Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
Pengertian
• Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat kekurangan kalori yang
berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan mengurusnya lemak
bawah kulit dan otot. (Dorland, 1998:649).
• Marasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori protein. (Suriadi,
2001:196).
Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak cukup
atau higiene kurang. Sinonim marasmus diterapkan pada pola penyakit klinis yang menekankan
satu ayau lebih tanda defisiensi protein dan kalori. (Nelson, 1999:212).
• Zat gizi adalah zat yang diperoleh dari makanan dan digunakan oleh tubuh untuk pertumbuhan,
pertahanan dan atau perbaikan. Zat gizi dikelompokkan menjadi karbohidrat, lemak, protein,
vitamin, mineral dan air. (Arisman, 2004:157).
• Energi yang diperoleh oleh tubuh bukan hanya diperoleh dari proses katabolisme zat gizi yang
tersimpan dalam tubuh, tetapi juga berasal dari energi yang terkandung dalam makanan yang kita
konsumsi.
• Fungsi utama karbohidrat adalah sebagai sumber energi, disamping membantu pengaturan
metabolisme protein. Protein dalam darah mempunyai peranan fisiologis yang penting bagi
tubuh untuk :
1. Mengatur tekanan air, dengan adanya tekanan osmose dari plasma protein.
2. Sebagai cadangan protein tubuh.
3. Mengontrol perdarahan (terutama dari fibrinogen).
4. Sebagai transport yang penting untuk zat-zat gizi tertentu.
5. Sebagai antibodi dari berbagai penyakit terutama dari gamma globulin.
Dalam darah ada 3 fraksi protein, yaitu : Albumin, globulin, fibrinogen.
ETIOLOGI
• Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang
tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang hubungan dengan orangtua-anak
terganggu,karena kelainan metabolik, atau malformasi kongenital. (Nelson,1999).
• Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi yang
tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering diserang diare.
Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan bawaan
saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun dan
juga gangguan pada saraf pusat. (Dr. Solihin, 1990:116).
PATOFISIOLOGI
Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori, protein, atau keduanya
tidak tercukupi oleh diet. (Arisman, 2004:92). Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu
berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi.
Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang
sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh
seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan
karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya
katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera
diubah jadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Selam puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam
lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies
sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan
mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi seteah kira-kira kehilangan separuh
dari tubuh. (Nuuhchsan Lubis an Arlina Mursada, 2002:11).
MANIFESTASI KLINIK
Pada mulanya ada kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan kehilangan berat badan
sampai berakibat kurus,dengan kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi berkerut dan
longgar karena lemak subkutan hilang dari bantalan pipi, muka bayi dapat tetap tampak relatif
normal selama beberaba waktu sebelum menjadi menyusut dan berkeriput. Abdomen dapat
kembung dan datar. Terjadi atropi otot dengan akibat hipotoni. Suhu biasanya normal, nadi
mungkin melambat, mula-mula bayi mungkin rewe, tetapi kemudian lesu dan nafsu makan
hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat muncul apa yang disebut diare tipe kelaparan,
dengan buang air besar sering, tinja berisi mukus dan sedikit. (Nelson,1999).
PENATALAKSANAAN
1. Keadaan ini memerlukan diet yang berisi jumlah cukup protein yang kualitas biologiknya
baik. Diit tinggi kalori, protein, mineral dan vitamin.
2. Pemberian terapi cairan dan elektrolit.
3. Penatalaksanaan segera setiap masalah akut seperti masalah diare berat.
4. Pengkajian riwayat status sosial ekonomi, kaji riwayat pola makan, pengkajian antropometri,
kaji manifestasi klinis, monitor hasil laboratorium, timbang berat badan, kaji tanda-tanda vital.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Fisik
a. Mengukur TB dan BB
b. Menghitung indeks massa tubuh, yaitu BB (dalam kilogram) dibagi dengan TB (dalam meter)
c. Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah belakang (lipatan trisep) ditarik
menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya dapat diukur, biasanya dangan
menggunakan jangka lengkung (kaliper). Lemak dibawah kulit banyaknya adalah 50% dari
lemak tubuh. Lipatan lemak normal sekitar 1,25 cm pada laki-laki dan sekitar 2,5 cm pada
wanita.
d. Status gizi juga dapat diperoleh dengan mengukur LLA untuk memperkirakan jumlah otot
rangka dalam tubuh (lean body massa, massa tubuh yang tidak berlemak).
2. Pemeriksaan laboratorium : albumin, kreatinin, nitrogen, elektrolit, Hb, Ht, transferin.
FOKUS INTERVENSI
1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan tidak
adekuat (nafsu makan berkurang). (Wong, 2004)
Tujuan :
Pasien mendapat nutrisi yang adekuat
Kriteria hasil :
meningkatkan masukan oral.
Intervensi :
a. Dapatkan riwayat diet
b. Dorong orangtua atau anggota keluarga lain untuk menyuapi anak atau ada disaat makan
c. Minta anak makan dimeja dalam kelompok dan buat waktu makan menjadi menyenangkan
d. Gunakan alat makan yang dikenalnya
e. Perawat harus ada saat makan untuk memberikan bantuan, mencegah gangguan dan memuji
anak untuk makan mereka
f. Sajikan makansedikit tapi sering
g. Sajikan porsi kecil makanan dan berikan setiap porsi secara terpisah
Intervensi :
a. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
b. Pastikan semua alat yang kontak dengan pasien bersih/steril
c. Instruksikan pekerja perawatan kesehatan dan keluarga dalam prosedur kontrol infeksi
d. Beri antibiotik sesuai program
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang nya informasi (Doengoes, 2004)
Tujuan :
pengetahuan pasien dan keluarga bertambah
Kriteria hasil:
Menyatakan kesadaran dan perubahan pola hidup,mengidentifikasi hubungan tanda dan gejala.
Intervensi :
a. Tentukan tingkat pengetahuan orangtua pasien
b. Mengkaji kebutuhan diet dan jawab pertanyaan sesuai indikasi
c. Dorong konsumsi makanan tinggi serat dan masukan cairan adekuat
d. Berikan informasi tertulis untuk orangtua pasien
7. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen sekunder akibat
malnutrisi. (Carpenito, 2001:3)
Tujuan :
Anak mampu beraktifitas sesuai dengan kemampuannya.
Kriteria hasil :
Menunjukkan kembali kemampuan melakukan aktifitas.
Intervensi :
a. Berikan permainan dan aktifitas sesuai dengan usia
b. Bantu semua kebutuhan anak dengan melibatkan keluarga pasien