Sunteți pe pagina 1din 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1Tinjauan Umum Tentang Siklus Menstruasi


II.1.1Pengertian
Menstruasi adalah perdarahan periodik dari uterus yang dimulai sekitar 14 hari setelah
ovulasi secara berkala akibat terlepasnya lapisan endometrium uterus (Bobak, 2009). Menurut
Qosim (2005), menstruasi adalah darah yang keluar dari kemaluan seorang wanita secara alami,
tanpa suatu sebab dan waktu tertentu. Menstruasi atau haid merupakan proses keluarnya darah
dari rahim perempuan dewasa setiap bulan sebagai bagian dari siklus hidup biologinya
(Sugihastuti, 2007).

Menurut Dorland, Menstruasi adalah keadaan fisiologi yang siklik berupa pengeluaran
sekreta yang terdiri dari darah dan jaringan mukosa dari uterus nongravid melalui vagina,
menstruasi dikendalikan hormon dan pada keadaan normal akan terjadi secara berulang dalam
interval sekitar empat minggu sepanjang periode reproduktif (pubertas sampai menopause),
kecuali selama kehamilan dan laktasi. Haid dikatakan normal bila didapatkan siklus haid berkisar
21-35 hari, lama haid tiga sampai tujuh hari dan tidak lebih dari 15 hari, jumlah darah selama
haid berlangsung sekitar 20-80 ml (Anwar, 2011).

Suzannec (2009), Mendeskripsikan siklus menstruasi adalah proses yang kompleks


mencakup sistem reproduksi dan endokrin. Menurut Bobak (2009), siklus menstruasi merupakan
rangkaian peristiwa yang terjadi secara kompleks yang saling mempengaruhi dan berhubungan.
Siklus menstruasi adalah jarak antara tanggal mulainya menstruasi yang lalu dan mulainya
menstruasi berikutnya. Panjang siklus menstruasi yang normal atau dianggap sebagai siklus yang
klasik adalah 28 hari ditambah atau dikurangi 2-3 hari (Sarwono, 2005).

II.1.2Anatomi Organ Reproduksi Wanita


Pada dasarnya organ reproduksi wanita terdiri dari beberapa bagian organ reproduksi
yang terdiri dari organ reproduksi luar dan organ reproduksi dalam yang memiliki fungsi yang
berbeda-beda. Organ reproduksi luar berfungsi sebagai jalan masuk sperma kedalam tubuh
wanita dan sebagai pelindung organ reproduksi dalam dari berbagai organisme penyebab infeksi.
Sedangkan organ reproduksi dalam berfungsi untuk membentuk semua jalur reproduksi. Bagian-
bagian organ reproduksi wanita bagian luar dan dalam terdiri dari (Anatomi klinis Snell, 2011).

II.1.2.1Organa Genitalia Feminina Eksterna

(Sumber: Netter, 2014)


Gambar 1. Genitalia Feminina Eksterna

A.Mons pubis
Mons veneris atau mons pubis adalah bagian yang menonjol diatas simfisis dan tertutup
oleh rambut kemaluan pada perempuan yang sudah mengalami pubertas. Batas atas rambut
kemaluan melintang sampai pinggir atas simfisis, sedangkan ke bawah sampai sekitar anus dan
paha.

B.Labia majora pudendi


Labia majora pudendi (labium majus) merupakan lipatan kulit menonjol yang
terbentang dari mons pubis untuk bersatu di garis tengah diposterior.Ukuran labium majus pada
wanita dewasa panjang 7-8 bersatu di cm, lebar 2-3 cm, tebal 1-1, 5 cm.

C.Labia minora pudenda


Labia minora pudenda (labium minus) merupakan dua lipatan kulit kecil tidak
berambut, terletak diantara labium majora. Ujung posteriornya bersatu membentuk lipatan tajam,
frenulum labiorum. Keanterior Labium minus terpisah untuk meliputi klitoris, membentuk
preputium dianterior dan frenulum diposterio.

D.Klitoris
Merupakan bagian penting bagian alat reproduksi luar yang bersifat erektil. Glans
klitoris mengandung banyak pembuluh darah dan serat saraf sensoris sehingga sangat sensitif.
Sebagian gland klitoris ditutupi oleh preputium klitoris.

E.Vestibulum
Vestibulum berbentuk lonjong dan dibatasi di bagian anterior oleh klitoris, bagian
lateral oleh kedua labia minora, dan di bagian posterior oleh perineum. Di kiri dan kanan bawah
dekat fossa navikulare terdapat kelenjar Bartholini. Kelenjar ini berdiameter 1 cm dan pada saat
koitus kelenjar Bartholini mengeluarkan getah.

F.Himen
Terdiri dari jaringan ikat kolagen dan elastis.Lapisan tipis ini yang menutupi sebagian
besar dari liang sengggama, ditengahnya berlubang supaya kotoran menstruasi dapat mengalir
keluar. Umumnya pada saat melakukan koitus pertama kali dapat terjadi robekan dan robekan
terjadi pada bagian posterior. Bentuk dari himen dari masing-masing wanita berbeda-beda:

 Annular himen: memiliki sebuah lubang atau bukaan yang tidak terlalu besar.
 Cribriform himen: memiliki banyak lubang atau ukaan yang ukurannya sangat kecil.
 Septate himen: memiliki dua lubang atau bukaan yang berdampingan.
 Imperforate himen: tidak memiliki lubang sama sekali.
II.1.2.2 Organa Genitalia Feminina Interna

(Sumber: Lowdermilk, et al., 2012)


Gambar 2. Genitalia Feminina Interna

A.Vagina
Vagina adalah saluran otot yang terbentang ke atas dan belakang dari vulva ke
uterus.Panjang vagina lebih kurang 3 inci (8cm) dan punya dinding anterior dan posterior, yang
dalam keadaan normal terletak berhadapan. Pada ujung atasnya dinding anterior ditembus oleh
cervix, yang menonjol kebawah dan belakang vagina. Daerah lumen vagina yang mengelilingi
cervix dibagi menjadi empat daerah atau fornix yaiut fornix anterior, posterior, lateralis dextra
dan lateralis sinistra. Orificium vaginae pada perempuan yang masih perawan mempunyai
selapis tipis lipatan mukosa yang disebut himen, yang mempunyai lubang ditengahnya. Setelah
melahirkan biasanya himen hanya tinggal rumbai-rumbai.

B.Uterus
Uterus merupakan jaringan otot yang kuat, berbentuk seperti buah pir dan berdinding
tebal. Pada orang dewasa muda nullipara, panjang uterus 3 inci (8cm), lebar 2 inci (5cm), dan
tebal 1 inci (2, 5cm). Uterus terbagi menjadi:

1) Fundus uteri: merupakan bagian uterus yang terletak diatas muara tuba uterine
2) Corpus uteri: merupakan bagian uterus yang terletak dibawah muara tuba uterine.
Kearah dibawah muara tuba uterina. Kearah bawah corpus akan menyempit, yang
berlanjut sebagai cervix uteri. Cervix menembus di dinding anterior vagian dan dibagi
menjadi portio supravaginalis, dan portio vaginalis cervicis uteri.
3) Cavum uteri: berbentuk segitiga pada penampang bidang coronal, tetapi pada
penampang sagital hanya berbentuk celah.

Sebelum melahirkan anak pertama (nullipara), ostium uteri externum berbentuk


lingkaran. Pada mulltipara, portio vaginalis cervicis uteri lebih besar dan ostium uteri externum
berbentuk celah transversal, sehingga mempunyai labium anterius dan labium posterius. Dinding
uterus terdiri dari tiga lapisan:

1).Peritonium
Meliputi dinding rahim bagian luar. Menutupi bagian luar uterus. Merupakan penebalan
yang diisi oleh jaringan ikat dan pembuluh limfe dan saraf. Peritonium meliputi tuba dan
mencapai bagian dinding abdomen.
2). Lapisan otot atau myometrium
Berdinding tebal dan dibentuk oleh otot polos yang disokong oleh jaringan ikat.
3).Endometrium
Langsung melekat pada otot sehingga tidak punya lapisan submukosa. Dari pubertas
sampai menopause uterus mengalami banyak perubahan selama siklus menstruasi karena
bereaksi terhadap hormon yang dikeluarkan ovarium.

C.Tuba Uterina
Tuba uterina berfungsi memberikan tempat untuk fertilisasi ovum dan membawa zigot
ke uterus yang merupakan tempat bagi embrio atau janin untuk berkembang dan tumbuh selama
kehamilan (Paulsen & Waschke, 2014, hlm. 203). Tuba uterina memanjang pada kedua sisi
Corpus uteri untuk berhubungan dengan ovarium. Tuba uterina memiliki panjang 10-14 cm dan
memiliki beberapa bagian, yaitu:
1).Infundibulum tubae uterinae: adalah ujung lateral tuba uterine yang berbentuk corong
dan menjorok keluar ligamentum latum dan terletak di atas ovarium. Ujung bebasnya
berbentuk tonjolan seperti jari-jari, dikenal sebagai fimbriae, yang melingkupi ovarium.
2).Ampulla tubae uterine: merupakan bagian tuba uterinae yang paling luas
3).Isthmus tubae uterinae: merupakan bagian tuba uterinae yang paling sempit dan
terletaktepat lateral terhadap uterus.
4).Pars intramuralis: merupakan segmen yang menembus dinding uterus.

D.Ovarium
Masing-masing ovarium berbentuk oval, berukuran 1,5x0,75 inci (4x2cm) dan melekat
pada bagian ligamentum latum oleh mesovarium. Ovarium biasanya terletak didepan dinding
lateral pelvis, pada lekukan yang disebut fossa ovarica, dibatasi diatas oleh arterI dan vena iliaca
externa serta dibelakangi oleh arteri dan vena iliaca interna. Letak ovarium sangat bervariasi dan
sering ditemukan tergantung ke bawah didalam excavation rectouterina (cavum douglasi).
Ovarium dikelilingi capsula fibrosa tipis yang disebut tunica albuginea. Sebelum pubertas
permukaan ovarium licin, tetapi setelah pubertas permukaan ovarium secara progresif berkerut-
kerut, sebagai akibat dari degenerasi corpus luteum yang terus menerus. Setelah menopause
ovarium akan menyusut dan permukaannya berlubang-lubang dan berparut. (Anatomi klinis snell
hal. 805).

II.2 Fisiologi Sistem Reproduksi Wanita


Fisiologi reproduksi wanita ditandai oleh siklus yang kompleks.Pada setiap siklus,
saluran reproduksi wanita dipersiapkan untuk fertilisasi dan implantasi ovum yang dibebaskan
dari ovarium saat ovulasi. Ketika pembuahan tidak terjadi, maka siklus berulang. Jika
pembuahan terjadi, maka siklus terhenti sementara (Sherwood, 2014, hlm. 833).
Ovarium sebagai organ reproduksi primer wanita, melakukan fungsi ganda untuk
menghasilkan ovum (oogenesis) dan mengeluarkan hormone seks wanita, yaitu estrogen dan
progesteron. Hormon-hormon ini bekerja sama untuk mendorong fertilisasi ovum dan
mempersiapkan sistem reproduksi wanita untuk kehamilan. Fungsi dari estrogen adalah
pematangan dan pemeliharaan keseluruhan sistem reproduksi wanita, membentuk karakteristik
seks sekunder wanita, pematangan dan pembebasan ovum, dan pembentukan karakteristik fisik
yang menarik secara seksual bagi pria. Sedangkan progesteron penting dalam mempersiapkan
lingkungan yang sesuai untuk memelihara mudigah atau janin serta berperan dalam kemampuan
payudara untuk menghasilkan susu. Tidak seperti pria yang memiliki kemampuan reproduksi
seumur hidupnya, Kemampuan reproduksi pada wanita dapat terhenti selama usia pertengahan
saat menopause (Sherwood, 2014, hlm. 834).

II.2.1 Gametogenesis (Oogenesis)


Sel germinativum primordial yang belum berdiferensiasi di ovarium janin (oogonia)
membelah secara mitosis untuk menghasilkan 6 juta sampai 7 juta oogonia pada bulan kelima
gestasi saat proliferasi mitotik terhenti (Sherwood, 2014, hlm. 833). Berikut akan dijelaskan
tahapan pembentukan ovum.

A. Pembentukan Oosit Primer dan Folikel Primer


Selama bagian terakhir kehidupan janin, oogonia memulai tahap-tahap awal
pembelahan meiotik pertama tetapi tidak menuntaskannya. Oogonia yang sekarang
disebut oosit primer. Oosit primer mengandung jumlah diplod 46 kromosom replikasi.
Oosit primer tetap dalam keadaan meiotik arrest selama bertahun-tahun sampai sel ini
dipersiapkan untuk ovulasi. Setiap oosit primer dikelilingi oleh satu lapisan sel granulosa.
Satuoosit primer dan sel-sel granulosa di sekitarnya membentuk folikel primer. Oosit
yang tidak membentuk folikel kemudian mengalami apoptosis. Saat lahir, hanya tersisa 2
juta folikel primer yang tersisa.Tidak ada oosit atau folikel baru yang muncul setelah
kelahiran. Folikel yang sudah ada di ovarium saat lahir berfungsi sebagai reservoir yang
menjadi asal bagi semua ovum sepanjang masa subur wanita. Sekali terbentuk, folikel
ditakdirkan mengalami dua nasib, yaitu mencapai kematangan dan berovulasi, atau
mengalami atresia. Sampai masa pubertas, semua folikel yang mulai berkembang
mengalami atresia tanpa pernah berovulasi.

B. Pembentukan Oosit Sekunder dan Folikel Sekunder


Pembentukan folikel sekunder (antrum) ditandai oleh pertumbuhan oosit primer
dan oleh ekspansi serta diferensiasi lapisan-lapisan sel sekitar. Oosit membesar sekitar
seribu kali lipat karena penimbunan bahan sitoplasma yang akan dibutuhkan oleh
mudigah.
Tepat sebelum ovulasi, oosit primer yang mengalami meiotik arrest selama
bertahun-tahun, menyelesaikan pembelahan meiotik pertamanya. Pembelahan ini
menghasilkan dua sel anak masing-masing menerima set haploid 23 kromosom ganda.
Namun sitoplasma hanya berada di salah satu sel anak yang dinamai oosit sekunder dan
ditakdirkan untuk menjadi ovum. Sel anak yang lain, yang sedikit sitoplasmanya,
membentuk badan polar pertama. Badan polar terserbut segera mengalami degenerasi
(Sherwood, 2014, hlm. 834).

C. Pembentukan Ovum Matang


Oosit sekunder yang tidak dibuahi, tidak pernah menyelesaikan pembelahan
final (meiotik kedua). Selama pembelahan meiotik kedua, separuh set kromosom di
badan polar pertama, dikeluarkan sebagai badan polar kedua. Separuh set kromosom di
oosit sekunder tetap tertinggal dan sekarang dinamai ovum matang. 23 kromosom ibu
akan menyatu dengan 23 kromosom dari sperma yang masuk untuk menuntaskan
pembelahan meiotik kedua (Sherwood, 2014, hlm. 835).

II.2.2 Siklus Ovarium


Setelah pubertas dimulai, ovarium terus-menerus mengalami dua fase, yaitu fase
folikular yang didominasi oleh keadaan folikel matang dan fase luteal yang ditandai oleh adanya
korpus luteum. Siklus ovarium rata-rata berlangsung selama 28 hari, tetapi hal ini bervariasi pada
tiap wanita. Folikel bekerja pada paruh pertama siklus untuk menghasilkan telur matang yang
siap untuk berevolusi pada pertengahan siklus. Korpus luteum mengambil alih untuk
mempersiapkan saluran reproduksi wanita untuk kehamilan jika terjadi pembuahan. Berikut
penjelasan lebih rinci pada fase folikular dan fase luteal.

A. Fase Folikular
Folikel akan matang karena dorongan dari lingkungan hormonal. Hormon yang
dihasilkan di ovarium, tepatnya di folikel. Satu lapisan sel granulosa pada folikel primer
berproliferasi membentuk beberapa lapisan yang mengelilingi oosit. Sel-sel granulosa ini
mengeluarkan kulit kental mirip gel yang membungkus oosit dan memisahkannya dari sel
granulosa sekitar. Membran penyekat ini dinamakan zona pelusida.
Pada saat yang sama ketika oosit membesar dan sel granulosa berproliferasi, sel-
sel jaringan ikat ovarium khusus yang berkontak dengan sel granulosa berproliferasi dan
berdiferensiasi membentuk lapisan suatu lapisan luar sel teka. Sel granulosa dan sel teka
yang secara kolektif dinamai sel folikel, berfungsi sebagai satu kesatuan untuk
menghasilkan estrogen.Estrogen ovarium adalah faali-estradiol, estron, dan estrogen
yang paling utama adalah estriol-estradiol (Sherwood, 2014, hlm. 836).
Lingkungan hormon pada fase folikular mendorong terjadinya pembesaran dan
pengembangan kemampuan sekresi sel-sel folikel, mengubah folikel primer menjadi
folikel sekunder atau folikel antrum yang dapat mengeluarkan estrogen. Selama masa
perkembangan folikel, terbentuk rongga berisi cairan yaitu antrum dibagian tengah sel-sel
granulose. Cairan folikel sebagian dari transudasi dan sebagian dari sekresi sel folikel.
Selama periode ini, diameter folikel meningkat, pada awalnya kurang dari 1 mm menjadi
12-16 mm sesaat sebelum ovulasi (Sherwood, 2014, hlm. 837).
Salah satu folikel biasanya tumbuh lebih cepat daripada yang lain dan
berkembang menjadi folikel matang (praovulasi, tersier, atau Graaf) dalam waktu 14 hari
setelah dimulainya pembentukan folikel. Pada folikel matang, antrum menempati
sebagian besar ruang.
Folikel matang yang telah sangat membesar ini menonjol dari permukaan
ovarium, menciptakan suatu daerah tipis yang kemudian pecah untuk membebaskan oosit
saat ovulasi. Pecahnya folikel ditandai oleh pelepasan enzim-enzim dari sel folikel untuk
mencerna jaringan ikat di dinding folikel. Ovum (oosit sekunder) masih dikelilingi oleh
zona pelusida yang lekat dengan sel-sel granulosa (kini dimakan korona radiata) tersapu
keluar folikel yang pecah. Ovum yang dibebaskan ini cepat tertarik ke dalam tuba
uterina, tempat fertilisasi dapat terjadi (Sherwood, 2014, hlm. 838).

B. Fase Luteal
Folikel pecah yang tertinggal di ovarium, setelah mengeluarkan ovum segera
mengalami perubahan. Sel-sel granulosa dan sel teka yang tertinggal di sisa folikel mula-
mula kolaps ke dalam ruang antrum yang kosong dan telah terisi sebagian oleh bekuan
darah. Sel-sel folikel lama segera mengalami transformasi struktural drastis untuk
membentuk korpus luteum, yaitu suatu proses yang dinamakan luteinisasi. Sel-sel yang
berubah menjadi sel luteal ini membesar dan berubah menjadi jaringan yang sangat aktif.
Korpus luteum mengalami vaskularisasi hebat seiring dengan masuknya pembuluh-
pembuluh darah. Perubahan-perubahan ini sesuai untuk fungsi korpus luteum, yaitu
mengeluarkan banyak progesteron dan sedikit estrogen ke dalam darah. Korpus luteum
berfungsi penuh dalam empat hari setelah ovulasi.
Jika ovum yang dibebaskan tidak dibuahi dan tidak terjadi implantasi, maka
korpus luteum akan berdegenerasi dalam waktu sekitar 14 hari setelah pembentukannya.
Sel-sel luteal berdegenerasi dan difagositosis, vaskularisasi berkurang, dan jaringan ikat
segera masuk untuk membentuk massa jaringan ikat fibrosa yang dikenal sebagai korpus
albikans. Fase luteal telah usai dan satu siklus ovarium telah selesai (Sherwood, 2014,
hlm. 838).

II.2.3 Kontrol Fungsi Hormon


Ovarium memiliki dua unit endokrin yang berkaitan, yaitu folikel penghasil estrogen
paruh pertama siklus dan korpus luteum yang menghasilkan progesteron dan estrogen, selama
paruh terakhir siklus. Unit-unit ini secara berurutan dipicu oleh hubungan hormonal siklik yang
kompleks antara hipotalamus, hipofisis anterior, dan ovarium dan kedua unit endokrin ovarium.
Fungsi gonad dikontrol secara langsung oleh hormon-hormon gonadotropik hipofisis
anterior, yaitu follicle-stimulating hormon (FSH) dan luteinizing hormon (LH). Kedua hormon
ini diatur oleh gonadotropin-releasing hormon (GnRH) hipotalamus serta efek umpan balik
hormon-hormon gonad. Neuron yang mensekresikan GnRH pada gilirannya dirangsang oleh
kisspeptin yang dilepaskan oleh neuron kissl hipotalamus ditingkat yang lebih tinggi. Kontrol
gonad pada wanita diperumit oleh sifat fungsi ovarium yang siklik. Efek FSH dan LH pada
ovarium bergantung pada stadium siklus ovarium. Estrogen menimbulkan efek umpan balik
negatif selama paruh siklus tertentu dan efek umpan balik positif pada paruh siklus lainnya,
bergantung pada konsentrasi estrogen. Oleh sebab itu, akan dibahas konrol fungsi folikel,
ovulasi, dan korpus luteum.

A. Kontrol Fungsi Folikel


Tahap awal pertumbuhan folikel pra-antrum dan pematangan oosit tidak
memerlukan rangsangan gonadotropik. Namun, diperlukan dukungan hormon untuk
pembentukan antrum dan folikel lebih lanjut, perkembangan folikel, dan sekresi estrogen.
Pembentukan antrum diinduksi oleh FSH. FSH dan estrogen merangsang proliferasi sel-
sel granulosa. FSH dan LH diperlukan untuk sintesis dan sekresi estrogen oleh folikel,
tetapi kedua hormon ini bekerja pada sel yang berbeda. Sel granulosa dan sel teka ikut
serta dalam produksi estrogen.
Perubahan kolesterol menjadi estrogen memerlukan langkah berurutan. Sel-sel
teka cepat menghasilkan androgen tetapi kurang kemampuannya untuk mengubah
androgen menjadi estrogen. Sel granulosa memiliki enzim aromatase sehingga dapat
dengan mudah mengubah androgen menjadi estrogen, tetapi sel ini tidak mudah
membentuk androgen. LH bekerja pada sel teka untuk merangsang produksi androgen,
sementara FSH bekerja pada sel granulosa untuk meningkatkan konversi androgen teka
(yang berdifusi dari sel teka ke dalam sel granulosa) menjadi estrogen. Karena kadar
basal FSH yang rendah sudah memadai untuk mendorong konversi akhir menjadi
estrogen, maka laju sekresi estrogen oleh folikel terutama bergantung pada kadar LH
dalam darah yang terus meningkat selama fase folikular. Semakin bertumbuhnya folikel,
maka lebih banyak estrogen yang diproduksi karena sel folikel penghasil estrogen
bertambah.
Kadar estrogen yang meningkat sedang dan menandai fase folikular bekerja
secara langsung pada hipotalamus untuk menghambat sekresi GnRH sehingga pelepasan
FSH dan LH dari hipofisis anterior yang tertekan. Namun, efek primer estrogen langsung
pada hipofisis itu sendiri, yaitu menurunkan kepekaan sel yang menghasilkan hormon-
hormon gonadotropik, khususnya sel penghasil FSH terhadap GnRH. Perbedaan
kepekaan sel-sel penghasil FSH dan LH yang diinduksi oleh estrogen berperan dalam
menyebabkan turunnya FSH plasma, tidak seperti konsentrasi LH plasma, FSH turun
selama fase folikular ketika kadar estrogen naik. Faktor lain yang menyebabkan turunnya
FSH selama fase folikular adalah sekresi inhibin oleh sel-sel folikel. Inhibin terutama
menghambat sekresi FSH dengan bekerja pada sel hipofisis anterior. Penurunan sekresi
FSH menyebabkan atresia semua folikel yang sedang berkembang kecuali satu yang
paling matang.
Berbeda dengan FSH, sekresi LH terus meningkat perlahan selama fase folikular
meskipun terdapat inhibisi sekresi GnRH. Hal ini disebabkan kenyataan bahwa estrogen
saja tidak dapat secara penuh menekan sekresi LH. Untuk menghambat secara total
sekresi LH, maka diperlukan estrogen dan progesteron. Karena progesteron belum
muncul sampai fase luteal siklus, maka kadar basal LH dalam darah secara perlahan
meningkat selama fase folikular dibawah inhibisi tak sempurna estrogen (Sherwood,
2014, hlm. 839).

B. Kontrol Ovulasi
Lonjakan LH dipicu oleh efek umpan balik positif. Sementara kadar estrogen
yang meningkat dan moderat pada awal fase folikular menghambat sekresi LH, kadar
estrogen yang tinggi selama puncak sekresi estrogen pada akhir fase folikular
merangsang sekresi LH dan memulai lonjakan LH. Karena itu, LH meningkatkan
produksi estrogen oleh folikel dan konsentrasi estrogen yang memuncak merangsang
sekresi LH. Konsentrasi estrogen dalam plasma yang tinggi bekerja langsung pada
hipotalamus untuk meningkatkan GnRH sehingga sekresi LH dan FSH meningkat. Hal
ini secara langsung bekerja pada hipofisis anterior untuk meningkatkan kepekaan sel
penghasil LH terhadap GnRH. Efek tersebut berperan dalam lonjakan sekresi LH yang
jauh lebih besar dari pada peningkatan sekresi FSH pada pertengahan siklus. Sekresi
inhibin juga lebih menghambat sel penghasil FSH, menahan kadar FSH untuk tidak naik
setinggi kadar LH (Sherwood, 2014, hlm. 841).

C. Kontrol Korpus Luteum


Setelah memicu pembentukan korpus luteum, LH merangsang sekresi
berkelanjutan hormon steroid. Di bawah pengaruh LH, korpus luteum mengeluarkan
progesteron dan estrogen. Tidak ada progesteron yang dikeluarkan selama fase folikular.
Karena itu, fase folikular didominasi oleh estrogen dan fase luteal didominasi oleh
progesteron.
Pada pertengahan siklus terjadi penurunan sesaat kadar estrogen darah karena
folikel penghasil estrogen mati saat ovulasi. Kadar estrogen kembali naik selama fase
luteal karena aktivitas korpus luteum, meskipun tidak mencapai kadar yang sama ketika
fase folikular. Meskipun estrogen kadar tinggi merangsang sekresi LH, namun
progesteron dengan kuat menghambat sekresi LH serta FSH. Inhibisi progesteron
mencegah pematangan folikel baru dan ovulasi selama fase luteal. Di bawah pengaruh
progesteron, sistem reproduksi dipersiapkan untuk menunjang ovum yang baru saja
dibebaskan seandainya ovum tersebut dibuahi. Tidak ada inhibin yang dilepaskan selama
fase luteal.
Korpus luteum berfungsi selama 2 minggu kemudian berdegenerasi jika tidak
terjadi fertilisasi. Matinya korpus luteum mengakhiri fase luteal dan menyiapkan tahap
baru untuk fase folikular berikutnya. Kadar estrogen dan progesteron dalam plasma
menurun drastis saat korpus luteum berdegenerasi karena kedua hormon tersebut tidak
lagi diproduksi. Hilangnya inhibisi dari kedua hormon ini memungkinkan sekresi FSH
dan LH kembali meningkat. Kemudian dimulailah fase folikular yang baru (Sherwood,
2014, hlm. 842).

II.2.4 Siklus Haid


Fluktuasi kadar estrogen dan progesteron selama siklus ovarium menimbulkan perubahan
mencolok pada uterus, yaitu menghasilkan siklus haid. Siklus haid berlangsung selama 28 hari,
seperti halnya siklus ovarium, meskipun bahkan pada orang normal dapat terjadi variasi yang
cukup bermakna dari rerata ini. Manifestasi nyata perubahan siklik di uterus adalah haid sekali
dalam setiap siklus haid.
Uterus terdiri dari dua lapisan utama, yaitu miometrium dan endometrium. Endometrium
mengandung banyak pembuluh darah dan kelenjar. Estrogen berfungsi untuk merangsang
pertumbuhan miometrium dan endometrium. Estrogen juga menginduksi sintesis reseptor
progesteron di endometrium. Karena itu, progesteron dapat berefek pada endometrium hanya
setelah endometrium dipersiapkan oleh estrogen. Progesteron bekerja pada endometrium yang
telah dipersiapkan untuk mengubah endometrium menjadi lapisan yang sesuai dan menunjang
pertumbuhan ovum yang dibuahi. Dibawah pengaruh progesteron, jaringan ikat endometrium
menjadi longgar dan edematosa akibat akumulasi elektrolit dan air, memfasilitasi implantasi
ovum yang sudah dibuahi. Progesteron juga mendorong kelenjar endometrium untuk
mengeluarkan dan menyimpan glikogen (glikogen simpanan) dalam jumlah besar serta
merangsang pertumbuhan pembuluh darah endometrium dengan jumlah yang banyak supaya
mudigah dapat tetap mendapat nutrisi. Fungsi lain dari progesteron adalah mengurangi
kontraktilitas uterus agar tercipta lingkungan yang tenang untuk implantasi dan pertumbuhan
mudigah.

Siklus haid terdiri dari tiga fase, yaitu fase haid, fase proliferatif, dan fase sekretorik.
A. Fase Haid
Fase haid adalah fase yang paling jelas, ditandai oleh pengeluaran darah dan sisa
endometrium dari vagina. Hari pertama haid dianggap sebagai permulaan siklus baru
disaat pengakhiran fase luteal ovarium dan dimulainya fase folikular. Sewaktu korpus
luteum berdegenerasi karena tidak terjadi fertilisasi dan implantasi ovum, kadar
progesteron dan estrogen menurun tajam. Terhentinya sekresi estrogen dan progesteron
menyebabkan lapisan dalam uterus yang kaya vaskular dan nutrien ini kehilangan
hormon-hormon penunjangnya. Turunnya kadar hormon ovarium juga merangsang
pembebasan prostaglandin uterus yang menyebabkan vasokonstriksi pembuluh-pembuluh
endometrium, kemudian menghambat aliran oksigen ke endometrium dan menyebabkan
kematian endometrium beserta pembuluh darahnya. Sebagian besar lapisan dalam uterus
terlepas selama haid kecuali sebuah lapisan dalam yang tipis berupa sel epitel dan
kelenjar yang menjadi asal regenerasi endometrium. Prostaglandin uterus juga
merangsang kontraksi ritmik ringan miometrium uterus. Kontraksi ini membantu
mengeluarkan darah dan sisa endometrium dari rongga uterus keluar melalui vagina
sebagai darah haid. Kontraksi uterus yang terlalu kuat akibat produksi berlebihan
menyebabkan dismenore (kram haid) yang diawali oleh sebagian wanita.
Pengeluaran darah rata-rata selama satu kali haid adalah 50-150 ml. Darah yang
merembes pelan melalui endometrium yang berdegenerasi membeku di dalam rongga
uterus, kemudian diproses oleh fibrinolisin yaitu suatu pelarut fibrin yang menguraikan
fibrin pembentuk anyaman bekuan. Oleh karena itu, darah haid biasanya tidak membeku
karena telah membeku di dalam uterus dan bekuan tersebut sudah larut sebelum keluar
dari vagina. Darah haid juga mengandung banyak leukosit. Sel-sel darah putih ini
berperan penting dalam mencegah infeksi pada endometrium yang terbuka ini.
Haid biasanya berlangsung selama lima sampai tujuh hari setelah degenerasi
korpus luteum, bersamaan dengan bagian awal fase folikular ovarium. Penghentian efek
progesteron dan estrogen pada degenerasi korpus luteum menyebabkan terkelupasnya
endometrium dan terbentuknya folikel-folikel baru di ovarium di bawah pengaruh
hormon gonadotropik yang kadarnya meningkat. Turunnya sekresi hormon gonad
menghilangkan pengaruh inhibitorik dari hipotalamus anterior sehingga sekresi FSH dan
LH meingkat dan fase folikular baru dapat dimulai. Setelah lima sampai tujuh hari
pengaruh FSH dan LH, folikel-folikel yang baru berkembang telah menghasilkan cukup
estrogen untuk mendorong perbaikan dan pertumbuhan endometrium.

B. Fase Proliferatif
Setelah darah haid berhenti, fase proliferatif siklus uterus dimulai bersamaan
dengan bagian akhir fase folikular ovarium ketika endometrium mulai memperbaiki diri
dan berproliferasi di bawah pengaruh estrogen dari folikel-folikel yang baru berkembang.
Estrogen merangsang proliferasi sel epitel, kelenjar, dan pembuluh darah di
endometrium, meningkatkan ketebalan lapisan ini menjadi 3-5 mm. Fase proliferatif yang
didominasi oleh estrogen ini berlangsung dari akhir haid hingga ovulasi. Kadar puncak
estrogen memicu lonjakan LH yang menjadi penyebab terjadinya ovulasi.

C. Fase Sekretorik atau Progestasional


Setelah ovulasi, ketika terbentuk korpus luteum baru, uterus masuk ke fase
sekretorik atau progestasional, yang bersamaan waktunya dengan fase luteal
ovarium.progesteron dari korpus luteum mengubah endometrium tebal yang telah
dipersiapkan oleh estrogen menjadi jaringan kaya vaskular dan glikogen. Periode ini
disebut fase sekretorik karena kelenjar endometrium aktif mengeluarkan glikogen ke
dalam untuk uterus untuk makanan awal embrio yang sedang berkembang sebelum
implantasi, atau fase progestasional (sebelum kehamilan) yang merujuk kepada lapisan
subur endometrium yang mampu menopang kehidupan awal mudigah setelah
berimplantasi. Jika pembuahan dan implantasi tidak terjadi, maka korpus luteum
berdegenerasi dan fase folikular dan fase haid baru dimulai kembali. Berbagai faktor
dapat mempengaruhi keseimbangan aksis sumbu hipotalamus-hipofisis-ovarium-organ
target perifer sehingga menyebabkan ketidak teraturan menstruasi dan fertilisasi. Diantara
masalah ini adalah kelaparan, stress, dan olahraga berat. (Sherwood, 2014, hlm. 844).

II.2.5 Gangguan Siklus Menstruasi

Setelah memahami tentang siklus menstruasi secara normal, terdapat juga yaitu
gangguan mentruasi yang diklasifikasikan sebagai menurut (Sarwono, 2008) yaitu:
A.Gangguan Jumlah Darah dan Lama Haid
1. Hipermenorea adalah perdarahan yang terjadi dalam jumlah lebih dari normal,
atau lebih lama dari normal (lebih dari 8 hari)
2. Hipomenorea adalah perdarahan yang terjadi lebih pendek dan atau kurang dari
biasanya.

B.Kelainan Siklus Menstruasi


1. Polimenorea adalah siklus haid yang terjadi lebih pendek dari biasanya, yang
terjadi kurang dari 21 hari.
2. Oligomenorea adalah siklus haid yang terjadi lebih panjang dari
biasanya, yang terjadi lebih dari 35 hari.
3. Amenorea adalah suatu keadaan dimana tidak terjadinya haidyang
terjadi secara 3 bulan berturut-turut.

C. Perdarahan diLuar Haid


Metroragia disebut juga yaitu sebagai perdarahan disfungsional uterus, atau disebut
juga siklus haid yang tidak teratur. Siklus haid yang tidak teratur ini dapat disebabkan
oleh suatu kedaan yang bersifat hormonal yaitu terjadinya ketidak seimbangan
hormonal.

D.Keadaan Patologis terkait Menstruasi

Dapat berupa ketegangan sebelum haid (premenstrual tension) terjadi keluhan yang
mulai sekitar seminggu sebelum dan sesudah haid. Terjadi karena ketidak seimbangan
estrogen dan progesterone menjelang menstruasi.

II.2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi siklus menstruasi

Adanya perubahan siklus menstruasi pada atlet wanita semakin sulit diketahui karena
semakin dipersulitnya beragam metodologi penelitian dan tidak adanya definisi mengenai
gangguan siklus menstruasi hingga siklus yang tidak teratur secara eksak yang dapat diterima
oleh semua peneliti dan juga di karnakan perbedaan populasi atlet yang selalu tidak jelas (Carbon
dalam Saadiah, 2014).
Definisi perubahan menstruasi dipersuli toleh “dimensi dinamik” dari menstruasi seperti
yang dijelaskan oleh Prior (1982), bahwa seseorang mengalami fluktuasi antara tahap-tahap dari
tahap-tahap menstruasi dari satu bulan. Statistik pada olahraga rekreasi dan olahraga anaerobik
menunjukan pola mentruasi yang tidak berbeda dengan wanita pesantai. Salah bila
menyimpulkan bahwa kegiatan olahraga yang sangat berlebih menyebabkan meningkatnya
gangguan menstruasi atau bahwa semua atlet wanita yang sangat terlatih mempunyai perubahan
mentruasi (Carboon dalam Saadiah, 2014).

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi siklus menstruasi pada wanita
yaitu:

1.Berat badan
Beratbadan dan perubahan dapat memengaruhi fungsi menstruasi. Penurunan berat
badan akut dan sedang menyebabkan gangguan pada ovarium, tergantung dari derajat tekanan
pada ovarium dan lamanya penurunan berat badan. Kondisi patologis seperti berat badan yang
kurus ataupun kurang dan anorexia nervosa yang menyebabkan penurunan berat badan yang
dapat menimbulkan ammerrhea. Dan apabila kelebihan berat badan dapat menyebabkan
terjadinya gangguan metabolisme estrogen berupa peningkatan produksi estrogen pada wanita
sehingga menyebabkan siklus menstruasi tidak teratur (Winkjosastro, 2005 & Kusmiran, 2012).

2.Diet
Diet dapat mempengaruhi fungsi menstruasi. Vegetarian berhubungan dengan
anovulasi, penurunan respon hormon pituitary, fase folikel yang pendek, tidak normalnya siklus
menstruasi (kurang dari 10 kali/tahun). Diet rendah lemak berhubungan dengan panjangnya
siklus menstruasi pada wanita dan periode perdarahan. Sedangkan diet rendah kalori seperti
daging mentah, dan rendahnya lemak berhubungan dengan amenorrhea (Kusmiran, 2012).

3.Gangguan endokrin
Adanya penyakit-penyakit seperti diabetes, hipertiroid, serta hipotiroid yang
berhubungan dengan gangguan menstruasi. Prevalensi amenorrhea dan oligomenorhea lebih
tinggi pada pasien diabetes (Kusmiran, 2012).

4.Gangguan perdarahan
Gangguan perdarahan terbagi menjadi tiga yaitu perdarahan yang berlebih atau banyak.
Perdarahan yang panjang, dan perdarahan yang sering.Abnormal Uterin Bleeding (AUB) adalah
suatu keadaan yang menyebabkan gangguan perdarahan menstruasi yang terdiri dari menorrgia,
metorragia, dan polyminorrhea. Disfungsional Uteria Bleeding (DUB) adalah gangguan
perdarahan dalam siklus menstruasi yang tidak berhubungan dengan kondisi patologis
(Kusmiran, 2012).

5.Aktifitas fisik
Tingkat aktivitas fisik yang berat dan sedang dapat membatasi fungsi menstruasi
seorang wanita. Seperti pada atlet pelari wanita, senam, balet memiliki resiko untuk mengalami
amenorrhea, anovulasi, dan defek pada fase luteal. Aktivitas fisik yang berat dapat merangsang
inhibisi Gonadotropin Releasing Hormon (GnRH) dan aktivitas gonadotropin sehingga
menurukan level serum estrogen dalam tubuh seorang atlet wanita. Status dari hipoestrogenik
biasanya dikaitkan dengan ketidakteraturan menstruasi pada atlet kompetitif (Vaney, 2007).
6.Stres
Stres menyebabkan perubahan sistemik dalam tubuh, khususunya sistem persyarafan
dalam hipotalamus melalui perubahan prolactin atau endogenous opiate yang dapat
mempengaruhi elevasi kortisol basal dan menurunkan hormon (LH) yang menyebabkan
amenorrhea (Kusmiran, 2012).

S-ar putea să vă placă și