Sunteți pe pagina 1din 13

BATANG HARING SEBAGAI KEHIDUPAN KOSMIS

BAGI MASYARAKAT DAYAK NGAJU KALIMANTAN TENGAH


(Sebuah Kajian Mitologi, Fungsi dan Makna)
Oleh

Mirim

Dosen Program Studi Filsafat Agama Hindu


Institut Agama Hindu Negeri Tampung Peyang Palangka Raya

Abstract
The original inhabitants of Central Kalimantan are the Ngaju Dayak tribe. Ngaju.
Ngaju Dayak tribe has its own uniqueness in viewing this nature with symbols or illustrations
that are still believed to this day, even one of these symbols has now become a mascot for the
majority of this tribe, namely Batang Garing or also called Batang Haring. Crisp or Batang
Haring which means Tree of Life.
Batang Haring are shaped like spear points that point up or the sky. This is believed to
symbolize the Kaharingan religion (Dayak tribe belief) Ranying Hatala Langit, the source of
all life. Each branch has three pieces facing up and down. The branch represents three major
groups of people as descendants of Maharaja Sangiang, Maharaja Sangen, and Maharaja
Bunu. While the leaves symbolize the tail of one of the birds that became the identity of the
Dayak tribe, the hornbill (Tingang bird). While at the bottom of Batang Haring has a jar filled
with holy water and a notched branch which also symbolizes Jatha or the underworld or often
referred to as Batu Nindan Tarung Island. The island that was the place where humans were
first put down to earth.
The Haring Trunk or the Tree of Life also symbolizes the balance or harmony of
relationships between humans, humans and nature, and humans and God. A triangulation,
Batang Haring with Guci (Balanga) symbolizes two worlds, where the upper world is
symbolized by the Tree of Life and the underworld is symbolized by Guci, but is bound by a
unity that is related and requires.
While the fruit on Batang Haring symbolizes a group of human beings. Where the two
fruits are there which point upwards and also those which lead up are a reminder for humans
to always respect one another. So the place of origin of humans is in the upper world or Lewu
Tatau.

Keywords: Ngaju Dayak, Batang Haring, Mythology, Function, Meaning

A. Latar Belakang nilai budaya adi luhung yang menjadi


Bangsa Indonesia kaya akan budaya kebanggaan nasional. Sebagai nafas
dan tradisi yang memiliki nilai adi budaya Nasional adalah budaya daerah
luhung dari berbagai suku, ras dan yang harus dilestarikan dan
golongan yang menempati kurang lebih dikembangkan demi anak cucu bangsa
17.000 pulau serta memiliki keaneka- sebagai pewarisnya.
ragaman dan keistimewaan masing- Salah satu budaya dan keyakinan
masing bernilai tinggi. Indonesia daerah yang tetap terjaga saat ini adalah
sebagai bangsa besar mempunyai nilai- tradisi budaya yang dihasilkan oleh
masyarakat Kalimantan. Dalam bahasa Kapuas dinamai kota Bataguh), silsilah
setempat, Kalimantan berarti pulau dan lain-lain (Ibid, 1993:75).
yang memiliki sungai-sungai besar Selama ribuan tahun yang lalu
(Kali artinya sungai, Mantan artinya penduduk Indonesia yang dikenal
besar). Pulau Kalimantan juga dikenal dengan nama suku Dayak ini, telah
dengan nama Brunai, Borneo, Tanjung mengalami perkembangan suatu
Negara (pada masa Hindu), dan dengan keyakinan tentang adanya Tuhan
nama setempat Pulau Bagawan Bawi sebagaimana bangsa-bangsa di dunia.
Lewu Telo (Riwut, 1993:3). Namun, akibat bahasa dan budaya yang
Kalimantan sebagai salah satu berbeda-beda, maka penyebutan nama
bagian Negara Kesatuan Republik Tuhan-pun akan berbeda pula. Begitu
Indonesia, merupakan pulau terbesar pula dengan perbedaan penyebutan
dan kaya akan hasil bumi serta nama Tuhan di Kalimantan.
keunikan budaya. Masyarakat asli Seperti yang diungkapkan di
Kalimantan, suku Dayak khususnya atas, bahwa penduduk asli Kalimantan
memiliki cara tersendiri untuk adalah suku Dayak. Akan tetapi dalam
mempertahankan budaya dan penulisan ini tidak menjelaskan semua
keyakinannya dengan tetap berpegang suku Dayak yang ada di Kalimantan
teguh pada tradisi nenek moyangnya. tetapi, hanya terfokus pada salah satu
Nenek moyang masyarakat Dayak suku Dayak yang ada di Kalimantan
memiliki cara pandang tersendiri Tengah, yaitu suku Dayak Ngaju. Suku
terhadap sejarah pulaunya yang Dayak Ngaju memiliki keunikan
terungkap dalam tradisi lisan mereka tersendiri dalam memandang alam ini
yang disebut Tetek Tatum. Tetek Tatum dengan simbol-simbol atau ilustrasi
adalah salah satu kesusastraan Dayak yang tetap diyakini hingga saat ini
asli yang artinya ‘ratap tangis sejati’. bahkan simbol tersebut salah satunya
Tetek Tatum yang dinyayikan dengan kini menjadi mascot bagi mayoritas
lagu dan sangat digemari nenek moyang suku ini.
masyarakat Dayak menceritakan Masyarakat-masyarakat Dayak
keadaan Kalimantan sejak zaman dewa- Ngaju memiliki keyakinan bahwa
dewa, tentang peperangan di Pematang keberadaan alam kehidupan ini berawal
Sawang Pulau Kupang (bekas dari sebuah pohon yang disebut dengan
peninggalannya terdapat dekat Kuala Batang Haring (ada yang menulis dan
menyebut dengan Batang Garing).
Keyakinan inilah hingga kini tetap Begitulah awal terciptanya
terpelihara dan dijelaskan pula dalam Batang Haring, yang hingga saat ini
kitab yang disebut dengan kitab suci tetap dipergunakan sebagai simbol
Panaturan (Kitab suci umat Hindu kebesaran kota Palangka Raya. Hingga
Kaharingan) sebagai pegangan atau kini simbol pohon (Batang Haring)
kitab suci bagi masyarakat Dayak dipergunakan sebagai lambang atau
Ngaju khususnya. Dalam Panaturan mascot bagi kota cantik Palangka Raya
Pasal 2 ayat 5, dijelaskan menganai yang menjadi ibu kota Kalimantan
penciptaan Batang Haring yaitu : Tengah.
RANYING HATALLA haduanan Dari latar belakang mengenai
panatau RANYING
keberadaan Batang Haring tersebut di
PANDEREH BUNU, IE
mantejek huang bentuk tasik atas, maka penulisan mengenai Batang
lumbah; Hayak Auh Nyahu
Haring ini penting untuk dilakukan.
Batengkung Ngaruntung
Langit, homboh Malentar Kilat B. Pembahasan
Basiring Hawun, panatau
1. Mitos Batang Haring pada
Ranying Pandereh Bunu
masyarakat Dayak Ngaju Di
basaluh manjadi BATANG
Kalimantan Tengah.
HARING, hayak IE
mananggare jete bagare
Hidup, menurut orang
BATANG KAYU JANJI; Kalute
RANYING HATALLA Dayak Ngaju yang tinggal di
mampajadi kahandake ije
sepanjang sungai Kapuas, Kahayan,
katelue.
Katingan, Rungan, Manuhing dan
Kemudian RANYING
HATALLA mengambil lagi Mentaya merupakan suatu hasil
panatau RANYING benturan dua kekuatan. Alam
PANDEREH BUNU, yaitu sifat
kemuliaanNYA Yang Maha semesta terbentuk karena adanya
Lurus, Maha Jujur dan Maha benturan antara benda-benda langit
Adil, IA menempatkan itu
ditengah-tengah samudera luas, yang dengan dahsyatnya
yang disertai bunyi Guntur menyemburkan api-api yang
menggemuruh memenuhi alam
semesta, Petir Halilintar terpercik kemana-mana dan
menggetarkan buana, Ranying kemudian membentuk alam
Pandareh Bunu berubah
menjadi BATANG HARING; semesta. Alam itu kemudian terbagi
Berasama itu IA mnyebutkan atas alam yang dikuasai oleh
namanya BATANG KAYU
JANJI; Begitulah RANYING Ranying Mahatala Langit dan dunia
HATALLA menjadikan bawah yang dikuasai oleh Jatha.
kehendakNYA yang ke-tiga.
Walaupun terdapat dua mahadewa
tersebut, namun pada hakekatnya emasnya, lalu menjelma menjadi
kedua mahadewa tersebut adalah Tingang Jantan atau Tingang Jantan
satu, sebab Jatha sebenarnya tidak yang disebut Tembarirang.
lain adalah bayang-bayang dari Tembarirang inipun hinggap dan
Ranying Mahatala Langit itu menikmati buah-buahan Batang
sendiri. Keduanya berbeda dan Haring. Kedua Tingang berlainan
memiliki daya hidup serta jenis ini saling iri dan cemburu.
kekuasaan sendiri-sendiri, tetapi Akhirnya terjadi perang suci.
keduanya memebentuk suatu Pertempuran yang maha dahsyat ini
keutuhan kosmis. Jika salah satu menghancurkan Batang Haring dan
dari keduanya dihilangkan maka kedua burung itu sendiri. Dari
keseimbangan kosmis akan keping-keping kehancuran inilah
terganggu. tercipta kehidupan baru, alam
Menurut mite penciptaan semesta beserta dengan segala
Batang Haring (Ukur, 35-37) jenisnya.
dituturkan bahwa suatu waktu Manusia sendiri tercipta
penguasa alam atas Ranying akibat terjadinya benturan berupa
Hatalla Langit bersama istrinya perkelahian antara dua ekor burung
Jata Balawang Bulau, penguasa Enggang, yaitu Enggang jantan dan
alam bawah, sepakat untuk Eggang betina yang sedang mencari
menciptakan dunia dengan diawali dan memakan buah dari Pohon
penciptaan Batang Haring (Pohon Kehidupan atau Batang Haring.
Kehidupan). Batang, daun, tangkai Enggang betina mulai bergerak dari
dan buah-buahan Batang Haring ini bawah pohon sedangkan Enggang
semuanya terdiri dari berbagai jenis jantan bergerak dari puncak ke
logam dan batu mulia. Jata bawah. Ketika kedua Enggang
Balawang Bulau kemudian tersebut bertemu, maka perkelahian
melepaskan burung Tingang Betina hebat yang berakhir dengan matinya
(Enggang betina) dari sangkar kedua burung tersebut setelah
emasnya. Burung itu kemudian memporak-porandakan Batang
terbang lalu hinggap menikmati Haring, dan agian-bagian dari
buah-buahan Batang Haring, Batang Haring yang berserakan dan
bersamaan dengan itu Ranying bertebaran dimana-mana tersebut
Hatalla Langit melemparkan keris kemudian memunculkan berbagai
kehidupan termasuk manusia segala kepahlawanan. Sedangkan
berjenis laki-laki dan manusia putra ketiga, Maharaja Bunu
berjenis perempuan. menempati bumi, dan menjadi
Akibat dari kehancuran tadi, moyang manusia di bumi ini (Ukur,
tercipta pula sepasang insan. Sang 1994:11).
wanita bernama “Putir Kahukum Dari wawasan dasar tentang
Bungking Garing” (puteri dari kosmis tersebut, masyarakat Dayak
kepingan Gading) dan sang pria Ngaju menganggap bahwa kosmis
bernama “Manyamei Limut Garing ini akan selalu berisikan dua
Balua Unggon Tingang” (sari kekuatan yang bisa bertentangan
pohon kehidupan yang dipatahkan dan berbenturan untuk kemudian
oleh Tingang). Masing-masing membentuk suatu kehidupan baru.
insan ini memperoleh perahu untuk Benturan-benturan bukanlah hal
sang wanita bernama bahtera emas yang dianggap menakutkan,
(Banama Bulau) dan untuk sang sebaliknya dianggap sebagai
pria bernama bahtera intan kesempatan untuk menciptakan
(Banama Hintan). Kedua insan ini sesuatu yang baru. Karena itu
kemudian menikah dan masyarakat Dayak harus selalu
mendapatkan keturunan pertama bersifat terbuka dan siap
berupa babi, ayam, anjing dan menanggung kesulitan-kesulitan
kucing. Ketururnan kedua berwujud yang terjadi, karena benturan-
manusia yaitu Maharaja Sangiang, benturan antara kebudayaan dan
Maharaja Sangen dan Maharaja tata nilai mereka yang lama dengan
Bunu. kebudayaan dan tata bilai baru yang
Melewati beberapa mungkin saja sangat bertentangan
peristiwa akhirnya putra pertama dengan kebudayaan dan tata nilai
yaitu Maharaja Sangiang tradisional mereka. Justru dengan
menempati alam atas tinggal memanfaatkan benturan-benturan
bersama Ranying Hatalla Langit tersebut masyarakat Dayak akan
dan merupakan asal-usul segala mampu menyusun suatu tatanan
Sangiang (para Dewa). Putra kedua, baru yang lebih sesuai dan yang
Maharaja Sangen mendiami suatu memberikan kehidupan yang lebih
daerah bernama Batu Nindan baik bagi mereka.
Tarung, yang menjadi sumber
Sejumlah mite yang telah burung yang menjadi identitas suku
dipaparkan secara ringkas Dayak yaitu burung Enggang.
memperlihatkan satu raut Sedangkan pada bagian bawah
persamaan yang sangat mencolok, Batang Haring mempunyai guci
bahwa seluruh proses penciptaan berisi air suci serta dahan berlekuk
terjadi menurut perkawinan kosmis. yang juga melambangkan Jatha atau
Prinsip-prinsip maskulin dunia bawah atau sering disebut
didampingi oleh feminim, apakah dengan Pulau Batu Nindan Tarung.
itu dilambangkan dalam wujud Pulau yang menjadi tempat manusia
burung, pohon ataupun bulan, pertama kali sebelum diturunkan ke
matahari dan sebagainya. Di pihak bumi.
lain kita menemukan pula Batang Haring atau Pohon
penciptaan itu melalui polarisasi Kehidupan juga melambangkan
atau pertentangan atau perbenturan, keseimbangan atau keharmonisan
kehidupan-kehancuran-kehidupan. hubungan antara sesama manusia,
Batang Garing atau Batang manusia dengan alam, dan manusia
Haring yang berarti Pohon dengan Tuhan. Sebuah triangulasi,
Kehidupan. Batang Haring Batang Haring dengan Guci
berbentuk seperti mata tombak yang (Balanga) menyimbolkan dua
mengarah ke atas atau langit. Hal ini dunia, dimana dunia atas
dipercaya melambangkan dilambangkan dengan Pohon
kepercayaan agama Kaharingan Kehidupan dan dunia bawah dengan
(kepercayaan suku Dayak) Ranying dilambangkan dengan Guci, tapi
Hatala Langit, sumber segala terikat oleh satu kesatuan yang
kehidupan. berhubungan serta membutuhkan.
Setiap dahan memiliki tiga Sementara buah yang ada
buah yang menghadap ke atas dan pada Batang Haring
ke bawah. Dahan tersebut melambangkan sebuah kelompok
melambangkan tiga kelompok besar dari umat manusia. Dimana kedua
manusia sebagai keturunan buah tersebuat ada yang mengarah
Maharaja Sangiang, Maharaja ke atas dan juga ada yang mengarah
Sangen, dan Maharaja Bunu. ke atas adalah sebagai pengingat
Sedangkan daunnya bagi manusia untuk selalu
melambangkan ekor dari salah satu menghargai antara sesama. Jadi
tempat asal dari manusia yaitu ada melatar-belakangi sikap dan
di dunia atas atau Lewu Tatau. tingkah laku budaya insan Dayak.
Dalam suku Dayak Ngaju, Mite sebagai latar belakang sejarah,
Batang Haring merupakan dipercaya oleh masyarakat Dayak
anugerah Tuhan yang di turunkan Ngaju sebagai cerita yang benar-
langsung dari Ranying Hatalla benar terjadi, dianggap suci, banyak
Langit, Tuhan dalam bahasa suku mengandung hal-hal ajaib, pada
Dayak Ngaju. Batang Haring juga umumnya ditokohi oleh Dewa,
melambangkan 3 alam yang di telah menjadi landasan untuk
percayai yaitu : Alam Bawah, menata kehidupan masyarakat
Pantai Danum Kalunen, dan Alam Dayak Ngaju yang muncul dalam
Atas. Seperti Air, Bumi, dan Surga. berbagai ketentuan seperti adat,
Seperti yang di katakan ritus, dan kultus.
Cjilik Riwut “Alam atas merupakan
tempat tinggal Ranying Hatalla 2. Fungsi dan Makna Batang Haring
Langit. Sedangkan Bumi menjadi pada masyarakat Dayak Ngaju di
tempat tinggal manusia. Sementara Kalimantan Tengah
itu, alam bawah adalah tempat Batang Haring sebagai
tinggal Jatha atau Raden sebuah simbol memiliki fungsi
Tamanggung Sali Padadusan sebagai cermin dimana masyarakat
Dalam atau Tiung Layang Raja Dayak Ngaju, mampu
Memegang Jalan Harusan Bulau, Ije memfungsikan Batang Haring atau
Punan Raja Jagan Pukung alam kosmis ini sebagai tempat
Sahewan” hidup. Namun bukan berarti
Itulah sejarah dari Batang masyarakat Dayak Ngaju
Haring yang menggambarkan awal mengeksploitasi alam dengan
mula terbentuknya bumi, manusia membabi buta. Disamping sebagai
serta suatu jalan menuju akhir untuk cermin gambaran mengenai fungsi
masa depan. Batang Haring, juga dapat diamati
Petualangan ke dunia mite sebagai simbol bahwa masyarakat
suku Dayak, bukanlah sekadar Dayak Ngaju mampu melihat dan
hanya untuk tahu, tetapi upaya senantiasa mengingat darimana
membuka tingkap-tingkap yang mereka dilahirkan atau diciptakan.
penuh rahasia yang melandasi dan Hal ini ditunjukkan dengan tetap
dilestarikannya dan dipeliharanya kembali (berdimensi horizontal).
simbol Batang Haring hingga saat Simbol-simbol seperti binatang
ini, bahkan dari beberapa keluarga anjing, babi, kucing adalah simbol
melukis secara khusus simbol yang berdimensi horizontal atau
Batang Haring dan di tempelkan/ hubungan antara manusia dengan
ditempatkan pada bagian dinding apa yang ada dilingkungannya,
ruang tamu rumah mereka, sebagai binatang-binatang seperti apa yang
wujud dan bentuk penghormatan muncul pada penciptaan pertama
terhadap asal usul alam semesta adalah binatang-binatang yang
atau alam kosmis ini. dekat dengan manusia sebagai
Simbol tidak hanya peliharaanya.
berdimensi horizontal dalam rangka Kembali pada pendapat
mengantar hubungan antara Eliade (dalam Titib, 2003:66) dalam
individu dalam interaksi sosial, tulisannya “Kunci-kunci
tetapi juga berdimensi vertikal Metodologis Dalam Studi
berhubungan dengan hal yang Simbolisme Keagamaan”
trancendent, artinya simbol tidak menunjukkan kunci pertama untuk
hanya dipahami melalui interaksi memahami dan memaknai simbol-
objektif yang dapat diamati secara simbol keagamaan adalah
nyata tetapi juga melalui kontruksi bagaimana agar dunia “berbicara”
sosial subjektif yang dilambangkan atau “mengungkapkan diri” melalui
melalui kebiasaan ritus, seni dan simbol-simbol dan bukan dalam
bahasa (Triguna, 2003:32). Ini bahasa utilitarian atau objektif.
terjadi pada masyarakat Dayak Masyarakat Dayak Ngaju telah
Ngaju dimana simbol Batang memahami itu sejak jaman dahulu
Haring tidak pula hanya dipandang dibuktikan dengan bagaimana
sebagai sebagai asal-muasal kelompok mereka memberi makna
keturunan mereka atau hanya tersendiri terhadap keberadaan
sebagai simbol yang hanya Batang Haring sebagai sebuah
berdimensi vertikal, tetapi juga simbol yang mampu
Batang Haring adalah lambang mengungkapkan diri terhadap
kehidupan alam semesta (Kosmos), “dunia luar” melalui simbol sebuah
menyangkut semua apa yang hidup, pohon.
mati dan apa yang akan dilahirkan
Sebagaimana salah satunya Maharaja Sangiang, Maharaja
yang ditulis oleh Teras Mihing, Sangen, dan Maharaja Bunu. Sekali
Ph.d, menjelaskan bahwa pohon lagi diingatkan bahwa turunan
Batang Haring berbentuk tombak manusia harus mengarahkan
(Ranying Pandereh Bunu) dan pandangannya bukan hanya ke atas,
menunjuk kearah atas. Pohon ini tetapi juga ke bawah. Dengan kata
melambangkan Ranying Hatalla lain, manusia harus menghargai
Langit. Bagian bawah pohon yang Ranying Hatalla Langit dan Jatha
ditandai oleh adanya guci (Kalatah) Balawang Bulau secara seimbang.
berisi air suci yang melambangkan Ditafsirkan menurut pengertian
Jatha Balawang Bulau atau dunia kontemporer, masyarakat Dayak
alam bawah. Dengan demikian haruslah mampu menjaga
disampaikan pesan bahwa dunia keseimbangan antara kepentingan
alam atas dan dunia alam bawah keduniawian dan kepentingan
pada hakikatnya bukanlah dua akhirat.
dunia yang berbeda, tetapi Tempat bertumpu Batang
sebenarnya merupakan suatu Haring adalah Pulau Batu Nindan
kesatuan dan saling berhubungan Tarung yaitu pulau tempat
satu dengan yang lainnya. kediaman manusia pertama
Mengenai dahan-dahan sebelum manusia diturunkan ke
pohon berlekuk sedemikian rupa, bumi. Disinilah dulunya nenek
yaitu untuk melambangkan Jatha moyang manusia, yaitu anak-anak
Balawang Bulau. Sedangkan pada dan cucu Maharaja Bunu hidup,
bagian daun-daunnya berbentuk sebelum sebagian dari mereka
seperti ekor burung Enggang. Di diturunkan ke bumi ini. Dengan
sini juga dilambangkan bahwa demikian orang-orang Dayak
kesatuan itu tetap dipertahankan. diingatkan kembali bahwa dunia ini
Pada bagian buah Batang adalah tempat tinggal sementara
Haring ini, masing-masing terdiri bagi manusia. Karena tanah air
dari tiga bagian yang menghadap ke manusia yang sebenarnya adalah di
atas dan tiga bagian yang dunia atas, yaitu di Lewu Tatau.
menghadap ke bawah, yang Dengan demikian sekali lagi
melambangkan tiga kelompok besar diingatkan bahwa manusia
manusia sebagai keturunan janganlah terlalu mendewa-
dewakan segala sesuatu yang menganggap pula simbol Batang
bersifat duniawi. Haring tidak hanya sebatas
Pada bagian puncak terdapat “gambar” sebuah pohon (fisik) saja
burung Enggang dan matahari yang tetapi lebih dari itu. Batang Haring
melambangkan bahwa asal-usul telah memberi makna tersendiri
kehidupan ini adalah berasal dari dalam setiap tanda atau gambar
atas. Burung Enggang dan matahari yang melekat pada pohon tersebut,
merupakan simbol-simbol Ranying baik itu rantingnya, daun hingga
Hatalla Langit yang merupakan gambar-gambar lainnya yang ikut
sumber dari segala kehidupan. menghiasi pohon tersebut. Bagi
Selain melambangkan masyarakat Dayak Ngaju
bagian dari kehidupan spritual khususnya, makna Hidup tidak
dimasa itu dan sekarang seperti terletak dalam kesejahteraan,
dijelaskan di atas, Batang Haring realitas, atau objektivitas seperti
juga melambangkan bagian dari diri dipahami oleh manusia modern,
kita sendiri (manusia) karena dalam tetapi dalam keseimbangan kosmos.
berbagai prosesi yang dilakukan Kehidupan itu baik bila kosmos
tidak terlepas dari hal yang tetap berada dalam keseimbangan
sebenarya ada pada diri manusia itu dan keserasian. Setiap bagian dari
sendiri. kosmos itu termasuk manusia dan
Cassirer (1990:48) makhluk lainnya, mempunyai
mengartikan bahwa simbol bila kewajiban menjaga keseimbangan
diartikan secara tepat tidak dapat semesta. Peristiwa-peristiwa mistis
dijabarkan menjadi tanda semata. bagi masyarakat Dayak Ngaju
Tanda dan simbol masing-masing adalah realitas transcendental,
terletak pada dua bidang artinya objektivitas mite yang kita
pembahasan yang berlainan, lihat menjadi jelas bahwa
dimana tanda adalah bagian dari lingkungan sekitar dipahami
dunia fisik dan simbol adalah sebagai segala sesuatu ada
bagian dari dunia makna. Tanda dilingkungan hidup, flora, fauna,
adalah operator sementara simbol air, bumi, udara dan sebagainya.
adalah designator. Senada dengan Maka tidak salah nama
apa yang menjadi pendapat Batang Haring (Pohon Kehidupan)
Cassirer, masyarakat Dayak Ngaju, ini juga melambangkan bagaimana
manusia itu hidup dan ada di dunia Bereng (merupakan zat Ibu) dalam
ini. Dalam hal ini dimulai dari Lime kehidupan nyata kita sekarang
Sarahan merupakan awal menyatu tulang atau kerangka
perjalanan Sangku Tambak Raja, tubuh. Bilamana hanya ada darah
yang tersebut yaitu Ranying Hatalla daging dan tulang tanpa adanya roh,
Katamparan, Langit Katambuan, maka manusia itu mati atau tidak
Petak Tapajakan, Nyalung mampu melakukan aktivitasnya.
Kapanduian, Katalata Padadukan. Maka dari itu, ada satu zat penting
Penyebutan atau pangakuan Lime yang dapat membuat aktivitas/
Sarahan ini biasanya diucapkan kehidupan yang disebut
atau disebutkan pada bagian awal Panyalumpuk Entang/
permohonan/ pengucapan doa Panyalumpuk Hambaruan
kepada Ranying Hatalla Langit. (merupakan zat Tuhan) roh, jiwa
Sekilas diterjemahan dalam atau “Hambaruan” (Dalam bahasa
bahasa yang bebas tidak memiliki Dayak Ngaju).
makna yang khusus tetapi dalam hal Dalam hal ini nanti akan
ini, Lime Sarahan ini memiliki berkitan dengan prosesi-prosesi
makna yang besar yaitu proses awal ritual yang dilakukan dari awal
adanya kehidupan yang bermakna, kehidupan (ketika seorang Ibu
Ayah adalah Langit, Ibu adalah mengandung) yaitu prosesi
Bumi dan bagaimana semuanya Paleteng Kalangkang Sawang
disatukan untuk menjadi sebuah (ketika usia kehamilan 3 bulan),
kehidupan. Nyakit Ehet/ Dirit (usia kehamilan
Sebelum memaknai 5-7 bulan), Mangkang Kahang
mengapa dikatakan Ayah adalah Badak (usia kehamilan 9 bulan)
langit, Ibu adalah bumi, dalam sampai Nahunan (Pemberian Nama
kepercayan Hindu Kaharingan pada bayi) serta ketika si Anak
dijelaskan bahwa ada tiga Roh/ zat sudah dewasa dan menikah, prosesi
yang membuat manusia itu Hidup. mulai dari Jalan Hadat dan Prosesi
Mereka adalah Balawang Panjang Tawur Santang sampai akhirnya
Ganan Bereng (merupakan zat manusia tersebut “Buli Hatalla”
Ayah) yang mana dalam kehidupan (meninggal dunia) yaitu melewati
nyata kita sekarang menyatu dalam Penguburan, Tantulak Ambu Rutas
daging, Karahang Tulang Ganan Matei dan Tiwah.
Akan tetapi, perlu digaris bawahi
C. Kesimpulan jika “tidak” semua Bajakah bisa
Dari berbagai cara masyarakat dijadikan obat (Tatamba). Ada jenis
Dayak Ngaju dalam memaknai simbol Bajakah yang mengandung racun.
Batang Haring sebenarnya mempunyai Karena tanaman jenis Bajakah ini
beberapa makna dan konsekwensi bagi berpuluh-puluh macam jenisnya
kehidupan masyarakat pada masa kini : yang tumbuh subur di alam kita
1. Mengajak untuk menghormati, tercinta ini. Dari cerita ini, terjadilah
menaruh respek terhadap pengambilan, penjarahan sumber-
lingkungan hidup. Ini berarti sumber alam oleh beberapa oknum
manusia tidak akan bertindak yang tidak bertanggung jawab.
sesuka hati, seenaknya sendiri tanpa Tanaman Bajakah apa saja
memperhitungkan akibatnya bagi dibababat secara berlebihan bahkan
keseimbangan kosmos. Dalam disebarkan pengiriman ke beberapa
bahasa sekarang ini berarti lebih wilayah lain demi kepentingan
serius dalam memelihara pribadi dan mengesampingkan
kelestarian lingkungan hidup serta dampak dari ini semua, yaitu
menjaga ekosistem. kelestarian alam terancam punah.
Membatasi atau menahan Ini semua dikarena pengambilan
keserakahan manusia modern yang sumber alam yang “seperlunya”
hanya ingin mengkonsumsi dan saja terabaikan. Inilah menjadi
menghabiskan sumber-sumber tugas kita bersama untuk saling
alam, tanpa berusaha menjaga kelestarian alam dan
mengembalikan kepada alam apa ekosistem di sekitar kita.
yang dirampas daripadanya. 2. Menyadarkan manusia kembali
Sebagian contoh pada “saat ini” bahwa hidup di dunia ini kita tidak
sedang marak-maraknya pencarian sendiri. Kita hidup bersama dengan
dan pengambilan tanaman menjalar makhluk lainnya. Tanpa makhluk
Bajakah yang memang tumbuh di lain itu manusia tidak dapat hidup.
alam bebas suku Dayak di Kita disadarkan bahwa disamping
Kalimantan Tengah ini. Tanaman itu, makhluk hidup juga
jenis ini memang memiliki membutuhkan seperti air, gunung,
kandungan yang berkhasiat untuk udara dan sebagainya. Makna yang
pengobatan berbagai jenis penyakit. terkandung dalam mitologi dan
simbol Batang Haring barangkali
Tititb, I Made. 2003. Teologi Dan Simbol-
bisa menolong kita untuk tidak
Simbol Dalam Agama Hindu.
hanya memusatkan perjuangan kita Surabaya : Paramita.
demi perikemanusiaan tetapi juga
Triguna, IBG, Yuda. 2000. Teori Tentang
belajar hidup dengan Simbol. Denpasar : Yayasan
Widyadharma.
berperikemakhlukan serta
menambah wawasannya menjadi Ukur, Fridolin. 1994. Kebudayaan Dayak
Aktualisasai Dan Transformasi. Jakarta :
lebih luas lagi guna menumbuhkan
LP3S Institute Of Dayakology Research
kecintaannya terhadap sejarah dan And Development Dan PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia.
seni serta budaya suku Dayak
tercinta kita ini. http://lewu-
katingan.blogspot.co.id/2010/08/sekilas-
makna-batang-garing.html
DAFTAR PUSTAKA
http://manggatangutustarung.blogspot.co.i
Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data d/2014/07/batang-garing-dan-
Penelitian Kualitatif proses-kehidupan.html
Pemahaman Filosofis Dan
Metodologis ke Arah http://sangkaicity.blogspot.co.id/2016/02/b
Penguasaan Model Aplikasi. atang-garing-atau-pohon-kehidupan.html
Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada.

Cassirer, Ernst. 1990. Manusia dan


Kebudayaan

Endraswara, S. 2003. Metodologi


Penelitian Kebudayaan. Gadjah
Mada : University Press.

Pranata, dkk. 2007. Hindu Kaharingan Dan


Nilai-Nilai Dalam Panaturan.
Palangkaraya : Sekolah Tinggi
Agama Hindu Negeri Tampung
Penyang.

Riwut, Tjilik.1993. Kalimantan


Membangun Alam Dan
Kebudayaan. Yogyakarta : PT.
Tiara Wacana.

Tim Penyusun. 2005. Panaturan.


Palangkaraya : Sekolah Tinggi
Agama Hindu NEgeri Tampung
Penyang.

S-ar putea să vă placă și