Sunteți pe pagina 1din 21

Ashabul Furudh & Ashabah

1. Ashhabul Furudh

Ashabul furudh adalah para ahli waris yang nilai haknya telah ditetapkan secara langsung
dan mendapatkan harta waris terlebih dahulu, sebelum para ashabah.

Jumlah bagian yang telah ditentukan Al-Qur'an ada enam macam, yaitu :
1. setengah (1/2)
2. seperempat (1/4)
3. seperdelapan (1/8)
4. dua per tiga (2/3)
5. sepertiga (1/3)
6. seperenam (1/6).

Kini mari kita kenali pembagiannya secara rinci, siapa saja ahli waris yang termasuk
ashhabul furudh dengan bagian yang berhak ia terima.

2. Ashabah

Kata 'ashabab dalam bahasa Arab berarti kerabat seseorang dari pihak bapak. Disebut
demikian, dikarenakan mereka --yakni kerabat bapak-- menguatkan dan melindungi.

Dalam kalimat bahasa Arab banyak digunakan kata 'ushbah sebagai ungkapan bagi kelompok
yang kuat. Demikian juga di dalam Al-Qur'an, kata ini sering kali digunakan, di antaranya
dalam firman Allah berikut:

َ‫صبَةٌ ِإنَّا ِإذًا لَّخَا ِس ُرون‬ ِ ُ‫قَالُواْ لَ ِئ ْن أ َ َكلَه‬


ُ ْ‫الذئ‬
ُ ُ‫ب َونَحْ ن‬
ْ ‫ع‬

"Mereka berkata: 'Jika ia benar-benar dimakan serigala, sedang kami golongan (yang kuat),
sesungguhnya kami kalau demikian adalah orang-orang yang merugi.'" (QS. Yusuf: 14)

Maka jika dalam faraid kerabat diistilahkan dengan 'ashabah hal ini disebabkan mereka
melindungi dan menguatkan. Inilah pengertian 'ashabah dari segi bahasa.
Sedangkan pengertian 'ashabah menurut istilah para fuqaha ialah : ahli waris yang tidak
disebutkan banyaknya bagiannya dengan tegas.

Sebagai contoh, anak laki-laki, cucu laki-laki keturunan anak laki-laki, saudara kandung laki-
laki dan saudara laki-laki seayah, dan paman (saudara kandung ayah). Kekerabatan mereka
sangat kuat dikarenakan berasal dari pihak ayah.

Pengertian 'ashabah yang sangat masyhur di kalangan ulama faraid ialah orang yang
menguasai harta waris karena ia menjadi ahli waris tunggal. Selain itu, ia juga menerima
seluruh sisa harta warisan setelah ashhabul furudh menerima dan mengambil bagian masing-
masing.

HIBAH
Berkenaan dengan definisi hibah (ٌ‫) ِه َبة‬, As Sayid Sabiq berkata di dalam kitabnya [1] :
“(Definisi) hibah menurut istilah syar’i ialah, sebuah akad yang tujuannya penyerahan
seseorang atas hak miliknya kepada orang lain semasa hidupnya [2] tanpa imbalan apapun
[3]”. Beliau berkata pula: “Dan hibah bisa juga diartikan pemberian atau sumbangan sebagai
bentuk penghormatan untuk orang lain, baik berupa harta atau lainnya”.

WASIAT
Makna wasiat (ٌ‫صيَّة‬
ِ ‫)و‬
َ menurut istilah syar’i ialah, pemberian kepemilikan yang dilakukan
seseorang untuk orang lain, sehingga ia berhak memilikinya ketika si pemberi meninggal
dunia.[12]

Dari definisi ini jelaslah perbedaan antara hibah (dan yang semakna dengannya) dengan
wasiat. Orang yang mendapatkan hibah, dia langsung berhak memiliki pemberian tersebut
pada saat itu juga, sedangkan orang yang mendapatkan wasiat, ia tidak akan bisa memiliki
pemberian tersebut sampai si pemberi wasiat meninggal dunia terlebih dahulu.[13]

ASHABUL FURUDH

Ashabul Furudh (Zawil Furudh) adalah bagian-bagian yang telah ditentukan oleh syariat
Islam (al-Qur’an dan Hadits) berkenaan dengan orang yang mendapatkan harta warisan.
Bagian-bagian itu adalah:

1. Seperdua (1/2)

Para ahli warisnya adalah 5 (lima) orang, yaitu:

1. Anak Perempuan, apabila hanya seorang diri, jika si mati tidak meninggalkan anak
laki-laki (QS, 4:11)
2. Seorang cucu perempuan dari laki-laki, jika si mati tidak meninggalkan anak atau
cucu laki-laki
3. Seorang saudara perempuan sekandung apabila seorang diri
4. Seorang saudara perempuan, jika hanya seorang diri
5. Suami, jika tidak ada anak atau susu (QS, 4:12)

2. Seperempat (1/4)

Para ahli warisnya adalah 2 (dua) orang, yaitu:

1. Suami, jika ada anak atau cucu dari anak laki-laki (QS, 4:11)
2. Istri seorang atau lebih, jika si mayit tidak meninggalkan anak atau cucu (QS, 4:12)

3. Seperdelapan (1/8)

Para ahli warisnya adalah 1 (satu) orang, yaitu:

1. Istri seorang atau lebih, apabila ada anak atau cucu (QS, 4:12)

4. Sepertiga (1/3)

Para ahli warisnya adalah 2 (dua) orang, yaitu:


1. Ibu, jika si mati tidak meninggalkan anak atau cucu dari anak laki-laki atau dua orang
saudara (QS, 4:11)
2. Dua orang atau lebih saudara seibu bagi si mati, baik laki-laki maupun perempuan
(QS, 4:12)

5. Dua pertiga (2/3)

Para ahli warinya adalah 4 (empat) orang, yaitu:

1. Dua orang anak perempuan atau lebih, jika mereka tidak mempunyai saudara laki-laki
(QS, 4:11)

2. Dua cucu perempuan atau lebih dari anak laki-laki, jika mereka tidak ada anak
perempuan atau saudara laki-laki

3. Dua orang saudara perempuan sekandung atau lebih, jika si mati tidak meninggalkan
anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki atau saudara laki-laki
mereka (QS, 4:176)

4. Dua orang saudara perempuan seayah atau lebih, jika tidak ada yang tersebut nomor 1,
2 dan 3 atau saudara laki-laki mereka

6. Seperenam (1/6)

Para ahli warisnya adalah 7 (tujuh) orang, yaitu:

1. Ayah, jika si mati meninggalkan anak atau cucu (QS, 4:11)

2. Ibu, jika si mati meninggalkan anak, cucu laki-laki atau saudara laki-laki/perempuan
lebih dari seorang

3. Kakek, jika si mati meninggalkan anak, cucu dan tidak meninggalkan Bapak.

4. Nenek, jika si mati tidak ada ibu

5. Cucu perempuan dari anak laki-laki jika bersama-sama seorang anak perempuan

6. Saudara perempuan seayah atau lebih bila ia bersama-sama saudara perempuan


sekandung

7. Saudara seibu baik laki-laki/perempuan, jika si mati tidak meninggalkan anak, bapak
atau datuk
addarah ?
3. Apa itu Ashabah dan macam kedudukannya ?

C. TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan yang ingin penulis capai
antara lain:
1. Agar kita dapat memahami apa itu ashabul furud
2. Bisa mengetahui furudhul muqaddarah dan
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ashabul Furud


Secara bahasa (etimologi), kata fardh mempunyai beberapa arti yang berbeda yaitu al-qath
“ketetapan yang pasti”, at-taqdir “ketentuan” dan al-bayan “penjelasan”. Sedangkan menurut
istilah (terminologi), fardh ialah bagian dari warisan yang telah ditentukan. 1[1]
Pada umumnya ahli waris ashab al furud adalah perempuan semantara ahli waris laki-laki
menerima bagian sisa ( asabah) kecuali bapak,kakek,dan suami.
Ada pun bagian-bagian yang di terima oleh ashabah al-furud adalah sebagai berikut:
a. Anak perempuan,berhak menerima bagian :
 ½ jika tidak ada anak laki-laki
 2/3 jika dua orang atau lebih,tidak bersama anak laki-laki
b. Cucu perempuan garis laki-laki berhak menerima bagian:
 ½ jika tidak bersama cucu lakidan tidak mahjub.
 2/3 Jika dua orag atau lebih,tidak bersama dengan cucu laki-laki dan tidak mahjub.
1/6 sebagai penyempurna 2/3 (takmilah li al-sulusain),jika bersama dengan seorang anak
perempuan,tidak ada cucu laki-laki dan tidak mahjub. Jika anak perempuan dua orang atau
lebih maka ia tidak mendapat bagian.
c. Ibu berhak menerima bagian :
 1/3 jika tidak ada anak atau cucu (far’u waris) atau saudara dua orang atau lebih .
 1/6 jika ada far’u waris atau bersama dua orang saudara atau lebih.
1/3 sisa,dalam masalah gbarrrawain yaitu ahli waris yang ada terdiri dari : suami/istri,ibu dan
bapak.
d. Bapak berhak menerima bagian:
 1/6 jika ada anak laki-laki atau cucu laki-laki garis laki-laki.
 1/6+ sisa,jika bersama cucu perempuan atau anak perempuan garis laki-laki.
Jika bapak bersama ibu maka:
 Masing-masing menerima 1/6 jika ada anak,cucu atau saudara dua orang atau lebih.
 1/3 untuk ibu,bapak menerima sisanya,jika tidak ada anak ,cucu saudara dua orang atau
lebih.
e. Nenek jika tidak mahjub berhak menerima bagian :
 1/6 jika seorang ;
 1/6 dibagi rata apabila nenek lebih ddari seorang dan sederajat kedudukannya.
f. Kakek,jika tidak mahjub, berhak menerima bagian :
 1/6 jika bersama anak laki-laki atau cucu laki garis laki-laki;
 1/6+ sisa jika bersama anak atau cucu perempuan dari garis laki-laki tanpa ada anak laki-
laki;
 1/6 (bagi rata) dengan saudara sekandung atau se ayah,setelah di ambil untuk ahli waris lain;
 1/3 bersama saudara sekandung atau se ayah,jika tidsk ada ahli waris lain. Masalah ini di
sebut dengan al-jadd ma’a al-ikbwah ( kakek bersama saudara-saudara).
 1/2 jika tidak bersama laki-laki sekandung.
 2/3 jika dua oran gatau lebih ,tidak bersama dengan laki-laki sekandung
g. Saudara perempuan sekandung,jika tidak mahjub berhak menerima bagian :
 1/2 jika seorang, tidak bersama saudara laki-laki sekandung;
 2/3 jika dua orang atau lebih, tidak bersama saudara laki-laki sekandung
h. Saudara perempuan seayah, jika tidak mahjub berhak menerima bagian :
 1/2 jika seorang tidak bersama laki-laki seayah;
 2/3 jika dua orang atau lebih bersama saudara laki-laki seayah;
 1/6 jika bersama dengan saudara perempuan sekandung seorang, sebagai pelengkap 2/3
(takmilab li al-sulusian)
i. Saudara seibu, baik laki-laki atau perempuan kedudukannya sama. Apabila tidak mahjub,
saudara seibu berhak menerima bagian :
 1/6 jika seorang
 1/3 jika dua orang atau lebih ;
 Bergabung menerima bagian 1/3 dengan saudara kandung ,ketika bersama-sama dengan ahli
waris suami dan ibu atau sering di sebut musyarakah.

j. Suami berhak menerima bagian :


 1/2 jika istrinya meninggal tidak mempunyai anak atau cucu;
 1/4 jika istrinya meninggal mempunyai anak atau cucu.
k. Istri berhak menerima bagian :
 1/4 jika suami meninggal tidak memiliki anak atau cucu
 1/8 jika suami meninggal mempunyai anak atau cucu.2[2]

 Jika seluruh ahli waris tersebut di atas ada semua ,maka tidak seluruhnya menerima bagian.
Karena ahli waris yang dekat hubungan kekerabatannya,menghijab ahlin waris yang jauh.
Maka dari mereka itu,ahli waris yang daoat menerima bagian adalah:
 Anak perempuan 1/2
 Cucu perempuan garis laki-laki 1/6
 Ibu 1/6
 Bapak 1/6+sisa
 Istri/ suami 1/8atau ¼
 Apabilla ahli waris laki-laki dan perempuan seluruhnya berkumpul, maka mendapat bagian
adalah:
 Anak perempuan dan anak laki-laki bersama-sama menerima sisa
 Ibu 1/6
 Bapak 1/6
 Suami atau istri 1/4 atau 1/8

Ashabul furud ada dua macam:


1. Ashabul furudh sababiyyah
Yaitu ahli waris yang disebabkan oleh ikatan perkawinan. Yakni:
- Suami
- Isteri
2. Ashabul furudh nasabiyyah
Yaitu ahli waris yang telah ditetapkan atas dasar nasab. Yakni:
- Ayah
- Ibu
- Anak perempuan
- Cucu perempuan dari garis laki-laki
- Saudara perempuan sekandung
- Saudara perempuan seayah
- Saudara laki-laki seibu
- Saudara perempuan seibu
- Kakek shahih
- Nenek shahih.

Adapun pembagiannya adalah sebagai berikut:


a) Yang mendapat dua pertiga (2/3)
1. Dua anak perempuan atau lebih, bila tidak ada anak laki-laki.
2. Dua anak perempuan atau lebih dari anak laki-laki, bila anak perempuan tidak ada.
3. Saudara perempuan sebapak, dua orang atau lebih.
b) Yang mendapat setengah (1/2)
1. Anak perempuan kalau dia sendiri
2. Anak perempuan dari anak laki-laki atau tidak ada anak perempuan
3. Saudara perempuan seibu sebapak atau sebapak saja, kalau saudara perempuan sebapak
seibu tidak ada, dan dia seorang saja
4. Suami bila isteri tidak punya anak
c) Yang mendapat sepertiga (1/3)
1. Ibu, bila tidak ada anak atau cucu (anak dari anak laki-laki), dan tidak ada pula dua
orangsaudara
2. Dua orang saudara atau lebih dari saudara seibu.
d) Yang mendapat seperempat (1/4)
1. Suami, bila istri ada anak atau cucu
2. Isteri, bila suami tidak ada anak dan tidak ada cucu. Kalau isteri lebih dari satu
makadibagi rata.
e) Yang mendapat seperenam (1/6)
1. Ibu, bila beserta anak dari anak laki-laki atau dua orang saudara atau lebih.
2. Bapak, bila jenazah mempunyai anak atau anak dari laki-laki.
3. Nenek yang shahih atau ibunya ibu/ibunya ayah.
4. Cucu perempuan dari anak laki-laki (seorang atau lebih) bila bersama seorang anak
perempuan. Bila anak perempuan lebih dari satu maka cucu perempuan tidak mendapatharta
warisan.
5. Kakek, bila bersama anak atau cucu dari anak laki-laki, dan bapak tidak ada.
6. Saudara perempuan sebapak (seorang atau lebih), bila beserta saudara perempuan seibu
sebapak. Bila saudara seibu sebapak lebih dari satu, maka saudara perempuan sebapak tidak
mendapat warisan.
f) Yang mendapat seperdelapan (1/8)
Isteri (satu atau lebih), bila ada anak atau lebih.

Jika ahli waris dzaw al-furudh, sendirian maka ia memperoleh bagian sesuai hak yang telah
ditentukan. Tetapi jika lebih dari satu orang, maka ia mengambil sesuai bagian yang telah
ditentukan, dan kemudian dijumlahkan misalnya ahli waris itu sendiri dari: anak perempuan,
ibu dan istri maka pembagiannya:
 untuk anak perempuan ¼ = 6/24
 untuk ibu 1/6 = 4/24
 untuk istri 1/8 = 3/24
jumlah 19/24 3[3]
B. Furudhul Muqaddarah
Kata al-furud adalah bentuk jamak dari kata fard artinya bagian (ketentuan). Al-
Muqaddarah artinya ditentukan. Jadi al-furud al-muqaddarah adalah bagian-bagian yang telah
ditentukan oleh syara’ bagi ahli waris tertentu dalam pembagian harta peninggalan. Bagian
itulah yang akan diterima ahli waris menurut jauh dekatnya hubungan kekerabatan.
Furudhul Muqaddarah ada enam macam :
1. Dua pertiga (2/3)
2. Setengah (1/2)
3. Sepertiga (1/3)
4. Seperempat (1/4)
5. Seperenam (1/6)
6. Seperdelapan (1/8)

Dasar hukumnya adalah firman Allah surat an-Nisa ayat 11-12, yang berbunyi:
''Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu.Yaitu :
bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika
anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang
ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta.
Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang
ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak
mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga;
jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam.
(Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan)
sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak
mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu.
Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana.(11) Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-
isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka
kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang
mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya.
Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak
mempunyai anak.Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan
dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah
dibayar hutang-hutangmu.
Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah
dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau
seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara
itu seperenam harta.
Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam
yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar
hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris).(Allah menetapkan yang
demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Penyantun(12)''. (Q.S. An-Nisa:11-12).

C. Ashabah
Asabah adalah bagian sisa setelah diambil oleh ahli waris ashab al-furud. Sebagai
penerima bagian sisa, ahli waris ashabah terkadang menerima bagian banyak (seluruh harta
warisan), terkadang menerima sedikit, tetapi terkadang tidak menerima bagian sama sekali,
karena habis diambil ahli waris ashab al-furud.
Jadi , asabah adalah semua ahli waris yang tidak mempunyai bagian tetap dan tertentu baik
yang di atur dalam al-qur’an maupun hadis. Mereka terdiri dari
1. Anak laki-laki
2. Anak laki-lakinya anak laki-laki ( cucu laki-laki dari anak laki-laki)
3. Saudara kandung
4. Saudara seayah
5. Saudara ayah sekandung

Di dalam pembagian sisa harta warisan, ahli waris yang terdekatlah yang lebih
dahulumenerimanya. Konsekuensi cara pembagian ini, maka ahli waris ashabah yang
peringkat kekerabatanya berada dibawahnya tidak mendapatkan bagian.Dasar pembagian ini
adalah perintah Rasulullah SAW:
﴾‫الحقواالفراﺋضﺑﺄهﻠﻬﺎفمﺎﺑقيفألوﱃرجﻠذكر﴿متفقعﻠيه‬
‘’berikanlah bagian-bagian tertentu kepada ahli waris yang berhak, kemudian sisanya untuk
ahli waris laki-lakiyang utama’’ (Muttafaq ‘alaih).
Didalam kitab ar-Rahbiyyah, ashobah adalah setiap orang yang mendapatkan semua harta
waris, yang terdiri dari kerabat daan orang yang memerdekakan budak, atau yang
mendapatkan sisa setelah pembagian bagian tetap.
Para fuqoha telah menyebutkan tiga macam kedudukan ashobah, yaitu:
1. Ashobah binafsihi
Ialahorang yang menjadi asabah karena dirinya sendiri.Jumlah mereka adalah: Anak laki-
laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki dan generasi dibawahnya, bapak dan kakek serta
generasi diatasnya, saudara kandung, saudara sebapak, anak laki-laki saudara kandung, anak
laki-laki saudara sebapak dan generasi dibawahnya, paman kandung, paman sebapak, anak
laki-laki paman kandung, anak laki-laki paman sebapak.

Adapun kelompok asabah binafsih yang di utamakan satu sam lain terdiri atas 4 macam
sesuai urutan berikut:
1. Cabang furu orang yang meninggal (jihat bunuwwah), yaitu anak laki-laki, dan cucu laki-laki
dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah.
2. Pokok/usul orang yang meninggal (jihat bunuwwah), yaitu meliputi ayah, kakek (bapaknya
bapak), dan seterusnya ke atas.
3. Hawasyi atau kerabat menyamping orang yang meninggal (jihat ukhuwah), yaitu meliputi
saudara laki-laki sekandung, saudara lak-laki seayah. Kemudian anak saudara laki-laki
seayah terus ke bawah.
4. Kerabat menyamping yang jauh (jihat umamah), yaitu keterunan dari kakek si pewaris betapa
jauhnya, seperti saudara laki-laki ayah kandung dan anak laki-laki mereka saudara laki-laki
ayah seayah dan anak laki-laki mereka.
Cara penyelesaian asabah binafsih :
Untuk memgetahui cara menyelesaikan asabah binafsi, dapat dicontohkan sebagai
berikut.
a. Seorang meninggal dunia dengan harta peninggalan sejumlah 1.200.000,00. Ahli waris yang
ditinggalkan adalah ayah dan anak laki-laki. Maka penyelasaian sebagai berikut:
Ahli waris fard bagian dari asal masalah= 3
Ayah 1/6 1/6 x 6 = 1
Anak lelaki asabah 6–1=5
Jadi: Ayah : 1 x Rp. 1.200.000,00 / 6 = Rp. 200.000,00
Anak lelaki : 5 x Rp. 1.200.000,00 / 6 = Rp. 1.000.000.,00
b. Seorang meninggal dunia dengan harta peninggalan sejumlah Rp. 1.800.000,00. Ahli waris
yang ditinggalkan adalah anak laki-lakinya saudara seayah dan anak perampuan saudara
seayah serta paman sekandung.
Ahli waris fard bagian dari asal masalah = 3
Ibu 1/3 1/3 x 3 = 1
Anak lelaki asabah 3–1=2
Saudara.
Jadi: Ibu : 1 x Rp. 1.800.000,00 = Rp. 600.000,00
Anak Lk. Sdr : 2 x Rp. 1.800.000,00 = Rp. 1.200.000,00
Anak Pr. Sdr : mahjub, karena zawil ahram.
Anak Lk. Sdr : mahjub, oleh anak laki-laki saudara kerana berjihat umamah,
sedangkan anak laki-laki saudara berjihat bunuwwah.

2. Ashobah bighairihi
Ialahorang (perempuan) yang menjadi asabah karena dibawa oleh orang (laki-laki) lain
yang sederajat dan seusbah. Mereka adalah:
a. Satu anak perempuan atau lebih, yang ada bersama anak laki-laki.
b. Satu cucu perempuan dari anak laki-laki atau lebih, yang ada bersama cucu laki-laki dari
anak laki-laki.
c. Satu orang perempuan kandung atau lebih yang ada bersama saudara kandung.
d. Satu orang saudara perempuan sebapak atau lebih yang ada bersama saudara laki-laki
sebapak.

Orang yang menjadi ashabah dengan orang lain atau ashabah bil ghair sama seperti orang
yang menjadi ashabah dengan dirinya sendiri dalam dua hukum terakhir,yaitu sama-sama
menerima mengambil bagian yang tersisa ,setelah pembagian tetap. Apabila ash-habul furudh
mengambil semua harta waris,ia tidak mendapatkan apa-apa. Sedangkan dalam hukum
pertama yaitu jika ia sendiri,ia dapat mengabil seluruh harta waris-hal itu tidak terjadi pada
ashabal bil ghair,karena ia tidak mungkin sendiri.

3. Ashobah ma’al ghairi


Ialahsaudara perempuan kandung atau sebapak yang menjadi asabah karena didampingi
oleh keturunan perempuan.mereka adalah:
a. Seorang saudara perempuan kandung atau lebih, yang ada bersama anak perempuanatau
cucu perempuan dari anak laki-laki.
b. Seorang saudara perempuan sebapak atau lebih, yang ada bersama anak perempuan atau
cucu perempuan dari anak laki-laki.4[4]5[5]
Contoh penyelesaian Asabah Ma’al Ghair :
1. Seorang meninggal,dengan ahli waris terdiri atas anak perempuan,saudara perempuan
sekandung,dan saudara perempuan seayah. Harta yang di tinggalkan sejumblah
Rp.100.000.000,00.
Penyelesaiannya adalah :
Ahli waris Fard Bagian dari asal muasal:2
Anak Pr. ½ ½x2=1
Sdri kandung asabah ma al-ghair 2-1 = 1
Sdari seayah mahjuj,oleh anak perempuan kandung yang menjadi asabah ma-
al ghair
Dengan demikian maka :
Anak Pr. :1x Rp. 100.000.000: 2 = Rp. 50.000.000
Sdari Kdng :1x Rp. 100.000.000: 2 = Rp. 50.000.000
2. Seorang meninggal,ahli warisnya terdiri dari dua anak perempuan sekandung dan perempuan
seayah,serta anak laki-laki saudara kandung. Harta yang di tingalkan sejumblah
Rp.300.000.000
Penyelesaiannya adalah :
Ahli waris Fard Bagian dari asal muasal:2
2 ank Pr. 2/3 2/3x3= 2
Sdri seayah 3-2=1
Anak laki-laki mahjub ,oleh saudara se ayah. Jadi masing-masing mendapat:
2 Anak Pr. : 2x Rp.300.000.000 : 3= Rp. 200.000.000
Sdri seayah : 1x Rp.300.000.000 : 3= Rp. 100.000.0006[6]
BAB III
KESIMPULAN

Furudlu menurut istilah fiqih mawarits, ialah saham yang sudah ditentukan jumlahnya
untuk warits pada harta peninggalan, baik dengan nash maupun dengan ijma’.Ashabul furud
ada dua macam:
1. Ashabul furudh sababiyyah.
2. Ashabul furudh nasabiyyah.
Furudhul muqaddarah adalah bagian-bagian yang telah ditentukan oleh syara’ bagi ahli
waris tertentu dalam pembagian harta peninggalan, atau dengan kata lain presentase bagian
yang telah ditentukan bagiannya.
Furudul Muqaddarah ada enam macam:
1. Dua pertiga (2/3)
2. Setengah (1/2)
3. Sepertiga (1/3)
4. Seperempat (1/4)
5. Seperenam (1/6)
6. Seperdelapan (1/8)
Asabah adalah bagian sisa setelah diambil oleh ahli waris ashab al-furud. Sebagai
penerima bagian sisa, ahli waris ashabah terkadang menerima bagian banyak (seluruh harta
warisan), terkadang menerima sedikit, tetapi terkadang tidak menerima bagian sama sekali,
karena habis diambil ahli waris ashab al-furud.Para fuqoha telah menyebutkan tiga macam
kedudukan ashobah, yaitu:
1. Ashobah binafsihi
2. Ashobah bighairihi
3. Ashobah ma’a ghairi

Ahli Waris Yang Terhijab

1. Ahli waris yang terkena hijab nugshan

a. Ibu, terhijab oleh anak, cucu, dua orang saudara atau lebih, dari satu per tiga menjadi sati
per enam
b. Bapak, terhijab oleh far' al-waris (anak / cucu), dari 'ashabah menjadi satu per enam
c. Suami, terhijab oleh far' al-waris (anak / cucu), dari satu per dua ke satu per empat
d. Istri, terhijab oleh far' al-waris (anak / cucu), dari satu per empat ke satu per delapan
e. Cucu perempuan dari anak laki-laki, terhijab oleh adanya anak perempuan yang bagian
satu per dua dan tidak bersama cucu laki-laki dari anak laki-laki, dari satu per dua menjadi
satu per enam

Ahli waris yang terhijab hirman adalah :

a. Cucu laki-laki terhijab oleh anak laki-laki


b. Kakek dari bapak terhijab oleh bapak
c. Saudara laki-laki sekandung terhijab oleh :
- anak laki-laki
- cucu laki-laki dari anak laki-laki
- bapak
d. Saudara laki-laki sebapak, terhijab oleh :
- anak laki-laki
- cucu laki-laki dari anak laki-laki
- bapak
- saudara laki-laki sekandung
- saudara perempuan sekandung bersama dengan anak / cucu perempuan
e. Saudara laki-laki seibu terhijab oleh
- anak laki-laki
- anak perempuan
- cucu laki-laki dari anak laki-laki
- cucu perempuan dari anak laki-laki
- bapak
- kakek
f. Anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung (keponakan), terhijab oleh :
- anak lak-laki
- cucu laki-laki dari anak lak-laki
- bapak
- kakek dari pihak bapak
- saudara laki-laki kandung
- saudara laki-laki sebapak
- saudara perempuan sekandung / sebapak bersama anak / cucu perempuan
g. Anak lak-laki dari saudara laki-laki sebapak, terhijab oleh :
- anak laki-laki
- cucu laki-laki dari anak laki-laki
- bapak
- kakek dari pihak bapak
- saudara laki-laki sebapak
- saudara perempuan kandung / sebapak bersama anak / cucu perempuan (dari anak lak-laki)
- anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung
h. Paman kandung (saudara laki-laki bapak sekandung), terhijab oleh :
- anak laki-laki
- cucu laki-laki dari anak laki-laki
- bapak
- kakek dari pihak bapak
- saudara laki-laki kandung
- saudara perempuan kandung / sebapak bersama anak / cucu perempuan (dari anak laki-laki)
- anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung
- anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak
i. Paman (saudara laki-laki) sebapak terhijab oleh :
- anak laki-laki
- cucu laki-laki dari anak laki-laki
- bapak
- kakek dari pihak bapak
- saudara laki-laki kandung
- saudara laki-laki sebapak
- saudara perempuan kandung / sebapak bersama anak / cucu perempuan (dari anak laki-laki)
- anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung
- anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak
- paman sekandung
j. Anak laki-laki dari paman sekandung terhijab oleh :
- anak laki-laki
- cucu laki-laki dari anak laki-laki
- bapak
- kakek dari pihak bapak
- saudara laki-laki sekandung
- saudara laki-laki sebapak saja
- saudara perempuan kandung / sebapak bersama anak / cucu perempuan (dari anak laki-laki)
- anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung
- paman kandung
- paman sebapak
k. Anak laki-laki paman sebapak, terhijab oleh :
- anak laki-laki
- cucu laki-laki dari anak laki-laki
- bapak
- kakek dari pihak bapak
- saudara laki-laki kandung
- saudara laki-laki sebapak
- saudara perempuan kandung / sebapak bersama anak / cucu perempuan (dari anak laki-laki)
- anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung
- anak laki-laki dari saudara saudara laki-laki sebapak
- paman sekandung
- paman sebapak
- anak laki-laki paman sekandung
l. Cucu perempuan dari anak laki-laki, terhijab oleh :
- anak laki-laki
- dua anak perempuan / lebih jika tidak ada cucu laki-laki dari anak laki-laki
m. Nenek dari pihak bapak terhijab oleh bapak
n. Nenek dari pihak ibu, terhijab oleh ibu
o. Saudara perempuan kandung, terhijab oleh :
- anak laki-laki
- cucu laki-laki dari anak laki-laki
- bapak
p. Saudara perempuan sebapak terhijab oleh :
- anak laki-laki
- cucu laki-laki dari anak laki-laki
- bapak
- saudara perempuan kandung dua orang atau lebih, jika tidak ada saudara laki-laki sebapak
- seorang saudar perempuan bersama anak / cucu perempuan ( dari anak laki-laki )
q. Saudara perempuan seibu, terhijab oleh :
- anak laki-laki
- anak perempuan
- cucu laki-laki dari anak laki-laki
- cucu perempuan dari anak laki-laki
- bapak
- kakek dari pihak bapak

A. AHLI WARIS YANG TERHIJAB


Hijab secara harfiyah berarti satir, penutup atau penghalang. Dalam fiqih mawaris,
istilah hijab digunakan untuk menjelaskan ahli waris yang jauh hubungan kekerabatannya
yang kadang-kadang atau seterusnya terhalang oleh ahli waris yang lebih dekat. Orang yang
menghalangi disebut hajib, dan orang yang terhalang disebut mahjub. Keadaan menghalangi
disebut hijab.
Hijab ada dua, pertama hijab nuqsan yaitu yang menghalangi yang berakibat
mengurangi bagian ahli waris yang mahjub, seperti suami, seharusnya menerima bagian 1/2,
karena ada anak perempuan bagiannya terkurangi menjadi ¼. Yang kedua, hijab hirman
yaitu, menghalangi secara total. Hak-hak waris si mahjub tertutup sama sekali dengan adanya
ahli waris yang menghijab. Misalnya saudara perempuan sekandung semula berhak
menerima bagian ½, tetapi karena bersama anak laki-laki, menjadi tertutup sama sekali.
1. Hijab Nuqsan
Hajib Mahjub Nuqsan
No Ahli Waris Bagian Terkurangi oleh Menjadi
1 Ibu 1/3 Anak / Cucu 1/6
2 Saudara/ lebih 1/6
2 Bapak 1/3 Anak laki-laki 1/6
Anak perempuan 1/6 + ‘as
3 Isrti ‘as Anak/ cucu 1/8
4 Suami ‘as Anak/ cucu ¼
5 Saudara perempuan ¼ Anak/ cucu peempuan ‘amg
sekandung/seayah
--“—2/+ 2/3 ----“---- ‘amg
6 Cucu perempuan garis ½ Seorang anak perempuan 1/6
laki-laki
7 Saudara perempuan ½ Saudara perempuan 1/6
seayah sekandung
2. Hijab Hirman
Ahli waris yang terhalang secara total oleh ahli waris lain, seperti telah dirinci
Mushlich Mazuri, sebagai berikut:
1. Kakek, terhalang oleh:
a. Ayah
2. Nenek dari Ibu, terhalang oleh:
a. Ibu
3. Nenek dari Ayah, terhalang oleh:
a. Ayah
b. Ibu
4. Cucu laki-laki garis laki-laki, terhalang oleh:
a. Laki-laki
5. Cucu perempuan garis laki-laki, terhalang oleh:
a. Anak laki-laki
b. Anak perempuan dua orang atau lebih
6. Saudara sekandung (laki-laki atau perempuan), terhalang oleh:
a. Anak laki-laki
b. Cucu laki-laki
c. Ayah
7. Saudara seayah (laki-laki atau perempuan), terhalang oleh:
a. Anak laki-laki
b. Cucu laki-laki
c. Ayah
d. Saudara sekandung laki-laki
e. Saudara sekandung perempuan baersama anak/cucu perempuan
8. Saudara seibu laki-laki/perempuan, terhalang oleh:
a. Anak laki-laki dan anak perempuan
b. Cucu laki-laki dan cucu perempuan
c. Ayah
d. Kakek
9. Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung mahjub, oleh:
a. Anak laki-laki
b. Cucu laki-laki
c. Ayah atau kakek
d. Saudara laki-laki sekandung atau seayah
e. Saudara perempuan sekandung atau seayah yang menerima ashobah ma’al ghoir
10. Anak laki-laki saudara seayah, terhalang oleh:
a. Anak atau cucu laki-laki
b. Ayah atau kakek
c. Saudara laki-laki sekandung atau seayah
d. Anak laki-laki saudara laki-laki sakandung
e. Saudara perempua sekandung atau seayah yang menerima ashobaha ma’al ghoir
11. Paman sekandung , terhalang oleh:
a. Anak atau cucu laki-laki
b. Ayah atau kakek
c. Saudara laki-laki sekandung atau seayah
d. Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung atau seayah
e. Saudara perempuan sekandung atau seayah yang menerima ashobah ma’al ghoir
12. Paman seayah, terhalang oleh:
a. Anak atau cucu laki-laki
b. Ayah atau kakek
c. Saudara laki-laki sekandung atau seayah
d. Saudara perempuan sekandung atau seayah yang mnerima ashobah ma’al ghoir
e. Paman sekandung
13. Anak laki-laki paman sekandung, terhalang oleh:
a. Anak atau cucu laki-laki
b. Ayah atau kakek
c. Saudara laki-laki sekandung atau seayah
d. Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung atau seayah
e. Saudara perempuan sekandung atau seayah yang menerima ashobah ma’al ghoir
f. Paman sekandung atau seayah
14. Anak laik-laki paman seayah, terhalang oleh:
a. Anak atau cucu laki-laki
b. Ayah atau kakek
c. Saudara laki-laki sekandung atau seayah
d. Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung atau seayah
e. Saudara perempuan yang sekandung atu seayah yang menerima ashobah ma’al ghoir
f. Paman sekandung atau seayah
g. Anak laki-laki paman sekandung 7[2]

Orang-orang yang tersebut di atas semua tetap mendapat pusaka menurut ketentuan-
ketentuan yang telah disebutkan, kecuali ada ahli waris yang lebih dekat kepertaliannya
dengan si mayat daripada mereka. Karena mereka itu terhalang,tidak mendapat seperti
ketentuan, tetapi baginya menjadi kurang, bahkan mungkin tidak dapat sama sekali. Di
bawah ini akan diterangkan orang-orang yang tidak dapat pusaka, atau baginya menjadi
kurang karena ada yang lebih dekat pertaliannya kepada si mayat daripada mereka.
1. Nenek (ibu dari ibu atau ibu dari bapak)
Misalnya, si mayat masih mempunyai ibu dan bapak maka selama ada ibu, nenek tidak
mendapat puasaka sebab ibu lebih dekat pertalianya dengan si mayat begitupun kakek tidak
mendapat pusaka sebab bapak lebih dekat pertaliannya dengan si mayat.
2. Saudara Seibu
Misalnya, si Ibu meninggal dan Saudara Seibu tidak mendapat pusaka sebab masih ada anak,
cucu dari anak laki-laki (laki-laki maupun perempuan), bapak (suami), kakek. Sebab keempat
orang tersebut lebih dekat dan lebih kuat pertaliannya.8[3]

S-ar putea să vă placă și