Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
JAWABAN LO
1) Untuk saat ini belum ada penelitian yang membuktikan adanya hubungan hipertensi
dengan LBP, namun salah satu faktor risiko dari LBP adalah merokok, jadi merokok
meningkatkan risiko terjadi nyeri punggung bawah. Secara khusus, responden yang
merokok mempunyai kemungkinan akan mengalami nyeri punggung bawah (NPB)
1,348 kali lipat dibandingkan dengan responden yang tidak merokok. Hasil penelitian
ini serupa dengan penelitian yang dikerjakan di rumah sakit daerah negara bagian
Tver, Rusia tahun 2013 yang mendapatkan korelasi yang kuat antara merokok dan
proses degenerasi tulang belakang.
Patofisiologi nyeri punggung bawah pada orang dengan kebiasaan merokok
tidak secara jelas diketahui. Terdapat salah satu teori yang menyatakan bahwa
kandungan nikotin dalam rokok menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah yang
mensuplai nutrisi ke sel-sel diskus intervertebralis, bila pasokan nutrisi terganggu sel-
sel mengalami malnutrisi sehingga rentan mengalami kerusakan. Kandungan nikotin
di dalam rokok juga mengakibatkan penebalan dinding pembuluh darah yang
memperberat pasokan darah dan nutrisi ke jaringan. Selain itu, nikotin mempunyai
efek negatif terhadap sel osteoblas, yaitu memengaruhi proliferasi dan juga
metabolisme seluler osteoblas serta sintesis kolagen, sehingga kepadatan mineral
tulang berkurang. Lebih lanjut lagi, salah satu hasil akhir rokok adalah gas beracun
karbon monoksida. Karbon monoksida yang dihasilkan dari pembakaran rokok akan
berikatan dengan hemoglobin (hb), sehingga menghambat dan juga mengurangi
pelepasan oksigen (yang seharusnya berikatan dengan hemoglobin) ke jaringan
terutama jaringan selsel diskus intervertebralis yang kekurangan nutrisi.
Referensi :
Patrianingrum M, et al. 2015. Evalensi dan Faktor Risiko Nyeri Punggung
Bawah di Lingkungan Kerja Anestesiologi Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung.
Jurnal Anestesi Perioperatif [JAP. 2015;3(1): . Viewed : 22 maret 2019. From
http://journal.fk.unpad.ac.id/index.php/jap/article/viewFile/379/pdf_41
Referensi :
Patrianingrum M, et al. 2015. Evalensi dan Faktor Risiko Nyeri Punggung Bawah di
Lingkungan Kerja Anestesiologi Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung. Jurnal Anestesi
Perioperatif [JAP. 2015;3(1): . Viewed : 22 maret 2019. From
http://journal.fk.unpad.ac.id/index.php/jap/article/viewFile/379/pdf_41
3) Hubungan posisi duduk, berdiri, dan berjalan dengan kejadi
Nyeri Punggung Bawah (NPB) sering disebut Low Back Pain (LBP), atau
nyeri pinggang. NPB adalah nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah, dapat
merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikular atau keduanya. Nyeri Punggung
Bawah (NPB) merupakan nyeri yang terasa di daerah lumbal atau lumbosakral dan
kadang disertai penjalaran nyeri ke arah tungkai (sciatica). Nyeri yang berasal dari
daerah punggung bawah dapat dirasakan di daerah lain atau begitu pula sebaliknya.
Duduk didefinisikan sebagai salah satu sikap tubuh menopang batang badan bagian
atas oleh pinggul dan sebagian paha yang terbatas pergerakannya untuk mengubah
posisinya lagi. Selama ini duduk telah menjadi topik yang kompleks oleh para peneliti
NPB. Lamanya duduk dan sikap duduk merupakan subtopik yang erat kaitannya
dengan NPB.
Menurut Lis Angela Maria dkk, tidak ada bukti nyata dari penelitianpenelitian
yang telah ada bahwa duduk lama dapat berdiri sendiri sebagai faktor resiko yang
signifikan untuk NPB, kecuali jika dikombinasikan dengan sikap duduk yang salah
dan getaran pada tubuh maka mungkin akan meningkatkan resiko berkembangnya
NPB. Namun oleh Diana Samara dikatakan bahwa duduk lama merupakan penyebab
tersering timbulnya NPB dengan angka kejadian pada orang dewasa 39,7 – 60 %.
NPB disebut berkaitan dengan duduk selama lebih dari 4 jam. Sejumlah penelitian
lain juga menunjukkan keterkaitan antara lama duduk dengan NPB. Magora
menemukan prevalensi NPB sebesar 12,6 % pada orang yang sering bekerja duduk
lebih dari 4 jam, 1,2 % kadang-kadang duduk lebih dari 4 jam, dan 25,9 % jarang
duduk dengan waktu kurang dari 2 jam. Penelitian yang dilakukan oleh Emami dkk
juga menunjukkan NPB berkaitan dengan duduk selama lebih dari 4 jam, namun NPB
tidak berkaitan dengan duduk selama kurang dari 1 jam per hari.
Sikap duduk dikatakan tidak dapat berdiri sendiri sebagai faktor risiko NPB.
Menurut Wilhelmina dkk bahwa jika sikap duduk membungkuk atau dalam keadaan
fleksi minimal 60o atau lebih selama lebih dari 5% masa kerja selama sehari atau
fleksi 60o disertai mengangkat beban lebih dari 25 kg, maka akan meningkatkan
risiko terjadinya NPB
Referensi :
Lailani, T. M. 2013. Hubungan Antara Peningkatan Indeks Massa Tubuh
dengan Kejadian Nyeri Punggung Bawah pada Pasien Rawat Jalan di
Poliklinik RSUD Dokter Soedarso Pontianak. Program Studi Pendidikan
Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura Pontianak. (Skripsi).
Referensi :
Huldani. 2013. Nyeri Punggung. Universitas lambung mangkurat fakultas kedokteran
banjarmasin januari. Viewed 22 maret 2019. From <
http://eprints.ulm.ac.id/210/1/HULDANI%20-%20NYERI%20PUNGGUNG.pdf>