Sunteți pe pagina 1din 22

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seorang anak yang sakit dapat menyebabkan ketegangan yang tinggi di dalam
keluarganya. Tentunya akan timbul kekhawatiran dan ketakutan yang sewajarnya
terjadi. Kebanyakan penyakit anak bersifat akut. Jaringan tubuh bayi dan anak
kecil tidak dapat membentuk pertahanan terhadap penyakit atau infeksi sama kuat
seperti yang dibentuk pada orang dewasa karena sistem imunnya masih belum
matur.
Talasemia beta tersebar luas di daerah mediterania seperti Itali, Yunani, Afrika
Utara, Timur Tengah, India Selatan, Srilangka sampai kawasan asia tenggara.
Frekuensi talasemia beta di asia tenggara adalah antara 3-9 %. Di dapat pula pada
negro Amerika, daerah-daerah tertentu di Italia dan negara-negara mediterania
frekuensi carrier thalasemia beta dapat mencapai 15-20%. Di Thailand 20%
penduduknya mempunyai satu atau jenis lain thalasemia alfa. Di Indonesia belum
jelas, di duga sekitar 3-5% sama seperti Malasia dan Singapura. Di Indonesia,
diperkirakan jumlah pembawa sifat thalasemia sekitar 5-6% dari jumlah populasi.
Palembang; 10%, Makassar; 7,8%, Ambon; 5,8%, Jawa; 3-4%, Sumatera Utara;
1-1,5%.
Secara normal, Hb A dibentuk oleh rantai polipeptida yang terdiri dari 2 rantai
beta. Pada beta thalassemia, pembuatan rantai beta sangat terhambat. Kurangnya
rantai beta berakibat pada meningkatnya rantai alpha. Rantai alpha ini mengalami
denaturasi dan presitipasi dalam sel sehingga menimbulkan kerusakan pada
membran sel, yaitu membrane sel menjadi lebih permeable. Sebagai akibatnya, sel
darah mudah pecah sehingga terjadi anemia hemolitik. Kelebihan rantai alpha
akan mengurangi stabilitas gugusan hem yang akan mengoksidasi hemoglobin
dan membrane sel, sehingga menimbulkan hemolisa.
Sebagai seorang perawat harus bisa mempertahankan periode tumbuh kembang
anak sehingga tidak mengganggu tumbuh kembang si anak karena penyakit yang
dideritanya. Walaupun anak berada atau di rawat di rumah sakit, perawat harus
bisa mengkondisikan lingkungan di sekitar anak sehingga nyaman untuk si anak.
2

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan sistem
hematologi thalasemia?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan
gangguan sistem hematologi thalasemia
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mengetahui tentang sistem hematopoesis
2. Mengetahui definisi penyakit Thalasemia
3. Mengetahui etiologi Thalasemia
4. Mengetahui tentang klasifikasi Thalasemia
5. Menjelaskan tentang klasifikasi Thalasemia
6. Mengetahui manifestasi klinis thalasemia
7. Mengetahui pemeriksaan diagnostic thalasemia
8. Mengetahui penatalaksanaan Thalasemia
9. Mengetahui komplikasi Thalasemia
10. Memgetahui Web of Caution Thalasemia
11. Mengetahui asuhan keperawatan pada Thalasemia

1.4 Manfaat
Mahasiswa mampu memahami serta meningkatkan asuhan keperawatan
pada anak dengan thalasemia.
3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Hematopoesis


2.1.1 Pembentukan sistem hematopoesis dalam embrio
Pada masa embrio, periode pembentukan sel darah merah dibedakan dalam 3
periode, yaitu:
1. Periode mesoblastik
Sel darah dibuat dari jaringan mesenkim. Mula-mula sel tersebut dibentuk
dalam pulau-pulau darah (blood islands) dari yolk sac. Dalam tahap selanjutnya
sistem hematopoesis dibentuk dalam jaringan mesoblastik. Dari pulau-pulau
darah tersebut dibentuk sel darah primitive pertama yang kemudian akan
menjadi eritroblas granulosit dan megakariosit. Masa embrio sebesar 2,25 mm,
pulau-pulau darah tersebut masih ditemukan, sedangkan pada embrio sebesar 5
mm sudah tidak tampak lagi. Pembentukan darah intravaskulus dalam yolk sac
dapat dilihat pda embrio sebesar 20 mm dan menghilang pada embrio umur 9
minggu.
2. Periode hepatik
Pada periode ini terjadi pada embrio sebesar 5-7 mm. Sel darah dibuat oleh
jaringan mesenkim yang banyak ditemukan dala jaringan hati. Tampak sel
eritroblas yang definitif, sel leukosit dan megakariosit. Sel granulosit ini
bertambah terus sampai bulan keempat kehidupan embrio. Dalam limpa
dibentuk eritropoesis dan leukopoesis tetapi hanya sampai bulan kelima
kehidupan fetus. Limpa terutama membentuk sistim limfosit. Timus
membentuk limfosit dan juga sedikit mielosit dan eritroblas.
3. Periode myeloid
Dimulai sejak embrio berumur 5 bulan. Mula-mula sel eritropoetik terutama
dibuat dalam hati sedangkan sel leukosit dalam sumsum tulang. Pada
perkembangan selanjutnya, pembuatan sel darah diambil alih oleh sumsum
tulang dan hepar tidak berfungsi membuat darah lagi. Sel mesenkim menjadi
berkurang, tetapi tetap ada dalam sumsum tulang, hati, limpa, kelenjar getah
4

bening dan dinding usus. Secar umum sel ini dikenal sebagai sistem
retikuloendotelial.
2.1.2 Hemoglobin
Di dalam sumsum tulang juga dibentuk protein. Hemoglobin, suatu bahan
penting dalam eritrosit dibentuk dalam sumsum tulang. Dibentuk dari hem dan
globin. Hem terdiri dari 4 struktur pirol dengan atom Fe di tengahnya,
sedangkan globin terdiri dari 2 pasang rantai polipeptida.
Jenis hemoglobin normal yang ditemukan pada manusia ialah HbA
(Hemoglobin Adult) yang kadarnya kira-kira 98%, HbF (Hemoglobin Foetus)
yang kadarnya tidak lebih dari 2% pada anak berumur lebih dari 1 tahun dan
kadar HbA2 yang kadarnya tidak lebih dari 3%. Pada bayi baru lahir kadar
HbF masih sangat tinggi yaitu kira-kira 90%.

2.2 Definisi
Menurut hukum mendel, thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik
herediter yang diturunkan secara resesif. Pada tahun 1925, diagnosa penyakit
ini pertama kali diumumkan oleh Thomas Cooley (Cooley’anemia) yang di
dapat diantara keluarga keturunan italia yang bermukim di USA. Kata
thalassemia berasal dari bahasa yunani yang berarti laut.
Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan
sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi
pendek yaitu kurang dari 100 hari. (Ngastiyah, 1997)
Talasemia adalah sekelompok heterogen anemia hipopkronik herediter
dengan berbagai derajat keparahan defek genetik yang mendasari meliputi
delesi total atau parsial gen rantai globin dan substitusi, delesi, atau insersi
nukleotida. (Behrman,dkk 2000)
Wilayah dengan prevalensi tinggi talasemia adalah sekitar Laut Tengah,
Timur Tengah, Asia Selatan, dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Oleh
karena itu talasemia juga sering disebut sebagai Mediterranean Cooley’s
Anaemia atau Homozygous Beta Thalassemia.
5

2.3 Etiologi
Talasemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat ditularkan (bersifat
genetik). Akibat hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia) yang dapat
disebabkan oleh:
1. Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal).
Misalnya pada Hb S, Hb F, Hb D, dan sebagainya.
2. Kegagalan sintesis rantai α atau β globin.

2.4 Klasifikasi
Secara molekuler talasemia dibedakan atas :
1. Talasemia α (gangguan pembentukan rantai α)
Pola warisan Talasemia α
6

2. Talasemia β (gangguan pembentukan rantai β)

3. Talasemia β-δ (gangguan pembentukan rantai β dan δ yang letak gennya


diduga berdekatan).
4. Talasemia δ (gangguan pembentukan rantai δ)

Secara klinis talasemia dibagi dalam 2 golongan yaitu :


1. Talasemia Mayor (bentuk homozigot), memiliki 2 gen cacat, memberikan
gejala klinis yang jelas. Penderita perlu pengobatan, karena sel darah merah
pecah sebelum waktunya, yaitu dalam 20-30 hari. Padahal normalnya 120
hari.
2. Talasemia intermedia adalah kondisi perantara antara bentuk mayor dan
minor. Pada individu yang mengalami talasmia golongan ini, biasanya
tampak seperti orang normal tapi kadang-kadang mungkin perlu dilakukan
transfusi, misalnya pada saat sakit atau kehamilan, tergantung pada
keparahan anemia mereka. Talasemia intermedia ditandai adanya anemia
mikrositik dan bentuknya heterozigot.
3. Talasemia Minor / Talasemia trait, dimana seseorang memiliki 1 gen cacat
dan biasanya tidak memberikan gejala klinis. Talasemia jenis ini tidak
7

memerlukan perawatan khusus. Penderita seringkali tidak merasakan gejala


apapun. Hanya kadang-kadang mengalami anemia kurang besi.

2.5 Patofisiologi
Penyakit Thalassemia disebabkan oleh adanya kelainan/ perubahan/ mutasi
gen globin alfa atau beta sehingga produksi rantai globin tersebut berkurang/
tidak ada. Akibatnya produksi Hb berkurang dan sel darah merah mudah
sekali rusak atau umurnya lebih pendek umurnya dari sel darah normal (120
hari). Bila kelainan pada gen globin alfa maka akan terjadi thalassemia alfa,
sedangkan kelainan pada gen globin beta akan menyebabkan penyakit
thalassemia beta.
Hemoglobin paska kelahiran yang normal terdiri dari dua rantai alpa dan
beta polipeptide. Dalam beta thalasemia ada penurunan sebagian atau
keseluruhan dalam proses sintesis molekul hemoglobin rantai beta.
Konsekuensinya adanya peningkatan compensatori dalam proses pensintesisan
rantai alpa dan produksi rantai gamma tetap aktif, dan menyebabkan
ketidaksempurnaan formasi hemoglobin. Polipeptid yang tidak seimbang ini
sangat tidak stabil, mudah terpisah dan merusak sel darah merah yang dapat
menyebabkan anemia yang parah. Untuk menanggulangi proses hemolitik, sel
darah merah dibentuk dalam jumlah yang banyak, atau setidaknya bone
marrow ditekan dengan terapi transfusi. Kelebihan fe dari penambahan RBCs
dalam transfusi serta kerusakan yang cepat dari sel defectif, disimpan dalam
berbagai organ (hemosiderosis).

2.6 Web of Caution


Faktor genetik
8

Kegagalan sintesis rantai α / β globin

Delesi gen globin α Mutasi gen globin β

Delesi 1 gen Delesi 2 gen Delesi 3 gen Mutasi 1 gen β Payah jantung
Mutasi 2 gen β

Silent carrier Thalasemia α


minor Thalasemia α Carrier Thalasemia β
mayor (thalasemia minor) mayor

Anemia ringan

Anemia ringan

Anemia berat

Hipertrofi
Detak jantung jaringan
Hb rendah lemah meningkat eritropoetik

MK: MK: pola MK: Payah jantung Penipisan tulang


Gangguan nafas inefektif Intoleransi
perfusi aktivitas
jaringan
Ekspansi massif sum-
Payah jantung sum tulang
mutasi 2 gen β
Hematopoesis
ekstra medula

MK: Nyeri akut hepatosplenomegali

mual
2.7 Manifestasi Klinis
MK: Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan Intake kurang
tubuh
9

Pada thalasemia mayor gejala klinik telah terlihat sejak anak baru berumur
kurang dari 1 tahun, yaitu:
 Lemah
 Pucat
 Gangguan tumbuh kembang
 Berat badan kurang
 Tidak dapat hidup tanpa transfusi
Pada anak yang besar sering dijumpai adanya:
 Gizi buruk
 Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba
 Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan hati
(hepatosplenomegali). Limpa yang besar ini mudah ruptur karena trauma
ringan saja
Gejala khas adalah:
 Bentuk muka mongoloid
Seperti: hidung pesek, tanpa pangkal hidung, jarak antara kedua mata lebar
dan tulang dahi juga lebar yang disebabkan karena adanya gangguan
perkembangan tulang muka dan tengkorak.
 Keadaan kuning pucat pada kulit
Jika pasien telah sering mendapat transfusi darah kulit menjadi kelabu
serupa dengan besi akibat penimbunan besi dalam jaringan kulit.
Penimbunan besi (hemosiderosis) dalam jaringan tubuh seperti pada hepar,
limpa dan jantung akan mengakibatkan gangguan faal pada alat-alat tersebut
(hemokromatosis).

Pembagian talasemia yang lebih rinci, dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tipe Ekspresi Gambaran Ekspresi Temuan
talasemia gen-globin hematologis klinis hemoglobin
Talasemia β
Homozigot β° β°/ β° Anemia berat, Anemia Hb F > 90%
nomoblastemia Cooley Tidak ada Hb A
Hb A2 meningkat
Homozigot β+ β+ / β + Anisositosis, Talasemia Hb A 20-40%
poiklositosis, intermedia Hb F 60-80%
anemia sedang
berat
10

Heterozigot β° β / β° Mikrositosis, Mungkin Peningkatan Hb


hipokromia, menderita A2 dan Hb F
anemia ringan splenomegali,
sampai sedang ikterus
+ +
Heterozigot β β /β Mikrositosis, Normal Peningkatan Hb
hipokromia, A2 dan Hb F
anemia ringan
+
Penyandang β /β Normal Normal Normal
tenang β,
heterozigot
Heterozigot δβ δβ / (δβ)° Mikrositosis, Biasanya Hb F 5-20%
hipokromia, normal Hb A2 normal
anemia ringan atau rendah
Heterozigot γδβ/ (γδβ)° Bayi baru lahir: Bayi baru Normal
γδβ anemia lahir: anemia
hemolitik hemolitik
mikrositosis dengan
normoblastemia splenomegali
Dewasa: serupa Dewasa:
dengan serupa dengan
Heterozigot δβ Heterozigot δβ
Talasemia α
Penyandang α/α, α Mikrositosis Normal Normal
tenang α ringan atau
normal
Ciri α α/-, α atau Mikrositosis, Biasanya Bayi baru lahir: Hb
-,-/ α,α hipokromia, normal Barts (γ4), 5-10%
anemia ringan Anak atau dewasa:
normal
Penyakit Hb H -,α/ -,- Mikrositosis, Talasemia Bayi baru lahir: Hb
benda inklusi intermedia Barts (γ4), 20-30%
dengan Anak atau dewasa:
pengecatan Hb H (β4) 4-20%
supravital,
anemia sedang
11

berat
Hidrops fetalis -,-/ -,- Anisositosis, Hidrops Hb Barts (γ4), 80-
–α poikilositosis, fetalis, 90%
anemia berat biasanya lahir Tidak ada Hb A
mati atau atau Hb F
kematian
neonatus
Tabel 1 Gambaran klinis dan hematologis bentuk utama talasemia (Behrman,dkk
2000)

2.8 Pemerikasaan Diagnostik


Pada pemeriksaan lab hapusan darah tepi didapatkan gambaran anisositosis,
hipokromi, poikilosiosis, sel target (fragmentosit dan banyak sel normoblas).
Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap besi
(IBC) menjadi rendah dapat mencapai nol. Hemoglobin pasien mengandung
Hb F yang tinggi biasanya lebih dari 30%. Kadang-kadang ditemukan juga
hemoglobin patologik. Di Indonesia kira-kira 45% pasien talasemia juga
mempunyai Hb E. pada umumnya pasien dengan talasemia Hb E maupun Hb S
secara klinis lebih ringan daripada talasemia mayor. Biasanya mereka baru
datang berobat/ ke dokter pada umur 4-6 tahun, sedangkan talasemia mayor
gejala telah tampak sejak umur 3 bulan.

2.9 Penatalaksanaan
1. Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 10 g/dl.
Indikasi dilakukan transfusi bila kadar Hb telah rendah sekali (kurang dari
6 gr %) atau bila anak terlihat lemah tidak ada nafsu makan. Transfusi
dengan dosis 15-20 ml/kg sel darah merah terpampat (PRC) biasanya
dilakukan setiap 4-5 minggu.
2. Splenectomy
Indikasi dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan
meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen
12

(transfusi). Splenectomy dilakukan pada anak yang lebih tua dari umur 2
tahun sebelum terjadi pembesaran limpa atau hemosiderosis.
3. Deferoxamine
Indikasi pemberian deferoxamine adalah untuk menghambat proses
hemosiderosis, yaitu penumpukan zat besi akibat pemberian transfusi darah
yang berlebihan. Fungsi deferoxamine adalah membantu ekskresi Fe.
4. Transplantasi sumsum tulang (bone marrow)
Terapi ini untuk anak yang sudah berumur diatas 16 tahun. Namun di
Indonesia, hal ini masih sulit dilaksanakan karena biayanya sangat mahal
dan sarananya belum memadai.

2.10 Komplikasi
Infeksi sering terjadi dan dapat berlangsung fatal pada masa anak-anak.
Pada orang dewasa menurunnya faal paru dan ginjal dapat berlangsung
progresif kolelikiasis sering dijumpai, komplikasi lain :
1. Infark tulang
2. Nekrosis
3. Aseptic kapur femoralis
4. Asteomilitis (terutama salmonella)
5. Hematuria sering berulang-ulang
6. Hepatosplenomegali
7. Gangguan Tumbuh Kembang
8. Disfungsi organ
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Analisa Kasus

An. T perempuan usia 3 tahun 5 bulan, BB=12 kg dirujuk ke RS Dr.


Soetomo dari RSUD. Menurut keterangan ibu awal anak dibawa ke rumah sakit
karena anak merasa sakit di bagian perut dan tampak semakin membesar, pucat,
lemah dan tidak mau makan selama satu minggu. Hasil pemeriksaan sebelumnya
13

di RSUD menunjukkan kadar Hb yang rendah yaitu 3 gr/dl. Hasil pengkajian


yang dilakukan oleh Ners L menunjukkan suhu 37.1°C, RR = 40x/menit, Nadi
115x/menit, nafas menggunakan otot bantu pernafasan tapi tidak ada retraksi otot
bantu pernafasan, CRT > 2 detik, konjungtiva anemis, hepar teraba 3x2x2 dan
terdapat pembesaran Lien schuffner IV. Menurut keterangan ibu bahwa dirasakan
ada kelainan pada anak mulai umur 7 bulan yaitu anak selalu tampak pucat dan
lemas. Dalam perkembangannnya anak sudah bisa tengkurap usia 4 bulan. Anak
belumbisa berjalan hanya duduk. Menurut keterangan ibu takut melatih anaknya
karena anak lemas dan takut jatuh. Dari keluarga tidak ada yang mengalami
penyakit yang sama, tapi ada yang menderita kanker paru yaitu kakeknya. Anak
masih ngompol di celana.

3.3 Analisa Data


Data Etiologi Masalah Keperawatan
DS: thalasemia PK: Anemia
Ibu mengatakan anakya
lemas destruksi eritropoesis
DO:
 Hb: 3 gr/dL kadar Hb dalam darah
 Konjungtiva anemis menurun

 Pucat
14

 lemah Anemia

DS: Thalasemia Pola nafas tidak efektif


Ibu menyatakan anak sesak
DO: destruksi eritropoesis
 RR: 40 x/ menit
 Nafas menggunakan jumlah Hb menurun
otot Bantu pernafasan
 Nadi: 115 x/menit kadar O2 menurun

 Hb: 3 gr/dL
Pola nafas tidak efektif
DS: Thalasemia Nyeri akut
Ibu An. T mengatakan anak
merasa sakit di bagian perut Hepatosplenomegali
DO:
 Skala nyeri 6 penekanan pada
 Anak meringis abdomen
menahan sakit
 RR: 40 x/menit nyeri akut

 Perut membesar
(hepatosplenomegali)
DS: Thalasemia perubahan nutrisi
Ibu mengatakan anaknya kurang dari kebutuhan
tidak mau makan selama 1 destruksi eritropoesis
minggu
DO: hepatosplenomegali
 An. T terlihat pucat
 BB: 12 kg kurang dari penekanan pada lambung
normal
 Lemah mual+muntah

 Hepatosplenomegali
Perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh
15

DS: thalasemia gangguan perfusi


Ibu mengatakan anak lemas jaringan perifer
DO: destruksi eritropoesis
 Pucat
 CRT > 2 detik kadar Hb menurun

oksigenasi ke perifer
kurang

gangguan perfusi perifer


DS: thalasemia intoleransi aktivitas
Ibu mengatakan anaknya
lemas, tidak bisa melakukan destruksi eritropoesis
aktivitas
DO: Kadar Hb menurun
 Lemah
 Pucat anemia

 Hb: 3 gr/dL
 Konjungtiva anemis lemah

intoleransi aktivitas

3.2. Diagnosa Keperawatan


1. PK anemia b.d kegagalan sintesis rantai globin akibat proses
penyakit
2. Pola nafas inefektif b.d penurunan kadar hemoglobin dalam darah
3. Nyeri akut b.d nyeri tekan pada daerah abdomen terkait dengan
proses penyakit
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual akibat
penekanan lambung karena proses penyakit
5. Gangguan perfusi jaringan kapiler b.d penurunan oksigenasi ke sel-
sel yang terkait dengan proses penyakit.
16

6. Intoleransi aktifitas b.d kelemahan umum, penurunan suplai


oksigen ke jaringan

3.3. Intervensi Keperawatan


a. PK anemia b.d kegagalan sintesis rantai globin akibat proses penyakit
Tujuan: Kadar hemoglobin dalam darah meningkat dalam waktu 2x24 jam
Kriteria Hasil:
1. kadar Hb 9-12 gr/dl
2. Pucat (-)
3. Konjungtiva merah muda / tidak anemis

INTERVENSI RASIONAL
1. Pemberian makanan yang 1. Meningkatkan kadar Hb dalam
mengandung zat besi darah
2. Peningkatan Hb dalam darah
2. Kolaborasi pemberian tranfusi
dengan waktu yang cepat
RPC, tapi jumlah dibatasi

b. Pola nafas tidak efektif b.d penurunan kadar hemoglobin dalam darah
Tujuan: Pola nafas klien teratur dan efektif dalam waktu 2 x 24 jam
Kriteria Hasil :
1. RR : 16-20 x/menit
2. Nadi : 60-100 x/menit
3. Tekanan darah dalam batas normal (dalam rentang 60-140 mmHg)
4. Pergerakan dada simetris
5. Penggunaan otot bantu nafas (-)
6. Cuping hidung (-)
7. Tidak ada nafas pendek
8. Kemudahan untuk bernafas

INTERVENSI RASIONAL
1.Kolaborasi pemberian oksigen 1. Memenuhi kebutuhan oksigen
sesuai indikasi yang kurang pada klien karena
17

menurunya kadar Hb
2.Berikan posisi semi fowler 2. Agar jalan nafas terbuka dan
memungkinkan ekspansi yang
maksimal.
3.Ajarkan teknik nafas dalam saat 3. Memudahkan anak untuk dapat
terjadi sesak bernafas secara efektif
4.Observasi tanda-tanda vital 4. Memantau keefektifan
pernafasan pada klien
5.Monitor pola nafas, frekuensi dan 5. Memantau keefektifan
kedalaman nafas pernafasan pada klien sehingga
dapat dilakukan tindakan yang
tepat dan efektif

c. Nyeri akut b.d nyeri tekan pada daerah abdomen terkait dengan proses penyakit
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang dalam waktu 2x24 jam
Kriteria Hasil :
1. Ungkapan tidak ada nyeri
2. Wajah tidak tampak menyeringai menahan sakit
3. Skala nyeri berkurang menjadi 0-3
4. RR: 16-20x/menit
5. Tekanan darah dalam batas normal (rentang 60-140
mmHg)
INTERVENSI RASIONAL
18

1. Monitor perkembangan nyeri 1. Membantu mengkaji luasnya dan


(PQRST) beratnya nyeri sehingga
pengobatan dapat dilakukan
sesuai dengan skala nyeri
2. Ajarkan teknik relaksasi : nafas 2. menurunkan ketegangan otot yang
dalam dapat menurunkan intensitas nyeri
3. Memperbaiki sirkulasi jaringan
3. Berikan posisi nyaman 4.Mengurangi rasa nyeri dengan
4. Kolaborasi pemberian analgesik menekan sistem syaraf pusat (SSP)

5. Mengetahui perkembangan nyeri


5. Observasi tanda-tanda vital tiap pada klien, semakin membaik atau
8 jam memburuk

d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual akibat penekanan
lambung karena proses penyakit
Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi dalam waktu 1 minggu

Kriteria Hasil:

1. Terjadi pertambahan berat badan 0,5-1 kg dalam 1 minggu


2. BB normal sesuai dengan umur=( umur(tahun)x2+8) 3,4x2+8=14 kg
3. Klien meningkatkan masukan oral.
4. Porsi makan habis
5. Individu menyatakan peningkatan nafsu makan serta frekuensi makan

INTERVENSI RASIONAL
1. Kolaborasi dengan ahli gizi 1. Mencukupi kebutuhan
untuk menentukan banyaknya gizi pada klien
kalori yang dibutuhkan 600 Kkal
2. Berikan suasana yang 2. Memberikan perasaan
menyenangkan. yang nyaman dan rileks bagi
klien agar mau menghabiskan
19

porsi makanannya.
3. Pemberian makanan sedikit tapi 3. Memenuhi kebutuhan
sering dan disajikan dalam nutrisi pada klien
bentuk yang menarik.
4. Ajarkan pada orang tua cara-cara 4. Dengan
untuk membujuk anak agar mau dibujuk/didampingi orang tua,
makan. anak akan mau menghabiskan
porsi makanannya.

f. Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan oksigenasi ke sel-sel yang terkait


dengan proses penyakit.
Tujuan : Menunjukkan perfusi yang adekuat dalam waktu 2x 24 jam
Kriteria Hasil:
1. RR:16-20 x/mnt
2. TD: 120/80 mmHg
3. N: 60-100x/mnt
4. Konjungtiva dan membran
mukosa berwarna merah muda (tidak pucat)
5. CRT < 2 detik.

INTERVENSI RASIONAL
1. Monitoring tanda-tanda 1. Membantu menentukan kebutuhan
vital, mukosa, kulit dan intervensi.
CRT 2. Mencegah vasokonstriksi
2. Pertahankan suhu membantu dalam mempertahankan
lingkungan dan kehangatan sirkulasi dan perfusi
tubuh.
3. Kolaborasi : 3. Memaksimalkan transport oksigen ke
- Berikan oksigen tambahan jaringan sehingga suplai O2 tubuh
sesuai kebutuhan. adekuat. Transfusi RPC
- Transfusi RPC sesuai
meningkatkan komponenen eritrosit
indikasi dan advis dokter
dalam darah. Vit.E dapat
- Berikan vit. E sesuai
memperpanjang umur eritrosit.
indikasi
20

g. Intoleransi aktifitas b.d kelemahan umum, penurunan suplai oksigen ke


jaringan
Tujuan: Klien dapat melakukan aktifitas sesuai dengan toleransi dalam
waktu 3x24 jam
Kriteria Hasil :
1. Nadi : 60-100 x/ menit
2. RR normal: 16-20 x/menit
3. Tekanan darah dalam batas normal (rentang 60-140 mmHg)
4. Klien dapat beraktifitas
5. Tidak pusing, tidak lemas
6. Tidak ada sianosis dan pucat

INTERVENSI RASIONAL
1. Observasi tanda-tanda vital 1.Memantau adanya tingkat kelemahan
klien tubuh yang terjadi
2. Tingkatkan aktivitas secara 2.Melatih kemampuan gerak klien agar
bertahap sesuai dengan tidak terjadi penurunan fungsi otot
toleransi
3. rencanakan aktifitas 3.Menghindarkan pasien dari kegiatan
keperawatan yang tidak yang melelahkan
menyita banyak waktu dan 4.Melatih kemampuan gerak klien agar
energi tudak terjadi penurunan fungsi otot
4. Kolaborasi dengan terapi fisik
5.dukungan dari kelurga sangat penting
untuk latihan aktivitas
untuk memotivasi pasien dalam
5. Anjurkan keluarga untuk selalu
melakukan aktivitas
mendampingi klien dan
membantu memenuhi
kebutuhan klien sesuai dengan
kemandirian pasien
BAB 4
PENUTUP
21

4.1 Kesimpulan
 Talasemia adalah sekelompok heterogen anemia hipopkronik herediter
dengan berbagai derajat keparahan defek genetik yang mendasari meliputi
delesi total atau parsial gen rantai globin dan substitusi, delesi, atau insersi
nukleotida.
 Talasemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat ditularkan (bersifat
genetik) akibat dari gangguan pembentukan hemoglobin.
 Secara molekuler talasemia dibedakan menjadi talasemia α talasemia β , dan
talasemia δ. Secara klinis talasemia dibedakan menjadi talasemia mayor dan
talasemia minor.
 Manifestasi talasemia ditandai dengan lemah, pucat, gangguan tumbuh
kembang, berat badan kurang, bentuk muka mongoloid dan kulit kuning
pucat.
 Penatalaksanaan dengan Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 10 g/dl,
splenectomy, deferoxamine, atau transplantasi sumsum tulang (bone
marrow)

4.2 Saran
1. Dalam menerapkan asuhan keperawatan pada anak dengan talasemia. Yang
perlu diperhatikan adalah kondisi umum dan kondisi pertumbuhan
perkembangan anak.
2. Yang terpenting dalam management penanganan anak dengan talasemia
adalah pemberian transfusi darah apabila hb anak kurang dari 6 g/dl
diberikan seumur hidup seiap 4-5 minggu sekali.

DAFTAR PUSTAKA
22

Artikel Beta Thalasemia. diakses dari


http://www.medicinenet.com/beta_thalassemia/article.htm. diakses tanggal
26 Maret 2010 pukul 20.00 WIB

Behrman, dkk. Editor Samik Wahab, Prof. DR. 2000. Ilmu Kesehatan Anak
Volume 2 edisi 15. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC hal 1708-1712

Beta-Thalasemia. 2010. diakses dari http://en.wikipedia.org/wiki/Beta-


thalassemia. diakses tanggal 26 Maret 2010 pukul 18.42 WIB

Carpenito, Lynda Juall and Moyet. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan
Edisi 10. Jakarta: EGC

Doenges, Marilynn E., Moorhouse, Mary Frances & Geissler, Alice C. 2000.
Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.

National Heart Lung snd Blood Intensive. Thalasemias. diakses dari


http://www.nhlbi.nih.gov/health/dci/Diseases/Thalassemia/Thalassemia_Ca
uses.html . diakses tanggal 26 Maret 2010 pukul 18.24 WIB

Ngastiyah.1997. Perawatan Anak Sakit. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta

Thalasemia Foundation of Canada. What is Thalasemia Minor. diakses dari


http://www.thalassemia.ca/formatsearch.asp?
searchQ=What+is+Thalassemia+Minor

Thomas Roslyn. alih bahasa Adrianto, Petrus, Dr. 1994. Atlas Bantu Pediatri
cetakan ke dua. Jakarta: Hipokrates. Hal 11

S-ar putea să vă placă și