Sunteți pe pagina 1din 4

Pasien Tn.

KL datang ke IGD dengan berbagai keluhan yaitu nyeri perut


selama 3 hari disertai BAB darah dengan frekuensi yang banyak, mual, dan
muntah, serta demam naik turun. Dari gejala tersebut dokter mendiagnosa pasien
Tn. KL menderita nyeri perut akut (acute abdominal pain) dan pasien diberikan
terapi obat untuk meredakan gejalanya.
Pasien datang ke IGD menandakan kondisi pasien lemas dikarenakan
kehilangan nutrisi akibat mual, muntah dan diare sehingga diberikan terapi infus
WFD Asering dengan dosis 20 tpm. Infus tersebut digunakan untuk memenuhi
cairan dan elektrolit yang hilang.
Keluhan yang dialami oleh paisen Tn. KL yaitu demam maka diberikan
terapi Paracetamol infus dengan dosis 3 x 1 sehari dan diberikan saat pasien
mengalami demam saja. Mekanisme paracetamol sendiri dapat
menurunkan suhu tubuh dengan cara menurunkan hipotalamus set-point di pusat
pengendali suhu tubuh di otak sehingga demam bisa turun.
Keluhan lainnya yang dialami oleh pasien yaitu mual dan muntah maka
diberikan terapi ondancentron dengan dosis 3 x 8 mg. Mekanisme dari obat ini
yaitu menghambat reseptor serotonin di saluran cerna dan sistem persarafan
pusat, senyawa kimia alami yang merangsang timbulnya mual dan muntah,
dengan mekanisme kerja tersebut menurunkan rasa mual dan muntah pada
pasien.
Pasien mengeluh diare maka diberi terapi Lodia dengan dosis 3x1 dan
diberikan apabila pasien mengalami diare saja. Mekanisme dari Lodia sendiri
yaitu mengurangi aktivitas pleksus myenteric usus besar sehingga
memperlambat ritme kontraksi usus. Hal ini menyebabkan zat-zat tinggal lebih
lama dalam usus, menyediakan waktu lebih banyak untuk menyerap
air keluar dari kotoran sehingga kotoran menjadi lebih padat.
Pasien mengalami keluhan BAB berdarah maka diberikan terapi Adona
AC dengan dosis 2x10 mg. Obat ini bekerja dengan memperpendek waktu
perdarahan, tetapi tidak mempunyai efek pada koagulasi darah atau sistem
fibrinolitik.
Pasien datang ke IGD dengan keluhan nyeri perut maka diberi terapi
Santagesik dengan dosis 1x1 gram. Santagesik termaasuk golongan NSAID
dimana mekanisme kerjanya yaitu menghambat enzim siklooksigenase 1 dan 2,
yang mengakibatkan penurunan prostaglandin. Dengan terhambatnya
prostaglandin membuat rasa nyeri menurun.
Pasien nyeri perut akut dapat diakibatkan oleh asam lambung yang
berlebih maka pasien diberikan terapi kombinasi obat lambung. Obat lambung
yang diberikan antara lain Pantaprazole dimana termasuk obat lambung
golongan PPI dengan bekerja menghambat sekresi asam lambung melalui sistem
enzim adenosin trifosfatase hidrogen-kalium (pompa proton) dari sel parietal
lambung; dan Ranitidine termasuk golongan antagonis reseptor H-2 dengan
bekerja menghambat histamin pada reseptor-H2 secara kompetitif, serta
menghambat sekresi asam lambung.
Pasien kemungkinan mengalami infeksi di perutnya maka diberi antibiotik
yaitu Ceftriaxone dengan dosis 2 x 1 gram. Ceftriaxone termasuk golongan
Sefalosporin generasi tiga dimana mekanismenya adalah menghambat langkah
transpeptidasi akhir sintesis peptidoglikan pada dinding sel bakteri, sehingga
menghambat biosintesis dan menahan rakitan dinding sel yang mengakibatkan
kematian sel bakteri.

DRP (Drug Related Problem)


Pasien Tn. KL dengan diagnosa acute abdominal pain dalam kasus ini
menerima 9 macam obat dalam pengobatannya. Walaupun dokter tetap melakukan
follow up terhadap pasien tersebut, analisis DRP tetap harus dilakukan untuk
mencegah pasien mengalami kegagalan terapi dan kejadian DRP yang dapat
merugikan pasien. Adapun analisis DRP antara lain: indikasi tanpa obat, obat
tanpa indikasi, ketidaktepatan pemilihan obat, masalah pemberian dosis obat,
interaksi obat, reaksi obat yang tidak diinginkan, ketidakpatuhan pasien, dan
kegagalan terapi obat.

1. Indikasi tanpa obat


Pasien Tn. KL menderita acute abdomina painl dengan keluhan demam, mual,
muntah, diare disertai dengan BAB berdarah, dan demam naik turun. Terapi
obat yang diberikan pada pasien Tn. KL sudah sesuai dengan keluhan yang
dialami oleh pasien tersebut.
2. Obat tanpa indikasi
Obat yang diberikan kepada pasien Tn. KL sudah sesuai dan tidak ada obat
tanpa indikasi.
3. Ketidaktepatan pemilihan obat
Ketidaktepatan pemilihan obat pada pasien artinya ada pemberian obat yang
tidak efektif, seperti produk obat tidak efektif berdasarkan kondisi medisnya
atau obat bukan paling efektif untuk mengatasi penyakit. Pada pemilihan
produk obat pada kasus di atas sudah tepat. Namun, terjadi ketidaktepatan
waktu pemberian obat dengan perkembangan pasien, seperti demam terjadi
pada tanggal 05 Juli 2019 saja namun obat yang berindikasi sebagai antipiretik
(Paracetamol infus) diberikan pada tanggal 05 dan 06 Juli 2019.
4. Masalah pemberian dosis obat
Dalam kasus ini dosis yang diberikan pada setiap obat kepada pasien Tn. KL
sudah sesuai dengan dosis lazim. Namun, ada beberapa obat yang dosisnya
tidak sesuai dengan literatur antara lain: Pantoprazole dimana disebutkan
dalam literatur dosis pemakaiannya 40 mg/hari sedangkan untuk terapi pada
pasien Tn. KL 2x40 mg. Adona AC 10 dimana dalam literatur disebutkan
bahwa dosisnya yaitu 25-100 mg sedangkan untuk terapi pada pasien Tn. KL
dosisnya 2x10 mg.
5. Interaksi obat
Obat A Obat B Tingkat Interaksi
Ranitidine Paracetamol Minor Aksi terapeutik dari paracetamol (NSAID)
infus kemungkinan dapat dirubah oleh
ranitidine. Dalam Managemennya tidak
ada tindakan klinis khusus (Tatro, 2006)
Ranitidine Lodia Moderat Pemberian bersama dengan obat-obat
e yang meningkatkan penyerapan
gastrointestinal atau menghambat
metabolisme loperamide dapat
meningkatkan konsentrasi plasma dan
efek samping dari loperamide.
Ceftriaxon WFD Mayor Pemberian bersama ceftriaxone dengan
e Asering larutan yang mengandung kalsium,
bahkan melalui jalur infus berbeda, dapat
menyebabkan pengendapan garam
ceftriaxone-kalsium.

6. Reaksi obat yang tidak diinginkan


Setiap obat yang diberikan kepada pasien Tn. KL mempunyai efek samping
masing-masing yang akan sewaktu-waktu terjadi.
7. Ketidakpatuhan pasien
Kepatuhan pasien Tn. KL dalam meminum obat terjamin dikarenakn obat
diberikan langsung oleh perawat ruangan kepada pasien berupa injeksi dan
tablet.
8. Kegagalan Terapi Obat
Kegagalan terapi dalam suatu pengobatan dapat disebabkan oleh beberapa
faktor psikososial, ketidakmampuan ekonomi, kurangnya pemahaman pasien
tentang terapi yang dia lakukan, dosis yang tidak sesuai, dan pasien
menggunakan obat lain tanpa sepengetahuan dokter. Kegagalan terapi juga
dapat disebabkan oleh petugas kesehatan yang telat dalam memberikan
obatnya. Namun, pada kasus ini tidak ditemukan kegagalan terapi,
sejauh follow up yang dilakukan oleh dokter, perawat, dan apoteker, pasien
terus mengalami perkembangan yang baik.

Planing
Tujuan terapi yang ingin dicapai dalam pengobatan abdominal pain adalah
- Paracetamol infus diberikan pada tanggal 05 Juli 2019 saja.
- Pantoprazole diberikan 1x40 mg.
- Adona AC 10 diberikan 3x10 mg.

S-ar putea să vă placă și