Sunteți pe pagina 1din 14

BAB I

LANDASAN TEORI

A. Konsep Dasar Medis

1. Definisi

Sirosis hepatis merupakan stadium akhir dari penyakit hati kronis yang menyebabkan
pengerasan pada hati yang penyebab – penyebabnya tidak diketahui dengan pasti. ( Sujono
Hadi, 1995 ).
Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan
jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis
sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi
arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak
teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan
Brenda G. Bare, 2001).
Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai dengan adanya peradangan difus dan
menahun pada hati, diikuti proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel – sel hati
sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati. ( Mansjoer, 1999 ).
Sirosis hepatis dapat juga didefinisikan sebagai penyakit kronis pada hati yang
dikarakteristikkan dengan adanya peradangan difus dan fibrosis, menghasilkan perubahan
drastis pada struktur dan hilangnya fungsi hati secara signifikan. ( Philips, et – al, 2003).
Berdasarkan definisi di atas penulis menyimpulkan bahwa Sirosis Hepatis adalah penyakit
kronis pada hati yang ditandai dengan adanya inflamasi, pengerasan dan fibrosis dan
hiperplasia hepar.

2.Anatomi – Fisiologi

Hati merupakan organ yang paling besar di dalam tubuh kita, beratnya mencapai ± 1,5 kg.
Hati terletak di belakang tulang – tulang iga, di bagian atas rongga abdomen di sebelah
kanan bawah diafragma.

Hati terbagi atas dua lapisan utama yaitu :


a. Permukaan atas berbentuk cembung, terletak di bawah diafragma.
b. Permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan fisura transversus.

Fisura longitudinal memisahkan belahan kanan dan kiri di bagian atas hati, selanjutnya hati
dibagi empat belahan ; Lobus kanan, lobus kiri, lobus kaudata, dan lobus quadratus.
Hati mempunyai dua jenis peredaran darah yaitu arteri hepatika dan vena porta. Keterangan
lebih lanjut dapat kita lihat seperti di bawah ini :
a. Arteri Hepatika
Keluar dari aorta dan memberi 1/5 darah pada hati, darah ini mempunyai kejenuhan 95 –
100 % masuk ke hati akan membentuk jaringan kapiler setelah bertemu dengan kapiler
vena, akhirnya keluar sebagai vena hepatika.
b. Vena Porta
Yang terbentuk dari lienalis dan vena mesentrika superior menghantarkan 4/5 darahnya
ke hati, darah ini mempunyai kejenuhan 70 % sebab beberapa 02 telah diambil oleh
limfe dan usus, guna darah ini membawa zat makanan ke hati yang telah diabsorbsi oleh
mukosa dan usus halus. Besarnya kira – kira berdiameter 1 mm. di mana yang satu
dengan yang lain terpisah oleh jaringan ikat yang membuat cabang pembuluh darah ke
hati, cabang vena porta arteri hepatika dan saluran empedu dibungkus bersama oleh
sebuah balutan dan membentuk saluran porta.
Darah berasal dari vena porta bersentuhan erat dengan sel hati dan setiap lobulus disaluri
oleh sebuah pembuluh Sinusoid darah atau kapiler hepatika. Pembuluh darah halus
berjalan di antara lobulus hati disebut Vena interlobular. Dari sisi cabang – cabang
kapiler masuk ke dalam bahan lobulus yaitu Vena lobuler. Pembuluh darah ini
mengalirkan darah dalam vena lain yang disebut vena sublobuler, yang satu sama lain
membentuk vena hepatika dan langsung masuk ke dalam vena cava inferior.
Empedu dibentuk di dalam sela – sela kecil di dalam sel hepar melalui kapiler empedu
yang halus / korekuli. Dengan cara berkontraksi, dinding perut berotot pada saluran ini
mengeluarkan empedu dari hati.

Fungsi hati, terdiri dari ;

 Mengubah zat makanan yang diabsorbsi dari usus dan yang disimpan di suatu tempat
dalam tubuh, dikeluarkannya sesuai dengan pemakaiannya dalam jaringan.
 Mengubah zat buangan dan bahan racun untuk diekskresi dalam empedu dan urin.
 Menghasilkan enzim glikogenik glukosa menjadi glikogen.
 Sekresi empedu, garam empedu dibuat di hati dibentuk dalam sistem retikulo
endotelium dialirkan ke empedu.
 Pembentukan ureum, hati menerima asam amino diubah menjadi ureum dikeluarkan dari
darah oleh ginjal dalam bentuk urin.
 Menyiapkan lemak untuk pemecahan terakhir asam karbonat dan air.
Penyimpanan dan peyebaran bahan termasuk glikogen lemak, vitamin dan zat besi,
vitamin yang larut dalam minyak, atau lemak disimpan di hati.

Hati membantu mempertahankan suhu tubuh sebab luasnya organ ini dan banyaknya
kegiatan metabolisme yang berlangsung mengakibatkan darah banyak mengalir melalui
organ ini sehingga menaikkan suhu tubuh.

Perlekatan peritoneal dan ligamentum hati yaitu :


a. Ligamentum falsiformis, merupakan lipatan peritoneum berlapis ganda berjalan ke atas
dari umbilikalis menuju ke hati berjalan ke permukaan anterior dan superior hati.
b. Ligamentum teres hepatik, berjalan masuk ke fisura, yang terdapat pada permukaan
viseral hati bersatu dengan cabang kiri vena porta.
c. Ligamen venosum, suatu pita fibrosa yang merupakan sisa duktus venosus melekat pada
cabang kiri vena porta, duktus venosus tertutup menjadi pita fibrosa.
d. Omentum minus, berasal dari pinggir porta hepatis dan fisura yang melewati ligamentum
venosum dan berjalan ke bawah menuju kurvatura minor lambung.

3.Etiologi
Ada dua faktor penyebab dari sirosis hari, yaitu : penyebab yang diketahui penyebabnya
dan yang tidak diketahui penyebabnya ( idiopatik ).
a. Diketahui penyebabnya :

1) Alkoholisme
2) Hepatitis virus B dan C
3) Intoksikasi bahan kimia / ekstra hepatik
4) Gizi buruk
5) Kolestasis kronik intra / ekstra hepatik
6) Obstruksi aliran vena hepatika
7) Gangguan imunologi
8) Kelainan metabolik
9) Zat hepatotoksik
10) Hemokromatosis
11) Kelemahan jantung yang lama

b. Tidak diketahui penyebabnya ( idiopatik )


Ada 3 tipe sirosis atau pembentukan parut dalam hati :
 Sirosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara khas
mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis.
 Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat
lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
 Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran
empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).
Bagian hati yang terlibat terdiri atas ruang portal dan periportal tempat kanalikulus
biliaris dari masing-masing lobulus hati bergabung untuk membentuk saluran empedu
baru. Dengan demikian akan terjadi pertumbuhan jaringan yang berlebihan terutama
terdiri atas saluran empedu yang baru dan tidak berhubungan yang dikelilingi oleh
jaringan parut.

4.Patofisiologi
Asupan alkohol berlebihan disamping penyebab lain menyebabkan kerusakan sel hati dan
inflamasi pada hati. Inflamasi hati menimbulkan berapa manifestasi seperti nyeri, demam,
peningkatan WBC, mual, muntah, anoreksia, konstipasi, dan fatique. Inflamasi hati juga
menyebabkan gangguan aliran darah dan aliran limfe sehingga menyebabkan nekrosis hati.
Bila keadaan ini terus berlanjut dapat mencapai tahap nekrosis hati dan banyak
menimbulkan efek yang merugikan secara sistematis nekrosis hati dapat menyebabkan
penurunan kemampuan untuk metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Keadan ini
meyebabkan kadar plasma protein, turun, timbul penurunan albumin di dalam tubuh
sehingga menimbulkan tekanan onkotik yang menyebabkan edema dan asites. Selain itu
penurunan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein dapat menyebabkan hipoglikemia,
malnutrisi, penurunan, energi sehingga menimbulkan kelemahan tubuh.
Penurunan metabolisme hormonal dapat juga terjadi akibat nekrosis hati sehingga
menimbulkan manifstasi palmar eritema, gangguan siklus menstruasi, atrofi testis,
gynecomastia, spider angioma, rambut pada aksila dan pubis rontok.
Hipertensi portal yang disebabkan oleh nekrosis hati menyebabkan sphlenomegali,
membawa dampak terjadinya anemia, leukopenia dan trombositopenia. Keadaan tersebut
meningkatkan resiko perdarahan disamping adanya penurunan absorbsi vitamin K dan juga
resiko infeksi. Hipertensi portal juga menyebabkan tekanan vena sehingga cenderung
terjadi varises esofagus, varises superficial abdomen dan juga haemoroid.
Metabolisme bilirubin juga mengalami penurunan akibat nekrosis hati, sehingga terjadi
peningkatan bilirubinemia dan timbul joundise. Selain itu bilirubin diekskresikan dalam
urin sehingga warna urin menjadi gelap. Feses warna dempul timbul akibat penurunan
empedu pada sistem pencernan.
Akibat paling fatal dari nekrosis hati yaitu gagal hati total di mana semua fungsi yang
dijalankan oleh hati mengalami gangguan gagal hepar fulminan sehingga timbul keadaan
yang dinamakan encephalopathy hepatik. Encephalopathy yang ditandai dengan
peningkatan serum amoniak, gangguan pola tidur, nafas berbau, asterixis dan asidosis
respiratori dapat berlanjut dengan keadaan koma dan akhirnya menyebabkan kematian.
5.Manifestasi Klinis
a. Hepatomegali, cenderung terjadi pada awal perjalanan sirosis karena sel – sel hati
dipenuhi oleh lemak. Akan tetapi pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran
hati berkurang, setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati sehingga
teraba noduler saat dipalpasi.
b. Obstruksi portal dan asites.
c. Gejala gastrointestinal tidak khas : anoreksia, mual dan muntah, diare atau konstipasi,
kembung.
d. Demam, kelelahan, penurunan berat badan.
e. Splenomegali.
f. Varises gastrointestinal : haemorhoid, varices esophagus, varises superficial abdomen.
g. Edema.
h. Defisit vitamin dan anemia.
i. Kemunduran status mental.
j. Kelamin endokrin : atrofi testis, gynecomastia, kerontokan rambut aksila dan pubis,
gangguan menstruasi dan spider angioma, dan eritema palmar.
k. Joundise.

Nyeri abdomen kuadran kanan atas.

Penyakit ini mencakup gejala ikterus dan febris yang intermiten.


Pembesaran hati. Pada awal perjalanan sirosis, hati cenderung membesar dan sel-selnya
dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat
diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati
yang cepat dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa
hati (kapsula Glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan
berkurang setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat
dipalpasi, permukaan hati akan teraba benjol-benjol (noduler).
Obstruksi Portal dan Asites. Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi
hati yang kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari organ-
organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena portal dan dibawa ke hati. Karena hati
yang sirotik tidak memungkinkan pelintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut
akan kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-
organ ini menjadi tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut
akan dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien
dengan keadaan semacam ini cenderung menderita dispepsia kronis atau diare. Berat badan
pasien secara berangsur-angsur mengalami penurunan.
Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan menyebabkan asites.
Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting dullness atau gelombang cairan.
Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring telangiektasis, atau dilatasi arteri superfisial
menyebabkan jaring berwarna biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi
terhadap wajah dan keseluruhan tubuh.
Varises Gastrointestinal. Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan
fibrofik juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral sistem gastrointestinal
dan pemintasan (shunting) darah dari pernbuluh portal ke dalam pernbuluh darah dengan
tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan
distensi pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen
(kaput medusae), dan distensi pembuluh darah di seluruh traktus gastrointestinal. Esofagus,
lambung dan rektum bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami
pembentukan pembuluh darah kolateral. Distensi pembuluh darah ini akan membentuk
varises atau temoroid tergantung pada lokasinya.
Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan yang tinggi akibat
sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur dan menimbulkan perdarahan.
Karena itu, pengkajian harus mencakup observasi untuk mengetahui perdarahan yang nyata
dan tersembunyi dari traktus gastrointestinal. Kurang lebih 25% pasien akan mengalami
hematemesis ringan; sisanya akan mengalami hemoragi masif dari ruptur varises pada
lambung dan esofagus.
Edema. Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis.
Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya
edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air
dan ekskresi kalium.
Defisiensi Vitamin dan Anemia. Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpanan
vitamin tertentu yan tidak memadai (terutama vitamin A, C dan K), maka tanda-tanda
defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai, khususnya sebagai fenomena hemoragik yang
berkaitan dengan defisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi gastrointestinal
bersama-sama asupan diet yang tidak adekuat dan gangguan fungsi hati turut menimbulkan
anemia yang sering menyertai sirosis hepatis. Gejala anemia dan status nutrisi serta
kesehatan pasien yang buruk akan mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu
kemampuan untuk melakukan aktivitas rutin sehari-hari.
Kemunduran Mental. Manifestasi klinik lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan
ensefalopati dan koma hepatik yang membakat. Karena itu, pemeriksaan neurologi perlu
dilakukan pada sirosis hepatis dan mencakup perilaku umum pasien, kemampuan kognitif,
orientasi terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara.

6.Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan pigmen seperti bilirubin direk, bilirubin total, bilirubin urin,
urobilinogen urin dan urobilirubin feses. Pemeriksaan ini mengukur kemampuan hati
untuk mengadakan konjugasi dan mengekskresi bilirubin.
2) Pemeriksaan protein seperti protein total serum, albumin serum globulin serum kadar
protein dapat dipengaruhi oleh sejumlah kelainan hati karena protein dibuat oleh hati.
3) Protombin time, dapat memanjang pada penyakit hati.
4) Pemeriksaan SGPT atau SGOT, ALP, amonia serum. Pemeriksaan ini berdasarkan
pada pelepasan enzim dari sel – sel hati yang rusak.
5) Kolesterol, dapat meningkat pada obstruksi bilier dan menurun pada penyakit
parenkim hati.
6) Pemeriksaan darah lengkap ( HB, HCT, SDM ) mungkin menurun karena
perdarahan. Kerusakan SDM dan terlihat dengan hipersplenisme dan defisiensi besi.
Leucopenia mungikin ada sebagai akibat hipersplenisme.
7) Glukosa serum, hipoglikemia diduga mengganggu glikogenesis.
8) Pemeriksaan Hbs Ag, mengetahui kemungkinan adanya hepatitis yang dapat
menyebabkan sirosis hati.
b. Pemeriksaan radiology
Foto rontgen abdomen untuk menentukan ukuran makroskopis hati.
c. Biopsi hati, berfungsi untuk mendeteksi infiltrat lemak, fibrosis dan kerusakan jaringan
hati.

7.Penatalaksanaan
a. Monitor komplikasi
Acites, perdarahan varises esofagus dan encephalopathy hepatic merupakan komplikasi
yang sangat ditakutkan pada penderita sirosis hepatis. Selain itu gagal ginjal dan infeksi
juga sangat berbahaya. Untuk itu anggota keluarga harus mengetahui manifestasi mana
yang harus segera dilaporkan kepada tenaga kesehatan dan kapan harus mencari
pertolongan segera.
b. Memaksimalkan fungsi hati
Pengaturan diet sangat penting untuk meminimalkan resiko trauma dan memaksimalkan
regenerasi. Diet yang diberikan harus rendah protein pada kerusakan hepar berat dan bila
ada edema harus rendah garam dan juga air. Bila proses tidak aktif diperlukan diet tinggi
kalori, tinggi protein. Akan tetapi bila ada tanda koma hepatikum, jumlah kalori dan
protein harus dihentikan. Vitamin B dan vitamin yang larut dalam lemak ( A, D, E, K )
umumnya diberikan pada klien dengan sirosis alkoholik. Istirahat yang cukup juga
sangat penting untuk memaksimalkan regenerasi hati.
c. Perawatan berdasarkan penyebab
Sangat penting untuk mengeliminasikan pajanan hepatoxin, menghindari penggunaan
alkohol. Antacid diberikan untuk mengurangi distress lambung dan meminimalkan
kemungkinan pendarahan gastrointestinal.
d. Pencegahan infeksi
Mencakup istirahat yang adekuat, diet yang tepat dan menghindari substansi hepatoxcic.
Berikan lingkungan yang tenang untuk meningkatkan istirahat klien dan juga sarana
isolasi untuk mengurangi resiko infeksi dari lingkungan sekitarnya.
e. Pemberian diuretik yang mempertahankan kalium jika tedapat gejala acites dan
meminimalkan perubahan cairan serta elektrolit akibat penggunaan diuretik.

8.Komplikasi
a. Hipertensi portal
Nekrosis hati menyebabkan gangguan sirkulasi pembuluh darah di hati sehingga terjadi
peningkatan tekanan pembuluh darah portal, keadaan ini dapat mencetuskan hipertensi
portal.
b. Asites
Penurunan protein plasma akibat penurunan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak
menyebabkan gangguan–gangguan keseimbangan tekanan onkotik, ketidakseimbangan
ini menimbulkan gejala asites karena keseimbangan cairan dalam tubuh.
c. Perdarahan / hemoragi
Hemoragi masif biasanya terjadi akibat perdarahan dari varises esofagus yang ruftur.
Biasanya sampai memerlukan perawatan intensif dan mungkin memerlukan tindakan
bedah emergensi.
d. Encephalopathy hepatik
Komplikasi neurologi ini mencakup kemunduran status mental serta demensia di
samping adanya tanda-tanda fisik seperti gerakan volunter dan involnter abnormal.
Encephalopathy hepatik terutama disebabkan oleh penumpukan amonia dalam darah.
e. Hepatorenal sindrom
f. Infeksi
Terjadi splenomegali akibat hipertensi portal menyebabkan timbulnya leukopenia
sehingga meningkatkan resiko infeksi.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

1.Pengkajian
Tahap ini merupakan tahap awal dalam proses keperawatan dan menentukan hasil dari
tahap berikutnya. Pengkajian dilakukan secara sistematis mulai dari pengumpulan data,
identifikasi dan evaluasi status kesehatan klien ( Nursalam, 2001 )
Data tergantung pada penyebab dasar kondisi. Untuk kasus sirosis hepatis pengkajian data
dasar ( Doenges, 1999 ) meliputi :
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan, terlalu lelah
Tanda : Letargi
Penurunan massa otot / tonus
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat gagal jantung kanan kronis, perikarditis,
penyakit jantung rematik, kanker ( malfungsi hati menimbulkan
gagal hati ).
Tanda : Edema pada tungkai kanan, ascites.
c. Eliminasi
Gejala : Flatus
Tanda : Distensi abdomen ( hepatomegali, splenomegali, asites )
Penurunan / tak adanya bising usus.
Feses warna tanah liat, melena
Urin gelap, pekat.
d. Makanan / cairan
Gejala : anoreksia, tidak toleran terhadap makanan / tidak dapat
mencerna,
Mual / muntah
Tanda : Penurunan berat badan atau peningkatan cairan.
Penggunaan jaringan.
Edema umum pada jaringan.
Kulit kering, turgor buruk.
Ikterik; angioma spider
Nafas berbau / fetor hepatikus, perdarahan gusi
e. Neurosensori
Gejala : Orang terdekat dapat melaporkan perubahan kepribadian,
Penurunan mental.
Tanda : Perubahan mental, bingung halusinasi, koma.
Bicara lambat / tak jelas.
Asterik ( ensefalopati hepatik )
f. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan abdomen / nyeri kuadran kanan atas.
Pruritis
Neuritis perifer
Tanda : Perilaku berhati – hati / distraksi
Fokus pada diri sendiri
g. Pernapasan
Gejala : Dispnea
Tanda : Takipnea, pernafasan dangkal, bunyi nafas tambahan.
Ekspansi paru terbatas ( asites ).
Hipoksia.
h. Keamanan
Gejala : Pruritus
Tanda : Demam ( lebih umum pada sirosis alkoholik )
Ikterik, ekimosis, petekie
Angioma spider / teleangiektasis, eritema palmar.
i. Seksualitas
Gejala : Gangguan menstruasi, impotent.
Tanda : Atrofi testis, ginekomastia, kehilangan rambut ( dada, bawah
lengan, pubis ).
j. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : Riwayat penggunaan alkohol jangka panjang / penyalahgu
penyalahgunaan, penyakit hati alkoholik.
Riwayat penyakit empedu, hepatitis, terpajan, pada
toksin trauma hati ; perdarahan GI atas ; episode perdarahan varises esofagal ;
penggunaan obat yang
mempengaruhi fungsi hati.
Pertimbangan : DRG menunjukkan rerata lama dirawat : 7,2 hari
Rencana
pemulangan : Mungkin memerlukan bantuan dengan tugas perawatan /
pengaturan rumah.

2.Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia dan
individu atau kelompok di mana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan
memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, mambatasi, mencegah,
dan merubah. ( Capernito, 2000 ).
Diagnosa keperawatan merupakan respon klien terhadap adanya masalah kesehatan, oleh
karena itu diagnosa keperawatan berorientasi pada kebutuhan dasar manusia berdasar teori
kebutuhan dasar Abraham Maslow ( Gaffar, 1999 ).

Kebutuhan dasar manusia yang penulis cantumkan di atas sebagai dasar bagi penulis untuk
menentukan priorits masalah yang penulis angkat dalam makalah ilmiah ini. Selain itu
kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow, penulis juga menggunakan skala
urgen dan non urgen disesuaikan dengan kebutuhan klien.
Adapun diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien sirosis hepatis menurut
Doenges ( 1999 ), dan Carpenito (1995) adalah antara lain :
a. Pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan absorbsi, metabolisme,
dan penyimpangan nutrien.
b. Kelebihan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi ( contoh SIAD, penurunan
protein plasma, malnutrisi ).
c. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit b.d gangguan sirkulasi, akumulasi
garam empedu pada kulit, turgor kulit buruk, penonjolan tulang, adanya edema, asites.
d. Resiko tinggi terhadap tak efektifnya pola pernapasan b.d penurunan ekspansi paru,
akumulasi secret, penurunan energi, kelemahan.
e. Resiko tinggi terhadap pendarahan b.d hipertensi portal.
f. Resiko tinggi terhadap perubahan proses pikir b.d perubahan fisiologis : peningkatan
kadar amonia serum, ketidakmampuan hati untuk detoksikasi enzim / obat tertentu.
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan kurang
terpajan / mengingat, kesalahan interpretasi, ketidakbiasaan terhadap sumber – sumber
informasi.
3.Rencana Keperawatan
Perencanaan meliputi perkembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi,
mengoreksi masalah – masalah yang diidentfikasi pada diagnosa keperawatan, di mana
tahapan ini dimulai setelah menentukan diagnosa keperawatan dan menyimpulkan rencana
dokumentasi ( Nursalam, 2001 ).
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang muncul pada klien sirosis hepatis, rencana
tindakan keperawatan yang dapat dilakukan antara lain :
a. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan absorbsi, metabolisme,
dan penyimpangan nutrien.
Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan progresif mencapai tujuan.
Kriteria : Nilai laboratorium normal.

Rencana tindakan keperawatan :


 Ukur masukan diet harian dengan jumlah kalori.
Rasional :
Memberikan informasi tentang kebutuhan pemasukan / defisiensi.
 Berikan makanan sedikit dan sering
Rasional :
Buruknya toleransi terhadap makan banyak mungkin berhubungan dengan peningkatan
tekanan intra – abdomen / asites.
 Berikan makanan halus, hindari makanan kasar sesuai indikasi.
Rasional :
Perdarahan dari varises esofagus dapat terjadi pada sirosis berat.
 Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan, khususnya sebelum makan.
Rasional :
Penyimpanan energi menurunkan kebutuhan metabolik pada hati dan meningkatkan
regenerasi seluler.
 Timbang berat badan setiap hari. Kaji intake dan output makanan klien setiap 8 jam.
Rasional :
Mengidentifikasi status cairan serta memastikan kebutuhan metabolik.
 Kaji nilai-nilai laboratorium seperti albumin serum, dan hematokrit.
Rasional :
Kadar albumin serum menunjukkan status protein tubuh, malnutrisi protein
mengakibatkan penurunan jumlah SDP dan anemia.
 Berikan obat-obat dan cairan infus sesuai indikasi.
Rasional :
Memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit.

b. Kelebihan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi.


Tujuan : Volume cairan stabil
Kriteria : - Pemasukan dan pengeluaran seimbang.
- Berat badan stabil.
- Tanda – tanda vital dalam rentang normal.
- Tak ada edema.

Rencana tindakan keperawatan :


 Ukur masukan dan haluaran, catat keseimbangan positif ( pemasukan melebihi
pengeluaran ). Timbang berat badan tiap hari, dan catat peningkatan lebih dari 0,5
kg/hari.
Rasional :
Menunjukkan status volume sirkulasi, terjadinya / perbaikan perpindahan cairan, dan
respons terhadap terapi. Keseimbangan positif / peningkatan berat badan sering
menunjukkan retensi cairan lanjut.
 Auskultasi paru, catat penurunan / tak adanya bunyi napas dan terjadinya bunyi
tambahan.
Rasional :
Peningkatan kongesti pulmonal dapat mengakibatkan konsolidasi, gangguan
pertukaran gas, dan komplikasi contoh edema paru.
 Kaji derajat perifer / edema dependen.
Rasional :
Perpindahan cairan pada jaringan sebagai akibat retensi natrium dan air, penurunan
albumin, dan penurunan ADH.
 Ukur lingkar abdomen.
Rasional :
Menunjukkan akumulasi cairan ( asites ) diakibatkan oleh kehilangan protein plasma /
cairan ke dalam area peritoneal.
 Dorong untuk tirah baring bila ada asites.
Rasional :
Dapat meningkatkan posisi rekumben untuk diuresis.

c. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit b.d gangguan sirkulasi, akumulasi
garam empedu pada kulit, turgor kulit buruk , penonjolan tulang, adanya edema, asites.
Tujuan : Mempertahankan integritas kulit.
Kriteria : - Turgor kulit elastis.
- Kulit tidak tampak tegang.

Rencana tindakan keperawatan :


 Lihat permukaan kulit / titik tekanan secara rutin. Pijat penonjolan tulang atau area yang
tertekan terus menerus. Gunakan losion minyak ; batasi penggunaan sabun untuk mandi.
Rasional :
Edema jaringan lebih cenderung untuk mengalami kerusakan dan terbentuk dekubitus.
Asites dapat merenggangkan kulit sampai pada titik robekan pada sirosis berat.
 Ubah posisi pada jadwal teratur, saat di kursi / tempat tidur ; Bantu dengan latihan
rentang gerak aktif / pasif.
Rasional :
Pengubahan posisi menurunkan tekanan pada jaringan edema untuk memperbaiki
sirkulasi. Latihan meningkatkan sirkulasi dan perbaikan / mempertahankan mobilitas
sendi.
 Tinggikan ekstremitas bawah.
Rasional :
Meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan edema pada ekstremitas.
 Pertahankan sprei kering dan bebas lipatan.
Rasional :
Kelembaban meningkatkan pruritis dan meningkatkan resiko kerusakan kulit.

d. Resiko tinggi terhadap tak efektifnya pola pernapasan b.d penurunan ekspansi paru,
akumulasi secret, penurunan energi, kelemahan.
Tujuan : mempertahankan pola pernapasan efektif.
Kriteria : - Bebas dispnea dan sianosis.
- Kapasitas vital dalam rentang normal.
Rencana tindakan keperawatan :
 Awasi frekuensi, kedalaman dan upaya pernapasan.
Rasional :
Pernapasan dangkal cepat / dispnea mungkin ada sehubungan dengan hipoksia dan / atau
akumulasi cairan dalam abdomen.
 Auskultasi bunyi napas, catat krekels, mengi, ronki.
Rasional :
Menunjukkan terjadinya komplikasi ( adanya bunyi tambahan menunjukkan akumulasi
cairan / secret ; tak ada / menurunkan bunyi atelektasis ) meningkatkan resiko infeksi.
 Selidiki perubahan tingkat kesadaran.
Rasional :
Perubahan mental dapat menunjukkan hipoksemia dan gagal pernapasan, yang sering
disertai koma hepatik.
 Pertahankan kepala tempat tidur tinggi.
Rasional :
Memudahkan pernapasan dengan menurunkan tekanan pada diafragma dan
meminimalkan ukuran aspirasi secret.
 Awasi suhu. Catat adanya menggigil, meningkatkan batuk, perubahan warna / karakter
sputum.
Rasional :
Menunjukkan timbulnya infeksi, contoh pneumonia.

e. Resiko tinggi terhadap perdarahan b.d hipertensi portal.


Tujuan : Mempertahankan homeostasis.
Kriteria : Tak ada pendarahan.

Rencana tindakan keperawatan :


 Kaji adanya tanda – tanda dan gejala – gejala pendarahan GI, contoh periksa semua
sekresi untuk adanya darah warna coklat atau samar. Observasi warna dan konsistensi
feses, drainase NG, atau muntah.
Rasional :
Traktus GI ( esofagus dan rektum ) paling biasa untuk sumber pendarahan sehubungan
dengan mukosa yng mudah rusak dan gangguan dalam hemostasis karena sirosis.
 Observasi adanya petekie, ekimosis, perdarahan dari satu atau lebih sumber.
Rasional :
KID subakut dapat terjadi sekunder terhadap gangguan faktor pembekuan.
 Awasi nadi, TD, dan CVP bila ada.
Rasional :
Peningkatan nadi dengan penurunan TD dapat menunjukkan kehilangan volume darah
sirkulasi, memerlukan evaluasi lanjut.
 Catat perubahan mental / tingkat kesadaran.
Rasional :
Perubahan dapat menunjkkan penurunan perfusi jaringan serebral sekunder terhadap
hipovolemia, hipoksemia.
 Hindari pengukuran suhu rectal ; hati – hati memasukkan selang GI.
Rasional :
Rektal dan vena esofageal paling rentan untuk robek.

f. Resiko tinggi terhadap perubahan proses pikir b.d perubahan fisiologis : peningkatan
kadar amonia serum, ketidakmampuan hati untuk detoksikasi enzim / obat tertentu.
Tujuan : Mempertahankan tingkat mental / orientasi kenyataan.
Kriteria : Klien menunjukkan perilaku / perubahan pola hidup untuk mencegah /
meminimalkan perubahan mental.

Rencana tindakan keperawatan :


 Observasi perubahan perilaku dan mental, contoh : letargi, bingung, cenderung tidur,
bicara lambat / tak jelas, dan peka rangsang ( mungkin hilang timbul ). Bangunkan
pasien pada interval sesuai indikasi.
Rasional :
Pengkajian terus menerus terhadap perilaku dan status mental penting karena fluktuasi
alami dari koma hepatik.
 Konsul pada orang terdekat tentang perilaku umum dan mental pasien.
Rasional :
Memberikan dasar untuk perbandingan dengan status saat ini.
 Orientasikan kembali pada waktu, tempat, orang, sesuai kebutuhan.
Rasional :
Membantu dalam mempertahankan orientasi kenyataan, menurunkan bingung /
ansietas.
 Pertahankan kenyamanan, lingkungan tenang dan pendekatan lambat, kegiatan tenang.
Berikan periode istirahat tanpa gangguan.
Rasional :
Menurunkan rangsangan berlebihan / kelebihan sensori, meningkatkan relaksasi, dan
dapat meningkatkan koping.

g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan kurang


terpajan / mengingat, kesalahan interpretasi, ketidakbiasaan terhadap sumber – sumber
informasi .
Tujuan : Klien paham tentang proses penyakit / prognosis.
Kriteria : - Klien dapat menghubungkan gejala dengan faktor penyebab.
- Klien dapat melakukan perubahan pola hidup dan berpartisi-
pasi dalam perawatan.

Rencana tindakan keperawatan :


 Kaji ulang proses penyakit / prognosis dan harapan yang akan datang.
Rasional :
Memberikan dasar pengetahuan pada pasien yang dapat membuat pilihan informasi.
 Informaskan pasien tentang efek gangguan karena obat pada sirosis dan pentingnya
penggunaan obat hanya yang diresepkan atau yang dijelaskan oleh dokter yang
mengenal riwayat pasien.
Rasional :
Beberapa obat bersifat hepatotoksik ( khususnya narkotik, sedatife, dan hipnotik ).
Selain itu kerusakan hati telah menurunkan kemampuan metabolisme semua obat,
potensial efek akumulasi, atau meningkatkan kecenderungan pendarahan.
 Tekankan pentingnya nutrisi yang baik. Anjurkan menghindari bawang dan keju padat.
Berikan instruksi diet tertulis.
Rasional :
Pemeliharaan diet yang tepat dan menghindari makanan tinggi amonia membantu
perbaikan gejala dan membantu mencegah kerusakan hati. Instruksi tertulis akan
membantu pasien sebagai rjukan di rumah sakit.
 Dorong menjadwalkan aktivitas dengan periode istirahat adekuat.
Rasional :
Istirahat adekuat menurunkan kebutuhan metabolik tubuh dan meningkatkan simpanan
energi untuk regenerasi jaringan.
 Identifikasi bahaya lingkungan contoh karbon tetraklorida tipe pembersih, terpajan pada
hepatitis.
Rasional :
Dapat mencetuskan kekambuhan.

4.Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang spesifik. ( Nursalam, 2001 ).
Pelaksanan asuhan keperawatan klien sirosis hepatis tentunya merujuk pada rencana
keperawatan yang telah dirumuskan.
Dalam tahap pelaksanan ini, perawat berperan sebagai pelaksana keperawatan, memberi
support, pendidik, advokasi, konselor, dan penghimpunan data ( Capernito, 1999 ).

5.Evaluasi
Tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan sebarapa
jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai (
Nursalam, 2001 ).
Evaluasi diri terdiri dari dua jenis, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif

a. Evaluasi formatif
Biasa disebut juga evaluasi proses, evaluasi jangka pendek atau evaluasi berjalan di
mana evaluasi dilakukan secepatnya setelah tindakan keperawatan dilakukan sampai
tujuan tercapai.
b. Evaluasi sumatif
Biasa disebut evaluasi hasil, evaluasi akhir dan evaluasi jangka panjang. Evaluasi ini
dilakukan di akhir tindakan keperawatan paripurna dilakukan dan menjadi suatu metode
dalam memonitor kualitas dan efisiensi tindakan yang diberikan. Bentuk evaluasi ini
lazimnya menggunakan format “SOAP” ( Nursalam, 2001 ).
Tujuan evaluasi adalah untuk mendapatkan umpan balik dalam rencana keperawatan,
nilai serta meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui hasil perbandingan, dan
standar yang telah ditentukan sebelumnya.
Ada empat kemungkinan yang mungkin terjadi pada tahap evaluasi yaitu : masalah
teratasi seluruhnya, masalah teratasi sebagian, masalah tidak dapat teratasi, dan
timbulnya masalah baru.
Hasil dari evaluasi yang diharapkan dalam pemberian tindakan keperawatan melalui
proses keperawatan pada klien sirosis hepatis adalah :
a. Pemasukan nutrisi adekuat untuk kebutuhan individu.
b. Komplikasi dicegah / minimal.
c. Menerima kenyataan.
d. Proses penyakit, prognosis, potensial komplikasi, dan program pengobatan dipahami.
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed 8).
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).

Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. (1999). Rencana
asuhan keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).

Tjokronegoro dan Hendra Utama. (1996). Ilmu penyakit dalam jilid 1. Jakarta: FKUI.

Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi, konsep klinis proses-proses
penyakit. Jakarta: Penerbit EGC.

Soeparman. 1987. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta : FKUI.

Carpenito, L. J. (2000).Handbook of nursing diagnosis.(M. Ester, Penerjemah).Philadelphia:


Lippincott Williams & Wilkins Inc. (Sumber asli diterbitkan 1999)

S-ar putea să vă placă și