Sunteți pe pagina 1din 24

LAPORAN TETAP

PENGELOLAAN LIMBAH PERTANIAN

PEMBUATAN PUPUK CAIR, KOMPOS, PELET,


PENETAPAN C-ORGANIK DAN pH KOMPOS

Nurul Aulia Hapizah


05101381621049

PROGRAM STUDI ILMU TANAH


JURUSAN TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018
SUMMARY
AS’AD SYAZILI. Study of how to land preparation and fertilize N, P,
and K on the growth of sugarcane (Saccarum officinarum L.) at PTPN VII Cinta
Manis (supervised by Ir. Yaswan Karimuddin, M.S.)

Sugar is a strategic commodity in the Indonesian economy, with sugar cane


area of not less than 400,000 ha, the national sugar industry is currently one of the
sources of income for around 195.5 thousand RTUT (Farmer Farming
Households) Sugarcane (Saccharum officinarum) is used as an ingredient the
main standard in the sugar industry. PTPN VII Cinta Manis produces large-scale
sugar with extensive sugar cane plantations, with various activities of companies
and plantations PTPN VII Cinta Manis has structured organizational structure of
the company to support and carry out various activities and work programs
contained in PTPN VII Cinta Manis according with the company's Vision and
Mission. Soil processing is one of the plantation activities at PTPN VII Cinta
Manis, in land preparation activities on PCs using semi-mechanical systems the
activities carried out include Waste Rasp, Application of Urea 5 kg / ha, Plow,
Subsoiling, Rake I, Garu II, Kair, and Farm LayOut. Plantation activities are free
from fertilization, Type of fertilizer on KTG PC land consists of Urea, TSP, KCL,
Dolomite, Calcium Silicate, and Compost with 2 applications, namely Fertilizer I
and Fertilizer II, Fertilizer I applied at the same time planting, Fertilizer II applied
what age 2 months after planting the whole activity is to support the growth of
sugar cane to grow stably and production can increase.
RINGKASAN

AS’AD SYAZILI. Kajian Tentang Cara Pengolahan Tanah Dan Pemupukan


N, P, dan K Terhadap Pertumbuhan Tebu (Saccarum officinarum L.) Di PTPN VII
Cinta Manis (Dibimbing oleh Ir. Yaswan Karimuddin, M.S.)

Gula merupakan komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia,


dengan luas areal tebu yang tidak kurang dari 400.000 ha, industri gula nasional
https://mail-attachment.googleusercontent.com/attachment/u/wMcdtGEIPS Xuyg
CScoQ4YKyWVmbsJBTfAPXmheINr63zNq4g 09/11/18 11.08 Halaman 1 dari 2
pada saat ini merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 195.5 ribu
RTUT (Rumah Tangga Usahatani Tani) Tanaman tebu (Saccharum officinarum)
dimanfaatkan sebagai bahan baku utama dalam industri gula. PTPN VII Cinta
Manis memproduksi gula dengan skala yang besar dengan perkebunan tebu yang
luas, dengan berbagaimacam kegiatan perusahan dan perkebunan PTPN VII Cinta
Manis memiliki kestrukturalan keorganisasian perusahan yang terstruktur untuk
menopang dan melaksanakan berbagai macam kegiatan dan program kerja yang
terdapat di PTPN VII Cinta Manis sesuai dengan Visi dan Misi perusahaan.
Pengolahan tanah adalah salah satu kegiatan perkebunan di PTPN VII Cinta
Manis, dalam kegiatan pengolahan tanah pada PC menggunakan sistem semi
mekanis kegiatan yang dilakukan meliputi Serak Sampah, Aplikasi Urea 5 kg/ha,
Bajak, Subsoiling, Garu I, Garu II, Kair, dan LayOut Kebun. Kegiatan perkebunan
di lepas dari pemupukan, Jenis pupuk pada lahan KTG PC terdiri Urea, TSP,
KCL, Dolomit, Kalsium Silikat, dan Kompos dengan 2 kali aplikasi yaitu Pupuk I
dan Pupuk II, Pupuk I di aplikasikan pada saat tanam secara bersamaan, Pupuk II
di aplikasikan apa umur 2 bulan setelah tanam keseluruhan kegiatan yaitu untuk
menopang pertumbuhan tebu agar tumbuh secara stabil serta produksi dapat
meningkat.
LAPORAN TETAP
PENGELOLAAN LIMBAH PERTANIAN

PEMBUATAN PUPUK CAIR, KOMPOS, PELET,


PENETAPAN C-ORGANIK DAN pH KOMPOS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk dapat mengikuti ujian akhir
semester (UAS) praktikum pengelolaan limbah pertanian.

Nurul Aulia Hapizah


05101381621049

PROGRAM STUDI ILMU TANAH


JURUSAN TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018
LEMBAR PENGESAHAN

PEMBUATAN PUPUK CAIR, KOMPOS, PELET,


PENETAPAN C-ORGANIK DAN pH KOMPOS

LAPORAN TETAP
PENGELOLAAN LIMBAH PERTANIAN

Oleh :
Nurul Aulia Hapizah
05101381621049

Indralaya, 27 November 2018

Ko-as

As’ad Syazili
05021381520004
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Limbah merupakan bahan sisa yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan proses
produksi, baik pada skala rumah tangga, industri, pertambangan, dan sebagainnya.
Berdasarkan sifatnya limbah dibedakan menjadi 2, yaitu limbah organik dan
limbah anorganik. Limbah organik merupakan limbah yang dapat diuraikan secara
sempurna melalui proses biologi baik aerob maupun anaerob, sedangkan limbah
anorganik merupakan limbah yang tidak dapat diuraikan melalui proses biologi.
Limbah organik yang dapat diurai melalui proses biologi mudah membusuk,
seperti sisa makanan, sayuran, potongan kayu, daun-daun kering, dan
sebagainnya. Limbah organik dapat mengalami pelapukan (dekomposisi) dan
terurai menjadi bahan kecil dan berbau (Latifa, 2011).
Permasalahan limbah merupakan masalah yang dihadapi hampir seluruh
negara di dunia, tidak hanya di negara-negara berkembang, limbah juga masih
menjadi permasalahan di negara-negara maju. Di Indonesia misalnya, rata-rata
penduduk kota-kota besar dapat menghasilkan puluhan ton limbah padat setiap
harinya. Limbah-limbah padat tersebut diangkut oleh truk-truk khusus dan
dibuang atau ditumpuk begitu saja di tempat yang sudah disediakan tanpa diapa-
apakan lagi. Dari hari ke hari limbah itu terus menumpuk dan terjadilah bukit
limbah seperti yang sering kita lihat.
Berdasarkan nilai ekonomisnya, limbah dapat dibedakan menjadi limbah
yang mempuyai nilai ekonomis dan ada limbah yang tidak memiliki nilai
ekonomis. Limbah yang memiliki nilai ekonomis yaitu limbah dengan melalui
suatu proses yang nantinya akan memberikan suatu nilai tambah, sedangkan
limbah non ekonomis yaitu suatu limbah yang walaupun hanya dilakukan proses
lanjut dengan melalui cara apapun tetap tidak akan memberikan nilai tambah
kecuali sekedar untuk mempermudah sistem pembuangan limbah. Jenis limbah
tersebut sering menimbulkan masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan
(Kristanto, 2006).
Limbah organik sebagai hasil samping produksi pertanian ini, sebagian besar
belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Selama ini, pemanfaatan jerami padi
diantaranya digunakan sebagai pupuk (37%), alas kandang yang kemudian
dijadikan sebagai kompos (36%) dan sebagai pakan ternak (15-22%) (Badan
Litbang Pertanian, 2012). Sementara kulit singkong kebanyakan digunakan
sebagai bahan baku bioetanol, biobriket dan karbon aktif (Agustin et al., 2014).
Pengolahan limbah organik yang kurang optimal ini, salah satunya
diakibatkan karena susunan heterogen dari polisakarida penyusun bahan
lignoselulosa yang terkandung dalam dinding sel tanaman (Anindyawati, 2010).
Padahal dinilai dari potensi yang ada, nampaknya limbah pertanian dapat
dijadikan sebagai alternatif dalam memenuhi kebutuhan pakan ternak yang cukup
tinggi. Aspek yang terkait dengan pemanfaatan limbah sebagai pakan ternak
diantaranya adalah ketersediaan bahan baku dengan nilai ekonomis yang tinggi
dan dapat membantu mengurangi pencemaran lingkungan. Namun kendala utama
pemanfaatan limbah pertanian dan perkebunan sebagai pakan ternak adalah nilai
nutrisi dan kecernaan yang rendah (protein rendah dengan kandungan serat yang
tinggi) (Murni et al., 2008).
Limbah merupakan sampah sisa produksi yang mengandung bahan – bahan
yang dapat menimbulkan polusi dan dapat menganggu kesehatan. Pada umumnya
sebagian orang mengatakan bahwa sampah adalah bahan yang tidak berguna dan
tidak dapat dimanfaatkan kembali yang harus segera dibuang. Jika pembuangan
dilakukan secara terus menerus maka akan menimbulkan penumpukan sampah.
Penumpukan sampah inilah yang dapat menimbulkan penyakit dan menimbulkan
polusi jika tidak segera di olah.

1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari pratikum pengelolaan limbah pertanian adalah agar dapat
mengetahui manfaat dari limbah pertaian dan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk
organik yang dapat mengurangi dampak pencemaran lingkungan dan dapat
menjadi nilai ekonomis bagi masyarakat.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Limbah Pertanian


Limbah merupakan bahan sisa yang dihasilkan dari suatu kegiatan
dan proses produksi, baik pada skala rumah tangga, industri,
pertambangan, dan sebagainnya. Berdasarkan sifatnya limbah dibedakan
menjadi 2, yaitu limbah organik dan limbah anorganik. Limbah organik
merupakan limbah yang dapat diuraikan secara sempurna melalui proses
biologi baik aerob maupun anaerob, sedangkan limbah anorganik
merupakan limbah yang tidak dapat diuraikan melalui proses biologi.
Limbah organik yang dapat diurai melalui proses biologi mudah
membusuk, seperti sisa makanan, sayuran, potongan kayu, daun-daun
kering, dan sebagainnya. Limbah organik dapat mengalami pelapukan
(dekomposisi) dan terurai menjadi bahan kecil dan berbau (Latifa, 2011).
Berdasarkan nilai ekonomisnya, limbah dapat dibedakan menjadi
limbah yang mempuyai nilai ekonomis dan ada limbah yang tidak
memiliki nilai ekonomis. Limbah yang memiliki nilai ekonomis yaitu
limbah dengan melalui suatu proses yang nantinya akan memberikan suatu
nilai tambah, sedangkan limbah non ekonomis yaitu suatu limbah yang
walaupun hanya dilakukan proses lanjut dengan melalui cara apapun tetap
tidak akan memberikan nilai tambah kecuali sekedar untuk mempermudah
sistem pembuangan limbah. Jenis limbah tersebut sering menimbulkan
masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan (Kristanto, 2006).
Limbah Pertanian diartikan sebagai bahan yang dibuang di
sektor pertanian,misalnya sabut dan tempurung kelapa,jerami dan dedak padi,
kulit.. Secara garis besar limbah pertanian itu dibagi ke dalam limbah pra dan Saat
panen serta limbah pasca panen. Limbah pasca panen juga bisa terbagi dalam
kelompok limbah sebelum diolah dan limbah setelah diolah ataulimbah industri
pertanian.
Limbah pertanian terbagi atas dua kelompok yaitu :
1. Limbah pertanian pra panen
Limbah pertanian pra panen yaitu materi-materi biologi yang terkumpul
sebelum atau sementara hasil utamanya diambil. Sebagai contoh daun, ranting,
atau daun yang gugur sengaja atau tidak biasanya dikumpulkan sebagai sampah
dan ditangani umumnya hanya dibakar saja.
2. Limbah pertanian saat panen
Limbah pertanian saat panen cukup banyak berlimpah. Golongan
tanamanserealia misalnya yang populer di Indonesia antara lain batang atau jerami
saat panen padi, jagung, dan mungkin sorgum.
Limbah industri pertanian adalah buangan dari pabrik/industri
pengolahan hasil pertanian. Seperti industri-industri lainnya justru limbah ini
yang banyak menimbulkan polusi lingkungan kalau tidak ditangani secara baik.
Jenis industri ini juga cukup banyak. Untuk memudahkan penanganannya
limbah industri pertanian ini bisa dikelompokkan berdasarkan komponen
bahan bakunya, apakah limbah karbohidrat, protein atau lemak demikian juga
bisa dikelompokkan berdasarkan fasanya yang terbesar apakah cairan atau
padatan. Untuk penanganannya, lim bah cair biasanya dikelompokkan lagi
berdasarkan BOD (Biological Oxygen Demand)-nya.
Berdasarkan jenis wujud limbah pertanian diklasifikasikan atas tiga
jenis yaitu limbah padat, limbah cair dan limbah gas. Ketiga jenis limbah ini
dapat dikeluarkan sekaligus oleh satu industri ataupun satu persatu sesuai
dengan proses yang ada di industri pertanian.
1. Limbah Padat
Bahan-bahan buangan baik dari limbah pra panen, limbah panen, limbah
pasca panen dan limbah industri pertanian yang wujudnya padat dikelompokkan
pada limbah padat, contoh : Daun-daun kering, jerami, sabut dan tempurung
kelapa.
2. Limbah cair
Limbah cair industri pertanian sangat banyak karena air digunakan untuk :
a. Membersihkan bahan pangan dan peralatan pengolahan.
b. Menghanyutkan bahan-bahan yang tidak dikehendaki (kotoran).
Limbah cair yang berasal dari industri pertanian banyak mengandung bahan-
bahan organik (karbohidrat, lemak dan protein) karena itu mudah sekali busuk
dengan menimbulkan masalah polusi udara (bau) dan polusi air.
Sifat-sifat limbah cair dibedakan atas tiga kelompok yaitu :
a. Sifat fisik misalnya suhu, pH, warna bau dan endapan.
b. Sifat kimiawi misalnya adanya kandungan organik (karbohidrat, protein,
lemak dll) dan kandungan an organik (nitrogen, khlorida, fosfor dll).
c. Sifat biologis misalnya ada tidaknya mikroorganisme. Untuk mengukur
kadar bahan organik dari limbah cair biasanya dilakukan analisis BOD
(Biochemical Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand).
3. Limbah gas
Limbah gas adalah limbah berupa gas yang dikeluarkan pada saat pengolahan
hasil-hasil pertanian, misalnya gas yang timbul berupa uap air pada proses
pengurangan kadar air selama proses pelayuan teh dan proses pengeringannya.
Limbah gas ini supaya tidak menimbulkan bahaya yang harus disalurkan lewat
cerobong (Wahyono, 2011).

2.2. Permasalahan Limbah Pertanian di Indonesia


Meningkatnya dampak kerusakan lingkungan akibat praktek pertanian dengan
hight eksternal input (input luar yang tinggi) seperti penggunaan pestisida dan
pupuk anorganik, membawa kesadaran baru bagi segenap pihak yang
berkepentingan dengan pengembangan pertanian baik petani, pakar di bidang
pertanian, pelaku ekonomi, masyarakat umum serta pengambil kebijakan baik
lokal maupun kebijakan negara untuk kembali menyusun strategi baru dalam
menanggulangi dampak negatif, meskipun masih terdapat keragaman pada tingkat
kesadaran.
Selain penggunaan pupuk kimia hal yang mendasari permasalahan limbah
adalah potensi sampah organik, terutama dari daerah perkotaan berpenduduk
padat sangat tinggi. Sebagian besar sampah dari pemukiman (rumah tangga)
berupa sampah organik, yang proporsinya dapat mencapai 78%. Sampah organik
ini umumnya bersifat biodegradable, yaitu dapat terurai menjadi senyawa-
senyawa yang lebih sederhana oleh aktivitas mikroorganisme tanah. Penguraian
dari sampah organik ini akan menghasilkan materi yang kaya akan unsur-unsur
yang dibutuhkan oleh tumbuhan, sehingga sangat baik digunakan sebagai pupuk
organik. Sedang bahan baku pembuatan pupuk organik berasal dari lingkungan
setempat cukup banyak dan murah (Sulistyawati et al., 2009).
Mendaur ulang limbah perkotaan dari sampah rumah tangga menjadi pupuk
organik (kompos) penting untuk mengurangi dampak pencemaran oleh adanya
sampah. Dampak pencemaran oleh sampah tersebut antara lain pencemaran air
yang disebabkan oleh air sampah (leachate), pencemaran udara yang disebabkan
oleh udara berbau busuk, pencemaran oleh adanya sampah yang bisa memberikan
efek samping menjalarnya wabah penyakit (Sudradjat, 2006).
Lokasi dan pengolahan limbah yang kurang memadai (pembuangan limbah
yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme
pembawa patogen seperti lalat dan tikus yang dapat menjangkit penyakit,
misalnya bahaya kesehatan pada manusia seperti : Penyakit diare, tifus, bahkan
demam berdarah karena virus yang berasal dari sampah dengan pengelolahan
tidak tepat dapat bercampur air minum.
Sistem pengelolaan limbah terpadu dinilai tepat dan dapat diterapkan untuk
memecahkan permasalahan limbah, penanganan limbah dari segi teknologi tidak
akan tuntas hanya dengan menerapkan satu metode saja tetapi harus dengan
kombinasi dari berbagai metode yang kemudian dikenal sebagai Sistem
Pengelolaan Limbah Terpadu.

2.3. Pengolahan Limbah Pertanian


2.3.1. Pupuk cair Limbah Organik
Pupuk merupakan bahan yang mengandung sejumlah nutrisi yang
diperlukan bagi tanaman. Pemupukan adalah upaya pemberian nutrisi
kepada tanaman guna menunjang kelangsungan hidupnya. Pemberian
pupuk perlu memperhatikan takaran yang diperlukan oleh tumbuhan,
jangan sampai pupuk yang digunakan kurang atau melebihi takaran yang
akhirnya akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Pupuk dapat diberikan lewat tanah ataupun disemprotkan ke daun. Sejak
dulu sampai saat ini pupuk organik diketahui banyak dimanfaatkan sebagai
pupuk dalam sistem usaha tani oleh para petani (Sutedjo, 2010).
Pupuk organik adalah pupuk yang diproses dari limbah organik
seperti kotoran hewan, sampah, sisa tanaman, serbuk gergajian kayu,
lumpur aktif, yang kualitasnya tergantung dari proses atau tindakan yang
diberikan (Yulipriyanto, 2010: 223). Pupuk organik mengandung unsur
karbon dan nitrogen dalam jumlah yang sangat bervariasi, dan imbangan
unsur tersebut sangat penting dalam mempertahankan atau memperbaiki
kesuburan tanah. Nisbah karbon nitrogen tanah harus selalu dipertahankan
setiap waktu karena nisbah kedua unsur tersebut merupakan salah satu
kunci penilaian kesuburan tanah (Sutanto, 2002).
Pupuk organik cair adalah jenis pupuk berbentuk cair tidak padat
mudah sekali larut pada tanah dan membawa unsur-unsur penting untuk
pertumbuhan tanaman. Pupuk organik cair mempunyai banyak kelebihan
diantaranya, pupuk tersebut mengandung zat tertentu seperti
mikroorganisme jarang terdapat dalam pupuk organik padat dalam bentuk
kering (Syefani dan Lilia dalam Mufida, 2013).
Menurut Hadisuwito (2007) pupuk organik cair adalah larutan yang
berasal dari hasil pembusukan bahan-bahan organik yang berasal dari sisa
tanaman, lotoran hewan, dan manusia yang kandungan unsur haranya lebih
dari satu unsur. Kelebihan dari pupuk organik cair adalah sercara cepat
mengatasi defisiensi hara, tidak bermasalah dalam pencucian hara, dan
mampu menyediakan hara yang cepat.
Dibandingkan dengan pupuk anorganik cair, pupuk organik cair
umumnya tidak merusak tanah dan tanaman walaupun digunakan sesering
mungkin. Selain itu, pupuk organik cair juga memiliki bahan pengikat
sehingga larutan pupuk yang diberikan kepermukaan tanah bisa langsung
digunakan oleh tanaman (Hadisuwito, 2007).
2.3.2. Kompos Limbah Organik
Kompos merupakan pupuk yang berasal dari sisa-sisa bahan
organik yang dapat memperbaiki sifat fisik dan struktur tanah,
meningkatkan daya menahan air, kimia tanah dan biologi tanah. Sumber
bahan pupuk kompos antara lain berasal dari limbah organik seperti sisa-
sisa tanaman (jerami, batang, dahan), sampah rumah tangga, kotoran
ternak (sapi, kambing, ayam, itik), arang sekam, abu dapur dan lain-lain
(Rukmana, 2007).
Pupuk organik dalam bentuk yang telah dikomposkan ataupun segar
berperan penting dalam perbaikan sifat kimia, fisika dan biologi tanah serta
sumber nutrisi tanaman. Penggunaan kompos/pupuk organik pada tanah
memberikan manfaat diantaranya menambah kesuburan tanah, memperbaiki
struktur tanah menjadi lebih remah dan gembur, memperbaiki sifat kimiawi tanah,
sehingga unsur hara yang tersedia dalam tanah lebih mudah diserap oleh tanaman,
memperbaiki tata air dan udara dalam tanah, sehingga akan dapat menjaga suhu
dalam tanah menjadi lebih stabil, mempertinggi daya ikat tanah terhadap zat hara,
sehingga mudah larut oleh air dan memperbaiki kehidupan jasad renik yang hidup
dalam tanah. Untuk memperoleh kualitas kompos yang baik perlu diperhatikan
pada proses pengomposan dan kematangan kompos, dengan kompos yang matang
maka frekuensi kompos akan meracuni tanaman akan rendah dan unsur hara pada
kompos akan lebih tinggi dibanding dengan kompos yang belum matang.
(Rukmana, 2007).
Pengomposan merupakan proses penguraian bahan organik atau proses
dekomposisi bahan organik dimana didalam proses tersebut terdapat berbagai
macam mikrobia yang membantu proses perombakan bahan organik tersebut
sehingga bahan organik tersebut mengalami perubahan baik struktur dan
teksturnya. Bahan organik merupakan bahan yang berasal dari mahluk hidup baik
itu berasal dari tumbuhan maupun dari hewan. Adapun prinsip dari proses
pengomposan adalah menurunkan C/N bahan organik hingga sama atau hampir
sama dengan nisbah C/N tanah (<20), dengan demikian nitrogen dapat dilepas dan
dapat dimanfaatkan oleh tanaman (Indriani, 2002). Tujuan proses pengomposan
ini yaitu merubah bahan organik yang menjadi limbah menjadi produk yang
mudah dan aman untuk ditangan, disimpan, diaplikasikan ke lahan pertanian
dengan aman tanpa menimbulkan efek negatif baik pada tanah maupun pada
lingkungan pada lingkungan. Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik
(menggunakan oksigen) atau anaerobik (tidak ada oksigen) (Harada, 1995). Pada
dasarnya proses pengomposan secara aerobik lebih cepat dibandingkan dengan
pengomposan secara anaerobik. Pada proses pengomposan dengan adanya
oksigen akan menghasilkan CO2, NH3, H2O dan panas, sedangkan pada proses
pengomposan tanpa adanya oksigen akan menghasilkan prosuk akhir berupa
(CH4), CO2, CH3, sejumlah gas dan assam organik.
Pada proses pengomposan terdapat beberapa faktor penting yang
dapat mempengaruhi kecepatan dalam pengomposan. Beberapa faktor
tersebut yaitu:
1. Nisbah C/N bahan
Pada proses pengomposan nisbah C/N akan sangat mempengaruhi kecepatan dari
pengomposan. Dengan nisbah C/N yang tinggi maka proses pengomposan akan
berlangsung lebih lama dan sebaliknya apabila nisbah C/N rendah maka proses
pengomposan akan lebih cepat.
2. Ukuran bahan
Ukuran bahan ini mempengaruhi pada perkenaan bahan terhadap mikroorganisme
maupun bahan pengomposan yang lain. Bahan organik yang memiliki ukuran
bahan lebih besar akan memperlambat proses pengomposan sedangkan bahan
organik yang memiliki ukuran kecil, proses pengomposan akan berlangsung lebih
cepat (Alienda, 2004).
3. Komposisi bahan
Bahan yang memiliki komposisi yang kadar nitrogennya rendah
akan memperlambat proses pengomposan. Dalam pengelompokan bahan,
sisa-sisa tanaman dan binatang dapat dikategorikan menjadi bahan dengan
sumber utama yaitu karbohidrat, lignin, tannin, glikosida, asam-asam
organik, lemak, resin, komponen nitrogen, pigmen-pigmen dan bahan-
bahan mineral. Bagian bahan yang dapat mengalami dekomposisi dengan
cepat diantaranya pati, hemisellulosa, selulosa, protein dan bahan yang
mudah larut dalam air, sedangkan bahan yang sukar atau lambat
mengalami dekomposisi diantaranya lignin, lilin atau lemak dan tannin
(Andi, 1985).
4. Kelembaban dan aerasi
Pada umumnya mikroorganisme dapat bekerja secara optimum yaitu pada
kelembaban 40-60%. Apabila kelembaban terlalu tinggi atau terlalu rendah maka
proses pengomposan kan berlangsung lebih lambat karena mikroorganisme yang
membantu dalam proses pengomposan tidak bisa berkembang atau mati (Indriani,
2002). Selain kelembaban aerasi juga perlu diperhatikan dalam proses
pengomposan, jika bahan yang digunakan pada proses pengomposan kering maka
proses pengomposan akan lambat.
5. Suhu/temperatur
Suhu atau temperatur ini berpengaruh terhadap aktivitas mikroorganisme yang
membantu dalam proses pengomposan. Suhu yang terlalu tinggi dapat
mengakibatkan mikroorganisme akan mati dan sebaliknya apabila suhu rendah
maka aktivitas organisme dalam pengomposan tersebut belum ada atau belum
aktif. Suhu optimal yang dikehendaki dalam proses pengomposan yaitu 30-50°C.
pada awal proses pengomposan akan terjadi kenaikan suhu yaitu sekitar 55-60°C
sehingga dalam proses pengomposan perlu adanya pembalikan kompos untuk
menghindari suhu yang terlalu tinggi.(Indriani, 2002).

6. Keasaman bahan
Tingkat keasaman pada proses awal pengomposan biasanya asam dan apabila
proses engomposan berhasil maka pH dari kompos tersebut akan netral. Adapun
standar tingkat keasaman yang terdapat pada proses pengomposan yaitu 6,5-7,5
(Indriani, 2002).
7. Penggunaan aktivator
Penggunaan aktivator ini berhubungan dengan orgnisme yang membantu
dalam proses pengomposan. Dengan adanya aktivator dalam proses pengomposan
akan mempercepat dekomposisi bahan organik sehingga proses` pengomposan
akan berlangsung lebih cepat.
2.3.3. Pupuk Pelet Kompos
BAB 3
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
3.1. Pembuatan Pupuk Cair
3.1.1. Waktu Pelaksanaan
Praktikum pengelolaan limbah pertanian mengenai pembuatan pupuk cair
dilaksanakan di Tekat ( tempat kumpul anak tanah ), Jurusan Tanah, Fakultas
Pertanian, Universitas Sriwijaya, Indralaya. Praktikum ini dilaksanakan seminggu
sekali sejak tanggal 07 September 2018 sampai dengan 05 Oktober 2018, pada
pukul 08.00 WIB sampai dengan selesai.
3.1.2. Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan adalah : 1) Ember bekas cat; 2) Drum
berukuran sedang; 3) Parang; 4) Pisau; 5) pHmeter 6) TDS & EC meter (hold); 7)
Tongkat pengaduk.
Adapun bahan yang diperlukan adalah : 1) Air cucian beras 5 L ; 2) Air
kelapa 5 L; 3) Bonggol pisang 30 %; 4) EM4; 5) Gula pasir ¾ kg ; 6) Limbah
buah 30 % ; 7) Ragi tape 5 butir ; 8) Serabut kelapa 30 % ; 9) Serai ¾ kg; 10)
Seresah tanaman.
3.1.3. Cara Kerja
Adapun cara kerja dalam pembuatan pupuk cair, yaitu :
A. Pembuatan Mol
1. Masukkan gula ¾ kg , air kelapa 5 L, dan air cucian beras 5 L dalam
ember berukuran sedang;
2. Selanjutnya masukkan yakult dan ragi tape kemudian aduk hingga rata;
3. Cacah limbah sebanyak 5 kg;
4. Masukkan air sebanyak 50% dari tinggi ember tersebut.
5. Kemudian beri EM4 sebyak 2 tutup botol lalu aduk kembali hingga rata.
B. Pempuatan Pupuk Cair
1. Hancurkan atau cacah seresah tanaman hingga halus;
2. Masukkan seresah yang telah halus tersebut kedalam drum;
3. Beri air sebanyak 2/3 dari tinggi drum tersebut;
4. Aduk hingga homogen;
5. Setelah adonan pupuk cair selesai masukkan bahan mol yang telah
dibuat tadi, aduk hingga merata kemudian tutup;
6. Aduk sehari sekali hingga merata;
7. Lalu cek pH, TDS, EC dan suhu tiap seminggu sekali.

3.2. Pembuatan Kompos


3.2.1. Waktu Pelaksanaan
Praktikum pengelolaan limbah pertanian mengenai pembuatan kompos
dilaksanakan di Rumah Cacah dan Bak Kompos belakang Laboratorium Jurusan
Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya, Indralaya. Praktikum ini
diaksanakan seminggu sekali sejak tanggal 07 September 2018 sampai dengan 05
Oktober 2018, pada pukul 08.00 WIB sampai dengan selesai.
3.2.2. Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan adalah : 1) Alat tulis; 2) Cangkul; 3) Ember; 4)
Mesin cacah; 5) parang; 6) Terpal.
Adapun bahan yang diperlukan adalah : 1) Air; 2) Kotoran sapi; 3)
Limbah sayuran; 4) Pupuk cair; 5) Seresah tanaman.
3.2.3. Cara Kerja
Adapun cara kerja dalam pembuatan kompos, yaitu :
1. Cacah seresah tanaman dengan mesin pencacah;
2. Cacah limbah sayuran dengan parang;
3. Siapkan tempat pengomposan;
4. Masukkan bahan baku utama ke dalam bak kompos yang pertama dengan
perbandingan seresah tanaman : limbah sayuran : kotoran sapi ( 5:1:2),
dengan ketebalan kurang lebih 25 cm pada bak pertama;
5. Aduk semua bahan di bak kompos sambil siram air yang telah diberi pupuk
cair 1 L untuk 25 L air, sampai kompos berkadar air 60 %;
6. Lakukan hal yang sama dengan membuat lapisan yang kedua pada bak
pertama sampai dengan bak yang ke empat;
7. Penambahan lapisan dilakukan setiap 1 minggu sekali;
8. Setelah kompos di bak pertama berumur satu bulan dengan ketebalan
kurang lebih 1 meter kompos dipindahkan pada bak yang kedua;
9. Dan di bak utama lakukan hal yang sama dengan membuat lapisan pertama
sampai dengan ke empat disetiap minggunya;
10. Setelah kompos di bak kedua berumur 1 bulan, kompos dipindahkan ke bak
ketiga, kompos pada bak pertama pindahkan pada bak kedua;
11. Pada bak pertama lakukan hal yang sama dengan membuat lapisan satu
sampai dengan empat per minggunya;
12. Jika kompos pada bak kedua telah berumur 1 bulan maka pindahkan bak
ketiga, sehingga pada bak ketiga memiliki 2 lapisan, dan kompos pada bak
pertama pindahkan pada bak kedua;
13. Lakukan hal yang sama pada bak pertama, kedua, dan ketiga secara
berulang;
14. Media bahan kompos yang telah dicampur disetiap baknya ditutupi dengan
terpal;
15. Lakukan penyiraman seperlunya jangan sampai kompos kering;
16. Apabila campuran bahan organik pada bak ketiga sudah tidak berbau,
berwarna coklat kehitaman seperti tanah biasa dan mudah dihancurkan
maka kompos sudah jadi;
17. Kompos yang telah matang diambil sampel untuk analisis kandungan C-
organik dan pH kompos tersebut.

3.3. Pembuatan Pupuk Pelet Kompos


3.3.1. Waktu Pelaksanaan
Praktikum pengelolaan limbah pertanian mengenai pembuatan pupuk pelet
kompos dilaksanakan di Tekat dan Rumah Bayang Jurusan Tanah, Fakultas
Pertanian, Universitas Sriwijaya, Indralaya. Praktikum ini diaksanakan pada
Kamis, 08 November 2018 pada pukul 13.00 WIB sampai dengan selesai.
3.3.2. Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan adalah : 1) Alat giling daging; 2) Alat tulis; 3)
Alas atau terpal; 4) Ayakan; 5) Baki atau wadah untuk meletakkan kompos yang
telah diayak; 6) Ember untuk wadah air.
Adapun bahan yang diperlukan adalah : 1) Air; 2) Kompos; 3) Tepung
terigu.
3.3.3. Cara Kerja
Adapun cara kerja dalam pembuatan pupuk pelet kompos, yaitu :
1. Buatlah pupuk kompos terlebih dahulu;
2. Setelah kompos telah jadi kemudian diayak dengan menggunakan ayakan;
3. Selanjutnya kompos yang telah diayak pastikan tetap dalam kondisi
kapasitas lapang;
4. Setelah itu masukkan tepung terigu setengah kilo dengan perbandingan 4 :
½ , kompos dan terigu;
5. Aduk hingga merata;
6. Kemudian setelah rata masukkan kedalam alat penggiling daging untuk
mencetak pelet;
7. Dalam keadaan kapasitas lapang pelet masih dalam keadaan cukup basah;
8. Maka setelah selesai pencetakan pupuk pelet kompos tersebut dikeringkan
dahulu dengan didiamkan selama kurang lebih tiga hari;
9. Setalah kering pupuk pelet kompos siap di aplikasikan.

3.4. Penetapan C-Organik Kompos


3.4.1. Waktu Pelaksanaan
Praktikum pengelolaan limbah pertanian mengenai penetapan C-organik
kompos dilaksanakan di Laboratorium Kimia Biologi dan Kesuburan Tanah
Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya, Indralaya. Praktikum ini
diaksanakan pada Kamis, 01 November 2018 pada pukul 13.00 WIB sampai
dengan selesai.

3.4.2. Alat dan Bahan


Adapun alat yang digunakan adalah : 1) Alat tulis; 2) Buret 3) Erlenmeyer
250 ml; 4) Gelas ukur; 5) Lemari asam; 6) Pipet hisap.
Adapun bahan yang diperlukan adalah : 1) Asam fosfor; 2) Asam
sulfat pekat (pa); 3) Aquades; 4) Larutan indikator diphenylamine; 5)
Larutan fernous ammonium sulfat; 6) Larutan kalium dikromat 1 N; 7)
Natrium fluoride; 8) Sampel tanah.
3.4.3. Cara Kerja
Adapun cara kerja penetapan C-organik pada sampel kompos, yaitu :
1. Timbang sampel kompos kering mutlak 0.5 gram ke dalam erlemenyer 250
ml;
2. Kemudian tambah 10 ml kalium dichromat 1 N dengan buret;
3. Lalu tambahkan 10 ml asam sulfat pekat pa dengan gelas ukur;
4. Kemudian digoyang dengan gerakan mendatar dan memutar;
5. Warna harus tetap merah jingga, kalau warna merah hijau atau biru
tambahkan lagi K2Cr2O7 dengan H2SO4 pa dan jumlah penambahan harus
dicatat. Diamkan sampai dingin kurang lebih 30 menit. Untuk blanko juga
menggunakan prosedur yang sama;
6. Setelah dingin tambahkan 100 ml aquades, 5 ml asam fosfor dan 2,5 ml
natrium fluoride;
7. Tambahkan 10 tetes diphenylamine, kemudian titrasi dengan femous
ammonium sulfat sampai warna biru berlian;

3.4. Penetapan pH kompos


3.4.1. Waktu Pelaksanaan
Praktikum pengelolaan limbah pertanian mengenai penetapan pH kompos
dilaksanakan di Laboratorium Kimia Biologi dan Kesuburan Tanah Jurusan
Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya, Indralaya. Praktikum ini
diaksanakan pada Kamis, 08 November 2018 pada pukul 13.00 WIB sampai
dengan selesai.
3.4.2. Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan adalah : 1) Alat tulis; 2) Gelas pengaduk; 3)
Gelas ukur 25 ml; 4) pH meter; 5) Sprayer; 6) Timbangan dua desimal dan 7)
Tabung film 2 buah.
Adapun bahan yang diperlukan adalah : 1) Aquades; 2) Larutan buffer pH
7,00 dan pH 4,00 ; 3). KCl 1 N dan 4). Sampel tanah.
3.4.3. Cara Kerja
Adapun cara kerja analisis penetapan pH tanah yaitu :
1. Timbang 6 gram kompos kering mutlak masukkan dalam tabung film,
2. Tambahkan 15 ml Aquades atau 15 ml KCl 1 N,
3. Aduk dengan gelas pengaduk sampai homogen, lalu diamkan semalam,
4. Keesokkan harinya aduk lagi dan biarkan lebih kurang 30 menit,
5. Hidupkan alat pH meter dan kalibrasi dengan larutan buffer pH 7,00 dan
pH 4,00 sampai pH meter stabil,
6. Kemudian cek sampel dengan pH meter.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pupuk Cair


PEMBAHASAN
4.1.1. pH Pupuk ..... ( Parameter perkelompok misal Pupuk
Cair Limbah Ikan )
PEMBAHASAN

TABEL
Tabel 4.1.1. pH Pupuk Cair Limbah Ikan
GRAFIK
Grafik 4.1.1. pH Pupuk Cair Limbah Ikan

4.1.2. TDS Pupuk Cair Limbah Ikan


PEMBAHASAN
Tabel 4.1.2. Pupuk Cair Limbah Ikan
Grafik 4.1.2. TDS Pupuk Cair Limbah Ikan

4.1.3 EC Pupuk Cair Limbah Ikan


Tabel 4.1.3. EC Pupuk Cair Limbah Ikan
Grafik 4.1.3. EC Pupuk Cair Limbah Ikan

4.1.4. Suhu Pupuk Cair Limbah Ikan


Tabel 4.1.4. Suhu Pupuk Cair Limbah Ikan
Grafik 4.1.4. Suhu Pupuk Cair Limbah Ikan
4.2. Pupuk Kompos
PEMBAHASAN
4.2.1. Penyusutan Perminggu pada Pupuk Kompos
PEMBAHASAN
Penambahan Penyusutan Pupuk
Minggu Suhu
Bak ke- Pupuk Kompos Kompos Menjadi
ke- (ºC)
(cm) (cm)
1 15 12 40
2 17 14 40
Bak 1
3 17 15 41
4 19 18 41
1 - 29 41
2 - 27 41
Bak 2
3 - 27 41
4 - 25 42
1 - 40 43
2 - 39 43
Bak 3
3 - 37 43
4 - 35 43

 Minggu ke-1 : Jumat, 14/09/2018


 Minggu ke-2 : Jumat, 21/09/2018
 Minggu ke-3 : Jumat, 28/09/2018
 Minggu ke-4 : Jumat, 05/10/2018
Note :1. Sebelum penambahan, diukur dulu ketinggian
kompos sebagai data penyusutan minggu ini.
2. Lama pengecekan termometer selama 1 menit.
3. Penyusutan tidak menentu.

Tabel 4.2.1 Penyusutan dan Suhu pada Pupuk Kompos


Grafik 4.2.1 Penyusutan dan Suhu pada Pupuk Kompos

4.3. Pembuatan Pelet


PEMBAHASAN
4.4. Penetapan pH dan C-Organik pada Pupuk Kompos
PEMBAHASAN
Tabel 4.3 Penetapan pH dan C-organik dan Bahan Organik
pada Kompos

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
5.2. Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DEADLINE 27 November 2018


BUNDEL HIJAU PERTANIAN

S-ar putea să vă placă și