Sunteți pe pagina 1din 15

Vol. 1, No.

1, Agustus 2018 | P-ISSN: 2622-9862 | E-ISSN: 2622-707X

IMPLEMENTASI PROSES PEMBELAJARAN PENDIDIKAN


KEWARGANEGARAAN
BAGI PENGEMBANGAN SEMANGAT BELA NEGARA MAHASISWA
(Studi Deskriptif Di Universitas Pendidikan Indonesia)
Deny Surya Permana
Universitas Banten Jaya
Serang, Indonesia
denybaja@gmail.com

ABSTRACT
This study is back grounded by author’s anxiety toward the fading of state defence spirit of
citizen included college students. This study use qualitative approach with descriptive
method. Data of study is obtained by interview, observation, and documentation study.
Result of study reveal that: 1) Lecturer team of Civic Education, MKDU Department develop
Syllabus by concerning student’s cognitive, affective and psychomotor domain, then this
Syllabus is used to become reference to develop Lecturing Program Unit by civic education
lecturers; 2) Syllabus and Lecturing Program Unit that have been designed in
implementation in class undergo much adjustments; 3) The development of student’s state
defence spirit is done in learning process by discussing more deeply Indonesia geo politic
and geo strategy topics because state defence topic is integrated in those two subject matter.
Whereas strategy that is implemented by lecturer is by giving example of state defence
behaviour and through the story of nation struggle history that contain nationalism and
patriotism value; 4) State defence spirit is done by college student by learning persistently to
actualize knowledge potency, active in university student affair organization, have
achievement, fortify him/herself from negative foreign culture, and apply Indonesian-ness
values in attitude and behaved. Thus, college student’s predicate as agent of change, social
control, and iron stock can be actualized, because self devote according to his/her profession
and predicate as a college students for the sake of nation and state interest included in state
defence.

Keywords: Civic Education, Learning Process, State Defence Spirit of Collage Student.

PENDAHULUAN berita-berita kerusuhan dimana-mana.


Kondisi kehidupan berbangsa dan Selain itu nilai-nilai kebersamaan dan
bernegara Indonesia saat ini mengalami gotong royong kini telah terkikis oleh
kemunduran dalam semangat nasionalisme semangat individualisme, masyarakat
dan patriotisme yang merupakan bagian Indonesia yang dahulu dikenal suka
dari bela negara. Indonesia yang dahulu menolong sekarang dinilai sudah tidak
dikenal dengan bangsa yang ramah, kini memiliki kepekaan lagi untuk saling
lebih dikenal dengan bangsa yang mudah membantu. Sebagaimana hasil penelitian
marah sehingga setiap hari kita disuguhkan yang dilakukan Litbang Kompas edisi 24

Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan- Universitas Banten Jaya | PRO PATRIA 62
Vol. 1, No.1, Agustus 2018 | P-ISSN: 2622-9862 | E-ISSN: 2622-707X

Mei 2010 yang menanyakan kuat atau sisi kewajiban, ia terbuka bagi proses
lemahkah semangat nasionalisme bangsa pemaksaan yang dilakukan oleh pemerintah
Indonesia saat ini, sebagian besar jika kondisi memungkinkan”. Artinya jika
responden yaitu 60,7 % menyatakan negara dalam kondisi normal/tidak
semangat nasionalisme bangsa Indonesia berperang maka bela negara dilakukan oleh
saat ini adalah lemah. Faktor-faktor yang warga negara sebagai kekuatan pendukung,
menjadi ancaman terhadap nasionalisme sedangkan kekuatan utama dalam
bangsa Indonesia tersebut adalah pertahanan keamanan negara diemban oleh
globalisasi, lunturnya budaya/tradisi lokal, Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan
semangatindividualisme, ketidakpercayaan kepolisian.
terhadap para pemimpin bangsa, dan Mahasiswa sebagai bagian dari warga
konflik antar elit politik. (Kompas, 2010). negara tentu saja memiliki hak dan
Kondisi tersebut tentu saja mengancam kewajiban dalam usaha bela negara. Usaha
keutuhan negara Kesatuan Republik bela negara yang dilakukan oleh warga
Indonesia (NKRI). Sebagaimana diketahui negara/mahasiswa tidak selalu dalam
bahwa usaha untuk menjaga keutuhan bentuk memanggul senjata (berperang)
NKRI dilakukan dengan cara sistem akan tetapi usaha bela negara pada masa
pertahanan yang bersifat semesta yang sekarang ini dapat dilakukan dengan
melibatkan seluruh warga negara. berbagai cara diantaranya dengan
Sebagaimana terdapat dalam pasal 30 ayat mengembangkan sikap kecintaan terhadap
(1) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa bangsa dan negara. Oleh karena itu bela
“tiap-tiap warga negara berhak dan wajib negara dapat diartikan secara fisik dan non
dalam usaha pertahanan dan keamanan fisik, secara fisik dengan mengangkat
negara”. Dalam pasal tersebut ketentuan senjata menghadapi serangan atau agresi
bela negara merupakan hak sekaligus musuh, secara non fisik dapat didefenisikan
kewajiban warga negara, sebagai bentuk sebagai segala upaya dalam
partisipasi untuk menjaga keutuhan NKRI. mempertahankan negara melalui
Sebagaimana dikemukakan Suratman peningkatan rasa nasionalisme.
(2008:1) bahwa “Ketika dipandang dari sisi Usaha bela negara tersebut secara
hak, upaya itu terbuka bagi prakarsa yang yuridis diatur dalam Undang-undang No. 3
bersifat sukarela dari warga negara, Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara,
siapapun mereka. Manakala dipandang dari sebagaimana terdapat dalam pasal 9 ayat
Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan- Universitas Banten Jaya | PRO PATRIA 63
Vol. 1, No.1, Agustus 2018 | P-ISSN: 2622-9862 | E-ISSN: 2622-707X

(1) “setiap warga negara berhak dan wajib bela negara, karena mahasiswa merupakan
ikut serta dalam upaya bela negara yang kader bangsa yang akan meneruskan estafet
diwujudkan dalam penyelenggaraan kepemimpinan bangsa dan negara Republik
pertahanan negara”. Ayat (2) Indonesia. Sebagaimana dikemukakan
“Keikutsertaan warga negara dalam upaya Branson (1999:1) bahwa “masyarakat
bela negara, sebagaimana dimaksud dalam sangat mendambakan generasi mudanya
ayat (1), diselengarakan melalui (a) dipersiapkan untuk menjadi warga negara
pendidikan kewarganegaraan; (b) pelatihan yang baik dan dapat berpartisipasi dalam
dasar kemiliteran secara wajib; (c) kehidupan bermasyarakat dan bernegara”.
pengabdian sebagai prajurit Tentara Karena menurut Branson (1999:3) “tidak
Nasional Indonesia secara sukarela atau ada tugas yang lebih penting dari
secara wajib; dan (d) pengabdian sesuai pengembangan warga negara yang
profesi”. bertanggungjawab, efektif dan terdidik”.
Dari klausul tersebut, salah satu upaya Oleh karena itu negara bertanggung jawab
penyelenggaraan bela negara dilakukan untuk mempersiapkan generasi
oleh Pendidikan Kewarganegaraan. Oleh muda/mahasiswa yang memiliki semangat
karena itu untuk memperkuat peran bela negara dan memiliki kesadaran yang
Pendidikan Kewarganegaraan, maka tinggi dalam kehidupan berbangsa dan
pemerintah mewajibkan Pendidikan bernegara.
Kewarganegaraan diberikan pada setiap Berdasarkan latar belakang tersebut,
satuan pendidikan termasuk pendidikan maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih
tinggi. Sebagaimana terdapat dalam pasal dalam tentang implementasi pembelajaran
37 ayat (1) Undang-Undang No 20 Tahun Pendidikan Kewarganegaraan bagi
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pengembangan semangat bela negara
bahwa “Pendidikan Kewarganegaraan mahasiswa.
dimaksudkan untuk membentuk peserta
METODE PENELITIAN
didik menjadi manusia yang memiliki rasa
Penelitian ini menggunakan
kebangsaan dan cinta tanah air”.
pendekatan kualitatif atau naturalistik.
Jika dikaji lebih jauh maka pemerintah
Bogdan (1982:5) mengungkapkan bahwa
melalui undang-undang tersebut memiliki
“penelitian kualitatif adalah suatu penelitian
tujuan menyiapkan generasi
yang menghasilkan data deskriptif berupa
muda/mahasiswa agar memiliki semangat
Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan- Universitas Banten Jaya | PRO PATRIA 64
Vol. 1, No.1, Agustus 2018 | P-ISSN: 2622-9862 | E-ISSN: 2622-707X

kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU) yang
dan perilaku yang diamati”. berada di bawah Fakultas Pendidikan Ilmu
Sedangkan metode yang digunakan Pengetahuan Sosial (FPIPS) memiliki
dalam penelitian ini adalah metode beberapa mata kuliah yang dibina, yaitu
deskriptif, Sebagaimana dikemukakan Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan
Nazir (2005:63) bahwa metode deskriptif Agama Islam, Bahasa Indonesia, dan
adalah metode dalam penelitian status Pendidikan Lingkungan Sosial Budaya
kelompok manusia atau objek, suatu sistem Teknologi (PLSBT).
pemikiran ataupun kelas peristiwa pada Sedangkan dari hasil studi
masa sekarang. Tujuan penelitian deskriptif dokumentasi terungkap bahwa ada
ini adalah untuk membuat deskripsi beberapa metode yang digunakan dan
gambaran atau ukuran secara sistematik dirancang dalam SAP, yaitu metode
serta hubungan antara fenomena yang ekspositori, tanya jawab, ceramah,
diteliti. presentasi, diskusi kelompok, observasi,
Proses pengumpulan data dilakukan studi kasus, dan problem solving. Metode
melalui observasi, wawancara, dan studi ceramah merupakan metode yang paling
dokumentasi. Sedangkan analisis data dominan digunakan oleh dosen dalam
mengacu pada langkah-langkah yang menyusun SAP. Sedangkan media yang
dipakai oleh Miles dan Huberman dipakai sebagaimana dirancang dalam SAP
(1992:16-18) yang terdiri atas tiga alur adalah presentasi power point dengan
kegiatan yang terjadi secara bersamaan, menggunakan LCD dan video.
yaitu: reduksi data, penyajian data, dan Untuk sumber pembelajaran selain
penarikan kesimpulan/vervikasi. menggunakan buku teks dan modul, dalam
SAP juga dirancang menggunakan sumber
HASIL PENELITIAN DAN
pembelajaran lain seperti fenomena politik,
PEMBAHASAN
sosial, budaya, ekonomi, hukum,
Temuan dilapangan terungkap bahwa
pertahanan dan keamanan yang terjadi di
Silabus disusun oleh tim dosen Pendidikan
masyarakat. Selain itu sumber dari media
Kewarganegaraan (PKN), dan pembuatan
massa, baik cetak dan elektronik (internet)
Satuan Acara Perkuliahan (SAP)
dan hasil studi lapangan yang dilakukan
dikembangkan oleh masing-masing dosen.
oleh mahasiswa.
Sebagaimana diketahui bahwa Jurusan

Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan- Universitas Banten Jaya | PRO PATRIA 65
Vol. 1, No.1, Agustus 2018 | P-ISSN: 2622-9862 | E-ISSN: 2622-707X

Berdasarkan studi dokumentasi, school or nonformal/informal learning wich


terungkap juga bahwa dosen merancang takes place in the family, the religious
evaluasi dalam SAP dengan berbagai cara, organization, community organizations, the
antara lain dengan pengumpulan tugas media ect, which help to shape the totality
individu, tugas kelompok, makalah hasil citizenship”. Artinya citizenship education
observasi, quiz yang dilakukan diakhir atau education for citizenship merupakan
proses pembelajaran, klipping, test yang istilah generik yang mencakup pengalaman
terdiri dari UTS, dan UAS, dan book belajar disekolah dan di luar sekolah,
report/chapter report. seperti yang terjadi dalam lingkungan
Berdasarkan temuan tersebut, jika keluarga, dalam organisasi keagamaan,
dikaji secara teoritis Pendidikan dalam organisasi kemasyarakatan, dan
Kewarganegaraan dikenal dengan dua dalam media. Oleh karena itu oleh Cogan
istilah, yaitu civic education dan citizenship (1999:5) disimpulkan bahwa ”...education
education. Civic education bagi Cogan for citizenship is the larger overaching
(1994:4) ”...reffers generally to the kinds of concept here while civic education is but
course work taking place within the context one part, albeit a very important part, of
of the formalized schooling structure”. one’s development as citizens”. Dengan
Dalam posisi ini civic education kata lain citizenship education atau
diperlakukan sebagai ”...the foundational education for citizenship merupakan suatu
course work ini school designed to prepare konsep yang lebih luas dimana civic
young citizens for an active role in their education termasuk bagian penting
communities in their adult live”. didalamnya. (dalam Wahab & Sapriya,
Maksudnya adalah civic education ini 2011, hlm. 11)
merupakan mata pelajaran dasar yang Perbedaan konsep civic education dan
dirancang untuk mempersiapkan para citizenship education tersebut tentu saja
pemuda warga negara untuk dapat mempengaruhi cara pengorganisasian
melakukan peran aktif dalam masyarakat, kurikulumnya. Cara pengorganisasian
kelak setelah mereka dewasa. Sedangkan citizenship education dalam kurikulum
citizenship education atau education for dapat menggunakan pendekatan separated,
citizenship dipandang sebagai ”...the more integrated, dan cross-curricular
inclusive trem and encompasses both these sebagaimana dikemukakan (Winataputra
in school experiencess as well as out of dan Budimansyah, 2007).
Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan- Universitas Banten Jaya | PRO PATRIA 66
Vol. 1, No.1, Agustus 2018 | P-ISSN: 2622-9862 | E-ISSN: 2622-707X

Dalam pendekatan separated, setidaknya terdapat lima macam sumber


citizenship education diajarkan sebagai belajar, yaitu manusia, buku/perpustakaan,
suatu mata pelajaran/kuliah atau suatu media massa, lingkungan (lingkungan alam,
aspek. Sedangkan dalam pendekatan lingkungan sejarah dan lingkungan
integrated, citizenship education diajarkan masyarakat), dan media pendidikan.
sebagai suatu bagian dari suatu mata Penggunaan masyarakat sebagai
pelajaran/kuliah terpadu ”social sciences” sumber belajar yang dilakukan dalam
atau ”social studies”, atau dikaitkan dengan bentuk penelitian kecil (observasi) yang
mata pelajaran/kuliah lain. Sementara itu dilakukan secara berkelompok sesuai
dalam pendekatan cross-curricular, dengan model pembelajaran yang
citizenship education tidak secara khusus dikembangkan Chamberlin (1943); Joyce,
dalam suatu mata pelajaran atau suatu Calhoun, dan Hopkins (1999) bahwa
topik, melainkan secara sistemik dimasukan investigasi kelompok telah diterapkan pada
kedalam keseluruhan tatanan kurikulum semua bidang pelajaran/mata kuliah, pada
dengan memasukannya kedalam mata peserta didik disemua tingkatan umur, dan
pelajaran/kuliah yang ada. bahkan digunakan sebagai model
Temuan penelitian juga mengungkap pengajaran sosial yang paling inti. Model
bahwa pembelajaran Pendidikan ini dapat mengembangkan kompetensi
Kewarganegaraan telah melibatkan sosial mahasiswa sekaligus untuk membina
lingkungan sebagai sumber pembelajaran. mahasiswa dalam memperjelas masalah,
Mahasiswa melakukan observasi terhadap menelusuri berbagai persfektif dalam
pengamen, pedagang kaki lima, dan masalah tersebut, dan mengkaji bersama
komuntias lainnya. Kemudian hasil untuk menguasai informasi, gagasan, dan
observasi tersebut dipresentasikan di dalam kemampuan yang simultan. Kemudian
kelas sebagai bahan pembelajaran. Sumber Sharan, dkk (1998), Joyce dan Calhoun
belajar pada hakikatnya terdapat di mana- (1998) mengkombinasikannya dengan
mana, seperti di kampus, di rumah, di pusat penemuan-penemuan terbaru dalam
kota dan sebagainya. Pemanfaatan sumber- kelompok penelitian.
sumber belajar tersebut tergantung pada Sekaitan dengan hal tersebut metode
kreatifitas pendidik, waktu, biaya, serta pembelajaran kekinian yang sering
kebijakan-kebijakan lainnya. Sedangkan digunakan oleh pendidik baik di
Winataputra (1991:165) berpendapat bahwa
Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan- Universitas Banten Jaya | PRO PATRIA 67
Vol. 1, No.1, Agustus 2018 | P-ISSN: 2622-9862 | E-ISSN: 2622-707X

persekolahan dan perguruan tinggi adalah lebih aktif lagi dalam proses pembelajaran.
dengan menggunakan metode portofolio. Sehingga metode ceramah yang dominan
Istilah portofolio yang paling sering digunakan oleh dosen dapat dikurangi.
dikenal terdapat di lapangan pemerintahan, Tujuan proses pembelajaran yang berpusat
terutama ketika menunjuk pada menteri pada peserta didik pun akan tercapai. Dosen
yang tidak membawahi suatu departemen, hanya bertugas sebagai fasilitator dalam
biasanya menteri seperti itu disebut menteri proses pembelajaran.
negara atau minister without portofolio, Berdasarkan temuan penelitian,
akan tetapi di dunia pendidikan istilah itu dimulai dari tahap persiapan, pelaksanaan
sangat berbeda dan masih relatif baru. proses pembelajaran di dalam kelas, dan
Dalam konteks pendidikan, pengertian evaluasi yang dilakukan oleh dosen
portofolio menurut Budimansyah (2002) Pendidikan Kewarganegaraan. Jika merujuk
bisa diartikan sebagai wujud benda fisik kepada pendapat Kerr (1999), maka
yaitu bundel yakni sekumpulan atau Pendidikan Kewarganegaraan di
dokumentasi hasil pekerjaan peserta didik, Universitas Pendidikan Indonesia termasuk
seperti bundelan pre test, tugas post test, dalam kategori minimal dengan indikator
dan lain-lain. Bisa juga diartikan sebagai thin, exlusive, elitist, civic education,
kegiatan sosial pedagogis yaitu collection of formal, content led, knowledge-based,
learning experience yang terdapat dalam didactic transmission, easier to achieve and
pikiran peserta didik baik yang berwujud measure in practice. Maksudnya adalah
pengetahuan, sikap, maupun keterampilan. didefenisikan secara sempit, hanya
Sedangkan menurut Winataputra mewadahi aspirasi tertentu, berbentuk
(2002) portofolio adalah tampilan visual pengajaran kewarga-negaraan, bersifat
dan audio yang disusun secara sistematis formal, terikat oleh isi, berorientasi pada
melukiskan proses berfikir yang didukung pengetahuan, menitik beratkan pada proses
oleh seluruh data yang relevan, sehingga pengajaran, dan hasilnya mudah diukur.
secara utuh melukiskan “integrated Sedangkan yang bersifat maksimal ditandai
learning experiences” atau pengalaman oleh thick., inclusive, activist, citizenship
belajar terpadu yang dialami oleh mahasiwa education, participative, process-led,
dalam kelas sebagai satu kesatuan. valued based, interactive interpretation,
Dengan penggunaan model more difficult to achieve and measure in
pembelajaran fortopolio, mahasiswa dapat practice. Maksudnya adalah didefenisikan
Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan- Universitas Banten Jaya | PRO PATRIA 68
Vol. 1, No.1, Agustus 2018 | P-ISSN: 2622-9862 | E-ISSN: 2622-707X

secara luas, mewadahi berbagai aspirasi dan Lebih lanjut, Sapriya (2007)
melibatkan berbagai unsur masyarakat, menyatakan bahwa Pendidikan
kombinasi pendekaran formal dan informal, Kewarganegaraan dalam dimensi sosial
diberi label citizenship education, kultural mencakup kegiatan untuk
menitikberatkan pada partisipasi peserta penanaman wawasan kebangsaan, sosial
didik melalui pencarian isi dan proses politik, bela negara, patriotisme, serta
interaktif di dalam maupun di luar kelas, perbaikan nilai dan moral warga negara
dan hasilnya lebih sukar dicapai dan diukur melalui berbagai organisasi kemasyarakatan
karena kompleksnya hasil belajar. yang disusun secara sistematis dan
Pendidikan Kewarganegaraan komprehensif dengan sasaran semua warga
merupakan kajian multidisplin dengan dua negara yang dilaksanakan secara sinergis
tugas. Pertama, tugas membangun batang dan berkesinambungan. Lebih lanjut
tubuh ilmu pengetahuan (body of Sapriya menyatakan bahwa kesadaran
knowledge) yang dapat dikategorikan manusia Indonesia terhadap negaranya,
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai nusantaranya merupakan ontologi karena
bidang telaah; dan kedua, tugas merupakan kekayaan meskipun tidak begitu
membangun karakter warga negara sebagai tampak tapi ada. Ontologi berupa kesadaran
bidang pengembangan. Bidang telaah sebagai bangsa Indonesia ini muncul dan
Pendidikan Kewarganegaraan terkait terjadi setelah melalui proses pengalaman
dengan tugas mengkaji dan meneliti aspek sejarah yang panjang. Kesadaran yang
materi (content) Pendidikan berupa semangat nasionalisme (nationalism
Kewarganegaraan yang dapat memperkuat spirit) inilah yang terus menerus
bangunan keilmuan Pendidikan ditransformasikan secara terus-menerus dan
Kewarganegaraan itu sendiri. Sedangkan berkelanjutan dari satu generasi kegenerasi
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai berikutnya.
bidang pengembangan terkait dengan upaya Oleh karena itu, Pendidikan
dan kegiatan tentang bagaimana Kewarganegaraan harus mampu mencetak
mentransformasikan dan atau mewariskan generasi yang memiliki semangat bela
konsep, nilai-nilai, moral, norma dan cita- negara. Karena jika kesadaran manusia
cita kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia terhadap negara merupakan
melalui proses pembelajaran Pendidikan ontologi Pendidikan Kewarganegaraan,
Kewarganegaraan. (Sapriya, 2007) maka materi-materi Pendidikan
Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan- Universitas Banten Jaya | PRO PATRIA 69
Vol. 1, No.1, Agustus 2018 | P-ISSN: 2622-9862 | E-ISSN: 2622-707X

Kewarganegaraan harus mampu mencetak menjunjung tinggi hak asasi manusia; dan
generasi muda memiliki semangat bela e) pembekalan mental spiritual di kalangan
negara sebagaimana tuntutan ontologinya. masyarakat agar dapat menangkal
Sebagaimana dikemukakan Sumantri pengaruh-pengaruh budaya asing yang
(2008) bahwa Pendidikan tidak sesuai dengan norma-norma
Kewarganegaraan harus mampu membawa kehidupan bangsa Indonesia dengan lebih
generasi muda untuk berproses sehingga bertakwa kepada Allah SWT, memulai
memiliki kecerdasan, kemampuan, dan ibadah sesuai agama/kepercayaan masing-
memiliki semangat kebangsaan. masing.
Bela negara sebagaimana diatur dalam Tampaknya, tantangan globalisasi
Undang-Undang No. 3 tahun 2002 Tentang mengancam bagi tegaknya Negara
Pertahanan negara dapat diselenggarakan Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan
melalui Pendidikan Kewarganegaraan dan kelangsungan serta perkembangan bangsa
pengabdian sesuai dengan profesi. Indonesia. Bangsa Indonesia harus dapat
Berdasarkan hal itu, keterlibatan warga mewujudkan kedaulatan dalam bidang
negara dalam bela negara secara non fisik politik, kemandirian dalam bidang
dapat dilakukan dengan berbagai cara, ekonomi, dan kepribadian dalam
sebagaimana dikemukakan Winarno kebudayaan. Tantangan-tantangan bangsa
(2009:186) bahwa bela negara dapat Indonesia di masa depan harus diantisipasi
dilakukan sepanjang masa dalam segala dan diatasi dengan pembangunan generasi
situasi misalnya dengan cara: a) penerus agar mencapai keunggulan, karena
meningkatkan kesadaran berbangsa dan kompetisi ataupun perang dimasa depan
bernegara, termasuk menghayati arti akan banyak ditentukan oleh keunggulan
demokrasi dengan menghargai perbedaan otak dan keuletan serta ketahanan bangsa.
pendapat dan tidak memaksakan kehendak; Bangsa lain pun juga juga mempersiapkan
b) menanamkan kecintaan terhadap tanah generasi mudanya untuk menghadapi
air, melalui pengabdian yang tulus kepada tantangan masa depan. Oleh karena itu,
masyarakat; c) berperan aktif dalam bangsa Indonesia harus mampu mencetak
memajukan bangsa dan negara dalam generasi mudanya memiliki semangat bela
berkarya nyata (bukan retorika); d) negara yang kuat sehingga mampu
meningkatkan kesadaran dan kepatuhan manjawab tantangan globalisasi, tidak
terhadap hukum/undang-undang dan
Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan- Universitas Banten Jaya | PRO PATRIA 70
Vol. 1, No.1, Agustus 2018 | P-ISSN: 2622-9862 | E-ISSN: 2622-707X

malah sebaliknya terkikis oleh pengaruh Dari pemikiran inilah bangsa Indonesia
negatif globalisasi. perlu belajar kembali dari sosok/figur para
Selain itu yang dibutuhkan mahasiswa the founding father Negara Kesatuan
saat ini adalah figur yang dapat dijadikan Republik Indonesia (NKRI). Walaupun ada
teladan. Baik itu para pejabat publik, orang perbedaan prinsipil dalam pemikiran
tua di rumah, maupun dosen dikampus politik, dua tokoh nasional, Soekarno-Hatta
harus dapat dijadikan contoh yang baik oleh tetap harmonis sebagai tokoh nasional
mahasiswa. Akan tetapi pada sekarang ini, dalam berjuang bahkan dalam kehidupan
hanya sebagian kecil saja orang-orang yang keluarga. Mereka berjuang melalui pikiran
dapat dijadikan teladan. Sebagian besar baik lisan maupun tulisan bahkan berdebat,
pejabat publik merupakan contoh yang beradu argumentasi semata-mata untuk
buruk bagi mahasiswa, budaya korupsi, kemerdekaan, eksistensi, dan kejayaan
nepotisme, dan kolusi sudah menjadi hal NKRI. Kecintaan mereka terhadap rakyat,
yang biasa bagi mereka. Tentu saja hal bangsa dan negara tidak diragukan lagi
tersebut contoh yang buruk. Mahasiswa sekalipun mereka harus mengorbankan
membutuhkan figur yang cerdas, jujur, kepintangan pribadi. Kita diajak berbangga
berani, pekerja keras, dan memiliki untuk dapat tampil sebagai bangsa
semangat kebangsaan yang kuat Indonesia dan dirintislah rasa kebangsaan.
sebagaimana para pendiri negara kita, yaitu Figur yang dapat dijadikan contoh
Soekarno dan Hatta. Hal tersebut penting mahasiswa di lingkungan kampus adalah
untuk membentuk mahasiswa sehingga para pejabat kampus yang terdiri dari
memiliki karakter kebangsaan yang kuat. Rektor, Dekan dan yang lainnya, kemudian
Tidak hanya mahasiswa saja yang dosen, dan mahasiswa senior. Dosen
mengalami krisi kepercayaan, akan tetapi sebagai pejabat fungsional adalah yang
rakyat Indonesia juga mengalami hal yang menjadi ujung tombak pelaksanaan
serupa. Sebagaimana dikemukakan Sapriya pengembangan semangat bela negara
(2007) bahwa krisis kepercayaan dari mahasiswa karena keterkaitannya dengan
rakyat kepada pemerintah sebagai bagian mahasiswa secara intens. Oleh karena itu
dari krisis multidimensional karena pula, dosen harus dapat memfungsikan
menurunya sikap keteladanan dari para dirinya sebagai pendidik, dan bukan hanya
pemimpin. sebagai pelaksana mentranformasikan ilmu
pengetahuan saja. Dosen harus dapat
Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan- Universitas Banten Jaya | PRO PATRIA 71
Vol. 1, No.1, Agustus 2018 | P-ISSN: 2622-9862 | E-ISSN: 2622-707X

menampilkan roh pendidikan dan control dan moral force. Perdikat tersebut
pencerahan. Selain itu figur mahasiswa seharusnya dijadikan motivasi oleh
senior yang memiliki reputasi yang baik mahasiswa untuk terus membina dirinya
perlu memfungsikan dirinya untuk menjadi sehingga manjadi manusia unggul dan
teladan dalam membimbing mahasiswa menjadi warga negara yang baik (good
yunior secara arif dan bijak tanpa citizen) dalam kehidupan berbangsa dan
mengubah statusnya sebagai mahasiswa bernegara.
biasa yang setara dengan mahasiswa Sejarah mencatat bahwa peran pemuda
lainnya. dan mahasiswa dalam kehidupan berbangsa
Fungsi para pejabat kampus, dosen, sangat besar sekali, dimulai dengan
dan mahasiswa tersebut harus sinergis dan kelahiran Boedi Oetomo pada tahun 1908
saling mendukung sesuai dengan sebagai generasi perintis, kemudian
porporsinya. Figur pejabat kampus, dosen, Sumpah Pemuda pada tahun 1928 sebagai
dan mahasiswa senior memilki fungsi generasi penegas, dan perlawanan yang
sebagai teladan, sebagai motivator dan dilakukan oleh pemuda dan mahasiswa
dinamisator, sebagai fasilitator, sebagai terhadap penjajah sebagai generasi
edukator dan konselor. pendobrak sehingga berbuah kemerdekaan
Mahasiswa sebagai bagian dari pemuda Republik Indonesia pada tangal 17 Agustus
telah mampu menorehkan sejarah yang 1945.
cemerlang dalam perjalanan sejarah hidup Perjuangan mahasiswa dalam
bangsa Indonesia. Sebagaimana menorehkan sejarah pun terus berlanjut
dikemukakan Field (1971) menyebut dengan moment 1966 pada masa orde baru,
pemuda sebagai komunitas kecil yang dan masih segar dalam ingatan kita peran
memiliki kekuatan untuk merubah sejarah, besar mahasiswa dalam pergantian jaman
karena perubahan sejarah selalu dimulai dari orde baru ke orde reformasi pada tahun
dari kelompok kecil. Mereka bisa 1998. Akan tetapi, eksistensi mahasiswa
dikatagorikan sebagai kekuatan minority sekarang harus dipertegas lagi, jangan
profetic yaitu kekuatan kecil yang bertindak sampai mahasiswa menjadi lemah dan
seperti seorang ”nabi” untuk merubah tergerus oleh dampak negatif globalisasi.
kondisi sosial kemasyarakatan. Sejumlah Mahasiswa harus berada pada barisan
predikat melekat dalam setiap diri paling depan dalam upaya membela negara,
mahasiswa, agent of social change, social baik secara fisik ketika keadaan negara
Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan- Universitas Banten Jaya | PRO PATRIA 72
Vol. 1, No.1, Agustus 2018 | P-ISSN: 2622-9862 | E-ISSN: 2622-707X

berperang maupun non fisik ketika situasi pada satuan pendidikan, termasuk
damai. Karena mahasiswa secara fisik perguruan tinggi. Pendidikan
memiliki keunggulan dibandingkan dengan Kewarganegaraan di perguruan tinggi
kaum tua atau anak-anak, dan secara sekarang ini merupakan pembaharuan dari
intelektual memiliki keunggulan karena Pendidikan Kewiraan yang dulu lebih
setiap hari bergaul dalam lingkungan cenderung menitik beratkan pada
akademis. pembentukan bela negara mahasiswa
Kedua potensi itu harus terus dengan cara-cara yang indoktrinatif dan
dikembangkan oleh mahasiswa, dan pengajarannya dilakukan secara militeristik.
pemerintah melalui perguruan tinggi harus Akan tetapi seiring dengan kebijakan
terus mengkader mahasiswa sebagai kader- pemerintah untuk memperkuat tatanan
kader bangsa. Karena pengembangan demokrasi sehingga tercipta masyarakat
semangat bela negara tidaklah cukup sipil yang kuat, maka Pendidikan Kewiraan
dimulai dengan menetapkan tujuan, direvisi dan digantikan oleh Pendidikan
sasaran, kebijakan, dan strategi, tetapi harus Kewarganegaraan dengan paradigma baru.
dilanjutkan dengan proses yang terus- Pendidikan Kewarganegaraan dengan
menerus. Proses membangun semangat bela paradigma baru dibangun atas dasar
negara mahasiswa dari semangat bela paradigma Pendidikan Kewarganegaraan
negara yang lemah menjadi kuat tidaklah secara kurikuler, teoritik dan programatik
mudah dan tentu memerlukan waktu. Untuk serta mengandung target pencapaian pada
itu diperlukan transformasi semangat bela peserta didik sesuai dengan apa yang
negara terus menerus dan berlanjut. Jika termaktub dalam visi, misi dan tujuan
berpatokan pada hal tersebut, maka terlihat Pendidikan Kewarganegaraan yang memuat
bahwa Peran Pendidikan Kewarganegaraan dimensi pengetahuan kewarganegaraan
sangat besar dan strategis. (civ ics k nowledge), dimensi
keterampilan kewarganegaraan (civ ics
KESIMPULAN
sk ills), serta dimensi nilai- nilai
Keikutsertaan warga negara dalam bela
kewarganegaran (civ ics v alues). Selain
negara salah satunya diselenggarakan
itu pengajarannya harus dilakukan
melalui Pendidikan Kewarganegaraan. Oleh
secara demokratis dengan menyentuh
karena itu Pendidikan Kewarganegaraan
domain k ognitif, efektif, dan psik omotor
merupakan materi yang wajib diberikan
mahasiswa yang harus dilakukan secara
Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan- Universitas Banten Jaya | PRO PATRIA 73
Vol. 1, No.1, Agustus 2018 | P-ISSN: 2622-9862 | E-ISSN: 2622-707X

holistik dan komprehensif termasuk Perilaku yang dapat ditunjukan


dalam pengembangan semangat bela mahasiswa sebagai wujud semangat bela
negara mahasiswa. negara adalah dengan belajar yang
Pembelajaran Pendidikan tekun, dan aktif dalam organisasi
Kewarganegaraan di Universitas kemahasiswaan. Hal tersebut sesuai
Pendidikan Indonesia dirancang untuk peran dan fungsinya sebagai mahasiswa,
menumbuhkan semangat bela negara karena bela negara dapat dilakukan
mahasiswa. Sebagaimana terdapat dalam dengan pengabdian sesuai dengan
Silabus Pendidikan Kewarganegaraan profesinya demi kemajuan negara
yang memuat materi bela negara Kesatuan Republik Indonesia.
walaupun tidak terwujud dalam materi Sedangkan secara khusus peneliti
tersendiri, akan tetapi terintegrasi dalam merumuskan kesimpulan sebagai berikut
materi geostrategi dan geopolitik : Pertama, tim dosen Pendidikan
Indonesia. Dalam pengembangnnya, Kewarganegaraan Jurusan MKDU
dosen hanya melakukannya dalam mengembangkan Silabus dengan
proses pembelajaran di dalam kelas, memperhatikan domain kognitif, afektif,
strategi dan konsep pengembangan bela dan psikomotor. Kemudian Silabus
negara secara holistik dan komprehensif tersebut dijadikan acuan untuk
baru dalam tahap rancangan. mengembangkan Satuan Acara
Pengembangan semangat bela Perkuliahan oleh dosen Pendidikan
negara mahasiswa penting dilakukan Kewarganegaraan.
mengingat sekarang ini telah terjadi Kedua, Silabus dan Satuan Acara
pergeseran peran dan fungsi mahasiswa. Perkuliahan yang telah dirancang dalam
Mahasiswa yang memiliki predikat implementasi di kelas banyak
agent of social change, social control mengalami penyesuaian. Satuan Acara
dan moral force sekarang ini justru perkuliahan dirancang menggunakan
malah tergerus oleh efek negatif multi metode dan multi media, akan
globalisasi. Perubahan gaya hidup, cara tetapi dalam implementasinya metode
berpakaian, dan pergeseran budaya yang dominan digunakan adalah
menjadi cermin bahwa bela negara ceramah, diskusi, dan presentasi.
mahasiswa terhadap nilai- nilai ke- Sedangkan media yang digunakan hanya
Indonesiaan menjadi berkurang. slide power point , sehingga proses
Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan- Universitas Banten Jaya | PRO PATRIA 74
Vol. 1, No.1, Agustus 2018 | P-ISSN: 2622-9862 | E-ISSN: 2622-707X

pembelajaran masih berpusat pada Bogdan, R.C. and Biklen, S.K. (1982)
Qualitatif Research for Education,
dosen.
An Introduction to Theory and
Ketiga, pengembangan semangat Methode. Boston: Allyn and Bacon.
Inc.
bela negara mahasiswa dilakukan dalam
Branson, MS.. (1999). Making the Case for
proses pembelajaran dengan membahas Civic Education: Where We Stand
at the End of the 20th Century.
lebih dalam materi geopolitik dan
Washingthon: CCE.
geostrategi Indonesia karena materi bela Budimansyah, Dasim. (2002). Model
Pembelajaran dan Penilaian
negara terintegrasi dalam dua pokok
Portofolio. Bandung: Ganesindo.
materi tersebut. Sedangkan strategi yang Cogan, J.J. (1999). Developing the Civic
Society: The Role of Civic
dilakukan oleh dosen dengan
Education. Bandung: CICED.
memberikan contoh perilaku bela negara Cogan, J.J. dan Derricot, R. (1998).
Citizenship for the 21st Century: An
dan melalui cerita sejarah perjuangan
International Perspective on
bangsa yang mengandung nilai Education. London: Kogan Page.
Joyce, dkk. (2009). Models Of Teaching.
nasionalisme dan patriotisme.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Keempat , semangat bela negara Kerr, David. (1999). Citizenship Education:
an International Comparison.
dilakukan mahasiswa dengan cara belajar
London: National Foundation for
yang tekun untuk mengaktualkan potensi Educational Research-NFER.
Miles, Mathew B. dan A. Michael
pengetahuan, aktif dalam kegiatan
Huberman. (2007). Analisis Data
organisasi kemahasiswaan, berprestasi, Kualitatif: Buku Sumber tentang
Metode-metode baru. Jakarta:
membentengi diri dari budaya asing yang
Universitas Indonesia Press.
negatif, dan menerapkan nilai-nilai ke- Nazir, Moh. (2005). Metode Penelitian.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Indonesiaan dalam bersikap dan
Sumantri, Endang. (2008). Seabad
berperilaku. Dengan demikian predikat Kebangkitan Nasional Revitalisasi
dan Reaktualisasi Kebangkitan
mahasiswa sebagai agent of change, social
Nasional Menuju Indonesia Baru
control, dan iron stock dapat mengaktual, yang Adil dan Sejahtera: Upaya
Membangkitkan Nasionalisme
karena mengabdikan diri sesuai dengan
Melalui Pendidikan. Jakarta: CV.
profesi dan predikatnya sebagai seorang Yasindo Multi Aspek.
Sumantri, Endang. (2008). An Outline Of
mahasiswa untuk kepentingan bangsa dan
Citizenship And Moral Education In
negara termasuk dalam bela negara. Major Countries Of Southeast Java.
Bandung: Bintang Warli Artika
Sapriya. (2006). Perspektif Pemikiran
DAFTAR PUSTAKA Pakar Tentang Pendidikan
Kewarganegaraan dalam

Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan- Universitas Banten Jaya | PRO PATRIA 75
Vol. 1, No.1, Agustus 2018 | P-ISSN: 2622-9862 | E-ISSN: 2622-707X

Pembangunan Karakter Bangsa


(Sebuah Kajian Konseptual-
Filosofis PKn dalam Konteks
Pendidikan IPS). Disertasi SPs UPI:
tidak diterbitkan.
Suratman, Tono. (2008). Patriotisme
Semangat Bela Negara. Bogor:
Lembaga Pengkajian Budaya
Nusantara (LPKN).
Wahab, A.A dan Sapriya. (2011) Teori dan
Landasan Pendidikan.
Kewarganegaraan. Bandung:
Alfabeta
Winataputra, U.S. & Budimansyah, D.
(2007). Civic Education: Konteks,
Landasan, Bahan Ajar dan Kultur
Kelas. Bandung: Program Studi
Pendidikan Kewarganegaraan SPs
UPI.
Winataputra, U.S. (2002). Jatidiri
Pendidikan Kewarganegaraan
Sebagai Wahana Sistemik
Pendidikan Demokrasi: Suatu
Kajian Konseptual Dalam Konteks
Pendidikan IPS. Disertasi PPS UPI:
tidak diterbitkan.
Winarno. (2009). Paradigma Baru
Pendidikan Kewarganegaraan.
Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Litbang Kompas. (2010). Elite Diharapkan
Fokus Pada Arah Bangsa. Kompas,
24 Mei 2010.
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 3 Tahun 2002 tentang
Pertahanan Negara.

Undang-Undang Republik Indonesia


Nomor 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional.

Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan- Universitas Banten Jaya | PRO PATRIA 76

S-ar putea să vă placă și