Sunteți pe pagina 1din 8

Journal of Vocational Health Studies 01 (2018): 89–96

Journal of Vocational Health Studies


www.e-journal.unair.ac.id/index.php/JVHS

LEVEL OF SAFE BEHAVIOR WITH THE IMPLEMENTATION OF HOT


WORK PERMIT APPROACH IN PT BBB EAST JAVA
TINGKAT PERILAKU AMAN PEKERJA DENGAN PENDEKATAN Research Report
IMPLEMENTASI IJIN KERJA PANAS PT BBB JAWA TIMUR Penelitian

Seviana Rinawati
Occupational Health and Safety Study Programme, Faculty of Medicine,
Universitas Negeri Sebelas Maret, Surakarta-Indonesia

A BST R AC T ART ICL E INFO

Background: The causes of the accident were dominant due to unsafe behavior and other Received 25 January 2018
causes due to unsafe conditions and the other factors, especially in the paper industry such as Accepted 8 March 2018
PT. BBB, East Java which has a high risk of fire and the level of workers awareness towards safe Online 30 March 2018
behavior so it needed the assessment of safe behavior level based on the implementation of hot * Correspondence (Korespondensi):

work permit system at PT. BBB. Purpose: this study was to determine Level of Safe Behavior with Seviana Rinawati
The Implementation of Hot Work Permit Approach in PT. BBB East Java. Methods: This research
E-mail:
used descriptive observational, which was research methods to describe the data of the result sev1ana_er@staff.uns.ac.id
of research used information, interview and observation directly by conducting analysis on safe
behavior information and hot work permit system at hot work. The technique of data collecting
used observation and interview directly. The data obtained then discussed by comparing with
existing regulations. Results: The research informed about the level of safe behavior in good
category (70%) in the implementation of hot work permit system has the applicable regulations
and based on the results 70-98% good category, but there were still obstacles in documentation
system, PPE and punishment/reward. Conclusion: Good safety behavior was indicated by the Keywords:
implementation of hot work permit system is good, but there were still some obstacles which are Safe behavior, Work permit system,
must get a follow-up. Hot work permit

A BST R A K

Latar Belakang: Penyebab kecelakaan kerja dominan disebabkan perilaku yang berbahaya
dan penyebab lain karena kondisi berbahaya serta faktor lainnya, terlebih pada industri kertas
seperti PT. BBB, Jawa Timur yang berisiko tinggi terjadi kebakaran dan tingkat kesadaran dari
pekerja terhadap perilaku aman sehingga perlu adanya penilaian tingkat perilaku aman berdasar
implementasi sistem ijin kerja panas di PT. BBB. Tujuan: penelitian ini untuk mengetahui tingkat
perilaku aman pekerja dengan pendekatan implementasi ijin kerja panas PT BBB Jawa Timur.
Metode: Penelitian dengan mendeskripsikan (deskriptif observasional) data hasil penelitian
melalui data, wawancara dan observasi langsung sebagaimana adanya dengan melakukan
analisis pada data perilaku aman dan sistem ijin kerja pada pekerjaan panas. Hasil pendataan
yang didapat akan dianalisis dengan peratutan perundangan serta referensi terkait. Hasil:
Penelitian ini menginformasikan tentang tingkat perilaku aman pekerja pada pekerjaan panas
kategori baik (70%) pada penerapan sistem ijin kerja panas telah memenuhi peraturan yang

Journal of Vocational Health Studies p-ISSN: 2580–7161; e-ISSN: 2580–717x


DOI: 10.20473/jvhs. v1i3.2018.89-96
Open acces under Creative Commons Attribution-Non Commercial-Share A like 4.0 International Licence
(CC-BY-NC-SA)
90 Seviana Rinawati | Journal of Vocational Health Studies 01 (2018): 89–96

berlaku dan berdasar hasil penilaian 70-98% kategori baik, namun masih terdapat kendala pada
sistem pendokumentasian, APD dan sanksi/reward. Kesimpulan: Perilaku aman pekerja kategori Kata kunci:
baik yang ditunjukkan dengan penerapan sistem ijin kerja panas yang baik pula, namun masih Perilaku aman, Sistem ijin kerja, Ijin
terdapat beberapa kendala yang harus dilakukan tindak lanjut. kerja panas

PENDAHULUAN berupa bahan kimia. Penggunaan bahan kimia


berbahaya dan mesin bertekanan tinggi memiliki potensi
Riset oleh National Safety Council (2011) menyatakan bahaya yang berisiko tinggi sehingga perusahaan telah
bahwa penyebab kecelakaan kerja adalah 88% akibat menerapkan sistem ijin kerja namun belum maksimal
unsafe behavior, 10% karena kondisi berbahaya untuk sistem ijin kerja pada pekerjaan panas. Hasil
sedangkan 2% penyebab lain yang belum diketahui. wawancara pada tahun 2007 diketahui terjadi kebakaran
Hal yang sama oleh Cooper (2001), menunjukkan di bagian gudang penyimpanan bahan kimia dan
sebab kecelakaan kerja yang paling besar diakibatkan kebakaran ringan pada akhir 2014. Berdasar paparan latar
oleh perilaku tidak aman (unsafe behavior) persentase belakang tersebut, penulis ingin menganalisis terkait
sebesar 80-95%. Perilaku tersebut dapat terjadi karena pelaksanaan ijin kerja panas (hot work permit) di PT BBB
persepsi juga keyakinan para pekerja yang merasa sudah Jawa Timur dengan tingkat perilaku aman pekerjanya.
ahli dibidangnya serta didukung hingga saat ini belum
pernah terjadi kecelakaan kerja selama bekerja sehingga
tingkat kepedulian untuk bekerja sesuai aturan dan METODE PENELITIAN
prosedur berkurang.
Menurut laporan National Fire Protection Assosiation Metode penelitian yang digunakan yaitu
(NFPA) (2014) pemadam kebakaran di Amerika deskriptif observasional, merupakan metode untuk
Serikat menanggulangi rata-rata kebakaran 4.400 mendeskripsikan informasi data yang diteliti melalui data,
kebakaran setahun yang melibatkan pekerjaan panas wawancara dan observasi langsung sebagaimana adanya
dari 2010 hingga 2014. Pada bulan Maret 2014, dua dengan melakukan analisis dan membuat kesimpulan
petugas pemadam kebakaran di Boston meninggal secara umum (Sugiyono, 2001). Pengumpulan data
menanggulangi kebakaran. Berdasarkan kejadian penelitian dilakukan melalui kegiatan observasi serta
tersebut, NFPA telah bekerja sama dengan pemerintah wawancara langsung kepada pekerja terkait. Penilaian
kota dan pemadam kebakaran untuk memberikan pada 60 pekerja dengan kuesioner mengenai perilaku
pelatihan keselamatan kerja pada pekerjaan panas bagi aman pekerja di pekerjaan panas berdasar skala
pekerja konstruksi di wilayah Boston. Sejauh ini, lebih linkert (Sugiyono, 2012), dalam kategori baik (>80%),
dari 13.000 pekerja telah berpartisipasi dalam program cukup baik (60-80%) dan kurang baik (<60%), sedang
yang dirancang oleh NFPA dengan harapan unsafe act checklist pelaksanaan sistem ijin kerja pekerjaan panas
dapat menurun. penilaian terhadap kebijakan, prosedur, safety permit,
Identifikasi perilaku yang tidak aman pada pekerja penilaian bahaya, pelatihan, pengawasan, dokumentasi,
kemudian mengarahkan untuk dapat bekerja dengan penanggungjawab, APD, proteksi bahaya dan sanksi/
aman dan hal tersebut dapat mendorong pekerja reward dalam persentase. Pengambilan data penelitian
menerapkan budaya K3 di lingkungan kerja. Karena faktor diambil pada bulan Maret-April 2017 di PT. BBB Jawa
penyebab kecelakaan kerja sebagian besar disebabkan Timur pada pekerja yang membutuhkan ijin kerja pada
oleh unsafe action (Suma’mur, 1996), sehingga dengan pekerjaan panas. Data penelitian yang didapatkan
terbentuknya budaya K3 yang baik di perusahaan dapat kemudian dianalisis berdasarkan peraturan perundangan,
menekan angka kecelakaan kerja yang dialami di dalam dan standar terupdate serta referensi terkait dengan
atau di luar tempat kerja (Reason, 1997). perilaku aman dan sistem ijin kerja pada pekerjaan
Sistem izin kerja merupakan persyaratan awal panas.
dalam melakukan suatu pekerjaan secara aman serta
meminimalisir kesalahpahaman pemberi kerja dengan
pelaksana kerja. Sistem izin kerja mengacu pada Peraturan HASIL PENELITIAN
Pemerintah Nomor 50 (2012) mengenai Penerapan
PT. BBB Jawa Timur merupakan salah satu
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
perusahaan manufaktur penghasil kertas berkualitas
(SMK3) serta Undang-undang Nomor 01 (1970) mengenai
tinggi terbesar di Indonesia dengan hasil produksi kertas
Keselamatan Kerja.
putih juga memiliki produk samping berupa bahan
PT. BBB salah satu perusahaan manufaktur penghasil
kimia. Perusahaan sudah membuat kebijakan serta
kertas berkualitas tinggi terbesar di Indonesia yang selain
mengimplementasikan sistem ijin kerja pada pekerjaan
produk utama berupa kertas juga produk turunannya
panas sebagai upaya tidak terjadi kecelakaan di tempat
Seviana Rinawati | Journal of Vocational Health Studies 01 (2018): 89–96 91

kerja antara lain seperti pada faktor materialnya, mask, sepatu safety dan baju pelindung. Pekerja telah
lingkungannya, pekerja dan peralatan dalam proses menjalankan prosedur sesuai Standard Operating
produksi berawal proses input hingga output. Pekerjaan Procedure (SOP) yang telah diberlakukan, namun
panas harus memenuhi sistem ijin kerja karena berkaitan kadang masih terdapat penanggung jawab tidak sesuai
dengan pekerjaan yang memiliki risiko tinggi dan prosedur dalam kondisi tertentu menerbitkan surat ijin
banyak orang yang dapat terancam keselamatannya. kerja pada waktu pekerjaan akan dimulai atau sebelum
Penetapan peran di setiap jabatan merupakan bentuk pengoperasian alat terutama ketika terjadi pergantian
prosedural ketat yang dianggap tepat dalam pemberian shift kerja, serta ditemui pekerja bekerja yang bukan
ijin kerja terutama pada pekerjaan panas. Dokumen merupakan bidang kerjanya seperti menjadi grinder.
dalam sistem ijin kerja pekerjaan panas harus teliti Hasil penilaian perilaku aman pada pekerja di PT BBB
dalam pengecekannya sebelum mulai melakukan pada pekerjaan panas yaitu:
pekerjaan dan pemberi ijin memastikan keabsahannya
sebelum diberikan, tidak dibenarkan seseorang dapat Tabel 2. Hasil penilaian perilaku aman
mengeluarkan apalagi menerbitkan surat ijin yang Perilaku aman Frekuensi jumlah(n) Persentase(%)
berlaku bagi dirinya sendiri.
Baik 42 70
Risiko bahaya di perusahaan yang berakibat Cukup baik 16 26
kebakaran antara lain dari faktor: percikan api dari proses Kurang baik 2 4
pengelasan, gesekan gearing, kabel listrik tanpa shield Total 60 100
yang mudah terjadi korsleting atau panel listrik yang
konslet sehingga menimbulkan percikan api, maupun Data berdasarkan tabel 2 menunjukkan perilaku
risiko dalam gudang penyimpanan bahan kimia. dalam kategori baik.
1. Implementasi Sistem Ijin Kerja Panas
Pengajuan safety permit dilakukan sesuai dengan
Karakteristik Responden prosedur dan ketentuan yang telah ditetapkan
Hasil pendataan karakteristik responden di PT BBB pihak perusahaan, terutama pada pekerja yang akan
pada pekerjaan panas meliputi data berikut ini: bekerja di pekerjaan panas diawali dengan pengajuan
permohonan safety permit di bagian Health,
Tabel 1. Karakteristik Responden Safety and Environment (HSE) dengan membawa
persyaratan seperti: identitas pekerjanya, waktu
Karakteristik Frekuensi (%) Jumlah (n) Persentase (%) pelaksanaan pekerjaan tersebut, daftar peralatan
Usia (Th) yang dibutuhkan saat bekerja, kelengkapan Alat
30-50 47 78% Pelindung Diri (APD) serta lainnya yang diperlukan.
>50 13 22% Pihak HSE akan memverifikasi kelengkapan berkas
Masa Kerja (Th) pengajuan safety permit, kemudian formulir safety
1-5 50 83% permit yang akan diterbitkan sesuai pengajuan
>5 10 17% jenis pekerjaan, yaitu hot work permit. Jika sudah
Pendidikan
ada kesepakatan semua personil, sebelum lampiran
SD-SMA 52 87%
S1 8 13%
safety permit diterbitkan, akan dilakukan identifikasi
Kepatuhan SOP terkait risiko bahaya, serta upaya pencegahannya
Baik 49 82% dan persiapan terhadap pekerjaan panas tersebut.
Kurang 11 18% Setelah kondisi dinyatakan aman, ijin kerja diberikan
dengan disertai sarana pendukung seperti label atau
Pekerja di PT. BBB yang melakukan pekerjaan papan yang ditempel, rambu warning yang telah
panas (hot work) rerata berusia diatas 32 tahun dan usia sah dan safety line. Rambu dan papan tanda aman
tertinggi 52 tahun dengan masa kerja rerata 7 tahun mencantumkan tanggal berlakunya ijin kerja, lokasi
paling lama 13 tahun dan tingkat pendidikan minimal serta penanggung jawab pekerjaan.
STM (berpengalaman minimal 2 tahun) dan pendidikan Ijin kerja yang telah disetujui oleh pihak HSE,
tertinggi S1 sehingga untuk kepatuhan terhadap SOP kemudian disampaikan kepada semua pekerja dalam
dan persepsi pekerja tentang risiko bahaya kategori baik/ suatu pelatihan/breifing oleh pimpinan tertinggi
bersifat positif. atau anggota lain yang berperan penting dalam
inspeksi. Pemberhentian proses kerja akan dilakukan
jika ditemui pelanggaran prosedur/aturan oleh
Perilaku aman pekerja, hal ini sebagai bentuk sanksi, sanksi berupa
pemberian surat tilang kepada yang bersangkutan
Hasil observasi memberikan informasi terkait pekerja yang tercantum jenis pelanggaran yang dilakukan,
yang sebagian besar menggunakan alat pelindung diri tanggal pelanggaran, lokasi adanya pelanggaran
di bagian welder misal: masker, welding gloves, welding dan tanda tangan penanggung jawab.
92 Seviana Rinawati | Journal of Vocational Health Studies 01 (2018): 89–96

Tim HSE melakukan pengawasan untuk menjamin serap ilmu seseorang, jika dibandingkan golongan usia
keselamatan dalam bekerja serta memastikan ijin muda. Serta masa kerja rerata 7 tahun paling lama 13
kerja dilaksanakan dengan baik dan benar, biasanya tahun dapat diartikan pekerja telah memiliki pengalaman
menggunakan checklist inspeksi terkait lokasi sesuai serta paham dengan kebijakan yang telah berjalan di
ijin kerja. Pengawasan juga dilakukan setelah perusahaan sehingga sependapat dengan Suma’mur
pekerjaan selesai untuk memastikan bahwa area (1996) bahwa terjadi peningkatan tingkat waspada
yang telah selesai telah aman untuk ditinggalkan terhadap bahaya berdasar pengalaman kecelakaan yang
dan aman untuk melakukan pekerjaan selanjutnya. seiring dengan bertambahnya umur, masa kerja serta
Setelah pekerjaan yang menggunakan ijin kerja lama saat melakukan pekerjaan tersebut.
yang telah selesai, selanjutnya ijin kerja tersebut Hasil penelitian Mahardika (2017) menginformasikan
dikembalikan ke bagian HSE sebagai laporan dan terkait umur pekerja yang lebih tua masih dijumpai
bukti bahwa area tersebut telah memiliki ijin kerja. perilaku tidak sesuai ketentuan dan prosedur pekerjaan
Penundaan ijin kerja serta kelengkapan lainnya juga panas (las). Serta sejalan dengan penelitian Kusuma
wajib dilaporkan untuk didokumentasikan. (2013), mengemukakan tentang pengaruh usia yang
Upaya pengendalian kebakaran yang terdapat di menentukan kondisi mental, fisik, motivasi mau bekerja
perusahaan antara lain: kegiatan inspeksi (inspeksi serta rasa tanggung jawab. Tingkat kepedualian pada
harian, sidak, inspeksi gabungan), pemasangan program K3 terlihat pada pekerja yang masih muda,
alat monitor (fire detection) misal Alat Pemadam sedang pada usia yang lebih tua merasa memiliki
Api Ringan (APAR), Hidran, fire shield, alat deteksi kebebasan terhadap kewajiban pekerja. Seperti halnya
kebakaran, Fire blanket, Sprinkler dan adanya tim pekerja senior seharusnya mampu menjadi panutan bagi
tanggap darurat yang solid. Adapun hasil penilaian pekerja baru atau yang lebih muda agar bekerja scara
dari penerapan sistem ijin kerja pada pekerjaan aman, begitupun bagi pekerja junior harus bekerja secara
panas seperti berikut: aman sesuai kebijakan dan prosedur sehingga dapat jadi
panutan bagi sesama pekerja lainnya.
Tabel 3. Penilaian Sistem Ijin Kerja Panas Hasil penilaian perilaku aman di perusahaan
Sistem Ijin Kerja Panas Setuju (%) Kurang setuju (%) termasuk dalam kategori baik dimana perolehan 70%
pekerja berperilaku baik. Hal tersebut telah sesuai
Kebijakan 88 12
Prosedur 94 6 menurut Dupont dalam Tarwaka (2015) bahwa “Pada
Safety permit 98 2 tahap independen (kategori baik) perusahaan sudah
Penilaian bahaya 88 12 menekankan pengetahuan individu terkait dengan isu
Pelatihan/briefing 98 2 K3, metode K3, komitmen K3 dan standar K3”.
Pengawasan 98 2 Perilaku aman responden diketahui lebih besar
Dokumentasi 70 30 namun masih ada perilaku tidak aman pada pekerja
Penanggungjawab 86 14 yang dianggap budaya dan iklim keselamatan kerja di
APD 78 28 suatu organisasi belum terwujud hingga menyeluruh.
Proteksi bahaya 90 10
Sependapat dengan Neal dan Griffin (2002) yang
Sanksi & reward 70 30
menyatakan bahwa kinerja keselamatan dibedakan
menjadi 2 yaitu tipe safety perticipation dan tipe safety
Berdasarkan tabel 3 di atas persentase yang compliance. Dan menurut penelitian Fausiah (2013)
menyatakan setuju sebesar 86-98%. Hal ini, yang menunjukkan bahwa tingkat komitmen pekerja
menunjukkan bahwa penerapan sistem ijin kerja dapat dilihat berdasar sikapnya dari suatu implementasi
panas telah diterapkan dengan baik sesuai dengan program K3 yang kemudian memunculkan prediksi
skoring >80% berdasarkan skala linkert (Sugiyono, pekerja tersebut. Sikap yang ditunjukkan pekerja di
2012), namun masih terdapat kendala seperti perusahaan pada program K3 yang berjalan termasuk
pendokumentasian, APD dan sanksi/reward. baik. Sikap pekerja yang baik tersebut dikarenakan
penilaian pekerja pada pihak perusahaan dianggap
telah berupaya dalam masalah terkait keselamatan dan
PEMBAHASAN kesehatan kerja.
Perilaku aman Namun berdasarkan penilaian di PT. BBB masih
terdapat perilaku aman yang dinilai kurang, hal ini
Karakteristik pekerja pada pekerjaan panas dengan kemungkinan dikarenakan pekerja senior apalagi jauh
rerata usia diatas 32 tahun dan usia tertinggi 52 tahun lebih tua dibanding yang lainnya cenderung melakukan
menunjukkan bahwa dominan pekerja berusia muda. hal semaunya, karena merasa sudah lama mengenal
Hal ini sesuai pernyataan Hurlock (1994) dalam Helliyanti perusahaan dan perilaku yang dianggap kurang aman
(2009) bahwa penambahan usia seseorang akan belum menimbulkan risiko bahaya yang berarti sehingga
berpengaruh terhadap penurunan fungsi batin, fungsi menganggap remeh. Hal ini sejalan oleh penjelasan
fisologis dan fisik yang akan berpengaruh pada daya Petersan (1998) perilaku tidak selamat cencerung
Seviana Rinawati | Journal of Vocational Health Studies 01 (2018): 89–96 93

dilakukan pekerja dikarenakan tingkat persepsi yang sehingga telah sesuai menurut Undang-Undang Nomor
dinilai tidak baik terkait bahaya/risiko tempat kerjanya 01 (1970) tentang Keselamatan Kerja terutama pasal 4
bahkan kemungkinan terjadi kecelakaan akibat anggapan ayat 1 yang menyatakan bahwa penetapan peraturan
remeh. perundangan terkait syarat-syarat keselamatan kerja
Jika dilihat dari tingkat pendidikan minimal STM dalam perencanaan, pembuatan, pengangkutan,
(berpengalaman minimal 2 tahun) dan pendidikan peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian,
tertinggi S1 sehingga untuk kepatuhan terhadap SOP penggunaan, pemeliharaan & penyimpanan bahan,
dan persepsi pekerja tentang risiko bahaya kategori barang, produk teknis & aparat produksi yang
baik/bersifat positif. Hal ini sejalan dengan pernyataan mengandung & dapat menimbulkan bahaya kecelakaan
Notoatmodjo (2003) menerangkan mengenai hasil dari serta sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 50 (2012)
tahu yang terjadi akibat proses penginderaan pada mengenai Penerapan SMK3 lampiran II bagian 6
suatu objek tertentu itulah pengetahuan. Pengetahuan mengenai Keamanan Bekerja Berdasarkan SMK3 poin
kognitif ialah domain yang penting dalam pembentukan 6. 1. 5 tentang adanya sistem ijin kerja pada pekerjaan/
perilaku. Pengetahuan, kesadaran dan sikap yang tugas yang berisiko tinggi, juga disebutkan bahwa setiap
positif mendasari perilaku, jika saling bekerjasana perusahaan harus menerapkan sistem permit to work atau
dengan baik maka sikap tersebut akan bertahan lama. ijin kerja apabila memiliki pekerjaan yang memiliki risiko
Namun sebaliknya jika tanpa didasari pengetahuan dan tinggi terkait kegiatan yang ada diperusahaan tersebut.
kesadaran perilaku tersebut akan mudah berubah. Hal Ijin kerja termasuk dalam kategori lemahnya
yang sama dikemukakan Reason (1997) terkait kesadaran pengendalian manajemen jika suatu pekerjaan tidak
pekerja pada kondisi dengan risiko bahaya agar dapat diterapkannya ijin kerja seperti dalam Bird dan Germain
diminimalisir sehingga tidak menimbulkan kecelakaan (1990) tentang teori ILCI Loss Causation Model, jika tidak
kerja. Tingkat kesadaran pada kewaspadaan ancaman ada penerapan ijin kerja suatu pekerjaan, merupakan
bahaya dapat diwujudkan melalui sarana prasarana penyebab dasar dapat terjadinya kecelakaan kerja.
keselamatan kerja yang tepat dan sesuai peraturan atau Dengan kata lain kecelakaan kerja dapat dihindari/
regulasi serta prosedur yang berlaku. dicegah dengan penerapan ijin kerja.
Maka persepsi positif yang ditunjukkan pekerja Formulir dalam sistem ijin kerja di PT BBB telah
di PT. BBB pada pekerjaan panas merupakan persepsi memenuhi kriteria standar, seperti menurut Hughes et.al,
yang dijelaskan Shiddiq (2013) yaitu pengertian (2009) dokumen ijin khusus terdapat: jenis pekerjaan
persepsi individu mengenai pandangan individu atau yang akan diselesaikan, peralatan terkait proses pekerjaan
seseorang dalam mengartikan sesuatu. Kemunculan dan cara mengidentifikasinya, pekerja yang dikuasakan
persepsi tidak begitu saja terbentuk, banyak faktor yang atas pekerjaan tersebut, langkah-langkah yang diambil
mempengaruhinya baik dari kemampuan respon stimulus untuk membuat rancangan yang aman, potensi bahaya
suatu individu. Kemampuan respon yang membentuk yang muncul atau yang mungkin muncul pada waktu
persepsi antar individu dengan yang lainnya memiliki pekerjaan itu sedang berlangsung, pencegahan yang
perbedaan, didukung metode interpretasi antar individu harus diambil terhadap bahaya-bahaya, lama ijin kerja
terhadap suatu objek yang sama belum tentu memiliki berlaku dan perlengkapan dibuat untuk pekerja yang
persamaan persepsi. Salah satu poin dalam perilaku yang mengambil pekerjaan tersebut.
berpengaruhi adalah persepsi. Perubahan perilaku yang Berdasarkan penilaian kuesioner terkait
terjadi pada seseorang bisa terlihat dari persepsinya. implementasi sistem ijin kerja panas berdasar skala
Hal tersebut sesuai pendapat Ferraro (2002) yang linkert (Sugiyono, 2012), menunjukkan bahwa secara
menyatakan bahwa budaya keselamatan memiliki salah umum masuk kategori baik, persentase 70-98 % pekerja
satu dasar yaitu sikap dan persepsi pekerja mengenai menyatakan setuju dalam penilaian tersebut. Namun
keselamatan kerja yang menjadi diskripsi perilaku demikian masih terdapat pekerja yang berpendapat tidak
pekerja dari implementasi suatu peraturan dan prosedur setuju sehingga masih perlu dikaji untuk dapat dilakukan
K3 di perusahaan sebagai upaya pengendalian sumber evaluasi. Data penilaian yang menunjukkan tidak setuju
risiko bahaya. Sehingga harus mengantisipasi adanya diperlukan analisis lebih dalam untuk dapat dilakukan
persepsi negatif yang cenderung berperilaku tidak upaya agar tidak mempengaruhi penerapan sistem ijin
aman seperti yang dijelaskan Sialagan (2008) tentang kerja panas yang telah diterapkan dengan baik, data
perilaku seseorang berdasarkan apa yang dipersepsikan terkait yang dapat dijadikan bahan evaluasi antara lain
serta akan dapat mempengaruhi pekerja di lingkungan seperti berikut:
sekitarnya, dan menjadi kendala dalam mewujudkan a. Kebijakan yang ditunjukkan dalam penilaian sistem
budaya K3 (safety culture) melalui safe behavior. ijin kerja panas 88% (setuju) menunjukkan kategori
baik, hal ini sejalan dengan penelitian Sulastre
(2012) menyatakan komitmen perusahaan yang
Penerapan sistem ijin kerja panas disepakati sebagai faktor utama dan manajemen
puncak harus secara aktif memimpin organisasi dan
Penerapan sistem ijin kerja di PT. BBB telah pekerja menuju pencapaian tujuan keselamatan
diimplementasikan dalam kategori penilaian yang baik dengan menunjukkan bahwa organisasi serius
94 Seviana Rinawati | Journal of Vocational Health Studies 01 (2018): 89–96

terhadap aspek keselamatan. Hal sama menurut pengawasan langsung terhadap ditaatinya Undang
Geostsch (1996), bahwa organisasi/manajemen – undang ini dan membantu pelaksanaanya, juga
wajib membuat peraturan yang sesuai kemudian telah memenuhi PP Nomor 50 Th 2012 mengenai
mengkomunikasikannya kepada pekerja dan Penerapan SMK3 terutama pasal 14 ayat 1 terkait
menegakkannya berdasar peraturan yang berlaku pengusaha yang diwajibkan untuk melaksanakan
di tempat kerja tersebut. pemantauan & evaluasi kinerja K3 di perusahaan.
b. Prosedur dengan nilai 94% (setuju) menunjukkan e. Penilaian bahaya (88%) dan Dokumentasi (70%)
perusahaan telah menerapkan dan dilaksanakan yang telah diterapkan di PT. BBB sudah memenuhi
oleh pekerja dengan baik, yang memenuhi Peraturan PP Nomor 50 Th 2012 mengenai Penerapan SMK3
Pemerintah Nomor 50 (2012) tentang Penerapan pada Bagian Keempat Pelaksanaan Rencana K3
SMK3 pada Bagian Keempat Pelaksanaan Rencana Lampiran II bagian 6.1.3 menjelaskan tentang
K3 pasal 11 ayat (2) poin (c): Kegiatan sebagaimana adanya prosedur atau petunjuk kerja dengan bukti
dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi: yang didokumentasi sebagai pengendalian risiko
prosedur dan instruksi kerja dan prosedur yang dari hasil identifikasi dan pembuatannya berdasar
tersusun dan instruksi kerja yang memperhatikan masukan yang berasal dari personil berkompeten
persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja dan serta tenaga kerja terkait dan pejabat yang
peninjauan ulang jika terjadi kecelakaan, perubahan berwenang di perusahaan telah mengesahkannya.
peralatan, perubahan proses dan/atau perubahan Dalam prosedur izin kerja dijelaskan mengenai alur
bahan baku serta tinjauan ulang berkala dan sejalan atau proses pengeluaran formulir izin kerja secara
penelitian Halimah (2010) yaitu ketidakpatuhan SOP rinci. Prosedur izin kerja dapat dibagi menjadi
responden lebih besar dibandingkan responden 3 (tiga) bagian yaitu sebelum pekerjaan dimulai,
yang patuh dan ketidakpatuhan SOP responden pada saat pekerjaan berlangsung, dan pekerjaan
tersebut menimbulkan kecelakaan kerja. Maka kontraktor selesai. Namun terdapat 30% yang tidak
dari itu dapat disimpulkan bahwa responden yang setuju seperti yang disampaikan dalam wawancara
makin tidak patuh pada SOP akan makin tinggi pula pekerja: tata cara pendokumentasian yang kurang
terjadinya kecelakaan di tempat kerja. maksimal seperti belum terstruktur pengembalian
c. Pelatihan/briefing dengan 98% setuju dianggap formulir ijin kerja yang telah selesai, beberapa form
telah berhasil dalam melakukan sosialisi kepada yang belum lengkap tanda tangan penyelesaian
pekerja, sesuai dengan penelitian Helliyanti telah dikumpulkan, temuan di lokasi saat melakukan
(2009), memaparkan terkait kegiatan promosi K3 pekerjaan panas belum ditulis/dilaporkan, dan
merupakan bentuk upaya dalam memotivasi serta lainnya sehingga harus ada perhatian bagi HSE agar
meningkatkan kesadaran dan perilaku pekerja dapat lebih ditertibkan.
terkait K3 agar pekerja dapat terlindung dari f. Penanggungjawab dengan nilai 80% setuju juga
kecelakaan kerja, properti & lingkungan. Namun sesuai dengan PP No. 50 tahun 2012 tentang
sosialisasi dianggap akan lebih efektif jika ada Penerapan SMK3 Lampiran II bagian 6.2.1:
perubahan perilaku pekerja. Apabila tidak terjadi “Dilakukan pengawasan untuk menjamin bahwa
perubahan maka kegiatan sosialisasi K3 tidak setiap pekerjaan dilaksanakan dengan aman dan
memiliki pengaruh pada penurunan terjadinya mengikuti prosedur dan petunjuk kerja yang telah
kecelakaan kerja. Hal serupa disampaikan Sulastre ditentukan” dan Permenakertrans RI No. Per.03/
(2012), Pelatihan keselamatan yang efektif, penting MEN/1978 tentang Persayaratan Penunjukan dan
untuk mendidik pekerja tentang potensi kecelakaan, Wewenang, Serta Kewajiban Pegawai Pengawas
bagaimana mencegahnya dan potensi bahaya yang K3 dan Ahli Keselamatan Kerja pasal 4 poin (d):
kemungkinan ada di tempat kerja. Serta sependapat “Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan
The Keil Centre, (2002) bahwa training adalah salah Kerja berwenang untuk: mengawasi langsung
satu metode penting dalam pemberian informasi terhadap ditaatinya Undang-Undang Keselamatan
kepada pekerja dalam upaya pendorong perilaku Kerja beserta peraturan Pelaksanaannya termasuk
aman dikarenakan training betujuan meningkatkan : 1. Keadaan mesin kerja, pesawat kerja, alat kerja
Knowlegde, Skill & Attitude (KSA) pekerja. Sehingga serta peralatan kerja yang lain atau bahan serta hal
rancangan/desain yang spesifik bagi training harus lainnya; 2. Lingkungan; 3. Sifat pekerjaan; 4. Acara
dilakukan agar sesuai dengan apa yang dibutuhkan kerja; 5. Proses Produksi”.
pekerja dan sesuai dengan pekerjaannya. g. APD dengan 78% setuju menunjukkan telah
d. Safety permit & Pengawasan dengan 98% setuju menerapkan Undang-undang No. 1 tahun 1970
dianggap penerapan berhasil, dan telah memenuhi pasal 14 kewajiban pengurus menyediakan secara
Undang-undang Nomor 01 Th 1970 mengenai cuma-cuma semua alat perlindungan diri yang wajib
Keselamatan Kerja pada pasal 5 ayat 1 menjelaskan pada tenaga kerja berada dibawah pimpinannya
tentang Direktur yang telah melaksanakan secara dan menyediakan bagi setiap orang lain yang
umum terkait aturan ini, sedang para pengawai masuk tempat kerja tersebut disertai dengan
pengawas & ahli K3 ditugaskan untuk menjalankan petunjuk-petunjuk yang diperlukan, serta sesuai
Seviana Rinawati | Journal of Vocational Health Studies 01 (2018): 89–96 95

dengan Permenaker No. 8 tahun 2010 tentang dengan angka kecelakaan kerja yang rendah. Hal
alat pelindung diri, yang digunakan untuk upaya tersebut merupakan bentuk dukungan perusahaan
pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat yang mampu semakin memotivasi pekerja dalam
kerja hal ini sejalan dengan Suma’mur (2009) bekerja dan berperilaku aman.
ketersediaan sarana dan prasarana mendukung
tindakan pekerja utuk berperilaku selamat dalam
bekerja. Perusahaan sebelumnya telah melakukan Tingkat perilaku aman berdasar Penerapan sistem
upaya pengendalian lainnya sebelum alternatif ijin kerja panas
terakhir berupa APD, dan terdapat kelemahan APD
bagi pekerja yang kadang belum bisa ditemukan Sistem ijin kerja telah dilaksanakan pihak perusahaan
APD yang paling efektif dan tepat sehingga harus telah berdampak positif (nilai setuju 70-98%) terhadap
tetap digunakan oleh pekerja saat melakukan budaya K3 ditandai dengan penilaian perilaku aman
pekerjaan tertentu sesuai dengan risiko bahayanya, pekerja pada pekerjaan panas, yang masuk dalam
terkait perawatan APD yang belum terkontrol kategori baik sejumlah 70% dan kategori cukup baik
dengan baik serta masa pergantian APD tidak sesuai 26% sehingga dapat dikatakan bahwa dengan tingkat
dengan estimasi sebelumnya sehingga masih harus perilaku aman pekerja akan membentuk kesadaran
dilakukan tindak lanjut oleh tim HSE. pekerja dalam menjalankan prosedur yang ditetapkan
h. Proteksi bahaya dengan 90% maka untuk sarana dan diterapkan oleh perusahaan. Seperti penelitian dalam
pemadaman kebakaran, sudah memenuhi buku Corporate SH&E (1999); menyatakan bahwa proses
Kepmenaker RI No. Kep.186/MEN/1999 mengenai ijin kerja memiliki tujuan utama untuk menciptakan
Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja, komunikasi antara kelompok kerja lintas fungsi dalam
yang mewajibkan pengurus dalam mencegah, suatu tempat kerja ketika pekerjaan dilakukan sebagai
mengurangi & memadamkan kebakaran, pelatihan pengingat akan adanya risiko bahaya yang mungkin
bencana kebakaran serta klasifikasi kebakaran terjadi dan memastikan pekerjaan itu benar-benar
di perusahaan juga Permenakertrans No.Per.01/ selamat untuk dikerjakan.
Men/1980 mengenai adanya K3 pada Konstruksi Hal yang sama menurut penelitian Saifullah (2012)
Bangunan terutama pasal 88 ayat (1) menjelaskan yaitu adanya pengaruh antara Permit To Work (PTW)
suatu tindakan dalam upaya pencegahan wajib dengan upaya pencegahan kecelakaan pada bagian
dilakukan agar terhindar munculnya kebakaran Workover PT. ACS Duri, dapat dinyatakan bahwa ada atau
pada saat pengelasan dan pemotongan dengan las tidak adanya penerapan PTW disuatu perusahaan dapat
busur. menjadi acuan untuk mencari penyebab kecelakaan yang
i. Sanksi & reward dengan nilai 70% dapat dikatakan terjadi di lingkungan kerja tersebut seperti juga menurut
telah diterapkan untuk mendisiplinkan pekerja dan Khaqim (2014), yang menunjukkan angka incident rate,
membentuk kesadaran terhadap komitmen K3, Frequency Rate (FR) and Severity Rate (SR) di seluruh
namun sebagian besar hanya pada pelanggaran pekerjaan yang berisiko tinggi terjadi penurunan sesudah
peraturan sedangkan 30% tidak setuju berpendapat sistem ijin kerja itu diberlakukan. Pada bagian pekerjaan
bahwa manajemen sebaiknya juga memberikan panas tahun 2004–2014 dengan angka incident rate yang
penghargaan bagi pekerja yang telah patuh terjadi penurunan. Namun tetap harus memperhatikan
dan berperilaku aman sebagi motivasi dalam perilaku kurang aman sebesar 4%, ditinjau dari aspek
mewujudkan budaya K3. Hal ini, sebagaimana penilaian penerapan sistem ijin kerja panas seperti
disebutkan Geller (2001) yang menjelaskan dokumentasi yang belum terkontrol, perawatan dan
terkait penghargaan adalah suatu konsekuensi penyesuaian APD serta reward yang belum sesuai
positif diberikan untuk individu atau kelompok harapan pekerja sehingga kemungkinan faktor tersebut
bertujuan dalam pengembangan, pendukung dan menjadi penyebab perilaku tidak aman terjadi. Faktor
pememeliharaan suatu perilaku yang diharapkan. lain yang dapat mempengaruhi perilaku aman juga perlu
Didukung pendapat Mangkunegara (2005) terkait diperhatikan, hal ini sesuai dengan penelitian Agiviana
pemberian imbalan bagi pekerja sangatlah memiliki (2015), menjelaskan terkait faktor-faktor yang secara
pengaruh kepada motivasinya. Dikarenakan suatu simultan dapat mempengaruhi perilaku aman meliputi
penghargaan dapat membentuk rasa kepercayaan variabel persepsi, sikap pekerja, pengetahuan pekerja
diri, tingkat pengendalian diri, rasa optimis serta rasa serta tempat kerja.
kepemilikan. Hal sama dilakukan oleh Simanjuntak
(2012) bahwa ketersediaan fasilitas misalnya tersedia
KESIMPULAN
alat-alat safety oleh pihak perusahaan dan hasil
wawancaranya menjelaskan bahwa yang membuat Perilaku aman pekerja kategori baik yang
pekerja dapat berperilaku secara aman saat bekerja ditunjukkan dengan implementasi sistem ijin kerja panas
ialah terdapat penghargaan di setiap departemen yang baik pula dengan ditunjukkan perusahaan telah
96 Seviana Rinawati | Journal of Vocational Health Studies 01 (2018): 89–96

menerapkan sistem ijin kerja panas (hot work permit) Pada Pekerja Las Listrik Kawasan Simongan Semarang.
sesuai dengan peraturan yang berlaku dan tingkat Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan: Universitas Negeri
perilaku aman pekerja dalam kategori baik sebesar 70% Semarang.
dan cukup baik 26%, namun terdapat 4% yang kurang Mahardika, V.Z. 2017. Hubungan Karakteristik Individu dengan
Tindakan Pengelasan di PT Alim Ampuh Jaya Steel
dan masih terdapat beberapa kendala yang harus
Sidoarjo. The Indonesian Journal of Occupational Safety
dilakukan tindak lanjut oleh pihak manajemen seperti: and Health, Vol. 6, No. 1.
evaluasi sistem pendokumentasian secara manual Mangkunegara, A.P. 2005. Evaluasi Kinerja SDM. Bandung:
atau online sehingga data dapat dilaporkan secara Penerbit PT Refika Aditama.
berkala, evaluasi manajemen APD agar pekerja merasa National Fire Protection Association (NFPA). 2014. “Standard for
nyaman dalam penggunaannya & paham prosedur Fire Preventing During Welding, Cutting, and Other Hot
pergantian/perawatan yang baik serta pemberlakuan Work, An International Codes and Standard Organization”
sistem reward-punishment sesuai komitmen yang telah : Quincy.
ditetapkan sehingga dapat memotivasi pekerja. National Safety Council. 2011. Injury Facts, 2011 Edition. Itasca,
IL: Author
Neal, A., Graffin, M. 2002. Safety Climate and Safety Behavior,
Australian Journal of Management.
DAFTAR PUSTAKA Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan.
Agiviana, A.P. Djastuti, I. 2015. Analisis Pengaruh Persepsi, Jakarta: Rineka Cipta.
Sikap, Pengetahuan Dan Tempat Kerja Terhadap Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 08/MEN/
Perilaku Keselamatan Karyawan. Diponegoro Journal Of VII/2010 tentang Alat Pelindung Diri.
Management Volume 4, Nomor 3, Tahun 2015, Halaman Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2012 tentang Penerapan
2. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Bird E.F, Germain, G.L.1990. Practical Loss Control Leadership. Permenakertrans No. Per.01/Men/1980 tentang Keselamatan
Edisi Revisi, USA: Division Of International Loss Control dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan.
Institute. Permenakertrans RI No. Per.03/MEN/1978 tentang Persayaratan
Cooper, D. 2001. Improving Safety Culture: A Pratical Guide, Penunjukan dan Wewenang.
Applied Behavioral Sience. UK. Petersen, D. 1998. Safety Management A Human Approach, New
Corporate Health and Safety Executive. 1999. Guidance on York: Profesional and Academic Publisher Gohsen Aloray
permit-to-work systems. http://www.hseni.gov.uk/ Inc.
hsg250_guidance_on_permit_to_work_systems.pdf Reason, J. 1997. Managing the Risk of Organizational Accidents,
(diakses 3 Januari 2017). Ashgate Publishing Limited, England.
Fausiah. 2013. Pengaruh Sikap, Norma Subyektif & Persepsi Saifullah, M., Nopriadi. 2012. Pengaruh Fundamental Safe Work
Kontrol Perilaku Terhadap Intensi Karyawan untuk Practice Terhadap Pencegahan Kecelakaan Kerja Bagian
Berperilaku K3. Jurnal Indonesia. Workover di PT. ACS Duri. Jurnal Kesehatan Komunitas, Vol.
Ferraro, L. 2002. Measuring Safety Climate: The Implications for 1, No. 4, Mei 2012 pp 199.
Safety Performance. The University of Melbourne. Shiddiq, S. 2013. Hubungan Persepsi K3 Karyawan dengan
Geller, E.S. 2001. Working Safe: How to Help People Actively Care Perilaku Tidak Aman.Jurnal Indonesia.
for Health and Safety. 2nd Edition. USA: CRC Press LLC. Sialagan, T.R. 2008. Analisis Faktor-faktor yang Berkontribusi
Geostsch, et.al.1996. Safety and Health Management. Amsterdam pada Perilaku Aman di PT EGS Indonesia Tahun 2008. Tesis.
Hall: Mac Gill Inc. Depok : FKM UI.
Halimah, S. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Simanjuntak, Y.E, Halinda S.L, Arfah ML. 2012. Gambaran
Aman Karyawan di PTSIM Plant Tambun II Tahun 2010. Pengetahuan, Sikap & Tindakan Pekerja pada Bagian
Jakarta. Skripsi UIN. Produksi Mengenai Penerapan SMK3 di PT. Toba Pulp
Helliyanti, P. 2009. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Lestari Porsea Tahun 2012. Program Sarjana Fakultas
Perilaku Tidak Aman di Dept. Untility and Operation PT Kesehatan Masyarakat, Tesis. Universitas Sumatera Utara
Indofood Sukses Makmur, Tbk Divisi Bogasari Flour Mills Peminatan. Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
tahun 2009. Skripsi. Depok: FKM UI. Sugiyono. 2001. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : Alfabeta.
Hughes, P, Ferrett E. 2009. Introduction To Health And Safety At Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Work:The Handbook For The NEBOSH National General Bandung: Alfabeta.
Certificate, Elsevier, Burlington, Massachusetts. Sulastre, M.Z, Faridah I. 2012. Employers Behavioural Safety
Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No.Kep.186/ Compliance Factors toward Occupational, Safety and
MEN/1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Health Improvement in the Construction Industry. Procedia
Tempat Kerja. - Social and Behavioral Sciences 36 742–751.
Khaqim, E.S. 2014. Analisis Sistem Ijin Kerja (SIKA) terhadap Suma’mur, P.K. 1996. Keselamatan Kerja dan Pencegahan
Kejadian Kecelakaan Kerja di PT. Bakrie Construction Serang Kecelakaan Kerja. Jakarta: PT Gunung Agung.
Banten. Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan. Tarwaka. 2015. Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Ergonomi (K3E)
Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. dalam Perspektif Bisnis. Surakarta: Harapan Press.
Kusuma, R.Y. 2013. Hubungan antara Pengetahuan, Sikap, dan The Keil Centre. 2002. Behaviour Modification to Improve Safety:
Kenyamanan dengan Penggunaan Alat Pelindung Wajah Literature Review. Health and Safety Executive.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1970
tentang: Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

S-ar putea să vă placă și