Sunteți pe pagina 1din 24

MAKALAH

KEGAWATDARURATAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TRAUMA VETEBRA

Di Susun Oleh:
KELOMPOK III

1. NOVITA PUTRI NINGSIH


2. RINA HIDAYANTI
3. ROHMATIN LESTARI
4. SIRIL HAYATI
5. SUHERNAN
6. SULASTRI MELIYANA
7. YAN EKA PURWANTI
8. YUYUN WAHYUNINGSIH
9. SELAMET HARIYADI

PROGRAM B STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MATARAM

2017/2018

1
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga kami
dapat meneylesaikan penyusunan makalah ini dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN TRAUMA VETEBRA “ yang diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan
Komunitas “
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, kritik dan saran dari semua pihak
yang bersifat membangun kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.Semoga Allah SWT senantiasa meridhai usaha kita.

Tim Penyusun

2
DAPTAR ISI

COVER ...................................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR ............................................................................................... 2
DAPTAR ISI.............................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 4
A. Latar Belakang ............................................................................................... 4
B. Tujuan ............................................................................................................ 5
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................... 6
A. Definisi Trauma Vetebra................................................................................ 6
B. Pathway Trauma Vetebra ............................................................................... 9
C. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Trauma Vetebra.......................... 13
BAB III PENUTUP ................................................................................................... 23
A. Kesimpulan .................................................................................................... 23
B. Saran .............................................................................................................. 23
DAPTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tulang Belakang (vertebrae) adalah tulang yang memanjang dari leher sampai ke
selangkangan. Tulang vertebrae terdri dari 33 tulang: 7 buah tulang servikal, 12 buah tulang
torakal, 5 buah tulang lumbal, 5 buah tulang sacral. Diskus intervertebrale merupakan
penghubung antara dua korpus vertebrae. Sistem otot ligamentum membentuk jajaran barisan
(aligment) tulang belakang dan memungkinkan mobilitas vertebrae. Di dalam susunan tulang
tersebut terangkai pula rangkaian syaraf-syaraf, yang bila terjadi cedera di tulang belakang maka
akan mempengaruhi syaraf-syaraf tersebut (Mansjoer, Arif, et al. 2000).
Trauma pada tulang belakang (spinal cors injury) adalah cedera yang mengenai servikal,
vertebralis, dan lumbalis dari suatu trauma yang mengenai tulang belakang (Mutttaqin, 2008).
Gambaran klinik tergantung pada lokasi dan besarnya kerusakan yang terjadi.kerusakan
meningitis; lintang memberikan gambaran berupa hilangnya fungsi motorik maupun sensorik
kaudal dari tempat kerusakan disertai shock spinal. Shock spinal terjadi pada kerusakan
mendadak sumsum tulang belakang karena hilangnya rangsang yang berasal dari pusat. Peristiwa
ini umumnya berlangsung selama1-6 minggu, kadang lebih lama.tandanya adalah kelumpuhan
flasid, anastesia, refleksi, hilangnya fersfirasi, gangguan fungsi rectum dan kandung kemih,
triafismus, bradikardia dan hipotensi. Setelah shock spinal pulih kembali, akan terdapat
hiperrefleksi terlihat pula pada tanda gangguan fungsiotonom, berupa kulit kering karena tidak
berkeringat dan hipotensi ortostatik serta gangguan fungsikandung kemih dan gangguan defekasi
(Price &Wilson (1995).
Sindrom sumsum belakang bagian depan menunjukkan kelumpuhan otot lurik dibawah
tempat kerusakan disertai hilangnya rasa nyeri dan suhu pada kedua sisinya, sedangkan rasa raba
dan posisitidak terganggu (Price &Wilson (1995). Cedera sumsum belakang sentral jarang
ditemukan.keadaan ini pada umumnnya terjadi akibat cedera didaerah servikal dan disebabkan
oleh hiperekstensi mendadak sehinnga sumsum belakang terdesak dari dorsal oleh ligamentum
flavum yang terlipat. Cedera tersebut dapat terjadi pada orang yang memikul barang berat diatas
kepala, kemudian terjadi gangguan keseimbangan yang mendadak sehingga beban jatuh dsan
tulang belakang sekonyong-konyong dihiper ekstensi.Gambaran klinik berupa tetraparese parsial.
Gangguan pada ekstremitas atas lebih ringan daripada ekstremitas atas sedangkan daerah perianal

4
tidak terganggu (Aston. J.N, 1998). Kerusaka tulang belakang setinggi vertebra lumbal 1&2
mengakibatkan anaestesia perianal, gangguanfungsi defekasi, miksi, impotensi serta hilangnya
refleks anal dan refleks bulbokafernosa (Aston. J.N,1998).

B. Tujuan
1. Dapat melakukan pengkajian secara langung pada klien Trauma Vetebra
2. Dapat merumuskan masalah dan membuat diagnosa keperawatan pada klien Trauma Vetebra
3. Dapat membuat perencanaan pada klien Trauma Vetebra
4. Mampu melaksanakan tindakan keperwatan pada klien Trauma Vetebra
5. Mampu mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan pada klien pada klien Trauma Vetebra

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI

Tulang Belakang (vertebrae) adalah tulang yang memanjang dari leher sampai ke selangkangan. Tulang
vertebrae terdri dari 33 tulang: 7 buah tulang servikal, 12 buah tulang torakal, 5 buah tulang lumbal, 5
buah tulang sacral. Diskus intervertebrale merupakan penghubung antara dua korpus vertebrae. Sistem
otot ligamentum membentuk jajaran barisan (aligment) tulang belakang dan memungkinkan mobilitas
vertebrae. Di dalam susunan tulang tersebut terangkai pula rangkaian syaraf-syaraf, yang bila terjadi
cedera di tulang belakang maka akan mempengaruhi syaraf-syaraf tersebut (Mansjoer, Arif, et al. 2000).

Trauma pada tulang belakang (spinal cors injury) adalah cedera yang mengenai servikal, vertebralis, dan
lumbalis dari suatu trauma yang mengenai tulang belakang (Mutttaqin, 2008).

B. ETIOLOGI
1. Kecelakaan lalu lintas
2. Kompresi atau tekanan pada tulang belakang akibat jatuh dari ketinggian
3. Kecelakaan sebab olah raga (penunggang kuda, pemain sepak bola, penyelam, dll)
4. Luka jejas, tajam, tembak pada daerah vertebra
5. Gangguan spinal bawaan atau cacat sejak kecil atau kondisi patologis yang menimbulkan
penyakit tulang atau melemahnya tulang.(Harsono, 2000).

C. PATOFISIOLOGI

Tulang belakang yang mengalami gangguan trauma (kecelakaan mobil, jatuh dari ketinggian,
cederaolahraga, dll) atau penyakit (Transverse Myelitis, Polio, Spina Bifida, Friedreich dari ataxia, dll)
dapat menyebabkan kerusakan pada medulla spinalis, tetapi lesi traumatic pada medulla spinalis tidak
selalu terjadi karena fraktur dan dislokasi. Efek trauma yang tidak langsung bersangkutan tetapi dapat
menimbulkan lesi pada medulla spinalis disebut “whiplash”/trauma indirek. Whiplash adalah gerakan
dorsapleksi dan anterofleksi berlebihan dari tulang belakang secara cepat dan mendadak. Trauma
whiplash terjadi pada tulang belakang bagian servikalis bawah maupun torakalis bawah misal; pada
waktu duduk dikendaraan yang sedang berjalan cepat kemudian berhenti secara mendadak, atau pada

6
waktu terjun dari jarak tinggi. Menyelam yang dapat mengaibatkan paraplegia.
Trauma tidak langsung dari tulang belakang berupa hiperekstensi, hiperfleksi, tekanan vertical
(terutamapada T.12sampai L.2), rotasi. Kerusakan yang dialami medulla spinalis dapat bersifat sementara
atau menetap. Akibat trauma terhadap tulang belakang, medula spinalis dapat tidak berfungsi untuk
sementara (komosio medulla spinalis), tetapi dapat sembuh kembali dalam beberapa hari. Gejala yang
ditimbulkan adalah berupa oedema, perdarahan peri vaskuler dan infark disekitar pembuluh darah. Pada
kerusakan medulla spinalis yang menetap, secara makroskopis kelainannya dapat terlihat dan terjadi lesi,
contusio, laserasio dan pembengkakan daerah tertentu di medulla spinalis. Laserasi medulla spinalis
merupakan lesi berat akibat trauma tulang belakang secara langsung karena tertutup atau peluru yang
dapat mematahkan /menggeserkan ruas tulang belakang (fraktur dandislokasi) Lesi transversa medulla
spinalis tergantung pada segmen yang terkena (segmen transversa, hemitransversa, kuadran transversa).
Hematomielia adalah perdarahan dalam medulla spinalis yang berbentuk lonjong dan bertempat
disubstansia grisea. Trauma ini bersifat “whiplash “ yaitu jatuh dari jarak tinggi dengan sifat badan
berdiri, jatuh terduduk, terdampar eksplosi atau fraktur dislokasio. Kompresi medulla spinalis terjadi
karena dislokasi, medulla spinalis dapat terjepit oleh penyempitan kanalis vertebralis.Suatu segmen
medulla spinalis dapat tertekan oleh hematoma ekstra meduler traumatic dan dapat juga tertekan oleh
kepingan tulang yang patah yang terselip diantara duramater dan kolumna vertebralis. Gejala yang
didapat sama dengan sindroma kompresi medulla spinalis akibat tumor, kista dan abses didalam kanalis
vertebralis. Akibat hiperekstensi dislokasio, fraktur dan whislap radiks saraf spinalis dapat tertarik dan
mengalami jejas/reksis. Pada trauma whislap, radiks colmna 5-7 dapat mengalami hal demikian, dan
gejala yangterjadi adalah nyeri radikuler spontan yang bersifat hiperpatia, gambaran tersebut disebut
hematorasis atau neuralgia radikularis traumatik yang reversible. Jika radiks terputus akibat trauma tulang
belakang, maka gejala defisit sensorik dan motorik yang terlihat adalah radikuler dengan terputusnya
arteriradikuler terutama radiks T.8 atau T.9 yang akan menimbulkan defisit sensorik motorik pada
dermatome dan miotoma yang bersangkutan dan sindroma sistema aaanastomosis anterial anterior spinal.

D. MANIFESTASI KLINIS

Gambaran klinik tergantung pada lokasi dan besarnya kerusakan yang terjadi.kerusakan meningitis;
lintang memberikan gambaran berupa hilangnya fungsi motorik maupun sensorik kaudal dari tempat
kerusakan disertai shock spinal. Shock spinal terjadi pada kerusakan mendadak sumsum tulang belakang
karena hilangnya rangsang yang berasal dari pusat. Peristiwa ini umumnya berlangsung selama1-6
minggu, kadang lebih lama.tandanya adalah kelumpuhan flasid, anastesia, refleksi, hilangnya fersfirasi,
gangguan fungsi rectum dan kandung kemih, triafismus, bradikardia dan hipotensi. Setelah shock spinal

7
pulih kembali, akan terdapat hiperrefleksi terlihat pula pada tanda gangguan fungsiotonom, berupa kulit
kering karena tidak berkeringat dan hipotensi ortostatik serta gangguan fungsikandung kemih dan
gangguan defekasi (Price &Wilson (1995).
Sindrom sumsum belakang bagian depan menunjukkan kelumpuhan otot lurik dibawah tempat kerusakan
disertai hilangnya rasa nyeri dan suhu pada kedua sisinya, sedangkan rasa raba dan posisitidak terganggu
(Price &Wilson (1995). Cedera sumsum belakang sentral jarang ditemukan.keadaan ini pada umumnnya
terjadi akibat cedera didaerah servikal dan disebabkan oleh hiperekstensi mendadak sehinnga sumsum
belakang terdesak dari dorsal oleh ligamentum flavum yang terlipat. Cedera tersebut dapat terjadi pada
orang yang memikul barang berat diatas kepala, kemudian terjadi gangguan keseimbangan yang
mendadak sehingga beban jatuh dsan tulang belakang sekonyong-konyong dihiper ekstensi.Gambaran
klinik berupa tetraparese parsial. Gangguan pada ekstremitas atas lebih ringan daripada ekstremitas atas
sedangkan daerah perianal tidak terganggu (Aston. J.N, 1998). Kerusaka tulang belakang setinggi
vertebra lumbal 1&2 mengakibatkan anaestesia perianal, gangguanfungsi defekasi, miksi, impotensi serta
hilangnya refleks anal dan refleks bulbokafernosa (Aston. J.N,1998).

8
E. PATHWAY

9
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Sinar x spinal : menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur atau dislok)
b. CT scan : untuk menentukan tempat luka/jejas
c. MRI : untuk mengidentifikasi kerusakan syaraf spinal
d. Foto rongent thorak : mengetahui keadaan paru
e. AGD : menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi(Tucker,Susan Martin . 1998)

H. PEMERIKSAAN MEDIS

Pembagian trauma atau fraktur tulang belakang secara umum :

1. Fraktur Stabila. Fraktur wedging sederhana (Simple wedges fraktur)b. Burst frakturc. Extension
2. Fraktur tak stabil
a. Dislokasi
b. Fraktur dislokasi
c. Shearing frakturFraktur tulang belakang terjadi karena trauma kompresi axial pada waktu
tulang belakang tegak.Menurut percobaan beban seberat 315 kg atau 1,03 kg per mm2 dapat
mengakibatkan fraktur tulang belakang. Daerah yang paling sering kena adalah daerah yang
mobil yaitu VC4.6 dan Th12-Lt-2.

Perawatan:

1. Faktur stabil (tanpa kelainan neorologis) maka dengan istirahat saja penderita akan sembuh.
2. Fraktur dengan kelainan neorologis.Fase Akut (0-6 minggu)
a. Live saving dan kontrol vital sign
b. Perawatan trauma penyerta
- Fraktur tulang panjang dan fiksasi interna.
- Perawatan trauma lainnya.
c. Fraktur/Lesi pada vertebra
3. Konservatif (postural reduction) (reposisi sendiri)
Tidur telentang alas yang keras, posisi diubah tiap 2 jam mencegah dekubitus, terutama
simplekompressi.

10
4. Operatif
Pada fraktur tak stabil terdapat kontroversi antara konservatif dan operatif. Jika dilakukan
operasi harusdalam waktu 6-12 jam pertama dengan cara:
a. Laminektomi mengangkat lamina untuk memanjakan elemen neural pada kanalis
spinalis, menghilangkan kompresimedulla dan radiks.
b. fiksasi interna dengan kawat atau plate
c. anterior fusion atau post spinal fusio
5. Perawatan status urologi
Pada status urologis dinilai tipe kerusakan sarafnya apakah supra nuldear (reflek bladder)
dan infranuklear (paralitik bladder) atau campuran. Pada fase akut dipasang keteter dan kemudian
secepatnya dilakukan bladder training dengan cara penderita disuruh minum segelas air tiap jam
sehingga buli-buli berisi tetapi masih kurang 400 cc. Diharapkan dengan cara ini tidak terjadi
pengkerutan buli-buli dan reflek detrusor dapat kembali. Miksi dapat juga dirangsang dengan
jalan:
a. Mengetok-ngetok perut (abdominal tapping)
b. Manuver crede
c. Ransangan sensorik dan bagian dalam paha
d. Gravitasi/ mengubah posisi
6. Perawatan dekubitus dalam perawatan
Komplikasi ini sering ditemui yang terjadi karena berkurangnya vaskularisasi didaerah
tersebut. Penanganan Cedera Akut Tanpa Gangguan Neorologis. Penderita dengan diagnose
cervical sprain derajat I dan II yang sering karena “wishplash Injury” yang dengan foto AP tidak
tampak kelainan sebaiknya dilakukan pemasangan culiur brace untuk 6 minggu.Selanjutnya
sesudah 3-6 minggu post trauma dibuat foto untuk melihat adanya chronik instability.

Kriteria radiologis untuk melihat adanya instability adalah:

1. Dislokasi feset >50%


2. Loss of paralelisine dan feset.
3. Vertebral body angle > 11 derajat path fleksi.
4. ADI (atlanto dental interval) melebar 3,5-5 mm (dewasa- anak)
5. Pelebaran body mas CI terhadap corpus cervical II (axis) > 7 mm
pada foto APPada dasarnya bila terdapat dislokasi sebaiknya dikerjakan emergensi closed
reduction dengan atau tanpa anestesi. Sebaiknya tanpa anestesi karena masih ada kontrol dan otot
leher. Harus diingat bahwareposisi pada cervical adalah mengembalikan keposisi anatomis

11
secepat mungkin untuk mencegahkerusakan spinal cord. Penanganan Cedera dengan Gangguan
Neorologis. Patah tulang belakang dengan gangguan neorologis komplit, tindakan pembedahan
terutama ditujukan untuk memudahkan perawatan dengan tujuan supaya dapat segera di
imobilisasikan. Pembedahan dikerjakan jika keadaan umum penderita sudah baik lebih kurang
24-48 jam. Tindakan pembedahan setelah 6-8 jam akan memperjelek defisit neorologis karena
dalam 24 jam pertama pengaruh hemodinamik pada spinal masih sangat tidak stabil. Prognosa
pasca bedah tergantung komplit atau tidaknya transeksi medula spinalis.

I. KOMPLIKASI

(Mansjoer, Arif, et al. 2000).

1. Syok hipovolemik akibat perdarahan dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak
sehinggaterjadi kehilangan darah dalam jumlah besar akibat trauma.
2. Mal union, gerakan ujung patahan akibat imobilisasi yang jelek menyebabkan mal union, sebab-
sebab lainnya adalah infeksi dari jaringan lunak yang terjepit diantara fragmen tulang, akhirnya
ujung patahandapat saling beradaptasi dan membentuk sendi palsu dengan sedikit gerakan (non
union).
3. Non union adalah jika tulang tidak menyambung dalam waktu 20 minggu. Hal ini diakibatkan
olehreduksi yang kurang memadai.
4. Delayed union adalah penyembuhan fraktur yang terus berlangsung dalam waktu lama dari
prosespenyembuhan fraktur
5. tromboemboli, infeksi, kaogulopati intravaskuler diseminata (KID). Infeksi terjadi karena
adanyakontaminasi kuman pada fraktur terbuka atau pada saat pembedahan dan mungkin pula
disebabkanoleh pemasangan alat seperti plate, paku pada fraktur.
6. Emboli lemak
7. Saat fraktur, globula lemak masuk ke dalam darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi
dari tekanan kapiler. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit dan membentuk emboli
yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil, yang memasok ke otak, paru, ginjal, dan organ
lain.
8. Sindrom Kompartemen Masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang
dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Berakibat kehilangan fungsi ekstermitas permanen jika
tidak ditangani segera.

12
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Data dasar pengkajian pasien tergantung tipe,lokasi dan keparahan cedera dan mungkin
di persulit oleh cedera tambahan pada organ vital

Initial assement dilakukan terlebih dahulu.

Jika terjadi trauma yang menyebabkan henti jantung gunakan metode CAB (Circulation,
Airway, Breathing) serta kaji kondisi neurologis (Disability) Exposure dan gunakan AED, untuk
pengkajian dan pertahankan pada pasien mengalami penurunan kesadaran dapat menggunakan
metode A,B,C,D,E (Airway, breating, circulation, disability, exposure) saat primary survey dan
dilanjutkan dengan secondary survey (anamneses lengkap memvalidasi data primary survey dan
AMPLE (Alergi, Medikasi, Penyakit penyerta, Last meal, Event), pemeriksaan head to toe dan
pemeriksaan tambahan (darah,CTscan, thorax, EKG)

1. Data identitas pasien.


2. Data dasar temuan pada pasien trauma facial :

a. Aktifitas dan istirahat


Gejala : merasa lemah,lelah,kaku hilang keseimbangan

Tanda : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, ataksia cara berjalan tidak tegap,
masalah dlm keseimbangan, cedera/trauma ortopedi, kehilangan tonus otot.

b. Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah atau normal, Perubahan frekuensi jantung (bradikardia,
takikardia yang diselingi bradikardia disritmia)

c. Integritas ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian

Tanda :Cemas,mudah tersinggung,delirium,agitasi,bingung,depresi

d. Eliminasi
Gejala : Inkontensia kandung kemih/usus mengalami gangguan fungsi

13
e. Makanan/cairan
Gejala : mual,muntah dan mengalami perubahan selera

Tanda : muntah,gangguan menelan

f. Neurosensori
Gejala :Kehilangan kesadaran sementara,amnesia seputar kejadian, vertigo,
sinkope,tinitus,kehilangan pendengaran, Perubahan dalam penglihatan seperti ketajamannya,
diplopia, kehilangan sebagain lapang pandang, gangguan pengecapan dan penciuman

Tanda : Perubahan kesadran bisa sampai koma, perubahan status mental, perubahan pupil,
kehilangan penginderaan, wajah tdk simetris, genggaman lemah tidak seimbang, kehilangan
sensasi sebagian tubuh

g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yg berbeda biasanya lama

Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri, nyeri yang
hebat,merintih

h. Pernafasan
Tanda : Perubahan pola nafas, nafas berbunyi, stridor, tersedak,ronkhi,mengi,
takepnea,dangkal. Cepat pernafasan keras.

i. Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan

Tanda : Fraktur/dislokasi,gangguan penglihatan

j. Kulit : laserasi,abrasi,perubahan warna,tanda batle disekitar telinga,adanya aliran cairan dari


telinga atau hidung
k. Gangguan kognitif
l. Gangguan rentang gerak
m. Demam
3. Pola kebiasaan sehari-hari:
a. Eliminasi : inkontenensia defekasi dan berkemih, retensi urine, distensi perut, peristaltik usus
hilang, melena emesis berwarna seperti kopi atau tanah/hemaetemesis.
b. Nutrisi : mengalami distensi perut, peristaltik usus hilang

14
c. Tidur/istirahat : terganggu yaitu kurang dari 7-8 jam perhari karna trauma
dan adanya kompresi syaraf
d. Aktivitas dan latihan : terganggu, karna terjadi kelumpuhan otot
(terjadi kelemahan selama syok spinal) pada atau dibawah lesi.

B. DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN


Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul (Carpenito (2000), Doenges at al (2000))
1. Pola napas tidak efektif b.d kelumpuhan otot diafragma
2. Penurunan perfusi jaringan perifer b.d penekan syaraf dan pembuluh darah
3. Kerusakan mobilitas fisik b.d kelumpuhan
4. Nyeri akut b.d adanya cedera
5. Konstipasi b.d gangguan persarafan pada usus dan rectum.

C. INTERVERENSI
1. Ketidak efektifan pola nafas
Defenisi: inspirasi dan/ekspirasi yang tidak member ventilasi
Batasan karakteristik:
- Perubahan kedalaman pernafasan
- Perubahan ekskurasi dada
- Mengambil posisi tiga titik
- Bradipneu
- Penurunan tekanan ekspirasi
- Penurunan ventilasi semenit
- Penurunan kapasitas vital
- Dipneu
- Peningkatan diameter anterior posterior
- Pernafasan cuping hidung
- Ortopneu
- Fase ekspirasi memanjang
- Pernafasan bibir
- Takipneu
- Penggunaan otot aksesorios untuk bernafas

15
Faktor yang berhubungan:
- Ansietas
- Posisi tubuh
- Deformitas dinding dada
- Keletihan
- Hiperventilasi- Sindrom hipoventilasi
- Gangguan muskuloskleta
- Kerusakan neurologis
- Imaturitas neurologis
- Disfungsi neuromuscular
- Obesitas
- Nyeri
Resipiratory status: ventilation
Respiratory status : airway patency
Vital sign status
Kriteria hasil:
Mendemonstrasikan batuk efektif, suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis Dan dypsnu
(mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah.)
Menunjukkan jalan nafas yang adekuat (klien tidak merasa tercekik, irama nafs, frekuensi
pernafasan dalam batas normal, tidak ada suara nafas abnormal)
Tanda-tanda vital dalam rentang normal, (tekanan darah, nadi, pernafasan) Airway
management.
- Buka jalan nafas gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
- Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
- Identivikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
- Pasang mayo bial perlu
- Keluarkan secret dengan batuk atau suction
- Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
- Lakukan suction pada mayo
- Berikan bronkodilator bila perlu
- Berikan pelembab udara kassa basah Nacl lembab
- Atur intake untuk cairan mengobtimalkan keseimbangan
- Monitor respirasi dan status O2
- Bersihkan hidung, mulut, trakea dan secretcs.

16
- Pertahankan jalan nafas yang paten
- Atur peralatan oksigen
- Monitor aliran oksigen
- Pertahankan posisi pasien
- Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi
- Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
- Vital sign monitoring Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
- Catat adanya flugtuasi tekanan darah
- Monitor VS saat pasien berbaring

2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer


Penurunan sirkulasi darah ke perifer yang dapat mengganggu kesehatan
a. Batasan Karakteristik :
Tidak ada nadi, Perubahan fungsi motorik, Perubahan karakteristik kulit (warna,
elastisitas, rambut, kelembapan, kuku, sensasi, suhu), Indek ankle-brakhial <0,90,
Perubahan tekanan darah diekstremitas, Waktu pengisian kapiler > 3 detik, Klaudikasi,
Warna tidak kembali ketungkai saat tungkai diturunkan, Kelambatan penyembuhan luka
perifer, Penurunan nadi, Edema, Nyeri ekstremitas, Bruit femoral, Pemendekan jarak
total yang ditempuh dalam uji berjalan 6 menit, Pemendekan jarak bebas nyeri yang
ditempuh dalam uji berjalan 6 menit, Perestesia, Warna kulit pucat saat elevasi
b. NOC :
- Circulation status
- Tissue Perfusion : cerebral
c. Kriteria Hasil :
Mendemonstrasikan status sirkulasi yang ditandai dengan :
- Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan
- Tidak ada ortostatik hipertensi
- Tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial (tidak lebih dari 15 mmHg)
Mendemonstrasikan, kemampuan kognitif yang ditandai dengan :
- Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan
- Menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi
- Memproses informasi
- Membuat keputusan dengan benarMenunjukkan fungsi sensori motori cranial yang utuh :
tingkat kesadaran membaik tidak ada gerakan gerakan involunter

17
d. NIC
Peripheral Sensation Management (Manajemen sensasi perifer)
- Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas/dingin/tajam/tumpul
- Monitor adanya paretese
- lnstruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada isi atau laserasi
- Gunakan sarung tangan untuk proteksi
- Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
- Monitor kemampuan BAB
- Kolaborasi pemberian analgetik
- Monitor adanya tromboplebitis
- Diskusikan menganai penyebab perubahan sensasi.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan:
Gangguan metabolisme sel, Keterlembatan perkembangan
a. Pengobatan
- Kurang support lingkungan
- Keterbatasan ketahan kardiovaskuler
- Kehilangan integritas struktur tulang
- Terapi pembatasan gerak
- Kurang pengetahuan tentang kegunaan pergerakan fisik
- Indeks massa tubuh diatas 75 tahun percentil sesuai dengan usia
- Kerusakan persepsi sensori
- Tidak nyaman, nyeri
- Kerusakan muskuloskeletal dan neuromuskuler
- Intoleransi aktivitas/penurunan kekuatan dan stamina
- Depresi mood atau cemas
- Keterbatasan motorik kasar dan halus
- Keterbatasan ROM
- Gerakan disertai nafas pendek atau tremor
b. kriteria hasil:
- Klien meningkat dalam aktivitas fisik
- Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
- Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan
berpindah
- Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker)

18
c. NIC :
Exercise therapy : ambulation
- Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan
- Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan
kebutuhan
- Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera
- Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi
- Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
- Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai
kemampuan
- Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs
ps.
- Berikan alat Bantu jika klien memerlukan
- Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan
4. Nyeri akut berhubungan dengan:
Agen injury (biologi, kimia, fisik psikologis) kerusakan jaringan\
a. DS:
- Laporan secara perbal
b. DO:
- Posisi untuk menahan nyeri
- Tingkah laku berhati- hati
- Gangguan tidur/mata sayu,tanpak capek sulit atau gerakan kacau menyaringai
- Terfokus pada diri sendiri
- Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu kerusakan proses berfikir,
penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan)
- Tingkah laku distraksi contoh: jalan-jalan menemui orang lain dan/ aktifitas,
aktivitas berulang ulang
- Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan darah, perubahan nafas,
nadi dan dilatasi pupil)
- Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dari rentang lemah ke kaku)
- Tingkah laku ekspresisf
(contoh: gelisah, merintis, menangis waspada iritabel, nafas panjang/berkeluh
kesah) perubahan dalam nafsu makan dan minum

19
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama pasien tidak mengalami nyeri,
dengan kriteria hasil :
- Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik
non farmakologi untuk mengurangi nyeri mencari bantuan
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
- Mampu mengenali nyeri (sklala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri
- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
- Tanda vital dalam rentang normal
- Tidak mengalami gangguan tidur
c. Intervensi :
- Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif, termasuk lokasi, karakteristik,
lokasi, durasi kwalitas dan faktor presipitasi
- Observasi reaksi non verbal dari ketidak nyamanan
- Bantu pasien dan keluarga untuk mencapai dan menemukan dukungan
- kontrol lingkungan yang dapt mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan
pencahayaan dan kebisingan
- kurangi faktor presipitasi nyeri
- kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
- ajarkan tentang tekhnik non farmakologi napas dalam, relaksasi, distraksi,
kompres hangat/dingin.
- Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
- Tingkatkan istirahat
- Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebabnyeri, berapa lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi ketidak nyamanan dari prosedur
- Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
5. Konstipasi
penurunan pada frekuensi normal defakasi yang disertai oleh kesulitan atau pengeluaran tidak
lengkap feses/pengeluaran fesesyang kering, keras dan banyak batasan karakteristik :
- Nyeri abdomen
- Nyeri tekan abdomen dengan teraba resistensi otot
- Anoreksia
- Penampilan tidak khas pada lansia (mis: perubahan pada status mental,
inkontinensia urunarius, jatuh yang tidak penyebabnya, peningkatan suhu tubuh)
- Borbogirigmi

20
- Darah merah pada feses
- Perubahan pada pola defekasi
- Penurunan volume feses
- Distensi abdomen
- Rasa rectal penuh
- Rasa tekanan rectal
- Keletihan umum
- Feses keras dan berbentuk
- Sakit kepala
- Bising usus hiperaktif
- Bising usus hipoaktif
- Peningkatan tekanan abdomen
Kriteria hasil:
Mempertahankan bentuk feses lunak setiap 1-3 hari, Bebas dari ketidak nyamanan dan konstipasi,
Mengidentifikasi indicator untuk mencegah konstipasi, Feses lunak dan berbentuk
Constipation/impaction managemen, Monitoring tanda dan gejala konstipasi, Monitor bising usus
Intervensi :
- Monitor feses: frekuensi, konstipasi Dan volume
- Konsultasi dengan docter tentang penurunan dan peningkatan bising usus
- Monitor tanda dan gejala rupture usus/peritonitis
- Jelaskan etiologi dan rasionalisasi tindakan terhadap pasien
- Identivikasi faktor penyebab dan kontribusi konstipasi
- Dukung intake cairan
- Kolaborasi pemberian laksatif
- Pantau tanda-tanda dan gejala impaksi
- Memantau gerakan usus, termasuk konsistensi frekuensi, bentuk, volume dan
warna
- Memantau bising usus
- Konsultasikan dengan dokter tentang penurunan/kenaikan frekuensi bising usus
- Pantau tanda-tanda dan gejala pecahnya usus dan/ peritonitis
- Jelaskan etiologi masalah dan pemikiran untuk tindakan untuk pasien
- Menyusun jadwal ketoilet
- Mendorong peningkatan asupan

21
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Tulang Belakang (vertebrae) adalah tulang yang memanjang dari leher sampai ke
selangkangan. Tulang vertebrae terdri dari 33 tulang: 7 buah tulang servikal, 12 buah
tulang torakal, 5 buah tulang lumbal, 5 buah tulang sacral. Diskus intervertebrale
merupakan penghubung antara dua korpus vertebrae. Sistem otot ligamentum membentuk
jajaran barisan (aligment) tulang belakang dan memungkinkan mobilitas vertebrae. Di
dalam susunan tulang tersebut terangkai pula rangkaian syaraf-syaraf, yang bila terjadi
cedera di tulang belakang maka akan mempengaruhi syaraf-syaraf tersebut (Mansjoer,
Arif, et al. 2000).
Trauma pada tulang belakang (spinal cors injury) adalah cedera yang mengenai
servikal, vertebralis, dan lumbalis dari suatu trauma yang mengenai tulang belakang
(Mutttaqin, 2008).
Gambaran klinik tergantung pada lokasi dan besarnya kerusakan yang
terjadi.kerusakan meningitis; lintang memberikan gambaran berupa hilangnya fungsi
motorik maupun sensorik kaudal dari tempat kerusakan disertai shock spinal. Shock
spinal terjadi pada kerusakan mendadak sumsum tulang belakang karena hilangnya
rangsang yang berasal dari pusat. Peristiwa ini umumnya berlangsung selama1-6 minggu,
kadang lebih lama.tandanya adalah kelumpuhan flasid, anastesia, refleksi, hilangnya
fersfirasi, gangguan fungsi rectum dan kandung kemih, triafismus, bradikardia dan
hipotensi. Setelah shock spinal pulih kembali, akan terdapat hiperrefleksi terlihat pula
pada tanda gangguan fungsiotonom, berupa kulit kering karena tidak berkeringat dan
hipotensi ortostatik serta gangguan fungsikandung kemih dan gangguan defekasi (Price
&Wilson (1995).

B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini juga penulis menyadari bahwa dalam pembuatan
makalah masi terdapat banyak kesalahan, kekurangan serta kejanggalan baik dalam
penulisan maupun dalam pengonsepan materi. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun agar kedepan lebih baik dan penulis berharap kepada

22
semua pmbaca mahasiswa khususnya, untuk lebih ditingkatkan dalam pembuatan
makalah yang akan dating.

23
DAFTAR PUSTAKA

Hudak and Gallo, (1994), Critical Care Nursing, A Holistic Approach, JB Lippincott company, Philadelpia.
Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, EGC, Jakarta.
Reksoprodjo Soelarto, (1995), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa Aksara, Jakarta.
Suddarth Doris Smith, (1991), The lippincott Manual of Nursing Practice, fifth edition, JB Lippincott Company,
Philadelphia.

Sjamsuhidajat. R (1997), Buku ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta

24

S-ar putea să vă placă și