Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
Nama :
Margaretha Neneng 010116A053
Riska Novianti 010116A068
Septi Widya 010116A074
Tri Alan Mugi Rahayu 010116A078
Widyawati 010116A089
B. Gejala PTSD
Gejala utama PTSD terbagi menjadi tiga, yaitu:
1. Re-experience phenomena
a. Munculnya kembali perasaan tertekan atau terancam baik
dalam imajinasi, pikiran ataupun persepsi.
b. Munculnya mimpi-mimpi yang menakutkan.
c. Adanya reaksi psikologis yang merupakan simbol/ terkait
dengan peristiwa trauma.
d. Adanya reaksi fisik yang merupakan simbol/ terkait dengan
peristiwa trauma.
2. Avoidance or numbing reaction
a. Menghindari pikiran, perasaan atau pembicaraan yang
berkaitan dengan peristiwa traumatic.
b. Menghindari kegiatan, tempat atau orang-orang yang terkait
dengan trauma.
c. Ketidakmampuan untuk mengingat aspek penting dari trauma.
d. Berkurangnya minat atau partisipasi dalam kegiatan yang
terkait.
e. Kekakuan perasaan atau ketidakmampuan mengekspresikan
perasaan seperti kasih sayang.
f. Kehilangan harapan seperti tidak memiliki minat terhadap
karir, perkawinan, keluarga atau kehidupan jangka panjang.
3. Symptoms of increased arousal: peningkatan gejala distress
Adapun kriterianya adalah :
a. Seseorang biasanya mengalami atau dihadapkan pada ancaman
yang serius termasuk bencana, kematian, kecelakan luar biasa,
ancaman fisik terhadap diri maupun orang lain.
b. Individu mengalami kondisi ketakutan, tidak berdaya dan
selalui dihantui oleh peristiwa tersebut. Pada kasus anak sering
terjadi perilaku yang disorganized atau agitasi. Jika kedua
kriteria tersebut muncul maka dapat dilakukan
pengelompokan gejala kedalam tiga gejala utama tadi.
C. Fase-Fase PTSD
Fase-fase keadaan mental pasca bencana:
1. Fase kritis
Fase dimana terjadi gangguan stres pasca akut (dini/cepat) yangmana
terjadi selama kira-kira kurang dari sebulan setelah menghadap bencana.
Pada fase ini kebanyakan orang akan mengalami gejala-gejala depresi
seperti keinginan bunuh diri, perasaan sedih mendalam, susah tidur,dan
dapat juga menimbulkan berbagai gejala psikotik.
2. Fase setelah kritis
Fase dimana telah terjadi penerimaan akan keadaan yang
dialami dan penstabilan kejiwaan, umumnya terjadi setelah 1 bulan
hingga tahunan setelah bencana, pada fase ini telah tertanam suatu
mindset yang menjadi suatu phobia/trauma akan suatu bencana tersebut
(PTSD) sehingga bila bencana tersebut terulang lagi, orang akan
memasuki fase ini dengan cepat dibandingkan pengalaman
terdahulunya.
3. Fase stressor
Fase dimana terjadi perubahan kepribadian yang berkepanjangan
(dapat berlangsung seumur hidup) akibat dari suatu bencana dimana
terdapat dogma “semua telah berubah”.
F. Penanganan PTSD
1. Farmakologi
a. Terapi anti depresan: Obat yang biasa digunakan adalah
benzodiazepin, litium, camcolit dan zat pemblok beta– seperti
propranolol, klonidin, dan karbamazepin. Dosis contoh, estazolam
0,5-1 mg per os, Oksanazepam10-30 mg per os, Diazepam (valium) 5-
10 mg per os, Klonaz-epam 0,25-0,5 mg per os, atau Lorazepam 1-2
mg per os atau IM.
b. Antiansietas: alprazolam digunakan untuk mengatasi depresi dan
panik pada pasien PTSD, buspirone dapat meningkatkan serotonin.
2. Non- farmakologi
Psikoterapi yang dapat digunakan dan efektif untuk penanganan PTSD
yaitu dengan Anxiety Management dimana terapis akan mengajarkan
beberapa keterampilan untuk membantu mengatasi gejala PTSD dengan
lebih baik melalui:
a. Relaxation training, yaitu belajar mengontrol ketakutan dan
kecemasan secara sistematis dan merelaksasikan nyaman, bahkan
reaksi fisik yang tidak baik seperti jantung berdebar dan sakit kepala.
b. Breathing retraining, belajar bernafas dengan perut secara perlahan,
santai. Menghindari bernafas tergesa-gesa yang merasakan tidak
nyaman.
c. Positive thinking dan self-talk, yaitu belajar untuk
menghilangkan pikiran negatif dan mengganti dengan pikiran positif
ketika menghadapi hal– hal yang membuat stress (stresor).
d. Assertiveness training, yaitu belajar bagaimana
mengekspresikan harapan, opini dan emosi tanpa menyalahkan atau
menyakiti orang lain.
e. Thought stopping, yaitu belajar bagaimana mengalihkan pikiran ketika
kita sedang memikirkan hal-hal yang membuat kita stress.
f. Cognitive therapy, terapis membantu untuk merubah kepercayaan
yang tidak rasional yang mengganggu emosi dan mengganggu
kegiatan. Tujuan kognitif terapi adalah mengidentifikasi pikiran-
pikiran yang tidak rasional, mengumpulkan bukti bahwa pikiran
tersebut tidak rasional untuk melawan pikiran tersebut yang kemudian
mengadopsi pikiran yang lebih realistik untuk membantu mencapai
emosi yang lebih seimbang.
g. Exposure therapy: para terapis membantu menghadapi situasi yang
khusus, orang lain, obyek, memori atau emosi yang mengingatkan
pada trauma dan menimbulkan ketakutan yang tidak realistik dalam
kehidupannya. Terapi dapat berjalan dengan cara: exposure in
the imagination, yaitu bertanya pada penderita untuk
mengulang cerita secara detail sampai tidak mengalami
hambatan menceritakan; atau exposure in reality, yaitu membantu
menghadapi situasi yang sekarang aman tetapi ingin dihindari
karena menyebabkan ketakutan yang sangat kuat.
h. Terapi bermain (play therapy) mungkin berguna pada
penyembuhan anak dengan PTSD. Terapi bermain dipakai untuk
menerapi anak dengan PTSD. Terapis memakai permainan untuk
memulai topik yang tidak dapat dimulai secara langsung. Hal ini dapat
membantu anak lebih merasa nyaman
G. Asuhan Keperawatan Jiwa Pasca Bencana
1. Pengkajian
Pengkajian untuk klien dengan PTSD meliputi empat aspek yang akan
bereaksi terhadap stress akibat pengalaman traumatis, yaitu :
a. Pengkajian Perilaku ( Behavioral Assessment )
Yang dikaji adalah :
1) Dalam keadaan yang bagaimana klien mengalami perilaku agresif
yang berlebihan.
2) Dalam keadan yang seperti apa klien mengalami kembali trauma
yang dirasakan.
3) Bagaimana cara klien untuk menghindari situasi atau aktifitas yang
akan mengingatkan klien terhadap trauma.
4) Seberapa sering klien terlibat aktivitas sosial.
5) Apakah klien mengalami kesulitan dalam masalah pekerjaan
semenjak kejadian traumatis.
b. Pengkajian Afektif ( Affective Assessment )
1) Berapa lama waktu dalam satu hari klien merasakan ketegangan
dan perasaan ingin cepat marah.
2) Apakah klien pernah mengalami perasaan panik.
3) Apakah klien pernah mengalami perasaan bersalah yang berkaitan
dengan trauma.
4) Tipe aktivitas yang disukai untuk dilakukan.
5) Apa saja sumber - sumber kesenangan dalam hidup klien.
6) Bagaimana hubungan yang secara emosional terasa akrab dengan
orang lain.
c. Pengkajian Intelektual ( Intellectual Assessment )
1) Kesulitan dalam hal konsentrasi.
2) Kesulitan dalam hal memori.
3) Berapa frekuensi dalam satu hari tentang pikiran yang berulang
yang berkaitan dengan trauma.
4) Apakah klien bisa mengontrol pikiran – pikiran berulang tersebut
5) Mimpi buruk yang dialami klien.
6) Apa yang disukai klien terhadap dirinya dan apa yang tidak disukai
klien terhadap dirinya.
B. Saran
Diharapkan mahasiswa keperawatan dapat mempelajari lebih banyak
mengenai gangguan-gangguan jiwa atau psikososial seseorang yang
mengalami traumatis dan bagaimana penanganan yang baik yang diberikan
kepada pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Posttraumatic Stress Disorder (PTSD). Diambil 6 Oktober 2015, dari
http://drhasto.blogspot.co.id/2012/08/post -traumatic-stress-disorder-
ptsd.html?m=1
(2010, Mei 21). Posttraumatic Stress Disorder (gangguan stress pascatrauma).
Diambil 6 Oktober 2015, dari
https?//technurlogy.wordpress.com/2010/05/32/post-traumatic-stress-disorder-
gangguan-stres-pascatrauma/
Dochterman, J.M., & Bulecheck, G.M. 2004. Nursing Interventions Classification
(NIC). 5 th ed. America : Mosby Elseiver.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M., & Swanson, L. 2008. Nursing Outcomes
Clasification (NOC). 5 th ed. United Statef of America : Mosby Elsevier
Nanda International. 2015. Diagnosa Keperawatan : definisi dan klasifikasi 2015-
2017. 10th ed. Jakarta : EGC.