Sunteți pe pagina 1din 27

Proses Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan

Sistem Sensorineural (Gangguan Penglihatan)

A. Gangguan mata
Mata dapat terkena berbagai kondisi, beberapa diantaranya bersifat primer sedang yang
lainnya sekunder akibat kelainan pada sistem organ tubuh lain. Kebanyakan kondisi ini dapat di
cegah, antara lain :terdeteksi lebih awal dapat di kontrol, dan penglihatan dapat di pertahankan.
Bagian berikut ini memusatkan pada pencegahn dan penatalaksanaan kelainan oftalmik yang
sering di jumpai. Urutan di mulai dari luar ke dalam.
1) Gangguan kelopak mata
Kelopak mata sangat rentang terkena infeksi karena selalu terpajam pada benda – benda
saing di lingkunagn, termasuk tnagn manusia. Meraka juaga mengalami kelembaban dari
pembentukan air mata dan drainase normal. Hangat , kelembaban, dan organism oportunistik
menjadikan lingkunagan ynag kondusif untuk terjadinya infeksi. Hygiene mata dan kelopak mata
umum yang baik biasanya dapat mencegah infeksi.
 Blefaritis
Blefaritis adalah inflamasi kronik batas kelopak mata. Dapat di sebabkan oleh seborea
( non ulseratif) atau infeksi stafilokokus ( ulsesratif) atau keduanya.
Manisfetasi klinis : gejala utama adalah iritasi, rasa terbakar, gatal pada batas tepi
kelopak, dan mata merah. Terdapat banyak sisik, reamah ataua granulasi menempel pada bulu
mata. Gejala yang menyertai meliputi kerontokan bulu mata, terjadi bulu mata putih, dan
dilatasi pembuluh darah pada batas kelopak.
Penatalaksaaan: Terapi meliputi pembersihan secara cermat setiap hari batas tepi kelopak
menggunakan aplikator berujung kapas, shampoo non iritatip seperti shampoo bayi, air dan
gosokan lembut. Dapat diberikan kompres hangat pada kedua mata.
Mengunakan teknik aspetik pasien atau perawat dapat mengangkat krusta dengan waslap dan
memberikan antibiotika dan steroid topical. Pendidikan pasien merupakan elemen yang penting
untuk keberhasilan rawat jalan ini.
 Bintitan (HOERDEOLUM EKSTERNUM)
Bintitan adalah infeksi superficial sekitar kelopak mata, Zeis atau mol. Infeksi ini
biasanya diebabkan oleh stapilokokus aureus.
Manifestasi klinis : prinsip gejalanya adalah nyeri sub akut, kemerahan, dan
pembengkakan daerah terlokalisasi kelopak mata yang dapat pecah. Bintitan selalu terlokalisasi
pada batas kelopak.
Penatalaksanaan : terapi dengan kompres lembab, hangat selama 10-15 menit, 3 atau 4
kali perhari, dapat mempercepat proses penyembuhan. Bila kondisi ni tidak embaik dalam 48
jam perlu dilakukan insisi dan drainase. Pemberian sulfinamid dan antibiotika topical perlu
diberikan.
 Kalazion (HORDIOLUM INTERNUM)
Kalazion adalah inflamasi granlomatus kronik kelenjar meibom ditandai dengan
pembengkakan tak nyeri terlokalisasi yang terbentuk dalam beberapa mingu. Pada palpasi dapat
ditemukan nodul kecil tak nyeri ada kelopak mata. Kalazia yang tak terinfeksi tidak memerlukan
terai dan akan menghilang secara spontan dalam beberapa bulan. Kalazion dapat mengalami
infeksi sekunder (hodeolum interna) dengan inflamasi superatif, biasanya dipermukaan kelopak
mata konjungtiva bagian dalam.
Penatalaksanaan: terapi meliputi kompres hangat memijat dan mengeluarkan seksresi
cairan atau terapi tetes mata atau injeksi antibiotika dan kortikosteroid. Ndikasi eksisi bila
kalazion tumbuhnya sangat besar sehingga membuat distorsi andangan atau mengganggu
penampilan kosmetik.
 Tumor kelopak mata
Tumor kelopak mata serupa dengan tumor lain dikulit bias benigna atau maligna.
Pemajanan terhadap sinar ultraviolet dianggap bertanggung jawab untuk terjadinya karsinoma
kelopak mata.
 Karsinoma sel basal
Karsinoma sel basal merupakan neoplasma yang sering dijumpai pada kelopak mata.
Manifestasiklinis: tumor ini cenderung terlokalisasi ditepi kelopak mata, dekat kartus
medialis. Tampak sebagai ulkus dengan aspek central yang tegas dan tepinya seperti mutiara.
Pentalaksanaan: terapi karsinoma sel basal meliputi ekssi superficial dan menggunakan
proble (kriosurgeri) untuk lesi dikartus medialis. Terapi arus seawall mungkin karena tumor sel
basal yang terabaikan dapat enginfasi orbita dan cranium. Pemeriksaan yang teliti leh
professional asuhan keperawatan sebagai drainase dan selama pemeriksaan fisik yang penting
untuk deteksi dan terapi awal.
 Karsinoma sel skuamosa
Karsinoma sel skuamosa memiliki insidensi sepersepuluh dibandingkan karsinoma sel
basal.
Mainfestasi klinis: seperti karsinoma sel basal, karsinoma sel skuamosa nodule dan
meninggi mempunyai permukaan ireguler dengan tepi seperti mutiara. Bagian tengahnya
cenderung mengalami ulserasi dan tampak lebih mirip mutiara daripada karsinoma sel basal.
Cenderung berkembang kesekitar tepikelopak dekat kartuslateralis.
 Klesantelasma
Klesantelasma adalah timbunan material lemak pada kelopak mata. Lesinya berwarna
kekuningan dan sedikit terangkat. Cenderung berlokasi sepanjang tepi kelopak dan mempunyai
batas jelas, tajam. Kesantelasma dapat merupakan temuan normal atau dapat pula berhubungan
dengan metabolism lemak yang memerlukan evaluasi lebih lanjut.
 Abnormalitas posisi kelopak mata
Penutupan kelopak mata yang tidak epektif dapat mengakibatkan mata bagian eksternal
terpapar kekeringan dan infasi mikroorganisme.
 Bleparospotik (ptosis)
Adalah nilai yang digunakan untuk menjelaskan kondisi dimana kelopak mata atas jatuh,
terletak lebih rndah dari puncak irirs pada permukaan mata. Keadaan ini dapat diakibatkan oleh
kerusakan saraf cranial yang menginervasi kelopak mata atau karena trauma, pembedahan,
kelanan neurologis seperti paralisis bel dan kiastenia gravis, tumor, edema, atau abnormalitas
congenital.
 Eksoptalmus (proptosis)
Adalah keadaan dimana mata seolah menonjol keluar dari orbital. Dapat disebabkan oleh
retraksi kelopak mata atau karena gangguan mekanis isis okuler akibat pendesakan oleh
komponen lain seperti edema, pendarahan , tumor, atau inflamasi. Meskipun Nampak membesar
namun sebenarnya ukuran bola mata tetap. Sebenarnya hanya terorong keluar dari soket orbita.
Bila kedua mata terlibat mungkin disebakan oleh kondisi metablis sepeti hpertiroididme.
Eksoptalmus unilateral dapat disebabkan oleh tumor. Eksoptalmus menghambat penutupan
alamiah kelopak mata karena fisura palpebra meleba.
 Enturopion dan ektropian
Adalah posisi patologis lain kelopak mata. Pada kelopak mata entropion ( biasanya
kelopak mata bawah) melengkung ke dalam. Kelopak mata ynag melekuku ke dalam dan bulu
matany akan mengiritasi konea yang rapuh dan sensitive dan mata eksternal. Efek yang biasa
tampak pada entropion adalah pengeluaran air mata. Dan injeksi sekunder kornea atau
konjungtiva. Entropion juga menghampbat penutupan yang kedapa udara, sehingga
meningkatkan resiko peajanan mata.
Pada entropion tepi kelopak mata melrngkung ke luar mencegah mata untuk menutup
dengan sempurna. kelopak tampak melengkung dan membuka, sehingga memanjakan
konjungtiva dan kornea yang biasanya tersembunyi. Ektropion dapat mengenai ke 2 kelopak atas
dan bawah. Bila kelopak mata bawah ynag terlibat , puncta akan tertarik menjauh dari kolam
laktrimal, dan terjadi kebanjiran air mata. Entropion dan aktropion dapat di sebabkan oleh cedera
terhadap kelopak, infeksi kelopak kroni, proses penuaan, spasmus, dan defek neurologis.

2) Gangguan sistem lakrilmal


Masalah utama yang berhubunagn dengan penyakit sistem lakrimal adalah yang
berhubungan dengan produksi air mata dan inflamasi sistem drainase lakrimal. Kelebihan
produksi air mta dapat di sebabkan oleh reflek stimulasi kelenjar lakrimal atau akibat sumbatan
pada setiap bagian system drainase lakrimal sebagai akibat edema trauma, cairan infeksius atau
inflamasi. Masalah ini dapat di tangani denag mengoreksi abnormalitas yag mendasarinya.
Meskipun menjengkelkan, kelebiahan air mata sendiri tidak akan mengakibatkan kehilangan
penglihatan.
Mata kering biasanya di akibatkan oleh berkurangnya produksi iar mata, paling sering di
sebabkan oleh jaringan parut sekunder akibat infeksi konjungtiva kronik, abnormalaitas kelenjar
air mata, dan gangguan neurulogis. Produksi aiar mata, pelumas akan berkurang selam
bertambahnya usia dan bias sangat rendah sampai ke titik dimana mata a= tidak lagi memperolek
kelembaban untuk perlindunga dan kenyamanan. Gejala mata kering adalah rasa terbakar,
kemerahan , nyeri, gatal, kesulitan menggrakan kelopak mata, dan lender lengket. Mata berespon
terhadap kekeringan denagn meningkatkan jumlah air mata air, yang ironisnay, mamapu
menghasilkan air mata tapi tidak dapat membantu masalah pelumasan.
Mata kering yang di sertai mulut kering dan atritis dinamakan sindroma sjogren.
Penatalaksanaan
Terapi mata kering meliputi pencerahan terhadap iritan, seperti asap dan kabut dan
pelembapan lingkungan. Memasang penyumbat kecil atau menutupnya secara bedah bisa
membantu pada beberapa pasien, namun prosedur ini harus dilakukan secara hati-hatikarena
dapat terjadi reflek penurunan produksi air mata.
Mata kering biasanya diberi asuhan dengan memberikan air mata buatan lebih disukai
yang mempunyai efek pelembapan lama. Hygiene yang teliti sangat diperlukan untuk mencegah
infeksi, dan pemberian salep pada waktu tidur sangat berguna. Suatu alat terapi baru terdiri atas
sepasang kaca mata yang dilengkapi dengan moncong kecil yang ditunjukan pada sudut dalam
mata. Moncong akan menyemprotkan titik air pada mata dengan interval yang teratur atau
dengan menekan tombol. Alat ini bisa membantu pula untuk pemberian obat pada kondisi mata
lainnya.

 Dakriosistitis
Dakrio sistitis akut adalah selulitis supuratif pada kantung lakrimal sekunder akibat
obstruksi duktus naso lakrimalis.
Manifestasi klinis. Gejalanya meliputi nyeri pada tempat penyeliran lakrimal dan
pembengkakan berat pada jembatan hidung bagian atas, yang dapat mengeluarkan cairan dari
puncta bila ditekan. Puncta menjadi merah dan membengkak, dan menjadi lebih menonjol.
Penatalaksanaan. Kondisi ini biasanya berespon baik terhadap terapi antibiotika dan
kompres hangat. Namun pada keadaan yangkronik, memerlukan robbing system lakrimal atau
dakriosistorinostomi (prosedur pembedahan yang membuat saluran kerongga hidung) untuk
menghilangkan penyumbatan.
3) Gangguan konjungtiva
 Konjungtivitis
Konjungtivitis adalah inflamasi konjungtiva yang ditandai dengan pembengkakan dan
eksudat. Pada konjungtivitis mata Nampak merah, sehingga sering disebut mata merah.
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai hal. Bisa bersifat infeksius (bakteri,
klamidia, virus, jamur, parasit), imunologis (alergi ), iritatif (bahan kimia, suhu, listrik, radiasi,
misalnya akibat sinar ultraviolet) atau berhubungan dengan penyakit sistemik.
Kebanyakan konjungtivitis terjadi bilateral. Bila hanya unilateral menunjukan
penyebabnya toksik atau kimia.
Manifestasi klinik : Tanda dan gejala konjungtifitis bisa meliputi hyperemia (kemerahan)
cairan, edema, pengeluaran air mata, gatal, rasa terbakar, atau rasa tercakar atau ada benda asing.
Penatalaksanaan : Konjungtivitis biasanya hilang sendiri, tapi bergantung pada
penyebabnya terapi dapat meliputi antibiotika sistemik atau topical, bahan anti inflamasi, irigari
mata, pembersihan kelopak mata, atau kompres hangat.
Bila konjungtivitis disebabkan oleh mikro organisme, pasien harus diajari bagaimana cara
menghindari kontaminasi mata yang sehat atau mata orang lain. Perawat dapat memberikan
instruksi pada pasien untuk tidak mengosok mata yang sakit dan menyentuh mata yang sehat,
untuk mencuci tangan setiap setelah memgang mata yang sakit, dan menggunakan kain lap,
handuk, dan sapu tangan baru yang terpisah. Asuhan khusus harus dilakukan oleh personil
asuhan kesehatan untuk menghindari penyebaran konjungtivitis antara pasien.

 Trakoma
Trakoma, suatu konjungtivitis klamidia adalah penyakit infeksius yang mengenai lebih
dari 500 juta manusia diseluruh dunia merupakan penyebab utama kebutaan yang dapat dicegah
dan terutama mengenai penduduk di afrika, timur tengah, dan asia. Jarang terjadi diamerika
serikat kecuali pada penduduk asli amerika di barat laut semakin berkurang prevalensinya.
Biasanya terjadi bilateral. Tanpa terapi segara, trakoma akan menyerang kornea mengakibatkan
parut dan sering kebutaan. Ditularkan melalui kontak langsung, muntahan, dan mungkin vector
serangga. Trakoma dapat dicegah dengan sanitasi dan pendidikan yang baik.
manifestasi klinik. Gejala utama adalah iritasi dan gatal ringan. Setelah proses inflamasi
akut, akan muncul folikel pada konjungtiva. Pandangan menjadi kabur dan timbul rasa tidak\
nyaman. Gangguan ini mengenai konjungtiva palfebra bagian atas. Konsekuensi trakoma
meliputi, jaringan parut pada kelopak mata yang berakibat entropion dan trikiasis atau infers bulu
mata. Keadaan ini dapat memajankan memajankan konjungtiva dan kornea dan membantu
penutupan kelopak mata secara efektif. Pada beberapa pasien, keadaan ini adak menyebabkan
trauma kornea dan ulserasi, yang memerlukan tindakan segera.
Penatalaksanana trakoma sangat menular dan disebarkan melalui kontak langsung
maupun benda yang kontak dengan mata, seperti handuk dn lap. Maka, kebersihan diri
merupakan factor kunci pencegahan. Pendidikan masyarakat sangat penting dalam mencegah
penyebaran trakoma. Mengisolasi penderita yang diketahui dan pemberiana antibiotika awal
dapat mengontrol penyakit ini. Bila tidak ditangani, akan berlangsung sampai berbulan-bulan
bahkan bertahun-tahun. Terapi medis meliputi pemberian 3-4 minggu tetrasiklin atau
sulfonamide. Organisasi kesehatan dunia melaporkan kemajuan yang pesat mengenai
pemberantasan penyakit yang dapat diobati ini.

 Pterigium
Pterigium adalah pertumbuhan berlebih jaringan ikat fibrivaskuler segitiga pada
konjungtiva bulbar intrapalpebra dengan ekstensi ke kornea. Biasanya bermula dari sisis nasal.
Penyebabanya belum diketahui, namun diperkirakan merupakan phenomena iritasi dan
degenerasi yang diakibatkan oleh sinar ultraviolet karena lebih sering terjadi pada orang yang
menghabiskan banyak waktunya diluar nrumah, khususnya didaerah tropis. Pengangkatan secara
bedah dan transplantasi kornra ketebalan parsial diperlukan bila pterigium menarik sumbu
pandangan dan mengganggu kenyamanan. Pada 30-50% pasien, pterigia kambuh lagi setelah
pembedahan. Radiasi beta paska operasi menurunkan angka kekambuahan namun bukannya
tanpa komplikasi. Tetes mata mitomisin, suatu bahan anti metabolit, dilaporkan efek pencegah
kekambuhan. Mitomisin – C adalah bahan anti neuplastik yang mempunyai efeks samping
seperti implamasi, fotofobia, pengeluaran air mata, dan nyeri.

 Perdarahan konjungtiva
Infeksi konjungtiva merupakan istilah yang dipakai untuk menggambarkan pelebaran
prmbuluh darah superficial difornik yang menipis kearah limbus korneoskleral. Penentuan
keterlibatan konjungtiva dapat dilakukan dengan melakukan inspeksi gerakan pembuluh darah
dalam konjungtiva yang dapat bergerak. Pemberian 1 : 1000 larutan efinefrin akan membuat
kontriksi pembuluh darah pada konjungtiva.
Perdarahan sclera cebderung terbatas pada limbus korneoskleral, yang menipis ke vornik
tak dapat digerakan, tak berespon terhadap efinefrin dan merah gelap.
Hyperemia konjungtiva terjadi selama dilatasi pembuluh darah akibat iritasi eksternal,
pemberian obat dan infeksi okuler. Perdarahan konjumgtiva disebabkan oleh rupturnya
pembuluh darah. Perdarahan konjungtiva biasanya benigna dan dapat disebabkan oleh segala
sesuatu yang dapat menyebabkan perdarahan pada tubuh. Dapat disebabkan oleh pengejanan
dada bagian atas seperti batuk dan muntah yang kuat. Dapat juga terjadi spontan meskipun
pasien mungkin merasa ketakutan tentang tanda kemerahan tersebut, perdarahan konjungtiva
tidak menimbulkan gejala. Tanda ini juga cenderung hilang sendiri, direabsorbsi dalam 2
minggu, dan tidak memerlukan terapi.

4) Gangguan kornea
Karena fungsi refraksinya, kornea berperan sanhat vital pada ketajaman penglihatan.
Kelainan kornea dapat berpengaruh besar bahkan mengancam penglihatan.
Permukaan kornea konveks, dan permukaan optiknya yang halus berperan penting dalam
tajam penglihatan. Iregularitas bentuk kornea dan variasi ketebalan dapat mengganggu
penglihatan.
Trauma, infeksi, anomaly congenital, tumor, dan kelainan tang diturunkan maupun
didapat pada kornea dapat mengganggu fungsinya. Parut, opasifikasi, dan perubahan arsitektur
kornea dapat berakibat kehilangan penglihatan ringan sampai berat.
Karena banyak terdapat serebut saraf tanpa myelin pada kornea, maka kebanyakan lesi
kornea menyebabkan nyeri, potofobia, dan pengeluaran air mata. Nyeri bisa sangat hebat, tanpak
tidak sebanding dengan besarnya kerusakan, dan melumpuhkan penderita. Gerakan kelopak
diatas kornea akan menambah rasa nyeri, yang biasanya menetap sampai penyembuhan
sempurna. Meskinpun anestetika topical dapat mengurangi ketidaknyamanan ini, tetapi dapat
mempengaruhi penyembuhan dan kontra indikasi untuk penggunaan jan gka panjang. Karena lesi
kornea mempengaruhi kemampuan kornea untuk mentranmisi dan merefraksi cahaya, pasien
bisanya mengeluh pandangan kabur.
Edema kornea merupakan tanda yang biasa terjadi pada kelainan kornea. Integritas
endotel dan epitel sangat vital bagi fungsi kornea dan kejernihaannya. Epitel membentuk benteng
pertahanan dari cairan eksternal, sementara endotel mengeluarkan cairan dari stroma. Bila salah
satu fungsi tadi hilang (seperti pada hipoksia epitel pada pemakaian lensa kontak, atau
peningkatan TIO yang melebihi 50mmHg), kornea akan menjadi edematous. Namapak sebagai
kornea yang berkabut. Beberapa edema epitel dapat diterapi secara efektiv dengan bahan
hiperosmotik topical untuk “menarik” kelebihan cairan dari epitel. Ketebalan kornea dapat
diukur untuk menentukan derajat edema atau ketebalannya. Penngkatan ketebalan mungkin
menunjukan kegagalan sel endotel.
 Abrasi Kornea
Abrasi kornea adalah dfek pada lpisan epitel. Dapat disebabkan oleh trauma, benda
asing, lensa kontak yang dipakai dalam jangka waktu yang lama, defek lapisan air mata,
kesulitan menutup kelopak mata, atau malposisi kelopak mata atau bulu mata. Abrasi kornea dan
benda asing akan didiskusikan lebih dalam dalam bagian trauma okuler. Abrasi kornea
kambuhan, yang diakibatkan oleh kebiasaan menggosok mata, dapat ditangani dengan larutan
plumas buatan pada saat tidur atau lensa kontak jnis pembalut (lensa kontak yang dapat dibeli
bebas, dipakai untuk mlindungi kornea dan iritasi yang dsebabkan oleh gerakan kelopak mata).
 Keratitis Mikrobial
Kornea sangat rentan terhadap infeksi dan cedera karena letaknya yang di depan dan
derajat pajanannya. Orang yang tak dapat mengedipkan mata dengan baik., akibat klainan
neurologis atau penurunan ksadaran, lebih rentan lagi terhadap kekeringan dan iritasi. Infeksi
dapat menyebabkan ulserasi pada permukaan kornea dan tentu saja akan menyebabkan rusaknya
struktur bola mata dan kepatenan kamera anterior.
Keratitis microbial (infeksi korneaa) dapat disbabkan berbagai organism bakteri, virus,
jamur atau parasit. Abrasi yang sangat kecilsekalipun bisa menjadi pintu masuk bacteria.
Kebanyakan infeksi kornea terjadi akibat trauma atau gangguan meknisme pertahanan sitmis
ataupun local. Selain itu pemberian kortikosteroid dapat mengganggu reaksi imun dan
pemakaiannya dalam jangka lama menyebabkan organism oportunistik menginvasi kornea.
Ulkus kornea dapat terjadi dari infeksi kornea. Ulkus tersebut dapat diidentifikasi dengan
pemeriksaan lampu slit setelah pemberian tetes mata luorsen untuk memperlihatkan geografi dn
ukuran ulkus dibawah pencahayaan khusus. Pewarna fluoseren akan melekat pada area epitel
kornea yang terkelupas. Berbagai organism menghasilkan berbagai gambaran yang khas dapat
membantu diagnosis. Spatula kecil digunakan untuk mengerok sel epitel dari kornea untuk
pemeriksaan dan analisis mikroba.
Manifestasi klinis. Inlamasi bola mata yang jela, terasa ada benda asing di mata, cairan
mukopurulen dngan kelopak mata saling melekat saat bangun, ulserasi epitel, dan hipopion
(terkumpulnya nanah dalam kamrea anterior)menunjukan infeksi kornea. Pada penyakit yang
lbih berat, dapat terjadi perforasi kornea, ekstrusi iris, dan endoftalmiti. Uji biakan dansnsitivitas
diperlukan untuk mendiagnosa diagnosisi untuk menegakan diagnosis dan untuk
mengidentifikasi pathogen penyebab.
Penatalaksanaan. Pasien dengan infeksi kornea berat biasanya dirawat untuk pemberian
berseri (kadang sampai tiap 30 menit sekali) tets antimiikroba dan pemeriksaan berkala oleh ahli
optamologi. Cuci tangan secara sksama adalah wajib. Sarung btangan harus dikenakan pada
setiap intervensi. Keprawatan yang melibatkan mata,. Kelopak mata harus dijaga kebersihannya,
dan perlu diberikan kompres dingin. Pasien dipantaunya adanya tanda peningkatan TIO.
Mungkin diperlukan aseaminofoen untuk mengontrol nyeri. Sikloplegik dan midiatrik mungkin
prlu diresepkan untuk mengrangi nyeri dn inflamasi. Tameng mata (patch)dan lnsa kontak lunak
tipe-balutan harus dilepas sampai infeksi telah terkontrol, karena justru dapat memperkuat
pertumbuhn mikroba. Namun kemudian diperlukan untuk mempercpat penyembuhan defek
epitel.
Ulkus kornea yang menginvasi sampai ke membran Bowman mengakibatkan jaringan
parut. Parut ini opak dan mengganggu perjalanan cahaya. Infeksi kornea kronuk dapat juga
meningkatkan pertmbuhan pembuluh darah baru (dikenal sebagai neovaskularisasi) pada kornea.
Neovaskularisasi bersamaan dengan parut, membuat kornea opak tak teratur dan mengganggu
ketajaman penglihatan. Transplatansi korne adalah penanganan bedah untuk parut pada kornea,
baii akibat trauma maupun infeksi.
Asuhan keperawatan pasien setelah transplatansi melibatkan pemeriksan tindak lanjut
yang baik, pemberian tets mata, higine oftalmik, dan pencegahan komplikasi pasca operasi.
Pendidikan pasien, dalam rangka pemahaman dan kepatuhan yang teliti terhadap instruksi
dokter, sangat penting untuk keberhasilan penerimaan kornea donor.

 Keratitis pemajan
Keratitis pemajan dapat terjadi bila kornea tidak dilembabkan secara memadai dan
dilindungi oleh kelopak mata. Kekeringan kornea dapat terjadi dan kemudian dapat diikuti
ulserasi dan infeksi seekunder. Pemajan kornea dapat diakibatkan oleh keadaan seperti
eksoftalmos, paresis SO VII (saraf fasialis), atau paralis Bell, tapi dapat pula teraddi pada pasien
koma atau yang dianestesi.
Penatalksanaan. Memplester kelopak mata atau membalut dngan ringan mata yang telah
diberi pelumas pada yang mengalami penurunan perlindungan sensori terhadap kornea. Untuk
yang lain, dapat dipasang lensa kontak lunak tipe-balutan.
Lensa kontak lunak tipe-balutan dipasang sesuai ukuran, untuk mempertahankan permukaan
kornea, mempercepat penyembuhan defek epitel, dan memberikan rasa nyaman. Pemakaiannya
diiindasikan pada distrofi korna, rosi epitel mntap, komplikasi setelah pembedahan kornea,
keratitis infksiosa (setelah infeksi telah dapat dikontrol), mata kering dan luka bakar kimia.
Kontraindikasi adalah infeksi aktif, imunosupresi, sedang dalam debrimen, dan praktik
hygiene yang buruk. Pasien harus bisa dipercaya dan mampu untuk mematuhi jadwal
pemeriksaan tindak lanjut. Kemungkinan kompliksai pada pemakaian lensa kontak lunak tipe
balutan meliputi infksi, infiltrate kornea, hipopion (nanah dalam karma anterior), edema kornea,
neovaskularisasi kornea, dan deposit lensa kontak.
Perisai kolagen bisa dipergunakan untuk prlindunga kornea jangka pendek. Perisai ini
bentuknya menyerupai lensa kontak, namun dibuat dari kolagen sclera babi yang telah
didehidrasi dan disterilkan. Mata dianestesi sebelum pmasangan. Begitu dipasang, akan
menyesuaikan dengan bentuk korneadan menyerap air dan air mata. Akan terlarut dalam 24
ampai 72 jam, tergantung jenisnya. Perisai ini memberikan pelumasan dan perlindungan pada
kornea tanpa komplikasi seperti yang terjadi pada lensa kontak.
Perisai kolagen dapat direhidrasi dulu dengan larutan antibiotika untuk memberikan kadar
antibiotika tinggi lepas lambat selama periode waktu cukup lama. Dapat pula diberikn obat
topical berkali-kali. Perisai kolagen dugunakan untuk melindungi kornea setelah cedera dan
untuk memberikan obat setelah ekstraksi katarak dan keratoplasti penetrans dan untuk
memungkinkan terapi infksi berat.

 Distrofi kornea
Ditrofi kornea adalah kelainan bilateral, iturunkan deengn deposisi bahan abnormal.
Penyebabnya tidak dikethui. Efeknya terhadap penglihatan bergantungg pada jenis diistrofi, usia
pasien, dan kemungkinan komplikasi seperti erosii berulang.
Disitrofi Futchs. Distrofi Fuchs mengenai endotel kornea dan menganggu mekanisme
pemompaan. Kelainan ini akan nampaj jelas pada decade ketig dan keempat dan bersifat progrsif
lambat. Wanita lebih sering terkena disbanding pria. Dkomposisi endotel mngakibatkan edema
korne, opasifikasi, parut, gangguan penglihatan. Kelainan ini dapt berhasil diterapi pada tahp
awal dengan trasplatasi kornea, bila seluruh jaringan yang berpenyakit terlah terangkat.
 Kertokonus
Keratokonus adalah penipisan progresif kornea, noninflamasi, sehingga bentuk korna
menjadi kerucut. Biasanya menjadi nyata saat puberts dan mengenai wanita lebih sering
disbanding pria. Biasanya bilateral. Pandangan kaburdan distrosi merupakan gejala awal. Ketika
penyakit berkembang, miopa berat dan astigmatisma ireguler tak dapat dikoreksi dengan
kacamata. Pasien harus mengenakan lensa kontak torik lunak atau keras (ensa khusus untuk
mengoreksi astigmatisma)batau menjalani transplatansi korna. Transplatansi kornea pada
penyekit ini mempunyai angka keberhasilan 95%. Pasien dinasehati untuk tik menggosok mata
kerana gosokan yang keras dapat memperbrat proses penyakitnya.

5) Gangguan traktus uvea


Traktus uvea, yang terdiri dari iris, badan siliaris, dan khoroid, bisa menderita karena
penyakit sistemik maupun infeksi. Diabetes menyebabkan neovaskularisasi pada iris, yang akan
tanpa sebagai pembuluh darah yang berkelok-kelok (rubeosis irides). Juga ada kelainan
kongenital traktur uvea; tidak mempunyai iris sama sekali (aniridia) atau sebagian (koloboma),
tidak ada sebagian lapisan khoroid, dan perbedaan warna merupakan beberapa contoh.
 Uveitis
Uveitis adalah iflamasi salah satu struktur traktus uvea. Karena uvea mengandung banyak
pembuluh darah yang memberi nutrisi mata dank arena membatasi bagian mata yang lain, maka
inlamasi lapisan ini dapat mengamcam penglihatan. Factor penyebab meliputi allergen, bacteria,
jamur, virus, bahan kimia, trauma dan penyakit sistemis seperti sarkoidosis atau colitis
ulserativa.
Manifestasi Klinis dan Penatalaksanaan. Uveitis anterior kronis (iritis) merupakan jenis
yang paling sering, dan ditandai dengan riwayat nyeri, potobiak, pandangan kabur, dan mata
merah. Obat tetes mata dilator harus diberikan segera untu mencegah pembentukan jaringan
parut dan adesi ke lensa (sinekia), yang dapat menyebabkan glaucoma dengan menghambat
aliran keluar aqueous. Kortikosteroid local dipergunakan untuk mengurangi peradangan, dan
kacamata hitam dan penatalaksanan nyeri dapat memberikan pengurangan gejala.
Uveitis Intermediat (pars planis, siklitis kronis) ditandai dengan “ floating spot” dalam lapang
pandangan. Diberika steroid topical atau injeksi untuk kasus yang berat.
Uveitis Posterior (peradangan yang mengenai khoroid atau retina) biasanya berhubungan
dengan berbagai macam penyakit sistemik, seperti AIDS, herpes simplek atau zoster,
toksoplasmosis, tuberculosis, atau sarkoidosis. Pasien mengeluh penurunan atau distorsi
penglihatan. Mungkin ada kemerahan dan nyeri. Kortikosteroid sistemik diindikasikan untuk
mengurangi peradangan bersama dengan terapi terhadap keadaan sistemik yang mendasarinya.
 Oftalmia Simpatis
Oftalmia simpatis adalah uveitis bilateral yang jarang namun berbahaya yang terjadi
setelah periode laten berhari-hari sampai bertahun-tahun setelah cedera tembus sampai ke traktus
uvea. Penyebabnya tidak diketahui, tapi mungkin berhubungan dengan hipersensitivitas terhadap
pigmen uvea.
Manifestasi Klinis. Pada mulanya mata yang cedera mengalami inflamasi diikuti
inflamasi mata yang tidak cedera (simpatis). Bila tidak diterapi, penyakit ini bias berkembang
menjadi kebutaan bilateral.
Penatalaksanaan. Enukleasi mata yang sudah tidak dapat melihat dalam 10 hari setelah
cedera biasanya dianjurakan untuk mengurangi resiko penyakit simpatis pada mata yang lainnya.
Tindakan drastic tersebut biasanya tidak dilakukan pada hari saat kejadian cedera. Namun, luka
hanya ditutup dan pasien diberi waktu untuk memberikan persetujuan tindakan (informend
consent). Pada pasien yang matanya tidak cedera terlalu berat dan yang ada harapan kembalinya
penglihatan secara bermanfaat, enukleasi tidak ditawarkan. Bila terjadi oftalmia simpatis, terapi
dengan kortikosteroid local dan sistemik dan obat tetes mata dilator. Mungkin perlu diberiakn
obat sitostatika.
6) Gangguan Sirkulasi Humor
 Glaukoma
Glaukoma adalah penyebab utama kebutaan dimasyarakat barat. Diperkirakan di Amerika
Serikat ada 2 juta orang yang menderita glaucoma. Diantara mereka, hampir setengahnya
mengalami gangguan penglihatan, dan hampir 70.000 benar-benar buta, bertambah sebanyak
5.500 orang buta tiap tahun.
Bila glaucoma didiagnosis lebih awal dan ditangani dengan benar, kebutaan hampir
selalu dapat dicegah. Namun kebanyakan kasus glaucoma tidak bergejala sampai sudah sampai
terjadi kerusakan ekstensif dan irreversible. Maka pemeriksaan rutin dan srinning mempunyai
peran penting dalam mendeteksi penyakit ini. Dianjurkan untuk semua yang memiliki factor
resiko menderita glaucoma dan yang berusia diatas 35 tahun menjalani pemeriksaan berkala pada
optalmologis untuk mengkaji TIO, lapang pandang, dan kaput nervi optisi.
B. Proses Keperawatan klien gangguan penglihatan
a) Pengkajian
Riwayat kesehatan pendahuluan diambil untuk menentukan masalah primer pasien,
seperti kesulitan membaca, pandangan kabur, rasa terbakar pada mata, mataa basah,
pandangan ganda, bercak dibelakang mata, atau hilangnya daerah penglihatan soliter
( skotoma, myopia, hiperopia ). Perawat harus menentukan apakah masalahnya hanya
mengenai satu atau dua mata dan berapa lama pasien sudah menderita kelainan ini.
Juga penting untuk mengeksplorasi keadaan atau status okuler umum pasien. Apakah ia
mengenakan kaca mata lensa kontak? Dimana mereka terakhir dikaji? Apakah pasien sedang
mendapat asuhan teratur seorang ahli oftalmologi? Kapan pemeriksaan mata terakhir?
Apakah tekanan mata diukur? Apakah pasien mengalami kesulitan melihat (focus) pada jarak
dekat atau jauh? Apakah ada keluhan dalam membaca atau menonton televise? Bagaimana
dengan masalah membedakan warna, atau masalah dengan penglihatan lateral atau perifer?
Apakah pasien pernah mengalami cedera mata atau infeksi mata? Bila ya, kapan? Masalah
mata apa yang terdapat dalam keluarga pasien?
Riwayat mata yang jelas sangat penting. Penyakit apa yang terakhir diderita pasien?
 Masa kanak-kanak strabismus, ambliopia, cedera?
 Dewasa-glaukoma, katarak, cedera atau trauma mata, kesalahan refraksi yang dikoreksi
atau tidak dikoreksi, dan bagaimana bentuk koreksinya? Adakah diabetes, hipertensi,
gangguan tiroid, gangguan menular seksual, alergi, penyakit kardiovaskuler dan kolagen,
kondisi neurologic?
 Penyakit keluarga- adakah riwayat kelainan mata pada family derajat pertama atau kakek
nenek?
b) Diagnosis keperawatan
Berdasar pada data pengkajian, diagnose keperawatan utama pasien dapat meliputi :
 Nyeri yang berhubungan dengan cedera, inflamasi, peningkatan TIO, atau intervensi bedah.
 Ketakutan dan ansietas yang berhubungan dengan gangguan penglihatan dan kehilangan
otonomi.
 Perubahan sensoris/ persepsi (visual), yang berhubungan dengan trauma okuler, inflamasi,
infeksi, tumor, penyakit structural, atau degenerasi sel fotosensitif.
 Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan.
 Isolasi sosial yang berhubungan dengan keterbatasan kemampuan untuk berpatisipasi
dalam aktifitas pengalih dan aktifitas social sekunder akibat kerusakan penglihatan.
c) Perencanaan dan implementasi
Sasaran utama pasien meliputi peredaran nyeri, mengontrol ansietas, pencegahan
deteriorisasi visual yang lebih berat, pemahaman dan penerimaan penanganan, pemenuhan
aktifitas perawatan diri, termasuk pemberian obat, pencegahan isolasi social dan tanpa
komplikasi.
Intervensi keperawatan
Meredakan nyeri. Nyeri dapat diakibatkan oleh trauma, seperti goresan kornea atau
peningkatan tekanan dalam mata. Balutan mata dapat membantu membatasi gerakan mata dan
mengurangi nyeri yang diakibatkannya. Mata yang tak tertutup juga harus diistirahatkan karena
mata bergerak secara sinkron.
Karena cahaya dapat menyebabkan nyeri pada berbagai kondisi mata, dank arena
pengistirahatan mata dapat memfasilitasi penyembuhan setelah pembedahan mata, maka perlu
digunakan pencahayaan yang lebih gelap dari yang diperlukan. Jika pasien memerlukan cahaya
untuk melakukan aktifitasnya, maka bisa dipergunakan lampu remang buatan. Pasien diberi
intruksi untuk menghindari membaca untuk beberapa waktu setelah pembedahan atau penyakit
mata.
Analgetik dan antibiotic yang diresapkan juga dapat membantu mengontrol rasa tidak
nyaman. Mengurangi gangguan emosi dan stress fisik dapat memberikan relaksasi, yang pada
gilirannya akan membantu mengurangi nyeri pasien.
Mengurangi katakutan dan ansietas. Berbagai hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
diagnostic dengan pasien dan menerangkan mengenai diagnosis dan rencana penanganan adalah
intervensi yang dapat meningkatkan partisipasi pasien dalam perawatan. Pada gilorannya pasien
akan merasakan perasaan control dan otonomi, yang dapat membantu mengurangi ketakutan dan
ansietas.
Mengurangi deprivasi sensoris. Ketika mata dibalut, dapat terjadi distorsi persepsi, seperti
“ delirium tameng mata “. Perilaku yang tidak tepat, dan hilangnya indera posisi. Amslah ini
sering menjadi berat dan menajdi menakutkan dan menjengkelkan bagi pasien. Salah satu cara
untuk membantu mengatasi perasaan tidak mapan ini adalah memberikan reorientasi kepada
pasien secara berkala terhadap realitas dan lingkungan dan memberikan jaminan, penejlasan,
dan pemahaman.Setiap orang yang memasuki kamar pasien harus berbicara dan
memperkenalkan identitasnya untuk menghidari pasien tersebut.
Mengajar pasien tentang prosedur periopratif. Sebelum pembedahan oftalmik harus
dilakukan persiapan dengan perawatan yang cermat dan teliti sehingga komplikasi dapat
diminalkan, kenyaman tercapai, keterlambatkan diminimalkan kenyamanan tercapai, dan pasien
sudah mendapat informasi. Bila pasien akan mendapat anastetik perawata dapat menjelasakan
bahwa jenis anastesi biasanya menentukan persiapanya. Misalnya, bila digunakan anastesi
umum, maka saluran pencernaan bagian bawah harus dievakuasi pagi sebelum pembedahan dan
hanya makanan cair yang boleh di berikan setelah itu. Sebelum mempersiapakan mata untuk
pembedahan, perawat menutup rambut pasien dengan kap dan membersihkan wajahnya biasanya
serangkaian tetes mata diberikan sebelum pembedahan. Kemudian perawat memantau absorbsi
sistemik tetes tersebut, yang dapat mempengaruhi tekanan darah, denyut jantung, dan pentilasi.
Antibiotik praofpratif biasanya diresepkan. Selama persiapan, perawat menjelaskan aktifitas
dan mendorong pasien mendiskusikan kehawatiranya sehingga mereka merasa siap sebelum
pembedahan.
Setelah pembedahan dimana kedua mata dibalut, pasien dibiarkan tetap di tempat tidur dalam
posisi telentang dengan bantal kecil dibawah kepala. Bantal juga boleh diletakan di ke dua sisi
kepala agar kepala tetap diam, dan kedua pagar tempat tidur dipasang untuk memberi rasa aman
dan keamanan. Pasien dilengkapi dengan lonceng atau lampu panggil dan di instruksikan untuk
meminta pertolongan bukanya bergerak atau mengejan dalam usaha untuk mandiri.
Bila pasien mendapat anastia local selama prosedur pembedahan, pasien biasanya
diperbolehkan berjalan beberapa jam setelah pembedahan.
Ahli optalmologi harus diberitahu segera bila pasien mengalami nyeri yang berlebihan atau
bila balutan terganggu.
Meningkatkan aktifitas perawatan diri. pasien didorong untuk melaksanakan perawatan
diri sebanyak mungkin unrtuk meningkatkan rasa kemampuan diri. Bantuan perawat diberikan
bila diperlukan. Pasien yang tak dapat melihat dibantu ketika makan tetapi bila pasien telah
terbiasa dengan makan sendiri, pasien didorong untuk melakukanya defekasi ditingkatkan
dengan diet yang seimbang pelunak tinja, atau pencahar, sesuai ketentuan . Pasien tidak boleh
membaca, meroko, atau bercukur kecuali diperbolehkan oleh dokter. Pasien harus
diperingatkan untuk tidak menggosok mata atau mengusapnya dengan sapu tangan yang kotor.
Setiap pasien yang mendapat obat dilatasi harus mengenakan kacamata hitam.
Botol obat dana intuksinya harus ditulis denagan huruf yang besar dan digunakan pada
pencahayaan yang memadai. Pasien harus belajar mencuci tangan dengan teliti sebelum memaki
setiap obat. Perawata pada mulanya memberikan supervise pasien ketika meneteskan tetes mata,
sedemikian rupa sehingga teknik penetesanya tealah efektif dan mengena pada sasaran.
Misalanya pasien mungkin merasa lebih nyaman dengan meletakan dasar tangan yang
memegang botol obat tetes mata pada dahi dan menarik klopak mata bawah untuk membentuk
kantung – V untuk menampung tetes mata.
Lingkungan rumah pasien harus dikaji mengenai keamanan dan pasien atau anggota keluarga
didorong untuk menghilangkan setiap adanya bahaya keamanan selain itu, pencahayan
disesuaikan dengan kebutuhan pasien sehigga tidak terlalu terang dan tidak terlalu menyilaukan,
namun tetap cukup terang untuk pengliatan yang memadai.
Mendorong sosialisasi dan keterampilan koping. Ansietas yang biasanya diderita oleh
pasien dengan gangguan mata memerlukan kebutuhan yang sama dengan kebutuhan fisik.
Ketergantungan pasien pada penglihatan menjadi nyata ketika seseorang kehilangan indra vital
baik sementara atau permanen.Ansietas, ketakutan,kemarahan,penolakan,menarik diri juga dapat
terjadi.Sebagai perawat member kesempatan pasien mengekspresikan perasaan,kemudian dapat
mengambil langkah belajar melakukan koping dan penyesuaian diri. Kerena perbedaan
kepribadian, pendekatan yang ditumjukan kecemasan masing2 individu berbeda. Bila jelas
terjadi buta permanen, dapat dilakukan penyuluhan ulang dalam aktivitas hidup sehari-hari.
Pemantauan dan pelaksanaan komplikasi potensial. Penyebab masalah mata, dapat
dilakukan dalam upaya memantau maupun mencegah perkembangannya deteriorisasi lebih
lanjut. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengistirahatkan mata, membatasi
aktivitas,memakai kacamata hitam, atau memberikan anestesi local sesuai program.
Infeksi. Kapanpun bola mata terkena trauma,pembedahan, atau organism eksternal, selalu
terdapat potensial terjadi infeksi. Mata merah, terinflamasi merupakan keluhan yang paling
sering dalam oftalmologi. Disini sesuai dengan penyebabnya perawat melakukan observasi
mengenai perubahan tajam penglihatan, cairan yang keluar, nyeri, inflamasi.Mungkin perlu
diberikan antibiotic topical atau sistemik untuk profilasi ataupun terapeutik. Hygiene dan
cermatnya perawat dapat mencegah kontaminasi silang antara pasien sangat penting untuk
mencegah infeksi. Observasi terhadap kemungkinan terjadi infeksi pada mata yang mengalami
cedera tembus dan disrupsi kornea sangat penting.
Ablasio retina.Merupakan potensial komoplikasi pada berbagai prosedur, pembedahan dan
trauma okuler. Pada lansia denagn riwayat ablasio retina atau pasien penderita diabetes sangat
peka terhadap terjadinya ablasio retina. Pasien harus melapor kepada perawat jika ada tanda
ablasio retina seperti adanya benda mengapung atau berkurangnya lapang penglihatan. Setelah
pembedahan retina perawat menekankan utk menjaga posisi yang benar untuk memfasilitasi
perekatan kembali lapisan retina.
Hipertensi intrakular. Merupakan masalah yang biasa dalam oftalmologi. Karena adanya
factor peningkatan TIO. Memantau TIO sebelum dan sesudah prosedur pembedahan mata
memungkinkan adanya perubahan dalam sirkulasi humor aqueus. Deteksi perubahan dalam hal
kedalaman kamera anterior,nyeri mata, pandangan kabur, injeksi konjungtiva, dan perubahan
pupil yang sangat penting untuk penatalaksanaan pencegahan kerusakan saraf optikus.
Katarak sekunder. Dapat terjadi setelah trauma atau penyakit metabolisme. Ktarak biasa
sering terjadi setelah ECCE, kapsul posterior mengalami pengkabutan akibat terbentuknya
membrane sekunder. Pasien dipantau penglihatannya penurunan ketajaman penglihatannya dan
dipersiapkan untuk kapsulotomi laser bila ada indikasi.
Perforasi bola mata. Bola mata yang paling di inginkan setelah panotalmitis. Prosedur
bedah, trauma, atau ulkus kornea menjadikan pasien beresiko tinggi mengalami perforasi kornea
atau bola mata. Pasien dipantau adanya yang menunjukan hilangnya integritas kamera anterior.
Pendidikan pasien dan pertimbangan perawatan di rumah. Perlunya pendidikan pasien
keluarga lebih penting dari sebelumnya, karena beban untuk perawatan setelah dipulangkan
terletak pada member perawatan atau pasien dirumah. Banyak hal yang harus diberikan pada
pendidikan, dan waktu untuk pengajaran lebih singkat. Mengetahui pemahaman dan
keterampilan pemberian perawatan kepada pasien merupakan prioritas sebelum pemulangan.
4) Evaluasi
1. Mengalami peredaan nyeri
2. Tanpak tenang dan bebas dari ansietas
3. Menghadapi keterbatasan sensori
4. Menerima program penanganan dan menjalankan anjuran secara aman dan tepat
5. Mempraktekan aktifitas perawatan diri secara efektif
6. Berpartisipasi dalam aktifitas diversional dan social.
7. Mengucapkan pemahaman program terapi, perawatan tindak lanjut dan kunjungan ke
dokter.

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PENGLIHATAN;


KATARAK

A. DEFINISI
Katarak adalah istilah kedokteran untuk setiap keadaan kekeruhan yang terjadi pada lensa
mata yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan lensa), denaturasi protein lensa atau
dapat juga akibat dari kedua-duanya. Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif.
Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena dengan lensa yang keruh
cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. Jumlah
dan bentuk kekeruhan pada setiap lensa mata dapat bervariasi.
Katarak merupakan keadaan dimana terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan lensa di
dalam kapsul mata. Katarak adalah suatu keadaan patologik lensa dimana lensa menjadi keruh
akibat hidrasi cairan lensa, atau denaturasi protein lensa. Kekeruhan ini terjadi akibat gangguan
metabolisme normal lensa yang dapat timbul pada berbagai usia tertentu. Katarak dapat terjadi
pada saat perkembangan serat lensa masih berlangsung atau sesudah serat lensa berhenti dalam
perkembangannya dan telah memulai proses degenerasi.
Katarak mengakibatkan pengurangan visus oleh suatu tabir/layar yang diturunkan di
dalam mata, seperti melihat air terjun. Penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena dengan
lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada
retina. Jumlah dan bentuk kekeruhan pada setiap lensa mata dapat bervariasi.

B. ETIOLOGI
 Ketuaan ( Katarak Senilis )
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia
seseorang. Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada usia 60 tahun keatas.
 Trauma
Cedera mata dapat mengenai semua umur seperti pukulan keras, tusukan benda, terpotong,
panas yang tinggi, dan bahan kimia dapat merusak lensa mata dan keadaan ini disebut katarak
traumatik.
 Penyakit mata lain ( Uveitis )
 Penyakit sistemik ( Diabetes Mellitus )
 Defek congenital
C. KLASIFIKASI
Berdasarkan garis besar katarak dapat diklasifikasikan dalam golongan berikut :
1. Katarak perkembangan ( developmental ) dan degenerative.
2. Katarak trauma : katarak yang terjadi akibat trauma pada lensa mata.
3. Katarak komplikata (sekunder) : penyakit infeksi tertentu dan penyakit seperti DM dapat
mengakibatkan timbulnya kekeruhan pada lensa yang akan menimbulkan katarak
komplikata.
4. Berdasarkan usia pasien, katarak dapat di bagi dalam :
a. Katarak kongeniatal : katarak yang di temukan pada bayi ketika lahir (sudah terlihat pada
usia di bawah 1 tahun)
b. Katarak juvenil : katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun dan di bawah usia 40 tahun
c. Katarak presenil, yaitu katarak sesudah usia 30-40 tahun
d. Katarak senilis : katarak yang terjadi pada usia lebih dari 40 tahun. Jenis katarak ini
merupakan proses degeneratif ( kemunduran ) dan yang paling sering ditemukan.

D. PATOFISIOLOGI
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk
seperti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.
Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar
daerah di luar lensa. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi,
sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Proses ini
mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Jumlah enzim akan
menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita
katarak.
Katarak bisa terjadi bilateral, dapat disebabkan oleh kejadian trauma atau sistemis
(diabetes) tetapi paling sering karena adanya proses penuaan yang normal. Faktor yang paling
sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar UV, obat-obatan, alkohol,
merokok, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu yang lama.

E. MANIFESTASI KLINIS
Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Klien melaporkan penurunan
ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan fungsional sampai derajat tertentu yang
diakibatkan oleh kehilangan penglihatan. Temuan objektif biasanya meliputi pengembunann
sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya
akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada
retina. Hasilnya adalah pandangan menjadi kabur atau redup, menyilaukan dengan distorsi
bayangan dan susah melihat di malam hari. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu
atau putih. Penglihatan seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan akan bertambah putih.
Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar putih ,sehingga
refleks cahaya pada mata menjadi negatif.
Katarak biasanya terjadi bertahap selama bertahun-tahun dan ketika katarak sudah sangat
memburuk lensa yang lebih kuat pun tidak akan mampu memperbaiki penglihatan. Gejala umum
gangguan katarak meliputi :
 Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
 Peka terhadap sinar atau cahaya.

 Dapat melihat dobel pada satu mata (diplobia).

 Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.

 Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.

Gangguan penglihatan bisa berupa :


 Kesulitan melihat pada malam hari
 Melihat lingkaran di sekeliling cahaya atau cahaya terasa menyilaukan mata
 Penurunan ketajaman penglihatan ( bahkan pada siang hari )
 Penglihatan sering pada salah satu mata.
 Kadang katarak menyebabkan pembengkakan lensa dan peningkatan tekanan di dalam
mata ( glukoma ) yang bisa menimbulkan rasa nyeri.

F. KOMPLIKASI
Ambliopia sensori, penyulit yg terjadi berupa : visus tdk akan mencapai 5/5
Komplikasi yang terjadi : nistagmus dan strabismus. dan bila katarak dibiarkan maka akan
mengganggu penglihatan dan akan dapat menimbulkan komplikasi berupa Glaukoma dan
Uveitis.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada penderita katarak adalah sebagai berikut :
 Kartu mata snellen /mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan kerusakan kornea,
lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit sistem saraf, penglihatan ke retina.
 Lapang Penglihatan : penurunan mungkin karena massa tumor, karotis, glukoma.
 Pengukuran Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg)
 Pengukuran Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glukoma.
 Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe glukoma
 Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik, papiledema,
perdarahan.
 Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi. EKG, kolesterol serum, lipid
 Tes toleransi glukosa : kontrol DM
 Keratometri.
 Pemeriksaan lampu slit.
 A-scan ultrasound (echography).
 Penghitungan sel endotel penting u/ fakoemulsifikasi & implantasi
 USG mata sebagai persiapan untuk pembedahan katarak.

H. PENATALAKSANAAN
Adapun penatalaksanaan pada saat post operasi antara lain :
a) Pembatasan aktivitas
b) Tidur dengan perisai pelindung mata logam pada malam hari; mengenakan kacamata pada
siang hari
c) Ketika tidur, berbaring terlentang atau miring pada posisi mata yang tidak dioperasi, dan
tidak boleh telengkup
d) Aktivitas dengan duduk
e) Mengenakan kacamata hitam untuk kenyamanan
f) Berlutut atau jongkok saat mengambil sesuatu dari lantai

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
a. Aktivitas/Istrahat
Gejala: Perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan
b. Neurosensori
Gejala: Gangguan penglihatan (kabur/tak jelas), sinar terang menyebabkan silau dengan
kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskasn kerja dengan dekat atau
merasa di ruang gelap. Perubahan pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.
Tanda: Tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil. Peningkatan air mata.
c. Nyeri/Kenyamanan
Gejala: Ketidaknyamanan ringan atau mata berair
d. Pembelajaran/Pengajaran
Gejala: Riwayat keluarga diabetes, gangguan sistem vaskuler. Riwayat stres, alergi,
gangguan vasomotor (contoh: peningkatan tekanan vena), ketidakseimbangan endokrin,
diabetes. Terpajan pada radiasi, steroid/toksisitas fenotiazin.
e. Pertimbangan rencana pemulangan
DRG menunjukkan rerata lamanya dirawat: 4,2 hari (biasanya dilakukan sebagai prosedur
pasien rawat jalan). Memerlukan bantuan dengan transportasi, penyediaan makanan,
perawatan/pemeliharaan rumah.
f. Prioritas Keperawatan
- Mencegah penyimpangan penglihatan lanjut
- Meningkatkan adaptasi terhadap perubahan atau penurunan ketajaman penglihatan
- Mencegah komplikasi
- memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan
g. Tujuan Pemulangan
- Penglihatan dipertahankan pada tingkat sebaik mungkin
- Pasien mengatasi situasi dengan tindakan positif
- Komplikasi dicegah atau diminimalkan
- Proses penyakit atau prognosis dan program terapi dipahami

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan berhubungan dengan gangguan
penerimaan sensori/status organ indera.
2. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori penglihatan –
kehilangan vitreus, pandangan kabur, perdarahan intraokuler.
3. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, pengobatan berhubungan dengan tidak
mengenal sumber informasi, kurang terpajan dan mengingat, keterbatasan kognitif.
4. Nyeri berhubungan dengan trauma insisi.
5. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan.

C. INTERVENSI
1. Gangguan persepsi sensori : penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan
sensori/status organ indera.
Tujuan :
Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu, mengenal gangguan sensori
dan berkompensasi terhadap perubahan.
Kriteria Hasil :
a. Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
b. Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.
Intervensi :
 Tentukan ketajaman penglihatan, kemudian catat apakah satu atau dua mata terlibat. Observasi
tanda-tanda disorientasi.
Rasional : Penemuan dan penanganan awal komplikasi dapat mengurangi resiko kerusakan
lebih lanjut.
 Orientasikan klien tehadap lingkungan.
Rasional : Meningkatkan keamanan mobilitas dalam lingkungan.
 Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi mata, dimana dapat terjadi bila
menggunakan tetes mata.
Rasional : Cahaya yang kuat menyebabkan rasa tak nyaman setelah penggunaan tetes mata
dilator
 Letakkan barang yang dibutuhkan/posisi bel pemanggil dalam jangkauan/posisi yang tidak
dioperasi.
Rasional : Komunikasi yang disampaikan dapat lebih mudah diterima dengan jelas.

2. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori penglihatan kehilangan
vitreus, pandangan kabur, perdarahan intraokuler.
Tujuan:
Menyatakan pemahaman terhadap factor yang terlibat dalam kemungkinan cedera.
Kriteria hasil :
a. Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan factor resiko dan untuk
melindungi diri dari cedera.
b.Mengubah lingkungan sesuai dengan indikasi untuk meningkatkan keamanan.
Intervensi :
 Diskusikan apa yang terjadi tentang kondisi paska operasi, nyeri, pembatasan aktifitas,
penampilan, balutan mata.
Rasional : Kondisi mata post operasi mempengaruhi visus pasien
 Beri klien posisi bersandar, kepala tinggi, atau miring ke sisi yang tak sakit sesuai keinginan.
Rasional : Posisi menentukan tingkat kenyamanan pasien.
 Batasi aktifitas seperti menggerakan kepala tiba-tiba, menggaruk mata, membongkok.
Rasional : Aktivitas berlebih mampu meningkatkan tekanan intra okuler mata
 Ambulasi dengan bantuan : berikan kamar mandi khusus bila sembuh dari anestesi.
Rasional : Visus mulai berkurang, resiko cedera semakin tinggi.
 Minta klien membedakan antara ketidaknyamanan dan nyeri tajam tiba-tiba, Selidiki
kegelisahan, disorientasi, gangguan balutan.
Rasional : Pengumpulan Informasi dalam pencegahan komplikasi

3. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, pengobatan berhubungan dengan tidak


mengenal sumber informasi, kurang terpajan dan mengingat, keterbatasan kognitif.
Tujuan :
Klien menunjukkan pemahaman tentang kondisi, proses penyakit dan pengobatan.
Kriteria Hasil :
Melakukan dengan prosedur benar dan menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi :
 Pantau informasi tentang kondisi individu, prognosis, tipe prosedur, lensa.
Rasional : Penemuan dan penanganan awal komplikasi dapat mengurangi resiko kerusakan
lebih lanjut.
 Tekankan pentingnya evaluasi perawatan rutin, beritahu untuk melaporkan penglihatan
berawan.
Rasional : Penemuan dan penanganan awal komplikasi dapat mengurangi resiko kerusakan
lebih lanjut.
 Identifikasi tanda/gejala memerlukan upaya evaluasi medis, misal : nyeri tiba-tiba.
Rasional : Penemuan dan penanganan awal komplikasi dapat mengurangi resiko kerusakan
lebih lanjut.
 Anjurkan klien menghindari membaca, berkedip, mengangkat berat, mengejan saat defekasi,
membongkok pada panggul, dll.
Rasional : Aktivitas-aktivitas tersebut dapat meningkatkan tekanan intra okuler.
 Anjurkan klien tidur terlentang
Rasional : Tidur terlentang dapat membantu kondisi mata agar lebih nyaman.

4. Nyeri berhubungan dengan trauma insisi


Tujuan :
Nyeri berkurang / hilang
Kriteria Hasil:
a. Klien tampak lebih rileks
b. Klien mengatakan bahwa nyeri yang dirasakan sudah berkurang / hilang
c. Skala nyeri adalah 1
Intervensi :
 Kurangi tingkat pencahayaan
Rasional : Pencahayaan lebih rendah pada kondisi post pembedahan akan membantu
mengurangi rasa nyeri
 Bantu penggunaan kaca mata yang hitam pada cahaya yang terlalu terang.
Rasional : Cahaya yang kuat menyebabkan rasa tak nyaman setelah penggunaan tetes mata
dilator
 Kolaborasikan pemberian analagesik
Rasional : Untuk membantu mengurangi rasa nyeri

5. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan.


Tujuan :
Klien lebih mampu memenuhi perawatan diri
Intervensi :
 Beri instruksi kepada pasien atau orang terdekat mengenal tanda atau- gejala komplikasi yang
harus dilaporkan segera kepada dokter.
Rasional : Penemuan dan penanganan awal komplikasi dapat mengurangi resiko kerusakan
lebih lanjut.
 Berikan instruksi lisan dan tertulis untuk pasien dan orang yang berati mengenal teknik yang
benar memberikan obat.
Rasional : Pemakaian teknik yang benar akan mengurangi resiko infeksi dan cedera mata.
 Evaluasi Perlunya bantuan setelah pemulangan.
Rasional : Sumber daya harus tersedia untuk layanan kesehatan, pendampingan dan teman di
rumah
 Ajari pasien dan keluarga teknik panduan penglihatan.
Rasional : Memungkinkan tindakan yang aman dalam lingkungan.

S-ar putea să vă placă și