Sunteți pe pagina 1din 4

Pengusaha Kena Pajak

Pendahuluan

Pelaksanaan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia dikenal dengan


istilah Withholding Tax. Dalam hal ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai otorisator
pemungutan pajak di Indonesia mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada pihak ketiga
untuk mengemban tugas dalam pelaksanaan teknis pemungutan pajak yang terkait dengan
adanya suatu transaksi maupun penghasilan yang diterima oleh pembayar pajak yang
sesungguhnya dengan dan/atau dari pihak ketiga sebagai mitra DJP dalam pemungutan pajak.
Salah satu pihak ketiga yang mendapatkan tugas untuk memungut pajak yakni Pengusaha
Kena Pajak (PKP).
Pengukuhan PKP erat kaitannya dengan kewajiban Wajib Pajak di bidang Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Sebagai subjek pajak PPN,
Pengusaha yang mendaftar diri menjadi PKP mendapatkan kewajiban dan hak dalam hal
pemenuhan perpajakan.

Definisi Pengusaha
Definisi pengusaha menurut kamus besar bahasa ndonesia adalah orang yg mengusahakan
(perdagangan, industri, dsb); orang yg berusaha dl bidang perdagangan; saudagar; usahawan.
Sedangkan definisi Pengusaha menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42
Tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (UU
PPN) adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang melakukan usaha
perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan
usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.

Definisi Pengusaha Kena Pajak


Di dalam Pasal 1 UU PPN, Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak
berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang
batasannya ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang
memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Yang Wajib Dikukuhkan Sebagai PKP


Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau penyerahan Jasa
Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean dan/atau melakukan ekspor BKP, JKP, dan/atau
ekspor BKP Tidak Berwujud diwajibkan melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
PKP.

Pengusaha Kecil diperkenankan untuk memilih dikukuhkan menjadi PKP. Apabila pengusaha
kecil memilih menjadi PKP, UU PPN juga berlaku sepenuhnya bagi pengusaha kecil tersebut.
Namun bagi Orang Pribadi atau Badan (bukan PKP) yang memanfaatkan BKP Tidak
Berwujud dari Luar Daerah Pabean, dan memanfaatkan JKP dari Luar Daerah Pabean, wajib
memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang dengan menggunakan lembar
ketiga Surat Setoran Pajak (SSP) ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang wilayahnya meliputi
tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan tersebut paling lama akhir bulan
berikutnya setelah saat terutangnya pajak.
Pengusaha Kecil

Pengertian Pengusaha Kecil


Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 197/PMK.03/2013 yang berlaku efektif
sejak 1 Januari 2014, Pengusaha kecil merupakan pengusaha yang selama 1 (satu) tahun buku
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah
peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar
delapan ratus juta rupiah). Peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto sebagaimana dimaksud
adalah jumlah keseluruhan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang
dilakukan oleh pengusaha dalam rangka kegiatan usahanya.

Penyerahan yang Dilakukan oleh Pengusaha Kecil


Atas penyerahan BKP dan atau JKP yang dilakukan oleh Pengusaha Kecil tidak dikenakan
PPN, kecuali jika Pengusaha Kecil tersebut memilih untuk dikukuhkan menjadi PKP.
Pengusaha Kecil diperkenankan untuk memilih dikukuhkan menjadi PKP. Pengusaha Kecil
yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP wajib melaksanakan ketentuan sebagaimana
diwajibkan terhadap PKP pada umumnya. Ketentuan tidak dikenakan PPN tidak berlaku
apabila Pengusaha Kecil memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP.

Pengusaha yang Wajib Mendaftarkan Diri untuk Dikukuhkan sebagai PKP


Pengusaha kecil yang omsetnya telah melampaui batasan peredaran bruto (omzet) Rp 4,8
miliar sampai dengan suatu bulan dalam satu tahun buku, wajib melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan menjadi PKP paling lama akhir bulan berikutnya setelah bulan saat jumlah
peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar
delapan ratus juta rupiah).

Contoh :
Bapak Meidi terdaftar di KPP Jakarta Kebayoran Baru Dua memiliki toko onderdil mobil di
Pusat Onderdil Fatmawati, omset bulan Januari s.d. April 2014 mencapai Rp 4,5 miliar.
Sementara omset bulan Mei 2014 adalah Rp 400 Juta. Dengan demikian, batasan Pengusaha
Kecil telah terlampaui pada bulan Mei 2014, sehingga Bapak Meidi harus segera melaporkan
usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP kepada KPP Jakarta Kebayoran Baru Dua selambat-
lambatnya 30 Juni 2014.

Pengusaha yang Telah Melampaui Batasan Omset Rp 4,8 miliar Tetapi Tidak
Melaporkan Usahanya untuk Dikukuhkan sebagai PKP
Pengusaha kecil yang telah melampaui batasan omset Rp 4,8 miliar dapat dikukuhkan secara
jabatan, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau surat
tagihan pajak untuk Masa Pajak sebelum pengusaha dikukuhkan secara jabatan sebagai
Pengusaha Kena Pajak, terhitung sejak saat jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan
brutonya melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).

Contoh:
Jika Bapak Meidi (seperti contoh diatas) tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan
sebagai PKP ke KPP Jakarta Kebayoran Baru Dua dan berdasarkan hasil ekstensifikasi pada
bulan Desember 2014 diketahui bahwa batasan Pengusaha Kecil telah terlampaui pada bulan
Mei 2014. Maka saat pengukuhan sebagai PKP terhitung sejak bulan Mei 2014 dan atas PPN
terutang bulan Mei s.d. Nopember 2014 beserta sanksi bunga 2 % sebulan dari PPN
terhutang.

Hak dan Kewajiban PKP


Pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP di dalam Daerah
Pabean dan/atau melakukan ekspor BKP Berwujud, ekspor JKP, dan/atau ekspor BKP Tidak
Berwujud diwajibkan:

1. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP;


2. Memungut pajak yang terutang;
3. Menyetorkan PPN yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih besar
dari Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, serta menyetorkan PPnBM yang terutang;
dan
4. Melaporkan penghitungan pajak dalam SPT Masa PPN.

Kewajiban untuk memungut, menyetorkan dan melaporkan PPN dan PPnBM yang terhutang
dimulai sejak saat pengukuhan sebagai PKP.

Hak yang diperoleh jika telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak adalah:
a. Pengkreditan Pajak Masukan atas perolehan BKP/JKP;
Pajak Masukan adalah PPN yang sudah dibayar oleh PKP karena memperoleh atau membeli
BKP dan/atau JKP. Kemudian Pajak Masukan tersebut dapat berfungsi menjadi kredit atau
pengurang pajak keluaran apabila PKP menjual barang. Pajak keluaran adalah PPN yang
dipungut oleh PKP saat melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP.
b. Restitusi atau kompensasi atas kelebihan PPN. Apabila Pajak Masukan lebih besar daripada
Pajak Keluaran, maka PKP dapat mengajukan restitusi atau kompensasi. Restitusi adalah
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, selain restitusi PKP dapat melakukan
kompensasi kelebihan Pajak Masukan untuk masa pajak berikutnya.
Referensi :

1. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-


Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.03/2010 tentang Tata Cara
Penghitungan, Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Atas
Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud Dan/Atau Jasa Kena Pajak Dari
Luar Daerah Pabean.
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha
Kecil Pajak Pertambahan Nilai.
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK.03/2013 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha
Kecil Pajak Pertambahan Nilai.
5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 38/PJ/2013 tentang Perubahan atas
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2013 tentang Tata Cara
Pendaftaran dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, Pelaporan Usaha dan
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan
Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, serta Perubahan Data dan
Pemindahan Wajib Pajak;
6. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 12/PJ/2014 tentang Tata Cara
Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak Secara Jabatan atas Pengusaha Kecil
Pajak Pertambahan Nilai Tahun 2014
7. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-33/PJ.51/2003 tentang Penyampaian Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 571/KMK.03/2003 tentang Perubahan atas Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 552/KMK.04/2000 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak
Pertambahan Nilai.
8. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-17/PJ.52/2005 tentang petunjuk
Pelaksanaan Pencabutan Secara Jabatan Pengukuhan Sebagai Pengusaha Kena Pajak
Yang Tidak Memenuhi Syarat Lagi Sebagai Pengusaha Kena Pajak.

S-ar putea să vă placă și