Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
1. Ashhabul Furudh
Ashabul furudh adalah para ahli waris yang nilai haknya telah ditetapkan secara langsung
dan mendapatkan harta waris terlebih dahulu, sebelum para ashabah.
Jumlah bagian yang telah ditentukan Al-Qur'an ada enam macam, yaitu :
1. setengah (1/2)
2. seperempat (1/4)
3. seperdelapan (1/8)
4. dua per tiga (2/3)
5. sepertiga (1/3)
6. seperenam (1/6).
Kini mari kita kenali pembagiannya secara rinci, siapa saja ahli waris yang termasuk
ashhabul furudh dengan bagian yang berhak ia terima.
2. Ashabah
Kata 'ashabab dalam bahasa Arab berarti kerabat seseorang dari pihak bapak. Disebut
demikian, dikarenakan mereka --yakni kerabat bapak-- menguatkan dan melindungi.
Dalam kalimat bahasa Arab banyak digunakan kata 'ushbah sebagai ungkapan bagi kelompok
yang kuat. Demikian juga di dalam Al-Qur'an, kata ini sering kali digunakan, di antaranya
dalam firman Allah berikut:
"Mereka berkata: 'Jika ia benar-benar dimakan serigala, sedang kami golongan (yang kuat),
sesungguhnya kami kalau demikian adalah orang-orang yang merugi.'" (QS. Yusuf: 14)
Maka jika dalam faraid kerabat diistilahkan dengan 'ashabah hal ini disebabkan mereka
melindungi dan menguatkan. Inilah pengertian 'ashabah dari segi bahasa.
Sedangkan pengertian 'ashabah menurut istilah para fuqaha ialah : ahli waris yang tidak
disebutkan banyaknya bagiannya dengan tegas.
Sebagai contoh, anak laki-laki, cucu laki-laki keturunan anak laki-laki, saudara kandung laki-
laki dan saudara laki-laki seayah, dan paman (saudara kandung ayah). Kekerabatan mereka
sangat kuat dikarenakan berasal dari pihak ayah.
Pengertian 'ashabah yang sangat masyhur di kalangan ulama faraid ialah orang yang
menguasai harta waris karena ia menjadi ahli waris tunggal. Selain itu, ia juga menerima
seluruh sisa harta warisan setelah ashhabul furudh menerima dan mengambil bagian masing-
masing.
HIBAH
Berkenaan dengan definisi hibah (ٌ) ِه َبة, As Sayid Sabiq berkata di dalam kitabnya [1] :
“(Definisi) hibah menurut istilah syar’i ialah, sebuah akad yang tujuannya penyerahan
seseorang atas hak miliknya kepada orang lain semasa hidupnya [2] tanpa imbalan apapun
[3]”. Beliau berkata pula: “Dan hibah bisa juga diartikan pemberian atau sumbangan sebagai
bentuk penghormatan untuk orang lain, baik berupa harta atau lainnya”.
WASIAT
Makna wasiat (ٌصيَّة
ِ )و
َ menurut istilah syar’i ialah, pemberian kepemilikan yang dilakukan
seseorang untuk orang lain, sehingga ia berhak memilikinya ketika si pemberi meninggal
dunia.[12]
Dari definisi ini jelaslah perbedaan antara hibah (dan yang semakna dengannya) dengan
wasiat. Orang yang mendapatkan hibah, dia langsung berhak memiliki pemberian tersebut
pada saat itu juga, sedangkan orang yang mendapatkan wasiat, ia tidak akan bisa memiliki
pemberian tersebut sampai si pemberi wasiat meninggal dunia terlebih dahulu.[13]
ASHABUL FURUDH
Ashabul Furudh (Zawil Furudh) adalah bagian-bagian yang telah ditentukan oleh syariat
Islam (al-Qur’an dan Hadits) berkenaan dengan orang yang mendapatkan harta warisan.
Bagian-bagian itu adalah:
1. Seperdua (1/2)
1. Anak Perempuan, apabila hanya seorang diri, jika si mati tidak meninggalkan anak
laki-laki (QS, 4:11)
2. Seorang cucu perempuan dari laki-laki, jika si mati tidak meninggalkan anak atau
cucu laki-laki
3. Seorang saudara perempuan sekandung apabila seorang diri
4. Seorang saudara perempuan, jika hanya seorang diri
5. Suami, jika tidak ada anak atau susu (QS, 4:12)
2. Seperempat (1/4)
1. Suami, jika ada anak atau cucu dari anak laki-laki (QS, 4:11)
2. Istri seorang atau lebih, jika si mayit tidak meninggalkan anak atau cucu (QS, 4:12)
3. Seperdelapan (1/8)
1. Istri seorang atau lebih, apabila ada anak atau cucu (QS, 4:12)
4. Sepertiga (1/3)
1. Dua orang anak perempuan atau lebih, jika mereka tidak mempunyai saudara laki-laki
(QS, 4:11)
2. Dua cucu perempuan atau lebih dari anak laki-laki, jika mereka tidak ada anak
perempuan atau saudara laki-laki
3. Dua orang saudara perempuan sekandung atau lebih, jika si mati tidak meninggalkan
anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki atau saudara laki-laki
mereka (QS, 4:176)
4. Dua orang saudara perempuan seayah atau lebih, jika tidak ada yang tersebut nomor 1,
2 dan 3 atau saudara laki-laki mereka
6. Seperenam (1/6)
2. Ibu, jika si mati meninggalkan anak, cucu laki-laki atau saudara laki-laki/perempuan
lebih dari seorang
3. Kakek, jika si mati meninggalkan anak, cucu dan tidak meninggalkan Bapak.
5. Cucu perempuan dari anak laki-laki jika bersama-sama seorang anak perempuan
7. Saudara seibu baik laki-laki/perempuan, jika si mati tidak meninggalkan anak, bapak
atau datuk
addarah ?
3. Apa itu Ashabah dan macam kedudukannya ?
C. TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan yang ingin penulis capai
antara lain:
1. Agar kita dapat memahami apa itu ashabul furud
2. Bisa mengetahui furudhul muqaddarah dan
BAB II
PEMBAHASAN
Jika seluruh ahli waris tersebut di atas ada semua ,maka tidak seluruhnya menerima bagian.
Karena ahli waris yang dekat hubungan kekerabatannya,menghijab ahlin waris yang jauh.
Maka dari mereka itu,ahli waris yang daoat menerima bagian adalah:
Anak perempuan 1/2
Cucu perempuan garis laki-laki 1/6
Ibu 1/6
Bapak 1/6+sisa
Istri/ suami 1/8atau ¼
Apabilla ahli waris laki-laki dan perempuan seluruhnya berkumpul, maka mendapat bagian
adalah:
Anak perempuan dan anak laki-laki bersama-sama menerima sisa
Ibu 1/6
Bapak 1/6
Suami atau istri 1/4 atau 1/8
Jika ahli waris dzaw al-furudh, sendirian maka ia memperoleh bagian sesuai hak yang telah
ditentukan. Tetapi jika lebih dari satu orang, maka ia mengambil sesuai bagian yang telah
ditentukan, dan kemudian dijumlahkan misalnya ahli waris itu sendiri dari: anak perempuan,
ibu dan istri maka pembagiannya:
untuk anak perempuan ¼ = 6/24
untuk ibu 1/6 = 4/24
untuk istri 1/8 = 3/24
jumlah 19/24 3[3]
B. Furudhul Muqaddarah
Kata al-furud adalah bentuk jamak dari kata fard artinya bagian (ketentuan). Al-
Muqaddarah artinya ditentukan. Jadi al-furud al-muqaddarah adalah bagian-bagian yang telah
ditentukan oleh syara’ bagi ahli waris tertentu dalam pembagian harta peninggalan. Bagian
itulah yang akan diterima ahli waris menurut jauh dekatnya hubungan kekerabatan.
Furudhul Muqaddarah ada enam macam :
1. Dua pertiga (2/3)
2. Setengah (1/2)
3. Sepertiga (1/3)
4. Seperempat (1/4)
5. Seperenam (1/6)
6. Seperdelapan (1/8)
Dasar hukumnya adalah firman Allah surat an-Nisa ayat 11-12, yang berbunyi:
''Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu.Yaitu :
bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika
anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang
ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta.
Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang
ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak
mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga;
jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam.
(Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan)
sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak
mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu.
Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana.(11) Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-
isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka
kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang
mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya.
Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak
mempunyai anak.Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan
dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah
dibayar hutang-hutangmu.
Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah
dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau
seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara
itu seperenam harta.
Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam
yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar
hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris).(Allah menetapkan yang
demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Penyantun(12)''. (Q.S. An-Nisa:11-12).
C. Ashabah
Asabah adalah bagian sisa setelah diambil oleh ahli waris ashab al-furud. Sebagai
penerima bagian sisa, ahli waris ashabah terkadang menerima bagian banyak (seluruh harta
warisan), terkadang menerima sedikit, tetapi terkadang tidak menerima bagian sama sekali,
karena habis diambil ahli waris ashab al-furud.
Jadi , asabah adalah semua ahli waris yang tidak mempunyai bagian tetap dan tertentu baik
yang di atur dalam al-qur’an maupun hadis. Mereka terdiri dari
1. Anak laki-laki
2. Anak laki-lakinya anak laki-laki ( cucu laki-laki dari anak laki-laki)
3. Saudara kandung
4. Saudara seayah
5. Saudara ayah sekandung
Di dalam pembagian sisa harta warisan, ahli waris yang terdekatlah yang lebih
dahulumenerimanya. Konsekuensi cara pembagian ini, maka ahli waris ashabah yang
peringkat kekerabatanya berada dibawahnya tidak mendapatkan bagian.Dasar pembagian ini
adalah perintah Rasulullah SAW:
﴾الحقواالفراﺋضﺑﺄهﻠﻬﺎفمﺎﺑقيفألوﱃرجﻠذكر﴿متفقعﻠيه
‘’berikanlah bagian-bagian tertentu kepada ahli waris yang berhak, kemudian sisanya untuk
ahli waris laki-lakiyang utama’’ (Muttafaq ‘alaih).
Didalam kitab ar-Rahbiyyah, ashobah adalah setiap orang yang mendapatkan semua harta
waris, yang terdiri dari kerabat daan orang yang memerdekakan budak, atau yang
mendapatkan sisa setelah pembagian bagian tetap.
Para fuqoha telah menyebutkan tiga macam kedudukan ashobah, yaitu:
1. Ashobah binafsihi
Ialahorang yang menjadi asabah karena dirinya sendiri.Jumlah mereka adalah: Anak laki-
laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki dan generasi dibawahnya, bapak dan kakek serta
generasi diatasnya, saudara kandung, saudara sebapak, anak laki-laki saudara kandung, anak
laki-laki saudara sebapak dan generasi dibawahnya, paman kandung, paman sebapak, anak
laki-laki paman kandung, anak laki-laki paman sebapak.
Adapun kelompok asabah binafsih yang di utamakan satu sam lain terdiri atas 4 macam
sesuai urutan berikut:
1. Cabang furu orang yang meninggal (jihat bunuwwah), yaitu anak laki-laki, dan cucu laki-laki
dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah.
2. Pokok/usul orang yang meninggal (jihat bunuwwah), yaitu meliputi ayah, kakek (bapaknya
bapak), dan seterusnya ke atas.
3. Hawasyi atau kerabat menyamping orang yang meninggal (jihat ukhuwah), yaitu meliputi
saudara laki-laki sekandung, saudara lak-laki seayah. Kemudian anak saudara laki-laki
seayah terus ke bawah.
4. Kerabat menyamping yang jauh (jihat umamah), yaitu keterunan dari kakek si pewaris betapa
jauhnya, seperti saudara laki-laki ayah kandung dan anak laki-laki mereka saudara laki-laki
ayah seayah dan anak laki-laki mereka.
Cara penyelesaian asabah binafsih :
Untuk memgetahui cara menyelesaikan asabah binafsi, dapat dicontohkan sebagai
berikut.
a. Seorang meninggal dunia dengan harta peninggalan sejumlah 1.200.000,00. Ahli waris yang
ditinggalkan adalah ayah dan anak laki-laki. Maka penyelasaian sebagai berikut:
Ahli waris fard bagian dari asal masalah= 3
Ayah 1/6 1/6 x 6 = 1
Anak lelaki asabah 6–1=5
Jadi: Ayah : 1 x Rp. 1.200.000,00 / 6 = Rp. 200.000,00
Anak lelaki : 5 x Rp. 1.200.000,00 / 6 = Rp. 1.000.000.,00
b. Seorang meninggal dunia dengan harta peninggalan sejumlah Rp. 1.800.000,00. Ahli waris
yang ditinggalkan adalah anak laki-lakinya saudara seayah dan anak perampuan saudara
seayah serta paman sekandung.
Ahli waris fard bagian dari asal masalah = 3
Ibu 1/3 1/3 x 3 = 1
Anak lelaki asabah 3–1=2
Saudara.
Jadi: Ibu : 1 x Rp. 1.800.000,00 = Rp. 600.000,00
Anak Lk. Sdr : 2 x Rp. 1.800.000,00 = Rp. 1.200.000,00
Anak Pr. Sdr : mahjub, karena zawil ahram.
Anak Lk. Sdr : mahjub, oleh anak laki-laki saudara kerana berjihat umamah,
sedangkan anak laki-laki saudara berjihat bunuwwah.
2. Ashobah bighairihi
Ialahorang (perempuan) yang menjadi asabah karena dibawa oleh orang (laki-laki) lain
yang sederajat dan seusbah. Mereka adalah:
a. Satu anak perempuan atau lebih, yang ada bersama anak laki-laki.
b. Satu cucu perempuan dari anak laki-laki atau lebih, yang ada bersama cucu laki-laki dari
anak laki-laki.
c. Satu orang perempuan kandung atau lebih yang ada bersama saudara kandung.
d. Satu orang saudara perempuan sebapak atau lebih yang ada bersama saudara laki-laki
sebapak.
Orang yang menjadi ashabah dengan orang lain atau ashabah bil ghair sama seperti orang
yang menjadi ashabah dengan dirinya sendiri dalam dua hukum terakhir,yaitu sama-sama
menerima mengambil bagian yang tersisa ,setelah pembagian tetap. Apabila ash-habul furudh
mengambil semua harta waris,ia tidak mendapatkan apa-apa. Sedangkan dalam hukum
pertama yaitu jika ia sendiri,ia dapat mengabil seluruh harta waris-hal itu tidak terjadi pada
ashabal bil ghair,karena ia tidak mungkin sendiri.
Furudlu menurut istilah fiqih mawarits, ialah saham yang sudah ditentukan jumlahnya
untuk warits pada harta peninggalan, baik dengan nash maupun dengan ijma’.Ashabul furud
ada dua macam:
1. Ashabul furudh sababiyyah.
2. Ashabul furudh nasabiyyah.
Furudhul muqaddarah adalah bagian-bagian yang telah ditentukan oleh syara’ bagi ahli
waris tertentu dalam pembagian harta peninggalan, atau dengan kata lain presentase bagian
yang telah ditentukan bagiannya.
Furudul Muqaddarah ada enam macam:
1. Dua pertiga (2/3)
2. Setengah (1/2)
3. Sepertiga (1/3)
4. Seperempat (1/4)
5. Seperenam (1/6)
6. Seperdelapan (1/8)
Asabah adalah bagian sisa setelah diambil oleh ahli waris ashab al-furud. Sebagai
penerima bagian sisa, ahli waris ashabah terkadang menerima bagian banyak (seluruh harta
warisan), terkadang menerima sedikit, tetapi terkadang tidak menerima bagian sama sekali,
karena habis diambil ahli waris ashab al-furud.Para fuqoha telah menyebutkan tiga macam
kedudukan ashobah, yaitu:
1. Ashobah binafsihi
2. Ashobah bighairihi
3. Ashobah ma’a ghairi
a. Ibu, terhijab oleh anak, cucu, dua orang saudara atau lebih, dari satu per tiga menjadi sati
per enam
b. Bapak, terhijab oleh far' al-waris (anak / cucu), dari 'ashabah menjadi satu per enam
c. Suami, terhijab oleh far' al-waris (anak / cucu), dari satu per dua ke satu per empat
d. Istri, terhijab oleh far' al-waris (anak / cucu), dari satu per empat ke satu per delapan
e. Cucu perempuan dari anak laki-laki, terhijab oleh adanya anak perempuan yang bagian
satu per dua dan tidak bersama cucu laki-laki dari anak laki-laki, dari satu per dua menjadi
satu per enam
Orang-orang yang tersebut di atas semua tetap mendapat pusaka menurut ketentuan-
ketentuan yang telah disebutkan, kecuali ada ahli waris yang lebih dekat kepertaliannya
dengan si mayat daripada mereka. Karena mereka itu terhalang,tidak mendapat seperti
ketentuan, tetapi baginya menjadi kurang, bahkan mungkin tidak dapat sama sekali. Di
bawah ini akan diterangkan orang-orang yang tidak dapat pusaka, atau baginya menjadi
kurang karena ada yang lebih dekat pertaliannya kepada si mayat daripada mereka.
1. Nenek (ibu dari ibu atau ibu dari bapak)
Misalnya, si mayat masih mempunyai ibu dan bapak maka selama ada ibu, nenek tidak
mendapat puasaka sebab ibu lebih dekat pertalianya dengan si mayat begitupun kakek tidak
mendapat pusaka sebab bapak lebih dekat pertaliannya dengan si mayat.
2. Saudara Seibu
Misalnya, si Ibu meninggal dan Saudara Seibu tidak mendapat pusaka sebab masih ada anak,
cucu dari anak laki-laki (laki-laki maupun perempuan), bapak (suami), kakek. Sebab keempat
orang tersebut lebih dekat dan lebih kuat pertaliannya.8[3]