Sunteți pe pagina 1din 6

Jurnal Sains Farmasi & Klinis, 1(1), 95-100

ARTIKEL PENELITIAN

Kajian Ketepatan Indikasi Penggunaan Alprazolam pada Pasien


Stroke di Bangsal Rawat Inap Neurologi Rumah Sakit Stroke
Nasional Bukittinggi
Indication Accuracy of Alprazolam Use in Stroke Patients of Neurology Ward of
National Stroke Hospital Bukittinggi - Indonesia

Rika Sepriani1, Fatma Sri Wahyuni2, Almahdy A.2, Khairil Armal3


Keywords: ABSTRACT: The shift of pharmacist’s role from drug oriented to patient
alprazolam, oriented has brought the idea of pharmaceutical care, which aims to prevent and
indication minimize the problems associated with drug use. Cerebrovascular disease such
accuracy, drug as stroke remains one of diseases that causes disability and death in the world.
related problem, Having sufficient quality and quantity of good sleep is one important part of the
stroke patients. healing process. Sleep disorders also increase the patient’s risk of developing
recurrent stroke. The objective of this study was to analyze the accuracy of the
indications for alprazolam in patients with stroke in neurology ward of National
Stroke Hospital Bukittinggi, Indonesia. The study was conducted on November
2011 to February 2012 with the prospective method through observations on
the condition of the patients, medical records, drug instruction cards, and the
nursing care records of stroke patients who use alprazolam. Data were analyzed
descriptively based on the treatment standards related to inaccuracy: alprazolam
use without medical indications and indications which were not treated. The study
showed that of 35 patients taking alprazolam, 1 of them was without medical
indication 1 (3.45%) and another 1 was categorized as untreated indication
(3.45%) of 29 incidences of drug related problems (DRP).

Kata kunci: ABSTRAK: Adanya perubahan orientasi peran kefarmasian dari drug
oriented menjadi patient oriented, memicu timbulnya ide tentang asuhan
alprazolam,
kefarmasian (pharmaceutical care), yang tujuannya mencegah dan
tepat indikasi, meminimalkan permasalahan yang berkaitan dengan penggunaan obat.
drug related Penyakit serebrovaskuler atau stroke masih merupakan salah satu
problem, penyakit yang banyak menimbulkan kecacatan dan kematian di dunia.
pasien stroke. Mendapat kualitas dan kuantitas tidur yang baik merupakan salah satu
bagian penting dalam proses penyembuhan (recovery) pascastroke.
Gangguan tidur juga meningkatkan resiko pasien pascastroke untuk
menderita stroke berulang. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis
ketepatan indikasi penggunaan alprazolam pada pasien stroke di
bangsal rawat inap neurologi Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi.
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi dari
bulan November 2011 hingga Februari 2012 dengan metode prospektif
melalui penelusuran terhadap kondisi pasien, catatan rekam medik, Kartu
Instruksi Obat (KIO) dan catatan asuhan keperawatan pasien stroke yang
menggunakan alprazolam di bangsal rawat inap neurologi Rumah Sakit
Stroke Nasional Bukittinggi. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis
secara deskriptif berdasarkan literatur yang berkaitan dengan ketepatan
indikasi dengan kategori pemberian alprazolam tanpa indikasi medis
dan indikasi yang tidak diterapi. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
bahwa dari 35 orang pasien yang menggunakan alprazolam didapatkan
kategori pemberian alprazolam tanpa indikasi medis sebanyak 1 kasus
(3,45%) dan kategori indikasi yang tidak diterapi sebanyak1 kasus
(3,45%) dari 29 angka kejadian DRPs.
1
Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Padang
2
Fakultas Farmasi Universitas Andalas, Padang
3
Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi

Korespondensi:
Rika Sepriani
(rikasepriani@ymail.com)
Jurnal Sains Farmasi & Klinis (ISSN: 2407-7062) | Vol. 01 No. 01 | November 2014 95
Kajian Ketepatan Indikasi Penggunaan Alprazolam pada Pasien Stroke... | Sepriani dkk.

PENDAHULUAN paru (9,0%), konstipasi (7,9%) dan retensi


urin (5,0%) (5).
Adanya perubahan orientasi peran Sekitar 10-50% pasien pascastroke
kefarmasian dari drug oriented menjadi mengalami insomnia. Insomnia
patient oriented, memicu timbulnya ide didefenisiskan sebagai kesulitan berulang
tentang asuhan kefarmasian (pharmaceutical dalam memulai tidur, kesulitan untuk tetap
care), yang tujuannya mencegah dan tidur pada malam hari, durasi tidur yang tidak
meminimalkan permasalahan yang adekuat atau kualitas tidur yang buruk yang
berkaitan dengan penggunaan obat. Makin menimbulakan gangguan saat beraktifitas
bertambahnya jenis obat yang beredar dan pada siang hari. Hipersomnia atau excessive
terbatasnya pengetahuan tenaga kesehatan daytime sleepiness dikarakterisasi oleh
tentang profil suatu obat, menyebabkan rasa kantuk yang berlebihan di siang hari.
meningkatnya kejadian Drug Related Hipersomnia terjadi pada 20-40% pasien
Problems (DRPs) dan ketepatan indikasi stroke (6).
merupakan salah satu kategori dari DRPs Langkah pertama dalam mengatasi
(1, 2). gangguan tidur adalah mengoptimalkan terapi
Penyakit serebrovaskuler atau stroke terhadap penyakit yang mendasarinya. Cara
masih merupakan salah satu penyakit nonfarmakologi dan farmakologi diperlukan
yang banyak menimbulkan kecacatan dan untuk terapi gangguan tidur baik primer
kematian di dunia. Menurut WHO stroke maupun sekunder (4). Terapi nonfarmakologi
adalah terjadinya gangguan fungsional otak dapat dilakukan dengan terapi kontrol
fokal maupun global secara mendadak dan stimulus, terapi cahaya, pengaturan tidur
akut yang berlangsung lebih dari 24 jam, dan edukasi tidur higienis. Sedangkan untuk
akibat gangguan aliran darah otak (3). Pasien terapi farmakologi dapat digunakan obat
stroke akut dapat mengalami gangguan hipnotik-sedatif seperti benzodiazepin yang
tidur. Sering terbangun setelah onset tidur merupakan pilihan utama untuk mengatasi
sering dikaitkan dengan buruknya proses gangguan tidur dimana penggunaannya
penyembuhan stroke. Pasien stroke sering harus hati-hati untuk mencegah toleransi
terbangun di malam hari. Mendapat kualitas dan ketergantungan (7, 8).
dan kuantitas tidur yang baik merupakan Penelitian ini bertujuan untuk
salah satu bagian penting dalam proses menganalisis penggunaan alprazolam pada
penyembuhan (recovery) pascastroke (4). pasien stroke rawat inap neurologi Rumah
Navarro et. al. (2008) berdasarkan Sakit Stroke Nasional Bukittinggi yang
studi cohort pada 10 negara Asia dengan berkaitan dengan ketepatan indikasi yaitu
melibatkan 1153 pasien stroke mendapatkan indikasi yang tidak diterapi dan terapi tanpa
495 pasien (42,5%) mengalami komplikasi indikasi.
dalam dua minggu pertama. Komplikasi Salah satu tanggung jawab seorang
neurologis yang terbanyak adalah stroke farmasis adalah menjamin adanya ketepatan
ulang yaitu 49 pasien (4,8%) dan bangkitan indikasi bagi setiap obat yang diterima oleh
epileptik 13 pasien (1,2%). Komplikasi pasien. Terdapat dua kategori ketepatan
nonneurolgis yang terbanyak adalah infeksi indikasi yaitu indikasi yang tidak diterapi

96 Jurnal Sains Farmasi & Klinis (ISSN: 2407-7062) | Vol. 01 No. 01 | November 2014
Kajian Ketepatan Indikasi Penggunaan Alprazolam pada Pasien Stroke... | Sepriani dkk.

dan terapi tanpa indikasi. Indikasi yang tidak catatan asuhan keperawatan pasien stroke
diterapi terjadi ketika pasien menderita suatu yang menggunakan alprazolam di bangsal
penyakit atau mengalami kondisi medis yang rawat inap neurologi Rumah Sakit Stroke
baru maupun mengalami perkembangan Nasional Bukittinggi. Data yang diperoleh
kondisi medis yang memburuk sehingga selanjutnya dianalisis secara deskriptif untuk
memerlukan terapi obat tambahan namun menentukan jumlah dan persentase yang
tidak menerimanya. Keadaan ini meliputi berkaitan dengan terapi tanpa indikasi dan
pasien yang memerlukan terapi obat baru indikasi yang tidak diterapi.
untuk menangani penyakit barunya ataupun Populasi pada penelitian ini adalah
pasien yang memerlukan penambahan semua pasien stroke dengan gangguan
obat kedua atau ketiga untuk menangani tidur di bangsal rawat inapneurologi Rumah
kondisi medisnya secara optimal namun Sakit Stroke Nasional Bukittinggi dan yang
tidak menerimanya. DRPs ini juga meliputi digunakan sebagai sampel adalah pasien
pasien yang memerlukan terapi obat untuk stroke yang menggunakan alprazolam di
mencegah risiko terjadinya perkembangan bangsal rawat inap neurologi Rumah Sakit
penyakit baru namun tidak menerimanya (1). Stroke Nasional Bukittinggi. Penelitian ini
Pasien yang menerima terapi obat dilakukan di bangsal rawat inap neurologi
tanpa indikasi dapat mengalami potensi Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi
toksik tanpa mendapatkan manfaat positif selama 4 bulan dari bulan November 2011
dari penggunaan obat tersebut. Terapi hingga Februari 2012.
obat dikatakan tidak perlu bagi pasien jika Sumber data dalam penelitian ini
tidak terdapat indikasi medis yang jelas adalah rekam medik pasien, dalam hal ini
untuk pemberian obat tersebut. Hal penting dibutuhkan data jenis kelamin pasien, umur
yang harus diingat adalah tujuan dari pasien, diagnosis utama dan diagnosis
penggunaan obat ada beberapa macam, penyerta, jenis obat, frekuensi pemberian
tidak hanya untuk menyembuhkan penyakit dan cara pemberian. Selain itu data juga
maupun mengurangi rasa nyeri tapi juga diperoleh dari Kartu Instruksi Obat (KIO)
untuk profilaksis dan preventif serta untuk dan cacatan keperawatan. Wawancara pada
membantu proses diagnosis. Kategori ini pasien dan keluarga pasien juga dilakukan
juga terjadi manakala pasien menerima untuk melihat perkembangan pasien yang
terapi obat kombinasi padahal terapi obat dicocokkan dengan rekam medik pasien.
tunggal diperkirakan mempunyai keefektifan Pengambilan data dilakukan melalui
yang sama (1). wawancara dengan pasien atau keluarga
pasien, kartu rekam medik, kartu instruksi
METODE PENELITIAN obat dan catatan keperawatan pasien
Dengan menggunakan lembar pengumpul
Penelitian ini merupakan penelitian data, data-data yang diperlukan dipindahkan
deskriptif dimana pengumpulan data ke lembaran pengumpul data. Pelaksanaan
dilakukan secara prospektif melalui pengumpulan data dilakukan oleh peneliti.
penelusuran terhadap kondisi pasien, catatan Data dari lembar pengumpul data dianalisis
rekam medik, Kartu Instruksi Obat (KIO) dan secara deskriptifdisertai uraian masalah

Jurnal Sains Farmasi & Klinis (ISSN: 2407-7062) | Vol. 01 No. 01 | November 2014 97
Kajian Ketepatan Indikasi Penggunaan Alprazolam pada Pasien Stroke... | Sepriani dkk.

Tabel 2. Kasus DRP alprazolam terkait dengan indikasi

Jumlah kasus DRP


Jumlah Jumlah terkait dengan indikasi alprazolam
pasien kasus DRP
Tidak tepat Indikas
indikasi tidak diterapi

35 29 (82,85%) 1 (3,45%) 1 (3,45%)

secara singkat. GABAyang akan menyebabkan pembukaan


kanal ion Cl-. Membran sel saraf secara
HASIL DAN DISKUSI normal tidak permeabel terhadap ion klorida,
tetapi bila kanal Cl- terbuka, memungkinkan
Berdasarkan data yang diperoleh dari masuknya ion klorida, meningkatkan
hasil penelitian didapatkan bahwa terapi potensial elektrik sepanjang membran sel
tanpa indikasi dan indikasi yang tidak diterapi dan terjadi hiperpolarisasi membran sel saraf
masing-masing terdapat satu kasus (3,45%) sehingga menyebabkan depresi sistem saraf
dari 35 orang pasien dengan 29 angka pusat (9, 10).
kejadian DRPs. Kategori terapi tanpa indikasi Alprazolam dapat menyebabkan
terjadi pada pasien yang diberikan alprazolam terjadinya berbagai macam efek samping,
padahal pasien tidak mengeluhkan adanya salah satunya adalah dapat menyebabkan
gangguan tidur (insomnia). Pasien masuk terjadinya ketergantungan (adiksi) fisik
rumah sakit dengan keluhan anggota gerak maupun psikis. Penggunaan alprazolam
kanan terasa lemah sejak satu hari yang lalu, tanpa indikasi medis dapat memicu
mual (-), muntah (-), sakit kepala (-), bicara terjadinya efek samping alprazolam yang
terasa berat (+) dan pasien didiagnosis salah satunya adalah dapat menyebabkan
mengalami hemiparese dextra ec. susp. adiksi sehingga si pasien kemungkinan
stroke nonhemoragik. Pada saat masuk besar akan mengalami ketergantungan pada
rumah sakit pasien tidak mengeluhkan alprazolam (11, 12).
adanya gangguan tidur dan pasien juga Selain itu, penggunaan alprazolam tanpa
belum pernah mendapatkan obat sedatif indikasi medis dapat menambah beban kerja
sebelumnya. Pada kasus ini alprazolam dari organ hati dan ginjal. Karena alprazolam
diberikan selama 13 hari pemakaian dengan dimetabolisme di hati menjadi bentuk aktifnya
dosis 0,5 mg satu kali sehari pada malam dan diekresikan dalam bentuk urin melalui
hari. ginjal (11, 12). Dan dari efek sosio ekonomi
Alprazolam merupakan senyawa yang penggunaan obat yang tidak diperlukan
bekerja mempotensiasi inhibisi neuron dapat meningkatkan biaya yang dikeluarkan
dengan asam gama amino butirat (GABA) pasien di rumah sakit padahal obat tersebut
sebagai mediator. GABA dan alprazolam tidak dibutuhkan oleh pasien.
terikat secara selektif dengan reseptor Kategori indikasi yang tidak diterapi

98 Jurnal Sains Farmasi & Klinis (ISSN: 2407-7062) | Vol. 01 No. 01 | November 2014
Kajian Ketepatan Indikasi Penggunaan Alprazolam pada Pasien Stroke... | Sepriani dkk.

terjadi sebanyak satu kasus (3.45%) dari gangguan tidur dimana penggunaannya
35 orang pasien dengan 29 angka kejadian harus hati-hati untuk mencegah toleransi
DRPs dimana pasien didiagnosis hemiparese dan ketergantungan (7, 8).
sinistra ec.stroke nonhemoragik recurrent. Beberapa faktor yang harus diperhatikan
Sebelumnya pasien sudah mengalami stroke dalam pemilihan obat tidur yaitu: lama
dan ini merupakan serangan stroke yang ke kerjanya obat (duration of action), berapa
tiga. Setelah serangan stroke sebelumnya lama obat tinggal di dalam tubuh (t½),
pasien melakukan rawat jalan dan selalu pengaruhnya pada kegiatan esok harinya,
mendapatkan alprazolam karena pasien kecepatan mulai bekerjanya (onset of action),
tidak bisa tidur jika tidak menggunakan bahaya timbulnya ketergantungan, efek
alprazolam. Pada hari pertama masuk rumah rebound insomnia, pengaruhnya terhadap
sakit pasien tidak diberikan alprazolam kualitas tidur, interaksi dengan obat-obat lain
padahal pasien mengeluhkan susah tidur dan toksisitas terutama pada dosis belebih
(insomnia). Pasien baru diberikan alprazolam (11).
pada hari ke dua rawatan. Senyawa hipnotik yang ideal
Pasien stroke sering terbangun di mempunyai onset kerja yang cepat ketika
malam hari. Mendapat kualitas dan kuantitas diminum pada saat akan tidur, suatu kerja
tidur yang baik merupakan salah satu berkesinambungan yang cukup untuk
bagian penting dalam proses penyembuhan memudahkan tidur sepanjang malam dan
(recovery) pascastroke. Penderita stroke tidak ada sisa efek keesokan paginya (12).
dapat mengalami gangguan tidur bila terjadi Benzodiazepin dengan waktu paruh pendek
gangguan vaskuler di daerah batang otak. (triazolam dan zolpidem) merupakan obat
Gangguan tidur membuat pasien lelah pilihan untuk membantu orang-orang yang
dan terganggu. Nyeri kepala yang sering sulit masuk tidur. Sebaliknya, obat yang waktu
terjadi saat tidur, biasanya pada tidur REM, paruhnya panjang (estazolam, temazepam,
dapat menginterupsi tidur. Gangguan tidur dan lorazepam) berguna untuk penderita
juga dapat meningkatkan risiko pasien yang mengalami interupsi tidur (13).
pascastroke mengalami serangan stroke Berdasarkan wawancara yang dilakukan
berikutnya (4). dengan pasien, pasien menderita gangguan
Langkah pertama dalam mengatasi tidur karena susahnya untuk memulai tidur.
gangguan tidur adalah mengoptimalkan terapi Dari literatur diketahui untuk pasien dengan
terhadap penyakit yang mendasarinya. Cara gangguan tidur dapat diberikan triazolam
nonfarmakologi dan farmakologi diperlukan atau zolpidem.
untuk terapi gangguan tidur baik primer
maupun sekunder (4). Terapi nonfarmakologi KESIMPULAN
dapat dilakukan dengan terapi kontrol
stimulus, terapi cahaya, pengaturan tidur Hasil penelitian menunjukkan dari 35
dan edukasi tidur higienis. Sedangkan untuk orang pasien yang menggunakan alprazolam
terapi farmakologi dapat digunakan obat di bangsal rawat inap neurologi Rumah Sakit
hipnotik-sedatif seperti benzodiazepin yang Stroke Nasional Bukittinggi dengan 29 angka
merupakan pilihan utama untuk mengatasi kejadian DRPs didapatkan:

Jurnal Sains Farmasi & Klinis (ISSN: 2407-7062) | Vol. 01 No. 01 | November 2014 99
Kajian Ketepatan Indikasi Penggunaan Alprazolam pada Pasien Stroke... | Sepriani dkk.

1. Kategori pemberian alprazolam tanpa


indikasi medis sebanyak 1 kasus
(3,45%).
2. Kategori indikasi yang tidak diterapi
sebanyak1 kasus (3,45%).

DAFTAR PUSTAKA

1. Cipolle, R. J., Strand, L. M., & Moorley, L. M. (2008). Pharmacotherapy: A


P. C. (1998). Pharmaceutical Care Phatophysiologic Approach (seventh
Practice: The Clinician’s Guide (2th edition). New York: McGraw Hill
Ed). New York: The McGraw Hill. Publishing.
2. Trisna, Y. 2004. Idealisme Farmasi Klinis 8. Buysse, D. J. (2008). Chronic Insomnia.
di Rumah Sakit. Jakarta: Pengantar Am J Psychiatry, 165, 6.
Farmasi Klinis. 9. Lacy, C. F., & Lance L. L. (2010). Drug
3. Andri, M. S. (2008). Tata Laksana Information Handbook (18th Edition).
Depresi Pascastroke. Majalah Ohio: Lexi-Comp Inc.
Kedokteran Indonesia 58, 3. 10. Ikawati, Z. (13 Februari 2013). Reseptor
4. Amir, N. (2007). Gangguan Tidur Kanal Ion (Ionotropik). Diakses dari
pada Lanjut Usia: Diagnosis dan http://zulliesikawati.staff.ugm.ac.id/wp-
Penatalaksanaan. Cermin Dunia content/uploads/ion-channel-receptor-
Kedokteran No. 157. ionotropic.pdf
5. Navarro, J. C., Ester, B., Najasri, S., 11. Katzung, B. C. (2002). Farmakologi
Chang, H. M., Ryu, S. J., Huang, Y. Dasar dan Klinik (edisi 8). Jakarta:
N., Wong, L., Deepak A. Singhal, Salemba Medika.
B. S., Lee, S .B., Yoon, B. W., 12. Brunton, L., Parker, K. Blumenthal,
Venketasubramanian, N., Chiu, H. C., D. & Buxton, I. (2010). Goodman &
Niphon, P., Tan, K. S., Sardar, M. A., & Gilman’s The Pharmacological Basis
Le, D. H. (2008). Complication of Acute of Therapeutics (eleventh edition). New
Stroke: A Study in Ten Asian Countries. York: McGraw-Hill.
Neurology Asia Journal, 13, 33-39. 13. Misbach, J. Abdul, B.H. Andre, M. &
6. Hermann, D. M., & Claudio, L. B. Kurniawan, S. 2006. Buku Pedoman
(2009). Sleep-Releated Breathing and Standar Pelayanan Medis (SPM) dan
sleep-wake disturbances in ischemic Standar Prosedur Operasional (SPO)
stroke, Neurology, 16, 1313-1322. Neurologi. Jakarta: Perhimpunan
7. Dipiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
Matzke, G. R., Wells, B. G., & Posey,

100 Jurnal Sains Farmasi & Klinis (ISSN: 2407-7062) | Vol. 01 No. 01 | November 2014

S-ar putea să vă placă și