Ca-antagonist:
Nimodipine (Nimotop 1 - 3 x 30 mg)
Citicholine (Nicholin) 1 - 2 x 100 - 300 mg i.v / i.m.
Cinnarizine(Stugeron) 1 - 3 x 25 mg
Pentoxifylline (Trental) 2 - 3 x 400 mg (oral), 200 - 300 mg infuse
Pantoyl-GABA
Acetylcholinesterase inhibitors
Tacrine 10 mg dinaikkan lambat laun hingga 80 mg. Hepatotoxik
Donepezil (Aricept) centrally active reversible cholinesterase inhibitor, 5 mg 1x/hari
Galantamine (Riminil) 1 - 3 x 5 mg
Rivastigmin (Exelon) 1,5, 3, 4, 5, 6 mg
Memantine 2 x 5 - 10 mg
2. Diagnosa keperawatan
1) Sindrom stress relokasi berhubungan dengan perubahan dalam aktivitas kehidupan sehari-
hari ditandai dengan kebingungan, keprihatinan, gelisah, tampak cemas, mudah tersinggung,
tingkah laku defensive, kekacauan mental, tingkah laku curiga, dan tingkah laku agresif.
2) Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis (degenerasi neuron
ireversibel) ditandai dengan hilang ingatan atau memori, hilang konsentrsi, tidak mampu
menginterpretasikan stimulasi dan menilai realitas dengan akurat.
3) Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi atau integrasi
sensori (penyakit neurologis, tidak mampu berkomunikasi, gangguan tidur, nyeri) ditandai
dengan cemas, apatis, gelisah, halusinasi.
4) Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan lingkungan ditandai dengan keluhan
verbal tentang kesulitan tidur, terus-menerus terjaga, tidak mampu menentukan kebutuhan/
waktu tidur.
5) Kurang perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas, menurunnya daya tahan dan
kekuatan ditandai dengan penurunan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari.
6) Risiko terhadap cedera berhubungan dengan kesulitan keseimbangan, kelemahan, otot tidak
terkoordinasi, aktivitas kejang.
7) Risiko terhadap perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mudah
lupa, kemunduran hobi, perubahn sensori.
3. Intervensi
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
keperawatan kriteria hasil
1 Sindrom stress Setelah diberikan
a) Jalin hubungana) Untuk membangan
relokasi tindakan saling kepercayaan dan rasa
berhubungan keperawatan mendukung nyaman.
dengan perubahan diharapkan klien dengan klien. b) Menurunkan kecemasan
dalam aktivitas dapat beradaptasi
b) Orientasikan dan perasaan terganggu.
kehidupan sehari- dengan perubahan pada c) Untuk menentukan
hari ditandai dengan aktivitas sehari- hari lingkungan dan persepsi klien tentang
kebingungan, dan lingkungan rutinitas baru. kejadian dan tingkat
keprihatinan, dengan KH : c) Kaji tingkat serangan.
gelisah, tampak mengidentifikasi stressor d) Konsistensi mengurangi
cemas, mudah perubahan (penyesuaian kebingungan dan
tersinggung, tingkah mampu beradaptasi diri, meningkatkan rasa
laku defensive, pada perubahan perkembangan, kebersamaan.
kekacauan mental, lingkungan dan peran keluarga,e) Menurunkan ketegangan,
tingkah laku curiga, aktivitas kehidupan akibat mempertahankan rasa
dan tingkah laku sehari-hari perubahan saling percaya, dan
agresif. cemas dan takut status orientasi.
d)
membuat Tentukan memberi klien waktu untuk
4. Implementasi
Implementasi keperawatan dilakukan sesuai dengan intervensi.
5. Evaluasi
1) Mampu beradaptasi pada perubahan lingkungan dan aktivitas.
2) Mampu memperlihatkan kemampuan kognitif untuk menjalani konsekuensi.
3) Perubahan persepsi sensori tidak terjadi atau terkontrol.
4) Perubahan pola tidur tidak terjadi atau terkontrol.
5) Perawatan diri dapat terpenuhi.
6) Nutrisi klien seimbang
7) Risiko cedera tidak terjadi
Daftar Pustaka
Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa YasminAsih, Jakarta :
EGC, 1997.
Luecknote, Annette Geisler, Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek Maryunani, Jakarta:EGC,
1997.
Reaksi :
0 comments:
Post a Comment
:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x(
Jumlah Pengunjung
Google+ Followers
Blog Archive
► 2014 (1)
► 2013 (31)
▼ 2012 (59)
o ► November (11)
o ► October (1)
o ► September (4)
o ► July (16)
o ► June (2)
o ▼ May (11)
Naso Gastric Tube Procedure
Terapi Musik
Terapi Aktivitas Kelompok Persepsi/Kognitif : HDR
SAP KDRT
Askep Dilirium
Kumpulan Askep Sistem Persarafan
Askep Demensia
Askep Alzheimer
Askep Dekubitus Pada Lansia
Konsep Indeks Kesehatan
UJI TAPIS (SCREENING TEST)
o ► April (7)
o ► March (5)
o ► February (2)
► 2011 (34)
► 2010 (3)
Labels
Anatomi (11) Asuhan Keperawatan (30) Bahasa Inggris (3) Cerpen (1) Epidemiologi dan
Demografi (3) Essay (1) Formulir (2) Integumen (10) Kebudayaan (2) Keperawatan (24)
Keperawatan Jiwa (5) Kesehatan (23) Lansia (2) Muskuloskeletal (1) Obat (1) Penelitian (3)
Pengkajian (3) Percakapan (1) Psikologi (3) Tokoh Keperawatan (2) trend dan issue
integument (1)
About Me
Udayati Made
My Motto :