Sunteți pe pagina 1din 26

MENINGITIS

Makalah disusun guna memenuhi tugas

mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III

Dosen Pengampu: Ns. Fiora Ladestiva, M.Kep,Sp.Kep.MB

Disusun Oleh:

Kelas Tutor Keperawatan Medikal Bedah III F

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
2019
A. Pengertian Meningitis

Meningitis adalah inflamasi lapisan di sekeliling otak dan medulla spinalis yang
disebabkan oleh bakteri atau vius. Meningitis diklasifikasikan sebagai meningitis septic
atau aseptic. Bentuk aseptic mungkin meupakan dampak primer atau sekunder dari
limfoma, leukemia, atau HIV. Bentuk septic disebabkan oleh bakteri seperti Streptococcus
pneumomiae dan Neisseria meningitides.

Pada Negara berkembang insiden meningitis berkisar sekitar 5 per 100.000 orang dan
banyak terjadi pada usia antara 12 sampai 29 tahun (Smeltzer,2004)

1. Meningitis Bakteri

Meningitis bakteri disebut juga meningitis purulenta atau meningitis septic, penyebabnya
adalah bakteri. Bakteri infeksi masuk ke susunan saraf pusat melalui peredaran darah atau
langsung dari luar misalnya pada fraktur atau luka terbuka. Bakteri-bakteri yag sering
menibulkan meningitis diantaranya meningococus, pneumococus dan haemophilus
influenza. Bakteri-bakteri ini banyak terdapat pada nasopharing.

Ketika organisme pathogen masuk ke ruang subarachnoid, maka reaksi peradangan


terjadi dan mengakibatkan :

a. bendungan cairan serebrospinalis

b. penumpukan eksudat

c. perubahan arteri pada subarachnoid, pembesaran pembuluh darah rupture dan


thrombosis

d. perubahan jaringan di sekitarnya

Factor predisposisi pada meningitis bakteri di antaranya:

a. Trauma kepala

b. Infeksi sistemik/sepsis
c. Infeksi post pembedahan

d. Penyakit sistemik

e. Hygiene yang jelek

d. Malnutrisi

Manifestasi klinis pada meningitis bakteri di antaranya :

a. Demam, merupakan gejala awal

b. Nyeri kepala

c. Mual dan muntah

d. Kejang umum

e. Fotofobia

f. Pada keadaan lebih lanjut dapat mengakibatkan penurunan kesadaran sampai dengan
koma

g. Adanya tanda-tanda iritasi meningeal seperti :

 Kaku kuduk (nuchal rigidity), pasien mengalami kekakuan pada leher


sehingga terdapat kesulitan dalam merefleksikan leher karena adanya spasme
otot-otot leher.
 Tanda Kernig positif, ketika paha pasien dalam keadaan fleksi ke arah
abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna atau lebih dari 135 derajat
karena nyeri.
 Tanda Brudzinski positif, bila leher pasien difleksikan maka dihasilkan fleksi
lutut dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah
satu sisi maka gerakan yang sama terlihat pada sisi ekstremitas yang berlawanan.
Untuk memastikan meningitis, selain tanda dan gejala maka perlu dilakukan
pemeriksaan cairan serebrospinalis. Pada kultur cairan didapatkan 70%-80% kasus
didapatkan adanya mikroorganisme. Pbila ditemukan kuman H. Influenza biasanya
didaptkan :
a. Warna CSF keruh
b. Adanya peningkatan tekanan CSF
c. Adanya peningkatan kadar protein dalam CSF (lebih dari 100 mg/dll)
d. Menurunnya glukosa CSF
e. Meningkatnya sel darah putih

Cairan serebrospinalis pada meningitis yang disebabkan tuberkulosa didapatkan :

a. Warna : jernih atau santokrome


b. Sel : jumlah sel meningkat

 Kadar protein meningkat


 Kadar glukosa menurun
 Terdapat kuman tuberkulosa
(Ronny Yos dalam Harsono, 2003)

2. Meningitis Virus

Virus penyebab infeksi pda meningitis masuk melalui sisem respirasi, mulut, genetalia
atau melalui gigitan binatang. Jenis penyakit virus yang dapat menyebabkan meningitis
adalah measles, mumps, herpes simplex dan herpes zoster. Virus lain yang sering
menyebabkan meningitis adalah virus HIV.

Manifestasi klinis yang menyertai seperti nyeri kepala, nyeri ketika membuka mata,
photofobia dan adanya kaku kuduk. Adanya kelemahan, rash, dan nyeri pada ekstremitas.
Demam dan tanda-tanda iritasi meningial juga dapat dijumpai seperti kaku kuduk, tanda
brudzinski dan kernig. Pada meningitis virus tetapi yang utama adalah menghilangkan
gejala (asimtomatik), bedrest pada masa akut, mengurangi rasa nyeri kepala, control
demam dan menghindari kejang.

Pada pemeriksaan cairan serebrospinalis dijumpai peningkatan sel darah putih,


peningkatan protein dan glukosa yang normal.
B. ETIOLOGI MENINGITIS
ETIOLOGI

Penyebab meninges yang paling sering adalah bakteri, virus jamur dan protozoa

Penyebab Jenis

Bakteri  Streptococcus
pneumoniae
 Neisseria meningitidis
 Listeria monocytogenes
 Hemophilus influenzae
 Streptococcus agalactiae
 Escherichia coli
 Klebsiella pneumoniae
 Pseudomonas aeruginosa
 Salmonella spp
 Nocardia spp
 Mycobacterium
tuberculosis
Virus  Nonpolio enteroviruses
echoviruses
 Coxsackieviruses
 Mumps virus
 Arboviruses
 Herpesviruses
 Lymphocytic
choriomeningitis virus
 Human immunodeficiency
virus
 Adenovirus
 Parainfluenza viruses 2
dan 3
 Influenza virus
 Measles virus
Jamur  Cryptococcus neoformans
 Coccidioides iimmitis
 Histoplasma capsulatum
 Blastomyces dermatitidis
 Paracoccidioides
bransiliensis
 Candida spp
 Aspergillus spp
 Spronthrix schenckii
Protozoa  Naegleria fowleri
 Angiostrongylus
cantonensis
 Strongyloides stercoralis
 Toxoplasma gondii
 Plasmodium falciparum

Penyebab lain adalah riketsa, penyakit kanker, tumor pada otak, obat obatan seperti obat
antimikroba, immune globulin, ranitidine, non-steroiidal anti inflammatory, penyakit
sistemik seperti systemic lupus erythematosus, rheumatoid arthritis, polymyositis

1. MENINGITIS BAKTERI
Meningitis bakteri disebut juga meningitis purulenta atau meningitis septik,
penyebabnya adalah bakteri. Bakteri infeksi masuk ke susunan saraf pusat melalui
peredaran darah atau langsung dari luar misalnya pada fraktur atau luka terbuka.
Bakteri bakteri yang sering menimbulkan meningitis diantaranya meningococus,
pneumococcus dan haemophilus influenzae. Bakteri bakteri ini banyak terdapat
pada nasopharing. Ketika organisme patogen masuk ke ruang subarakhnoid, maka
reaksi peradangan terjadi dan mengakibatkan :
a. Bendungan cairan serebrospinalis
b. Penumpukan eksudat
c. Perubahan arteri pada subarakhnoid, pembesaran pembuluh darah,
ruptur dan trombosis
d. Perubahan jaringan disekitarnya (edema)

Faktor predisposisi

Faktor predisposisi dari meningitis bakteri diantaranya :

a. Trauma kepala
b. Infeksi sistemik/sepsis
c. Infeksi post pembedahan
d. Penyakit sistemik
e. Higiene yang jelek
f. Malnutrisi
C. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinik pada meningitis bakteri diantaranya :

a. Demam merupakan gejala awal


b. Nyeri kepala
c. Mual dan muntah
d. Kejang umum
e. Fotofobia
f. Pada keadaan lebih lanjut dapat mengakibatkan penurunan kesadaran
sampai dengan koa
g. Adanya tanda tanda iritasi meningeal seperti :
 Kaku kuduk (nuchal rigidity), pasien mengalami kekakuan pada leher
sehingga terdapat kesulitan terdapat kesulitan dalam memfleksikan leher
karena adanya spasme otot otot leher
 Tanda kernig positif, ketika paha pasien dalam keadaan fleksi kearah
abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna atau lebih dari 135
derajat karena nyeri
 Tanda brudzinski positif, bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan
fleksi lutut dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah
pada salah satu sisi maka gerakan yang sama terlihat pada sisi ekstremitas
yang berlawanan.
Untuk memastikan meningitis, selain tanda dan gejala maka perlu dilakukan
pemeriksaan cairan serebrospinalis. Pada kultur cairan didapatkan 70-80%
kasus didapatkan adanya mikroorganisme. Apabila ditemukan kuman H.
Influenzae biasanya didapatkan

a. Warna CSF keruh


b. Adanya peningkatan tekanan CSF
c. Peningkatan kadar protein dalam CSF (leher dari 100mg/dl)
d. Menurunnya glukosa CSF
e. Meningkatnya sel darah putih

Cairan serebrospinalis pada meningitis yang disebabkan tuberkulosa didapatkan :

a. Warna : jernih atau santokrome


b. Sel : jumlah sel meningkat
 Kadar protein meningkat
 Kadar glukosa menurun
 Terdapat kuman tuberkulosa

(Ronny Yoes dalam Harsono,2003)

2. MENINGITIS VIRUS
Virus penyebab infeksi pada meningitis masuk melalui sistem respiratori,mulut,
genetalia atau melalui gigitan binatang. Jenis penyakit virus yang dapat
menyebabkan meningitis adalah measles, mumps, herpes simplex, dan herpes
zoaster. Virus lain yang sering menyebabkan meningitis adalah virus HIV.

Manifestasi klinis yang meyertai seperti nyeri kepala, nyeri ketika membuka mata,
photofobia dan adanya kaku kuduk. Adanya kelemahan, rash dan nyeri pada
ekstremitas. Demam dan tanda tanda iritasi meningeal juga dapat dijumpai seperti
kaku kuduk, tanda brudzinski dan kernig. Pada meningitis virus terapi yang utama
adalah menghilangkan gejala (asimtomatik), bedrest pada masa akut, mengurangi
rasa nyeri kepala, kontrol demam dan menghindari kejang
D. Patofisiologi Meningitis
Rute masuknya bakteri ke dalam SSP yang utuh masih belum diketahui. Invasi dapat
terjadi melalui pleksus koroidalis (melewati sawar darah otak) atau langsung melalui
bukaan di dura. Organisme akan berkoloni di CSS, menyebabkan inflamasi di meningen
yang mengandung koloni tersebut. Akan terbentuk eksudat dan meningen menebal, lalu
terjadi adhesi yang menyebabkan hidrosefalus. Arteri-arteri yang menyuplai rongga
subarachnoid mungkin juga menjadi terkena inflamasi, menyebabkan rupture atau
thrombosis dari pembuluh darah tersebut. Jika cukup parah, otak di bawahnya akan ikut
menjadi inflamasi, menyebabkan edema serebral dan peningkatan TIK, serta vasculitis
dan infark serebral. CSS dan meningen tidak memiliki pertahanan imun yang efektif,
sehingga infeksi di daerah ini dapat menyebar dengan cepat.
(Black, 2014)

E. Komplikasi
1. Abses otak

Abses otak banyak dijumpai pada bayi baru lahir yang terinfeksi oleh Citrobacter
koseri dan golongan Proteus. Abes otak biasanya menunjukkan gejala seperti demam,
kejang, penurunan kesadaran, adanya kelemahan pada salah satu sisi tubuh. Pada
pemeriksaan radiologi, biasanya ditemukan adanya gambaran kapsul abses.

2. Gangguan pendengaran

Gangguan pendengaran terjadi akibat adanya kerusakan pada saraf di sistem saraf
pusat dengan derajat yang berbeda-beda. Gangguan pendengaran terbesar dapat
ditemukan pada meningitis akibat Streptococcus pneumonia, yakni penderita dapat
kehilangan kemampuan mendengar sekitar 25–30 persen dan penderita meningitis
yang disebabkan oleh Hib dan Neisseria meningitides mengalami gangguan
pendengaran sekitar 5 – 10 persen.

3. Retardasi mental
Retardasi mental kemungkinan terjadi karena meningitis yang sudah menyebar ke
serebrum sehingga menganggu gyrus otak anak sebagai tempat penyimpanan
memori

4. Kejang

Kejang merupakan gejala yang muncul pada penderita meningitis yang seharusnya
dapat dihentikan apabila infeksi sudah tertangani. Akan tetapi, kejang dapat menjadi
berkelanjutan pada penderita meningitis. Kejang yang terjadi dapat bersifat
keseluruhan (seluruh tubuh kelojotan) atau hanya bersifat fokal (hanya bagian tubuh
tertentu saja).

Kejang yang terjadi ini berhubungan dengan adanya sekuele di otak akibat adanya
infeksi yang terjadi. Kejang yang berkelanjutan ini akan semakin meningkat risikonya,
jika penderita terlambat dibawa ke fasilitas kesehatan sejak muncul kejang atau tidak
mematuhi pengobatan yang sedang berjalan.

5. Syok sepsis
Syok sepsis merupakan komplikasi tersering pada kasus meningitis akibat infeksi
bakteri. Syok septik adalah keadaan disfungsi organ yang mengancam jiwa akibat
adanya abnormalitas sirkulasi dan metabolik. Kondisi ini terjadi karena tubuh tidak
mampu merespons infeksi yang terjadi.
Keadaan syok ini dapat berlanjut menjadi kondisi yang lebih parah disebut
dengan Disseminated Intravascular Coagulation (DIC). Kondisi ini dapat berujung
pada perdarahan dan kematian akibat kegagalan organ yang terjadi.

6. Hidrosephalus
Hidrosefalus yang terjadi bisa bersifat communicating dan non-communicating. Infeksi
bakteri pada meningen dapat menyebabkan arachnoiditis dan menyebabkan
hilangnya atau rusaknya tempat absorpsi CSF.

7. Ensepalitis
Peradangan akut otak yang disebabkan oleh infeksi virus. Terkadang ensefalitis dapat
disebabkan oleh infeksi bakteri, seperti meningitis, atau komplikasi dari penyakit lain
seperti rabies (disebabkan oleh virus) atau sifilis (disebabkan oleh bakteri).
Penyakit parasit dan protozoa seperti toksoplasmosis, malaria, atau primary amoebic
meningoencephalitis, juga dapat menyebabkan ensefalitis pada orang yang sistem
kekebalan tubuhnya kurang. Kerusakan otak terjadi karena otak terdorong terhadap
tengkorak dan menyebabkan kematian.

8. Defisir saraf kranial


Radang meningen dapat menyebabkan abnormallitas pada saraf kranial, kelompok
saraf yang berasal dari batang otak yang mensuplai kepala dan leher dan mengontrol,
dari berbagai fungsi diantaranya, gerakan mata, otot wajah, dan fungsi pendengaran.
Gangguan penglihatan dan tuli dapat menetap setelah episode meningitis.
F. Penatalaksanaan Medis Meningitis

TERAPI

Meningitis viral diatasi dengan terapi suportif/simtomatis (misalnya, analgesik) dan


bed rest. Meningitis viral akut yang disebabkan oleh HSV-1 atau HSV-2 dapat diatasi
dengan acylovir, famciclovir, atau valacyclovir. Meningoensefalitis HIV-1 akut berespon
dengan kombinasi terapi antiretroviral (zidovudine), reverse transcription inhibitor lainnya,
dan inhibitor protease. Meningitis akibat Enterovirus berespon terhadap pleconaril.

Meningitis bakterial diatasi dengan terapi antibiotik. Antibiotik diberikan


berdasarkan pertimbangan; indikasi, kondisi sosial ekonomi penderita, efek samping,
interaksi dengan obat lain, kehamilan, menyusui, dsb. Interaksi antibiotik perlu diwaspadai
saat diberikan bersamaan dengan siklosporin, takrolimus, sirolimus, dan warfarin.
Beberapa antimikroba seperti kloramfenikol, siprofloksasin, norfloksasin (kuinolon),
klofazimin, furazolidon, dan metronidazol juga dikontraindikasikan pada laktasi. Adapun
vaksin kompatibel dengan laktasi.

Untuk kasus meningitis yang didapat dari rumah sakit (hospital acquired
meningitis), meningitis pasca traumatik atau pasca bedah saraf, penderita neutropenia,
dan penderita dengan gangguan/kelemahan imun, maka dapat dipertimbangkan
pemberian ampisilin dan ceftazidime atau meropenem dan vancomycin.

Prediksi durasi terapi tergantung penyebabnya. Untuk meningitis bakterial tak


spsifik perlu waktu 10-14 hari. Untuk meningitis pneumokokus perlu waktu 10-14 hari.
Untuk meningitis meningokokus perlu waktu 5-7 hari. Untuk meningitis Hib perlu waktu 7-
14 hari. Untuk Listeria meningitis perlu waktu 21 hari. Untuk meningitis akibat
Pseudomonas dan basil gram-negatif perlu waktu 21-28 hari.

PENCEGAHAN

Kiat pencegahan kasus sekunder meningitis meliputi pelaporan semua kasus yang
diduga meningitis ke dinas kesehatan/pihak berwenang, komoprofilaksis, vaksinasi.

Kemmoprofilaksis, untuk mencegah terjadinya penularan pada orang yang serumah


dengan pasien dengan meningitis meningokokal misalnya diberikan rifampisin atau
siprofloksasin.

Vaksinasi, terbukti efektif dalam pencegahan meningitis terutama pada meningitis


Haemophilus influenza.

Advisory Committee on Imunization Practices pada Centers for Diseas Control and
Prevention (CDC) (2008) merekomendasikan agar vaksin terkonjugasi meningokokal
diberikan kepada remaja yang akan memasuki sekolah menegah atas dan kepada
mahasiswa baru yang tinggal di asrama. Vaksinasi juga harus dipertimbangkan sebagai
terapi pelengkap untuk kemoprofilaksis antibiotik bagi setiap orang yang tinggal bersama
pengidap infeksi meningokokal. Vaksinasi terhadap H.Influenza dan S.Pneumoniae harus
dianjurkan untuk anak-anak dan orang dewasa yang beresiko.

Individu yang berdekatan dengan pasien penderita meningitis meningokokal harus


diterapi dengan kemoprofilaksis antimikroba menggunakan rifampin (Rifadin),
siprofloksasin hidroklorida (Cipro), atau natrium seftriakson (Rocephin). Terapi harus
dimulai dalam 24 jam setelah pajanan karena keterlambatan dalam memulai terapi akan
membatasi efektivitas profilaksis.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS

Vankomisin Hidroklorida dikombinasikan dengan salah satu sefalosporin (misalnya,


natrium seftriakson, natrium sefotaksim) diberikan melalui injeksi intravena (IV).
Deksametason (Decadron) telah terbukti bermanfaat sebagai terapi pelengkap pada terapi
meningitis bakterial akut dan meningitis pneumokokal.

Dehidrasi dan syok ditangani dengan pengembang volume cairan.

Kejang, yang dapat terjadi di awal perjalanan penyakit, dikontrol dengan menggunakan
fenitoin (Dilantin).

Peningkatan ICP ditangani sebagaimana mestinya.

PENATALAKSAAN KEPERAWATAN

Prognosis sangat bergantung pada asuhan suportif yang diberikan. Intervensi


keperawatan yang terkait mencakup:

Kaji status neurologis dan tanda-tanda vital secara kontinu. Tentukan oksigenasi dari nilai
gas darah arteri dan oksimetri denyut nadi.

Masukan slang endotrakhea bermanset (atau trakeostomi), dan posisikan pasien pada
ventilasi mekanis sesuai program

Kaji tekanan darah (biasanya dipantau dengan menggunakan slang arterial) untuk
mendeteksi syock insipien, yang terjadi sebelum gagal jantung atau pernafasan.

Penggantian cepat cairan IV dapat diprogramkan, tetapi hati-hati jangan sampai


menghidrasi pasien secara berlebihan karena pasien berisiko mengalami edema serebral.

Turunkan demam yang tinggi untuk mengurangi beban kebutuhan oksigen pada jantung
dan otak.

Lindungi pasien dari cedera sekunder akibat aktivitas kejang atau perubahan tingkat
kesadaran (LOC).

Pantau berat badan setiap hari, elektrolit serum; dan volume, berat jenis, dan osmolalitas
urine, terutama jika pasien diduga mengalami sindrom ketidaktepatan hormon antideuretik
(SIADH).

Cegah komplikasi yang disebabkan oleh imobilitas seperti ulkus tekan dan pneumonia.
Lakukan upaya pengendalian infeksi sampai 24 jam setelah dimulainyaterapi antibiotik
(rabas oral dan nasal dianggap menular).

Informasikan keluarga mengenai kondisi pasien dan izinkan keluarga melihat pasien pada
interval waktu yang tepat.

PENATALAKSANAAN FARMAKOLOGI

Memberikan antibiotik sesegera mungkin untuk memperbaiki hasil akhir meningitis


bakterial:

Penicilin G

Ceftriaxone

Cefotaxime

Vancomycin ditambah ceftriaxone atau cefotaxime

Ceftazidime

Infeksi jamur biasanya diobati dengan:

Amphotericin B

Fluconazole

Flucytosine

Memberikan kortikosteroid untuk menurunkan inflamasi pada infeksi pneumococcal:

Dexamethasone

Memberikan diuretik osmotik untuk edema otak:

Mannitol

Memberikan analgesik untuk sakit kepala jika perlu:

Acetaminophen

Memberika antikonvulsan jika perlu:


Phenytoin

Phenobarbital

Istirahat total sampai iritasi neurologis membaik.

H. PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANG

Anamnesis

Pasien dengan meningitis biasanya akan memperlihatkan trias klasik, yaitu demam, nyeri
kepala, dan kaku kuduk. Keluhan ini akan terjadi beberapa jam sampai 2 hari setelah
onset. Keluhan lain yang dapat timbul pada pasien dengan kecurigaan meningitis adalah
mual, muntah, fotofobia, penurunan kesadaran atau disorientasi.

Pada tahap awal meningitis, pasien bisa datang hanya dengan keluhan seperti flu. Hal ini
terkadang sulit dibedakan dengan diagnosis banding seperti infeksi saluran napas atas
atau influenza.

Pasien dengan meningitis bakteri biasanya memiliki riwayat otitis, sinusitis, atau
pneumonia. Pada pasien dengan meningitis virus biasanya didapatkan keluhan neurologis
dalam 1-7 hari setelah onset. Keluhan sistemik yang dapat timbul dengan kecurigaan
meningitis virus adalah myalgia, fatigue, atau anoreksia. Pasien juga dapat memiliki
riwayat gondongan atau parotitis.

Sekitar 30-40% pasien anak maupun dewasa dapat mengalami kejang pada meningitis
bakteri tingkat lanjut. Pada bayi, keluhan dapat berupa bayi menjadi kurang aktif, malas
menyusu, muntah-muntah, high-pitch crying, dan adanya instabilitas suhu tubuh. [3,8]

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan sebaiknya mencakup pemeriksaan umum, tanda


meningeal, dan pemeriksaan neurologi.

1. Pemeriksaan Fisik Generalis

Pada pemeriksaan fisik generalis dapat ditemukan adanya tanda-tanda penyakit infeksi
lokal berupa otitis, sinusitis, atau pneumonia. Pada pemeriksaan tanda vital yang akan
ditemui adalah suhu tubuh yang meningkat).
Pada pemeriksaan kesadaran dapat ditemui penurunan status mental (GCS <14).

Pada bayi dapat ditemukan adanya bulging fontanelle, high-pitch crying, hipotonia, dan
iritabel atau tidak aktif.

2. Tanda-Tanda Iritasi Meningeal

Terdapat beberapa pemeriksaan untuk menilai adanya iritasi meningeal, yaitu kaku
kuduk, Laseque sign, Kernig sign, dan Brudzinski sign.

Pemeriksaan kaku kuduk dilakukan dengan menekukkan kepala pasien (fleksi) yang
sedang berbaring dan diusahakan agar dagu mencapai dada. Apabila terdapat tahanan
dan dagu tidak mencapai dada dikatakan kaku kuduk positif yang menandakan ada
kemungkinan iritasi meninges. Perhatikan pula apakah terdapat fleksi pada kedua tungkai,
jika terdapat fleksi maka dikatakan pemeriksaan Brudzinski I positif. [3,8]

Pemeriksaan Laseque dilakukan dengan pasien berbaring lurus dan ekstensi pada kedua
tungkai. Pemeriksaan dikatakan positif apabila timbul tahanan atau rasa nyeri pada
tungkai yang difleksikan sebelum mencapai 70 derajat.

Pemeriksaan Kernig dilakukan ketika pasien berbaring lurus dan dilakukan fleksi paha
pada sendi panggul sampai membuat sudut 90 derajat, setelah itu tungkai bawah
diekstensikan pada persendian lutut. Kernig positif apabila terdapat tahanan dan rasa
nyeri sebelum tercapai sudut 135 derajat. [3,8]

3. Pemeriksaan Neurologis Fokal

Sekitar 10-20% pasien dapat ditemui adanya abnormalitas neurologis fokal berupa
abnormalitas nervus kranial (III, IV, VI, dan VII). Dapat ditemukan adanya papil edema
pada 1% pasien yang mengindikasikan adanya peningkatan tekanan intrakranial.

Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein cairan
cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan
intrakranial.

1) Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan jernih, sel
darah putih meningkat, glukosa dan protein normal, kultur (-).
2) Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh, jumlah
sel darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur (+) beberapa
jenis bakteri.

b. Pemeriksaan Laboratorium Darah Rutin


Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap Darah
(LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.
1) Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Disamping
itu, pada Meningitis Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.
2) Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.

c. Pemeriksaan Radiologis
1) Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila mungkin
dilakukan CT Scan.

2) Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus


paranasal, gigi geligi) dan foto dada.
I. KASUS

Seorang pasien dirawat diruangan perawatan umum untuk pasien gangguan neurologi
dengan kapasitas 24 pasien.

Klien dirawat dengan keluhan sudah 3 hari tidak bisa bangun dari tempat tidur,lemas, nyeri
kepala,demam disertai menggigil,mual dan muntah. Saat pengkajian ditemukan suhu
390C, kaku kuduk + Kernig’s sign + pemeriksaan lumbal fungsi menunjukkan hasil kultur
+ bakteri Neisseria meningitidis grup B. Pasien didiagnosa meningitis akut. Keluarga
bertanya pada perawat bagaimana pasien bisa terkena penyakit ini. Pasien mendapatkan
terapi panadol 500mg tid, cefotaxime 2x 1gram bd, dexamethasone 0,15 mg/kg setiap 6
jam.

Dokter, perawat, ahli gizi dan tim kesehatan lainnya melakukan perawatan secara
terintegrasi untuk menghindari/mengurangi resiko komplikasi lebih lanjut seperti
hydrocephalus.

Data tambahan: skala nyeri pasien 7


ANALISA DATA

Data Subjektif Data Objektif

 Pasien mengatakan sudah  Suhu 390C


3 hari tidak bisa bangun dari tempat  Kaku kuduk +
tidur  Kernig’s sign
 Pasien mengatakan lemas  pemeriksaan lumbal fungsi
 Pasien mengatakan nyeri menunjukkan hasil kultur + bakteri
kepala Neisseria meningitidis grup B
 Pasien mengatakan demam  Pasien didiagnosa
disertai menggigil meningitis akut
 Pasien mengatakan mual  terapi panadol 500mg tid
dan muntah  cefotaxime 2x 1gram bd
 dexamethasone 0,15 mg/kg
setiap 6 jam.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

No Data Fokus Masalah Etiologi


Keperawatan
1 DS: Hipertermi Penyakit (inflamasi
pada meningen)
 Pasien mengatakan
demam disertai menggigil
DO:

 Suhu 390C
 terapi panadol 500mg
tid
 cefotaxime 2x 1gram
bd
 dexamethasone 0,15
mg/kg setiap 6 jam.
 Pasien didiagnosa
meningitis akut
 pemeriksaan lumbal
fungsi menunjukkan hasil
kultur + bakteri Neisseria
meningitidis grup B

No Data Fokus Masalah Etiologi


Keperawatan
2 DS: Nyeri akut Agens cedera
biologis (Iritasi
 Pasien mengatakan
selaput dan
nyeri kepala
jaringan otak)

DO:

 Kaku kuduk +
 pemeriksaan lumbal
fungsi menunjukkan hasil
kultur + bakteri Neisseria
meningitidis grup B
 Pasien didiagnosa
meningitis akut
 terapi panadol 500mg
tid
 cefotaxime 2x 1gram
bd
 dexamethasone 0,15
mg/kg setiap 6 jam.

No Data Fokus Masalah Etiologi


Keperawatan
3 DS: Intoleransi aktivitas Imobilitas

 Pasien mengatakan
sudah 3 hari tidak bisa
bangun dari tempat tidur
 Pasien mengatakan
lemas
 Pasien mengatakan
mual dan muntah

DO:

 Kernig’s sign
 pemeriksaan lumbal
fungsi menunjukkan hasil
kultur + bakteri Neisseria
meningitidis grup B
 Pasien didiagnosa
meningitis akut
 terapi panadol 500mg
tid
 cefotaxime 2x 1gram
bd
 dexamethasone 0,15
mg/kg setiap 6 jam.

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


Hasil
Hipertermia Setelah dilakukan Perawatan demam
tindakan keperawatan 1. Pantau suhu tubuh dan
1
masalah Hipertermia tanda-tanda vital
dapat teratasi dengan 2. Beri obat atau cairan IV
pasien menunjukkan: 3. Tutup pasien dengan
selimut atau pakaian
- Suhu tubuh
ringan, tergantung pada
normal 36,5oC
fase demam
- Sakit kepala
4. Dorong untuk konsumsi
berkurang
cairan
- Tidak menggigil
5. Fasilitasi istirahat,
terapkan pembatasan
aktivitas

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


Hasil
Nyeri Akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri (1400)
tindakan keperawatan
2 (NANDA, • Lakukan
masalah Nyeri Akut
00132) pengkajian
dapat teratasi dengan
komprehensif yang
pasien menunjukkan:
meliuti lokasi, durasi,
- Klien frekuensi, intensitas
menyatakan nyeri dan factor
secara verbal pencetus
tingkat kendali • Monitor tanda-
nyeri masih tanda vital
dapat diterima • Ajarkan pasien
- Skala teknik relaksasi napas
nyeri dapat dalam
berkurang • Ajarkan prinsip-
- Ekspresi prinsip manajemen
wajah baik nyeri
- TTV • Dukung
dalam batas istirahat/tidur untuk
normal membantu penurunan
nyeri.
• Kolaborasi
dengan dokter
mengenai pemberian
obat sesuai indikasi
NO Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi
Hasil
3 Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan Manajemen Energi (0180)
b.d imobilitas tindakan 1. Monitor tanda-tanda
(00092) keperawatan vital
masalah 2. Kaji status fisiologis
intoleransi aktivitas pasien yang menyebabkan
dapat teratasi kelelahan
dengan kriteria 3. Gunakan instrument
hasil: yang valid untuk mengukur
Tingkat Kelelahan: kelelahan
1. Kelel 4. Monitor lokasi dan
ahan tidak sumber
ada ketidaknyamanan/nyeri yang
2. Kele dilami pasien selama aktivitas
suan tidak 5. Monitor intake/asupan
ada nutrisi untuk mengetahui
3. Sakit sumber energy yang adekuat
kepala tidak 6. Tingkatkan Tirah Baring
ada 7. Kolaborasi dengan ahli
4. Kegi gizi mengenai cara
atan sehari- meningkatkan asupan energi
hari (ADL) dari makanan
tidak
terganggu
5. Meta
bolisme
tidak
terganggu

Referensi
Tarwoto. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta :
Sagung Seto

Digiulie, Mary. Dkk. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Rapha publishing

Smeltzer, Susan C. 2014. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta:


EGC

Tarwoto. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: CV Sagung Seto

Anurogo, Dito. 2014. 45 Penyakit dan Gangguan Saraf Deteksi Dini & Atasi 45 penyakit
dan Gangguan Saraf. Yogyakarta: Rapha Publishing

S-ar putea să vă placă și