Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Dorland, Menstruasi adalah keadaan fisiologi yang siklik berupa pengeluaran
sekreta yang terdiri dari darah dan jaringan mukosa dari uterus nongravid melalui vagina,
menstruasi dikendalikan hormon dan pada keadaan normal akan terjadi secara berulang dalam
interval sekitar empat minggu sepanjang periode reproduktif (pubertas sampai menopause),
kecuali selama kehamilan dan laktasi. Haid dikatakan normal bila didapatkan siklus haid berkisar
21-35 hari, lama haid tiga sampai tujuh hari dan tidak lebih dari 15 hari, jumlah darah selama
haid berlangsung sekitar 20-80 ml (Anwar, 2011).
A.Mons pubis
Mons veneris atau mons pubis adalah bagian yang menonjol diatas simfisis dan tertutup
oleh rambut kemaluan pada perempuan yang sudah mengalami pubertas. Batas atas rambut
kemaluan melintang sampai pinggir atas simfisis, sedangkan ke bawah sampai sekitar anus dan
paha.
D.Klitoris
Merupakan bagian penting bagian alat reproduksi luar yang bersifat erektil. Glans
klitoris mengandung banyak pembuluh darah dan serat saraf sensoris sehingga sangat sensitif.
Sebagian gland klitoris ditutupi oleh preputium klitoris.
E.Vestibulum
Vestibulum berbentuk lonjong dan dibatasi di bagian anterior oleh klitoris, bagian
lateral oleh kedua labia minora, dan di bagian posterior oleh perineum. Di kiri dan kanan bawah
dekat fossa navikulare terdapat kelenjar Bartholini. Kelenjar ini berdiameter 1 cm dan pada saat
koitus kelenjar Bartholini mengeluarkan getah.
F.Himen
Terdiri dari jaringan ikat kolagen dan elastis.Lapisan tipis ini yang menutupi sebagian
besar dari liang sengggama, ditengahnya berlubang supaya kotoran menstruasi dapat mengalir
keluar. Umumnya pada saat melakukan koitus pertama kali dapat terjadi robekan dan robekan
terjadi pada bagian posterior. Bentuk dari himen dari masing-masing wanita berbeda-beda:
Annular himen: memiliki sebuah lubang atau bukaan yang tidak terlalu besar.
Cribriform himen: memiliki banyak lubang atau ukaan yang ukurannya sangat kecil.
Septate himen: memiliki dua lubang atau bukaan yang berdampingan.
Imperforate himen: tidak memiliki lubang sama sekali.
II.1.2.2 Organa Genitalia Feminina Interna
A.Vagina
Vagina adalah saluran otot yang terbentang ke atas dan belakang dari vulva ke
uterus.Panjang vagina lebih kurang 3 inci (8cm) dan punya dinding anterior dan posterior, yang
dalam keadaan normal terletak berhadapan. Pada ujung atasnya dinding anterior ditembus oleh
cervix, yang menonjol kebawah dan belakang vagina. Daerah lumen vagina yang mengelilingi
cervix dibagi menjadi empat daerah atau fornix yaiut fornix anterior, posterior, lateralis dextra
dan lateralis sinistra. Orificium vaginae pada perempuan yang masih perawan mempunyai
selapis tipis lipatan mukosa yang disebut himen, yang mempunyai lubang ditengahnya. Setelah
melahirkan biasanya himen hanya tinggal rumbai-rumbai.
B.Uterus
Uterus merupakan jaringan otot yang kuat, berbentuk seperti buah pir dan berdinding
tebal. Pada orang dewasa muda nullipara, panjang uterus 3 inci (8cm), lebar 2 inci (5cm), dan
tebal 1 inci (2, 5cm). Uterus terbagi menjadi:
1) Fundus uteri: merupakan bagian uterus yang terletak diatas muara tuba uterine
2) Corpus uteri: merupakan bagian uterus yang terletak dibawah muara tuba uterine.
Kearah dibawah muara tuba uterina. Kearah bawah corpus akan menyempit, yang
berlanjut sebagai cervix uteri. Cervix menembus di dinding anterior vagian dan dibagi
menjadi portio supravaginalis, dan portio vaginalis cervicis uteri.
3) Cavum uteri: berbentuk segitiga pada penampang bidang coronal, tetapi pada
penampang sagital hanya berbentuk celah.
1).Peritonium
Meliputi dinding rahim bagian luar. Menutupi bagian luar uterus. Merupakan penebalan
yang diisi oleh jaringan ikat dan pembuluh limfe dan saraf. Peritonium meliputi tuba dan
mencapai bagian dinding abdomen.
2). Lapisan otot atau myometrium
Berdinding tebal dan dibentuk oleh otot polos yang disokong oleh jaringan ikat.
3).Endometrium
Langsung melekat pada otot sehingga tidak punya lapisan submukosa. Dari pubertas
sampai menopause uterus mengalami banyak perubahan selama siklus menstruasi karena
bereaksi terhadap hormon yang dikeluarkan ovarium.
C.Tuba Uterina
Tuba uterina berfungsi memberikan tempat untuk fertilisasi ovum dan membawa zigot
ke uterus yang merupakan tempat bagi embrio atau janin untuk berkembang dan tumbuh selama
kehamilan (Paulsen & Waschke, 2014, hlm. 203). Tuba uterina memanjang pada kedua sisi
Corpus uteri untuk berhubungan dengan ovarium. Tuba uterina memiliki panjang 10-14 cm dan
memiliki beberapa bagian, yaitu:
1).Infundibulum tubae uterinae: adalah ujung lateral tuba uterine yang berbentuk corong
dan menjorok keluar ligamentum latum dan terletak di atas ovarium. Ujung bebasnya
berbentuk tonjolan seperti jari-jari, dikenal sebagai fimbriae, yang melingkupi ovarium.
2).Ampulla tubae uterine: merupakan bagian tuba uterinae yang paling luas
3).Isthmus tubae uterinae: merupakan bagian tuba uterinae yang paling sempit dan
terletaktepat lateral terhadap uterus.
4).Pars intramuralis: merupakan segmen yang menembus dinding uterus.
D.Ovarium
Masing-masing ovarium berbentuk oval, berukuran 1,5x0,75 inci (4x2cm) dan melekat
pada bagian ligamentum latum oleh mesovarium. Ovarium biasanya terletak didepan dinding
lateral pelvis, pada lekukan yang disebut fossa ovarica, dibatasi diatas oleh arterI dan vena iliaca
externa serta dibelakangi oleh arteri dan vena iliaca interna. Letak ovarium sangat bervariasi dan
sering ditemukan tergantung ke bawah didalam excavation rectouterina (cavum douglasi).
Ovarium dikelilingi capsula fibrosa tipis yang disebut tunica albuginea. Sebelum pubertas
permukaan ovarium licin, tetapi setelah pubertas permukaan ovarium secara progresif berkerut-
kerut, sebagai akibat dari degenerasi corpus luteum yang terus menerus. Setelah menopause
ovarium akan menyusut dan permukaannya berlubang-lubang dan berparut. (Anatomi klinis snell
hal. 805).
A. Fase Folikular
Folikel akan matang karena dorongan dari lingkungan hormonal. Hormon yang
dihasilkan di ovarium, tepatnya di folikel. Satu lapisan sel granulosa pada folikel primer
berproliferasi membentuk beberapa lapisan yang mengelilingi oosit. Sel-sel granulosa ini
mengeluarkan kulit kental mirip gel yang membungkus oosit dan memisahkannya dari sel
granulosa sekitar. Membran penyekat ini dinamakan zona pelusida.
Pada saat yang sama ketika oosit membesar dan sel granulosa berproliferasi, sel-
sel jaringan ikat ovarium khusus yang berkontak dengan sel granulosa berproliferasi dan
berdiferensiasi membentuk lapisan suatu lapisan luar sel teka. Sel granulosa dan sel teka
yang secara kolektif dinamai sel folikel, berfungsi sebagai satu kesatuan untuk
menghasilkan estrogen.Estrogen ovarium adalah faali-estradiol, estron, dan estrogen
yang paling utama adalah estriol-estradiol (Sherwood, 2014, hlm. 836).
Lingkungan hormon pada fase folikular mendorong terjadinya pembesaran dan
pengembangan kemampuan sekresi sel-sel folikel, mengubah folikel primer menjadi
folikel sekunder atau folikel antrum yang dapat mengeluarkan estrogen. Selama masa
perkembangan folikel, terbentuk rongga berisi cairan yaitu antrum dibagian tengah sel-sel
granulose. Cairan folikel sebagian dari transudasi dan sebagian dari sekresi sel folikel.
Selama periode ini, diameter folikel meningkat, pada awalnya kurang dari 1 mm menjadi
12-16 mm sesaat sebelum ovulasi (Sherwood, 2014, hlm. 837).
Salah satu folikel biasanya tumbuh lebih cepat daripada yang lain dan
berkembang menjadi folikel matang (praovulasi, tersier, atau Graaf) dalam waktu 14 hari
setelah dimulainya pembentukan folikel. Pada folikel matang, antrum menempati
sebagian besar ruang.
Folikel matang yang telah sangat membesar ini menonjol dari permukaan
ovarium, menciptakan suatu daerah tipis yang kemudian pecah untuk membebaskan oosit
saat ovulasi. Pecahnya folikel ditandai oleh pelepasan enzim-enzim dari sel folikel untuk
mencerna jaringan ikat di dinding folikel. Ovum (oosit sekunder) masih dikelilingi oleh
zona pelusida yang lekat dengan sel-sel granulosa (kini dimakan korona radiata) tersapu
keluar folikel yang pecah. Ovum yang dibebaskan ini cepat tertarik ke dalam tuba
uterina, tempat fertilisasi dapat terjadi (Sherwood, 2014, hlm. 838).
B. Fase Luteal
Folikel pecah yang tertinggal di ovarium, setelah mengeluarkan ovum segera
mengalami perubahan. Sel-sel granulosa dan sel teka yang tertinggal di sisa folikel mula-
mula kolaps ke dalam ruang antrum yang kosong dan telah terisi sebagian oleh bekuan
darah. Sel-sel folikel lama segera mengalami transformasi struktural drastis untuk
membentuk korpus luteum, yaitu suatu proses yang dinamakan luteinisasi. Sel-sel yang
berubah menjadi sel luteal ini membesar dan berubah menjadi jaringan yang sangat aktif.
Korpus luteum mengalami vaskularisasi hebat seiring dengan masuknya pembuluh-
pembuluh darah. Perubahan-perubahan ini sesuai untuk fungsi korpus luteum, yaitu
mengeluarkan banyak progesteron dan sedikit estrogen ke dalam darah. Korpus luteum
berfungsi penuh dalam empat hari setelah ovulasi.
Jika ovum yang dibebaskan tidak dibuahi dan tidak terjadi implantasi, maka
korpus luteum akan berdegenerasi dalam waktu sekitar 14 hari setelah pembentukannya.
Sel-sel luteal berdegenerasi dan difagositosis, vaskularisasi berkurang, dan jaringan ikat
segera masuk untuk membentuk massa jaringan ikat fibrosa yang dikenal sebagai korpus
albikans. Fase luteal telah usai dan satu siklus ovarium telah selesai (Sherwood, 2014,
hlm. 838).
B. Kontrol Ovulasi
Lonjakan LH dipicu oleh efek umpan balik positif. Sementara kadar estrogen
yang meningkat dan moderat pada awal fase folikular menghambat sekresi LH, kadar
estrogen yang tinggi selama puncak sekresi estrogen pada akhir fase folikular
merangsang sekresi LH dan memulai lonjakan LH. Karena itu, LH meningkatkan
produksi estrogen oleh folikel dan konsentrasi estrogen yang memuncak merangsang
sekresi LH. Konsentrasi estrogen dalam plasma yang tinggi bekerja langsung pada
hipotalamus untuk meningkatkan GnRH sehingga sekresi LH dan FSH meningkat. Hal
ini secara langsung bekerja pada hipofisis anterior untuk meningkatkan kepekaan sel
penghasil LH terhadap GnRH. Efek tersebut berperan dalam lonjakan sekresi LH yang
jauh lebih besar dari pada peningkatan sekresi FSH pada pertengahan siklus. Sekresi
inhibin juga lebih menghambat sel penghasil FSH, menahan kadar FSH untuk tidak naik
setinggi kadar LH (Sherwood, 2014, hlm. 841).
Siklus haid terdiri dari tiga fase, yaitu fase haid, fase proliferatif, dan fase sekretorik.
A. Fase Haid
Fase haid adalah fase yang paling jelas, ditandai oleh pengeluaran darah dan sisa
endometrium dari vagina. Hari pertama haid dianggap sebagai permulaan siklus baru
disaat pengakhiran fase luteal ovarium dan dimulainya fase folikular. Sewaktu korpus
luteum berdegenerasi karena tidak terjadi fertilisasi dan implantasi ovum, kadar
progesteron dan estrogen menurun tajam. Terhentinya sekresi estrogen dan progesteron
menyebabkan lapisan dalam uterus yang kaya vaskular dan nutrien ini kehilangan
hormon-hormon penunjangnya. Turunnya kadar hormon ovarium juga merangsang
pembebasan prostaglandin uterus yang menyebabkan vasokonstriksi pembuluh-pembuluh
endometrium, kemudian menghambat aliran oksigen ke endometrium dan menyebabkan
kematian endometrium beserta pembuluh darahnya. Sebagian besar lapisan dalam uterus
terlepas selama haid kecuali sebuah lapisan dalam yang tipis berupa sel epitel dan
kelenjar yang menjadi asal regenerasi endometrium. Prostaglandin uterus juga
merangsang kontraksi ritmik ringan miometrium uterus. Kontraksi ini membantu
mengeluarkan darah dan sisa endometrium dari rongga uterus keluar melalui vagina
sebagai darah haid. Kontraksi uterus yang terlalu kuat akibat produksi berlebihan
menyebabkan dismenore (kram haid) yang diawali oleh sebagian wanita.
Pengeluaran darah rata-rata selama satu kali haid adalah 50-150 ml. Darah yang
merembes pelan melalui endometrium yang berdegenerasi membeku di dalam rongga
uterus, kemudian diproses oleh fibrinolisin yaitu suatu pelarut fibrin yang menguraikan
fibrin pembentuk anyaman bekuan. Oleh karena itu, darah haid biasanya tidak membeku
karena telah membeku di dalam uterus dan bekuan tersebut sudah larut sebelum keluar
dari vagina. Darah haid juga mengandung banyak leukosit. Sel-sel darah putih ini
berperan penting dalam mencegah infeksi pada endometrium yang terbuka ini.
Haid biasanya berlangsung selama lima sampai tujuh hari setelah degenerasi
korpus luteum, bersamaan dengan bagian awal fase folikular ovarium. Penghentian efek
progesteron dan estrogen pada degenerasi korpus luteum menyebabkan terkelupasnya
endometrium dan terbentuknya folikel-folikel baru di ovarium di bawah pengaruh
hormon gonadotropik yang kadarnya meningkat. Turunnya sekresi hormon gonad
menghilangkan pengaruh inhibitorik dari hipotalamus anterior sehingga sekresi FSH dan
LH meingkat dan fase folikular baru dapat dimulai. Setelah lima sampai tujuh hari
pengaruh FSH dan LH, folikel-folikel yang baru berkembang telah menghasilkan cukup
estrogen untuk mendorong perbaikan dan pertumbuhan endometrium.
B. Fase Proliferatif
Setelah darah haid berhenti, fase proliferatif siklus uterus dimulai bersamaan
dengan bagian akhir fase folikular ovarium ketika endometrium mulai memperbaiki diri
dan berproliferasi di bawah pengaruh estrogen dari folikel-folikel yang baru berkembang.
Estrogen merangsang proliferasi sel epitel, kelenjar, dan pembuluh darah di
endometrium, meningkatkan ketebalan lapisan ini menjadi 3-5 mm. Fase proliferatif yang
didominasi oleh estrogen ini berlangsung dari akhir haid hingga ovulasi. Kadar puncak
estrogen memicu lonjakan LH yang menjadi penyebab terjadinya ovulasi.
Setelah memahami tentang siklus menstruasi secara normal, terdapat juga yaitu
gangguan mentruasi yang diklasifikasikan sebagai menurut (Sarwono, 2008) yaitu:
A.Gangguan Jumlah Darah dan Lama Haid
1. Hipermenorea adalah perdarahan yang terjadi dalam jumlah lebih dari normal,
atau lebih lama dari normal (lebih dari 8 hari)
2. Hipomenorea adalah perdarahan yang terjadi lebih pendek dan atau kurang dari
biasanya.
Dapat berupa ketegangan sebelum haid (premenstrual tension) terjadi keluhan yang
mulai sekitar seminggu sebelum dan sesudah haid. Terjadi karena ketidak seimbangan
estrogen dan progesterone menjelang menstruasi.
Adanya perubahan siklus menstruasi pada atlet wanita semakin sulit diketahui karena
semakin dipersulitnya beragam metodologi penelitian dan tidak adanya definisi mengenai
gangguan siklus menstruasi hingga siklus yang tidak teratur secara eksak yang dapat diterima
oleh semua peneliti dan juga di karnakan perbedaan populasi atlet yang selalu tidak jelas (Carbon
dalam Saadiah, 2014).
Definisi perubahan menstruasi dipersuli toleh “dimensi dinamik” dari menstruasi seperti
yang dijelaskan oleh Prior (1982), bahwa seseorang mengalami fluktuasi antara tahap-tahap dari
tahap-tahap menstruasi dari satu bulan. Statistik pada olahraga rekreasi dan olahraga anaerobik
menunjukan pola mentruasi yang tidak berbeda dengan wanita pesantai. Salah bila
menyimpulkan bahwa kegiatan olahraga yang sangat berlebih menyebabkan meningkatnya
gangguan menstruasi atau bahwa semua atlet wanita yang sangat terlatih mempunyai perubahan
mentruasi (Carboon dalam Saadiah, 2014).
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi siklus menstruasi pada wanita
yaitu:
1.Berat badan
Beratbadan dan perubahan dapat memengaruhi fungsi menstruasi. Penurunan berat
badan akut dan sedang menyebabkan gangguan pada ovarium, tergantung dari derajat tekanan
pada ovarium dan lamanya penurunan berat badan. Kondisi patologis seperti berat badan yang
kurus ataupun kurang dan anorexia nervosa yang menyebabkan penurunan berat badan yang
dapat menimbulkan ammerrhea. Dan apabila kelebihan berat badan dapat menyebabkan
terjadinya gangguan metabolisme estrogen berupa peningkatan produksi estrogen pada wanita
sehingga menyebabkan siklus menstruasi tidak teratur (Winkjosastro, 2005 & Kusmiran, 2012).
2.Diet
Diet dapat mempengaruhi fungsi menstruasi. Vegetarian berhubungan dengan
anovulasi, penurunan respon hormon pituitary, fase folikel yang pendek, tidak normalnya siklus
menstruasi (kurang dari 10 kali/tahun). Diet rendah lemak berhubungan dengan panjangnya
siklus menstruasi pada wanita dan periode perdarahan. Sedangkan diet rendah kalori seperti
daging mentah, dan rendahnya lemak berhubungan dengan amenorrhea (Kusmiran, 2012).
3.Gangguan endokrin
Adanya penyakit-penyakit seperti diabetes, hipertiroid, serta hipotiroid yang
berhubungan dengan gangguan menstruasi. Prevalensi amenorrhea dan oligomenorhea lebih
tinggi pada pasien diabetes (Kusmiran, 2012).
4.Gangguan perdarahan
Gangguan perdarahan terbagi menjadi tiga yaitu perdarahan yang berlebih atau banyak.
Perdarahan yang panjang, dan perdarahan yang sering.Abnormal Uterin Bleeding (AUB) adalah
suatu keadaan yang menyebabkan gangguan perdarahan menstruasi yang terdiri dari menorrgia,
metorragia, dan polyminorrhea. Disfungsional Uteria Bleeding (DUB) adalah gangguan
perdarahan dalam siklus menstruasi yang tidak berhubungan dengan kondisi patologis
(Kusmiran, 2012).
5.Aktifitas fisik
Tingkat aktivitas fisik yang berat dan sedang dapat membatasi fungsi menstruasi
seorang wanita. Seperti pada atlet pelari wanita, senam, balet memiliki resiko untuk mengalami
amenorrhea, anovulasi, dan defek pada fase luteal. Aktivitas fisik yang berat dapat merangsang
inhibisi Gonadotropin Releasing Hormon (GnRH) dan aktivitas gonadotropin sehingga
menurukan level serum estrogen dalam tubuh seorang atlet wanita. Status dari hipoestrogenik
biasanya dikaitkan dengan ketidakteraturan menstruasi pada atlet kompetitif (Vaney, 2007).
6.Stres
Stres menyebabkan perubahan sistemik dalam tubuh, khususunya sistem persyarafan
dalam hipotalamus melalui perubahan prolactin atau endogenous opiate yang dapat
mempengaruhi elevasi kortisol basal dan menurunkan hormon (LH) yang menyebabkan
amenorrhea (Kusmiran, 2012).