Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
LEMBAR PENGESAHAN
asuhan keperawatan pasien Tn. S dengan gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran di
ruang Kutilang
RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang
A. KHOIRO IM,S.ST
NIP:196211201986031003
Kepala Ruangan
Kutilang RSJ Lawang
A. KHOIRO IM,S.ST
NIP:196211201986031003
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan rahmat pada
kami, sehingga ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA Tn. S DENGAN GANGGUAN
PERSEPSI SENSORI “HALUSINASI PENDENGARAN” di RUANG KUTILANG RSJ Dr.
RADJIMAN WEDIODININGRAT LAWANG ini dapat di selesaikan tepat pada waktunya.
Ucapan terimakasih tak lupa kami sampaikan kepada :
1. Bapak A. Khoiro IM,S.ST selaku kepala ruangan sekaligus pembimbing di ruang Kutilang
yang telah banyak membantu, mengijinkan kami untuk melaksanakan asuhan keperawatan di
ruangan dan memberikan kesempatan untuk menimba ilmu di ruangan ini.
2. Bapak Firdaus, selaku pembimbing institusi yang telah membimbing sampai terselesaikannya
asuhan keperawatan ini.
3. Para perawat dan klien yang berada di ruang Kutilang atas partisipasinya dan bersedia
memberikan kami kesempatan untuk menyelesaikan asuhan keperawatan ini.
Serta semua pihak yang telah membantu dalam proses pengajaran Asuhan Keperawatan
Jiwa ini yang namanya tak mungkin kami cantumkan satu persatu. Demikian Asuhan
Keperawatan Jiwa ini dibuat semoga dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan pembaca pada
umumnya.
Penulis
DAFTAR ISI
1. Latar Belakang
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi. Bentuk
halusinasi berupa suara-suara yang bising atau mendengung, tapi yang paling sering berupa
kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang agak sempurna. Halusinasi ini kadang-
kadang menyenangkan misalnya : bersifat ketiduran acaman dan lain-lain.
Persepsi merupakan respon dari reseptor sensori terhadap stimulus eksternal, juga
pengenalan dan pemahaman terhadap sensori yang di interpretasikan oleh stimulus yang di
terima. Jika diliputi rasa kecemasan yang mengacu pada respon reseptor sensori terhadap
stimulus. Persepsi juga melibatkan kognitif dan pengertian emosional akan objek yang
dirasakan. Gangguan persepsi dapat terjadi pada proses sensori penglihatan, pendengaran,
penciuman, perabaan dan pengecapan.
Menurut May Durant Thomas (1991) halusinasi secara umum dapat ditemukan pada
pasien gangguan jiwa seperti : Skizofrenia, Depresi, Delirium, dan kondisi yang
berhubungan penggunaan alkohol dan substansi lingkungan.
2. Tujuan
Tujuan umum
Agar mahasiswa mampu memahami Asuhan Keperawatan Jiwa.
Tujuan Khusus
1. Mahasiswa dapat memahami konsep teori keperawatan jiwa “Halusinasi
Pendengaran”.
1) Pengertian halusinasi pendengaran
2) Rentang respon halusinasi
3) Penyebab halusinasi
4) Jenis-jenis halusinasi
5) Fase-fase halusinasi
6) Tanda dan gejala halusinasi
7) Pohon masalah halusinasi
2. Mahasiswa dapat memahami konsep Asuhan Keperawatan Jiwa “Gangguan
Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran”
1) Diagnosa Keperawatan
2) Rencana Keperawatan
3) SPTK
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI
A. Definisi Halusinasi
1. Pengertian
Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) misalnya
penderita mendengar suara-suara, bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari suara
bisikan itu (Hawari, 2001).
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera (Isaacs, 2002).
Persepsi merupakan tanggapan indera terhadap rangsangan yang datang dari luar, dimana
rangsangan tersebut dapat berupa rangsangan penglihatan, penciuman, pendengaran,
pengecapan dan perabaan. Interpretasi (tafsir) terhadap rangsangan yang datang dari luar itu
dapat mengalami gangguan sehingga terjadilah salah tafsir (missinterpretation). Salah tafsir
tersebut terjadi antara lain karena adanya keadaan afek yang luar biasa, seperti marah, takut,
excited (tercengang), sedih dan nafsu yang memuncak sehingga terjadi gangguan atau
perubahan persepsi (Triwahono, 2004).
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan dari
luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran
individu itu penuh / baik (Stuart & Sundenn, 1998).
Halusinasi adalah persepsi tanpa adanya rangsangan apapun pada panca indera seorang pasien
yang terjadi dalam keadaan sadar/terbangun. (Maramis, hal 119)
2. Tanda dan Gejala Halusinasi
Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah sebagai berikut:
· Bicara sendiri.
· Senyum sendiri.
· Ketawa sendiri.
· Menggerakkan bibir tanpa suara.
· Pergerakan mata yang cepat
· Respon verbal yang lambat
· Menarik diri dari orang lain.
· Berusaha untuk menghindari orang lain.
· Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
· Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.
· Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik.
· Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
· Sulit berhubungan dengan orang lain.
· Ekspresi muka tegang.
· Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
· Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
· Tampak tremor dan berkeringat.
· Perilaku panik.
· Agitasi dan kataton.
· Curiga dan bermusuhan.
· Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.
· Ketakutan.
· Tidak dapat mengurus diri.
· Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.
3. Tahapan/Tingkatan Halusinasi
Menurut Stuart dan Laraia (2001), terdiri dari 4 fase :
Fase I :
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan takut serta
mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini
klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan
mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.
Fase II :
Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin
mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi
peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda
vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan
kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.
Fase III :
Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi
tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu
mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan
terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
Fase IV :
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Di sini
terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang
kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.
4. Klasifikasi Halusinasi
a. Halusinasi pendengaran :
karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara – suara orang, biasanya klien
mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan
memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
b.Halusinasi penglihatan :
karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran
geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa
menyenangkan atau menakutkan.
c. Halusinasi penciuman:
karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan seperti : darah,
urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke,
tumor, kejang dan dementia.
d. Halusinasi peraba :
karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat.
Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
e. Halusinasi pengecap :
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan.
f. Halusinasi sinestetik :
karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena atau
arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine. (Menurut Stuart, 2007)
B. Rentang Respon
Menurut Stuart dan Laraia (2001), halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu
yang berada dalam rentang respon neurobiologi.
- Pikiran logis: yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
- Persepsi akurat: yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang didahului
oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang ada di dalam maupun di
luar dirinya.
- Emosi konsisten: yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar disertai
banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama.
- Perilaku sesuai: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalah
masih dapat diterima oleh norma-norma social dan budaya umum yang berlaku.
- Hubungan social harmonis: yaitu hubungan yang dinamis menyangkut hubungan antar
individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerjasama.
- Proses pikir kadang terganggu (ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi impuls eksternal
melalui alat panca indra yang memproduksi gambaran sensorik pada area tertentu di otak
kemudian diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah dialami sebelumnya.
- Emosi berlebihan atau kurang: yaitu menifestasi perasaan atau afek keluar berlebihan
atau kurang.
- Perilaku tidak sesuai atau biasa: yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
penyelesaian masalahnya tidak diterima oleh norma – norma social atau budaya umum yang
berlaku.
- Perilaku aneh atau tidak biasa: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial atau budaya umum yang
berlaku.
- Menarik diri: yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain.
- Isolasi sosial: menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam berinteraksi.
C. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
1. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang
maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
a. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam
perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan
perilaku psikotik.
b. Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan masalah-
masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
c. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang
signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan
pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum).
Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
2. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis
klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas
adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
3. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik
sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
D. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan
yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.
Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan
kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
1. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta
abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk
menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
E. Mekanisme koping
1. Regresi: menjadi malas beraktifitas sehari-hari.
2. Proyeksi: menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan
tanggung jawab kepada orang lain.
3. Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal. (Stuart,
2007).
d. Faktor presipitasi
Faktor –faktor pencetus respon neurobiologis meliputi:
1. Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan memproses
informasi di thalamus dan frontal otak.
2. Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu (mekanisme penerimaan abnormal).
3. Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan
tidak berdaya.
e. Faktor Pemicu
1. Kesehatan : Nutrisi dan tidur kurang, ketidaksiembangan irama sirkardian, kelelahan dan
infeksi, obat-obatan system syaraf pusat, kurangnya latihan dan hambatan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan.
2. Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga, kehilangan kebebasan
hidup dalam melaksanakan pola aktivitas sehari-hari, sukar dalam berhubungan dengan orang
lain, isoalsi social, kurangnya dukungan social, tekanan kerja (kurang terampil dalam bekerja),
stigmasasi, kemiskinan, kurangnya alat transportasi dan ketidakmamapuan mendapat
pekerjaan.
3. Sikap : Merasa tidak mampu (harga diri rendah), putus asa (tidak percaya diri), merasa gagal
(kehilangan motivasi menggunakan keterampilan diri), kehilangan kendali diri (demoralisasi),
merasa punya kekuatan berlebihan, merasa malang (tidak mampu memenuhi kebutuhan
spiritual), bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan, rendahnya
kemampuan sosialisasi, perilaku agresif, perilaku kekerasan, ketidakadekuatan pengobatan dan
ketidak adekuatan penanganan gejala.
4. Perilaku : Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, rasa
tidak aman, gelisah, bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil
keputusan, bicara inkoheren, bicara sendiri, tidak membedakan yang nyata dengan yang tidak
nyata.
Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasinya. Apabila
perawat mengidentifikasi adanya tanda –tanda dan perilaku halusinasi maka pengkajian
selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis halusinasi saja.
Validasi informasi tentang halusinasi yang diperlukan meliputi:
a). Isi halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang dikatakan suara itu,
jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh klien, jika halusinasi visual,
bau apa yang tercium jika halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap jika halusinasi
pengecapan,dan apa yang dirasakan dipermukaan tubuh jika halusinasi perabaan.
b). Waktu dan frekuensi.
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi muncul, berapa
kali sehari, seminggu, atau sebulan pengalaman halusinasi itu muncul. Informasi ini sangat
penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan menentukan bilamana klien perlu
perhatian saat mengalami halusinasi.
c). Situasi pencetus halusinasi.
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain itu
perawat juga bias mengobservasi apa yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi
untuk memvalidasi pernyataan klien.
d). Respon Klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien bisa dikaji dengan apa
yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi. Apakah klien masih bisa
mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah tidak berdaya terhadap halusinasinya.
d. Pemeriksaan fisik
Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah), berat badan,
tinggi badan serta keluhan fisik yang dirasakan klien.
Status Mental
Pengkajian pada status mental meliputi:
1). Penampilan: tidak rapi, tidak serasi dan cara berpakaian.
2). Pembicaraan: terorganisir atau berbelit-belit.
3).Aktivitas motorik: meningkat atau menurun.
4). Alam perasaan: suasana hati dan emosi.
5). Afek: sesuai atau maladaptif seperti tumpul, datar, labil dan ambivalen
6). Interaksi selama wawancara: respon verbal dan nonverbal.
7). Persepsi : ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus yang ada sesuai dengan
informasi.
8). Proses pikir: proses informasi yang diterima tidak berfungsi dengan baik dan dapat
mempengaruhi proses pikir.
9). Isi pikir: berisikan keyakinan berdasarkan penilaian realistis.
10). Tingkat kesadaran: orientasi waktu, tempat dan orang.
11). Memori
a. Memori jangka panjang: mengingat peristiwa setelah lebih setahun berlalu.
b. Memori jangka pendek: mengingat peristiwa seminggu yang lalu dan pada saat dikaji.
12). Kemampuan konsentrasi dan berhitung: kemampuan menyelesaikan tugas dan berhitung
sederhana.
13). Kemampuan penilaian: apakah terdapay masalah ringan sampai berat.
14). Daya tilik diri: kemampuan dalam mengambil keputusan tentang diri.
Kebutuhan persiapan pulang
yaitu pola aktifitas sehari-hari termasuk makan dan minum, BAB dan BAK, istirahat tidur,
perawatan diri, pengobatan dan pemeliharaan kesehatan sera aktifitas dalam dan luar ruangan.
Mekanisme koping
1). Regresi: menjadi malas beraktifitas sehari-hari.
2). Proyeksi: menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan
tanggung jawab kepada orang lain.
3). Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal.
Masalah psikososial dan lingkungan: masalah berkenaan dengan ekonomi, pekerjaan,
pendidikan dan perumahan atau pemukiman.
Aspek medik: diagnosa medik dan terapi medik.
Masalah Keperawatan
Menurut Keliat (2006) masalah keperawatan yang sering terjadi pada klien halusinasi
adalah:
- Perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.
- Resiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan.
- Isolasi sosial : menarik diri.
- Gangguan konsep diri : harga diri rendah.
- Intoleransi aktifitas.
- Defisit perawatan diri.
III. Diagnosa Keperawatan
- Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
- Isolasi Sosial : Menarik Diri
- Resti Perilaku Kekerasan
- Resti Mencederai diri (BD)
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN
GANGGUAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI
3. Terminasi.
a. Evaluasi subjektif dan objektif : Bagaimana perasaan Tn. “S” setelah kita kita bercakap-
cakap? Jadi suara-suara itu menyuruh Tn. “S” untuk mengejek, terus menerus terjadi dan
terutama kalau sendiri dan Tn. “S” merasa kesal. Seperti yang telah kita perlajari bila suara-
suara itu muncul Tn. “S” bisa mengatakan “ pergi-pergi saya tidak mau dengar kamu suara
palsu”
b. RTL : Tn. “S” lakukan itu sampai suara itu tidak terdengar lagi, lakukan itu selama 3 kali
sehari yaitu jam 90:00, 14:00 dan jam 20:00 cara mengisi buku kegiatan harian adalah sesuai
dengan jadwal keegiatan harian yang telah kita buat tadi ya Tn. “S”? . Jika Tn. “S”
melakukanya secara mandiri makan Tn. “S” menuliskan M, jika Tn. melakukannya dibantu
atau diingatkan oleh keluarga atau teman maka Tn. “S” buat Tn. “S”, Jika Tn. “S” tidak
melakukanya maka Tn. “S” tulis T. apakah Tn. “S” mengerti? Coba Tn. “S” ulangi? Naah
bagus Tn. “S”
c. Kontrak yang akan datang :
Topik : Baik lah Tn. “S” bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang tentang cara yang
kedua yaitu denganminum obat untuk mencegah suara-suara itu muncul, apakah Tn. “S”
bersedia?
Waktu : Tn. “S” mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11:00 ?
Tempat : Tn. “S” maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di ruang tamu?
Baiklah Tn. “S” besok saya akan kesini jam 11:00 sampai jumpa besok Tn. “S” saya permisi
Assalamualaikum WR,WB.
STATEGI PELAKSANAAN SP 1 : CARA MENGHARDIK HALUSINASI
c. Kontrak :
i. Topik : Baiklah Tn. “S”, bagaimana kalau hari ini melanjutkan SP 1
(menghardik halusinasi)?
ii. Waktu : Berapa lama Tn. “S” mau berapa berlatih cara menghardik
halusinasi? Bagaimana kalau 10 menit?
iii. Tempat : Tn. “S” mau berlatih dimana? Bagaimana kalau di ruang tamu?
Baiklah Tn. “S”.
2. Fase Kerja .
“mengingat yang kemarin saya tawarkan, gimana Tn. “S” mau saya ajarkan cara menghardik
halusinasi?” “syukurlah kalau Tn. “S” mau, nanti jika bisikan itu datang lagi Tn. “S” harus bisa
mengusirnya dengan cara mengatakan [pergi... pergi... saya tidak mau dengar... kamu suara
palsu] coba Tn. “S” ulangi” “iya benar seperti itu, di coba sekali lagi bapak” “jadi nanti jika
suara itu datang lagi Tn. “S” harus bilang seperti itu”
3. Terminasi.
a. Evaluasi subjektif dan objektif :
Bagaimana perasaan Tn. “S” setelah belajar cara menghardik halusinasi? Seperti yang telah
kita perlajari bila suara-suara itu muncul Tn. “S” bisa mengatakan “ pergi-pergi saya tidak mau
dengar kamu suara palsu”
b. RTL :
Tn. “S” lakukan itu sampai suara itu tidak terdengar lagi, jadi jangan lakukan itu jika suara-
suara itu muncul kembali.
c. Kontrak yang akan datang :
i. Topik : Baik lah Tn. “S” bagaimana kalau besok kita berlatih cara kedua
untuk mengontrol suara-suara atau halusinasi Tn. “S” yaitu dengan cara berbincang-
bincang, apakah Tn. “S” bersedia?
ii. Waktu : Tn. “S” mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11:00 ? Berapa
lama Tn. “S” mau berlatih cara mengontrol halusinasi dengan berbincang-bincang?
iii. Tempat : Tn. “S” maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana
kalau di ruang tamu? Baiklah Tn. “S” besok saya akan kesini jam 11:00 sampai
jumpa besok Tn. “S”. saya permisi Assalamualaikum WR,WB.
1. IDENTITAS KLIEN
Nama : Tn. “S”
Umur : 38 tahun
Alamat : Mojokerto
Pendidikan : SD
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
JenisKel. : Laki-laki
No RM : 105388
2.ALASAN MASUK
- Data Primer
Klien mengatakan di bawah kesini karena mendengar suara-suara yang menyuruhnya
untuk membenturkan kepalanya ke tembok.
- Data Sekunder
Klien diantarkan oleh keluarga ke RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang karena
beberapa kali mencoba menabrakkan diri ke mobil.
4. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu.
Klien mengatakan sebelumnya tidak pernah mengalami gangguan jiwa, tapi klien
mengatakan dulu pernah mendengar suara-suara namun tidak separah yang dialami saat
ini. Menurut status klien baru pertama masuk rumah sakit jiwa.
2. Pengobatan sebelumnya
Klien mengatankan pernah berobat ke Kiai, namun Kiai bilang tidak ada apa-apa dan
klien mengatakan tidak pernah berobat kerumah sakit sebelumnya.
Diagnosa keperawatan : Koping keluarga inefektif : kurang pengetahuan
3. Riwayat Trauma
a. Pernah mengalami penyakit fisik
Klien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit fisik hanya pusing-pusing saja
b. Riwayat NAPZA
Klien mengatakan tidak pernah menggunakan obat-obatan terlarang atau minum-
minuman keras
c. Riwayat Trauma
Klien mengatakan tidak pernah mengalami aniaya seksual, kekerasan dalam keluarga,
tindakan kriminal, dan aniaya fisik baik sebagai pelaku, korban maupun saksi. Klien
mengatakan pernah membenturkan kepalanya ke tembok dan mencoba menabrakkan
diri ke mobil.
DiagnosaKeperawatan : Resiko tinggi kekerasan
4. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
Klien mengatakan tidak pernah memiliki pengalaman tidak menyenangkan.
DiagnosaKeperawatan : -
5. PEMERIKSAAAN FISIK
Tanggal : 10 Februari 2015
1. Keadaan umum :
- Rambut rapi dan tidak berketombe
- Mulut bersih
- Badan tidak bau
- Kuku pendek dan bersih
2. Tanda vital:
TD : 110/80 mm/Hg
N : 72 x/m
S : 36,7 C
P : 20 x/m
3. Ukur:
BB : 45 kg
TB : 158 cm
4. Keluhan fisik:
Klien mengatakan pusing namun dari pemeriksaan fisik dan cara berjalan klien tidak
menunjukkan adanya pusing.
Diagnosa Keperawatan :-
6. PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
= Laki-
laki
= Perempuan
= Meninggal
= Tinggal
serumah
= Pasien
= Garis pernikahan
= Garis keturunan
= Orang
terdekat
Penjelasan :
Klien adalah anak kedua dari empat bersaudara, klien telah menikah dan memiliki dua
orang anak. Klien tinggal serumah dengan ibu, istri dan kedua anaknya, pola
komunikasi dalam keluarga cukup baik jika ada masalah selalu dibicarakan dengan
istri. Pola asuh yang diberikan orang tua klien cukup baik karena kedua orang tua
cukup sabar. Pengambilan keputusan dalam keluarga biasanya dimusyawarahkan
terlebih dahulu dengan istrinya
Diagnosa Keperawatan : -
2. Konsep Diri
a. Citra tubuh :
Klien mengatakan mensyukuri akan tubuhnya karena sudah tidak ada kekurangan
pada anggota tubuhnya dan Klien menyukai semua anggota tubuhnya.
b. Identitas :
Klien mengatakan adalah kepala rumah tangga, bekerja senbagai kukli bangunan,
klien mengatakan puas walaupun bekerja sebagai kuli bangunan karena sekolahnya
hanya sebata SD dan klien mengatakan sudah merasa puas sebagai lelaki karena bisa
mengatur dan memnuhi kebutuhan rumah tangga.
c. Peran :
Klien mengatakan sebagai kepala rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari dengan bekerja sebagi kuli bangunan. Klien mengatakan saat di rumah
juga mengikuti kegiatan kelompok misal, tahlilan rutin tiap hari kamis, klien juga
mengatakan dulu pernah akatif didalam lingkungan masyarakat, misal pernah
menjadi bendahara RT
d. Ideal diri :
Klien mengatakan ingin cepat sembuh dan pulang agar bisa berkumpul bersama
keluarga dan agar bisa bekerja lagi untuk membantu memenuhi kebutuhan ekonomi.
e. Harga diri :
Klien mengatakan bahwa klien merasa malu berada di RSJ Lawang karena klien
mengetahui bahwa tempat ini adalah tempat bagi orang yang memiliki sakit jiwa.
Diagnosa Keperawatan : Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
3. Hubungan sosial
a. Orang yang berarti/terdekat:
Klien mengatakan orang yang paling dekat adalah Istrinya karena menurut klien
jika ada masalah selalu dibicarakan dengan istri, istrinya adalah orang yang paling
mengerti
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat:
Klien mengatakan saat di rumah juga mengikuti kegiatan kelompok misal, tahlilan
rutin tiap hari kamis, klien juga mengatakan dulu pernah aktif didalam lingkungan
masyarakat, misal pernah menjadi bendahara RT, di RSJ Lawang klien hanya
duduk-duduk, tiduran mau mengikuti giatan misal, menyapu jika diajak perawat.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain:
Klien mengatakan jarang bercakap-cakap dengan orang lain dan lebih suka
menyendiri karena susah untuk memulai pembicaraan.
Diagnosa Keperawatan : Kerusakan interaksi sosial
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan
Klien mengatakan bahwa beragama Islam dan percaya kepada Allah SWT dengan
menjalankan sholat, pada saat ditanya penyebab sakit jiwa dipandang dari segi
agamanya tidak dapat menjelaskan, pada saat ditanya gangguan jiwa menurut
pandangan klien tinggal karena stres.
b. Kegiatan ibadah
Klien Mengatakan bahwa klien mengikuti Tahlilan rutin setiap hari Kamis malam
Jum’at, di rumah kadang sholatnya tidak teratur. Pada saat ditanya tentang
pentingnya kegiatan ibadah klien menjawab sebagai hamba untuk mendektkan diri
pada Tuhan, hidup supaya tenang
Diagnosa Keperawatan : -
7. STATUS MENTAL
1. Penampilan
Penampilan cukup rapi menggunakan baju yang sesuai, tidak terbalik, rambut potong
pendek ada ketomber, gigi hitam-hitam bekas rokok, kuku pendek dan bersih.
Diagnosa Keperawatan : -
2. Pembicaraan
Nada bicara pelan, seperlunya, jawaban singkat sesuai dengan pertanyaan perawat.
Diagnosa Keperawatan : -
3. Aktifitas motorik/Psikomotor
Klien terlihat lesu, kurang bersemangat, dan sering duduk menyendiri, klien
mengatakan malas untuk melakukan kegiatan di ruangan
Diagnosa Keperawatan : Intoleransi aktivitas
4. Afek dan Emosi
Afek emosi klien sesuai, terbukti saat klien mengatakan sedih dan ingin cepat pulang
bertemu dengan Istri, Anak dan Keluarga tetapi keinginannya belum bisa terwujud
klien menceritakan masalahnya dengan wajah yang sedih.
Diagnosa Keperawatan : -
5. Interaksi selama wawancara
Klien kooperatif, kontak mata kurang karena klien lebih banyak menunduk dan klien
mau menjawab pertanyaan dari perawat.
Diagnosa Keperawatan : -
6. Persepsi – Sensorik
Klien mengatakan sering mendangar suara bisikan seorang lelaki yang menyuruhnya
untuk membentur-benturkan kepalanya, suara itu muncul terutama pada saat sendiri
jika suara itu muncul klien tidak menghiraukannya.
Diagnosa Keperawatan : Gangguan persepsi sensori :Halusinasi Pendengaran
7. Proses Pikir
a. Arus Pikir dan bentuk pikir:
Pembicaraan klien lancar, dapat di pahami, dan jawaban sesuai dengan pertanyaan
perawat.
b. Isi Pikir
Klien selalu mengatakan ingin cepat pulang untuk bertemu dengan anak dan
istrinya
c. Bentuk pikir:
Realistik, Karena klien jauh dari anak istrinya
Diagnosa Keperawatan : -
8. Kesadaran
Kesadaran klien komposmentis GCS : 4-5-6, terbukti klien mampu melakukan
kegiatan sehari-hari dengan mandiri namun kesadaran klien berubah terbukti suka
menyendiri dan berdiam diri.
Diagnosa Keperawatan : Gangguan proses pikir
9. Orientasi
Klien tidak mengalami gangguan orientasi baik waktu, tempat dan orang terbukti pada
saat diatanya sekarang jam berapa? Klien menjawab Jam 11.00, termasuk pagi, siang,
sore apa malam? Klien menjawab Siang Mas. Pada saat ditanya sekarang bapak berada
dimana klien menjawab di RSJ Lawang, bapak ngerti RSJ Lawang tempatnya orang
apa? Ya Mas, tempatnya orang dengan sakit jiwa dan pada saat ditanya siapa yang
pakai kaos hijau klien menjawab pasien dan pada saat ditanya siapa yang memakai
seragam putih-putih, klien menjawab mahasiswa perawat.
Diagnosa Keperawatan : -
10. Memori
Klien tidak mengalami gangguan memori baik jangka panjang, jangka pendek dan saat
ini, terbukti klien mampu bercerita pernah kerja di Irian Jaya pada tahun 2007, klien
juga bercerita bahwa diantar ke RSJ Lawang oleh keluarga, pak Sugeng dan pak
Mulyono dan pada saat ditanya apa kegiatan yang barusan dilakukan klien menjawab
baru selesai mengikuti senam.
Diagnosa Keperawatan : -
11. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Konsentrasi klien baik terbukti pada saat disuruh menghitung mundur dari angka 27 –
15 klien mampu melakukannya, klien juga mampu berhitung secara sederhanan baik
penjumlahan, pengurangan pembagian dan perkalian, misal 13 + 8 = 21, 13 – 8 = 5, 12 :
4 = 3,
4 x 4 = 16
Diagnosa Keperawatan : -
12. Kemampuan penilaian
Klien tidak mengalami gangguan penilaian, terbukti pada waktu klien ditanya ngepel
dulu apa nyapu dulu? klien menjawab disapu dulu agar lantai bersih dan klau dipel
tidak kotor lagi.
Diagnosa Keperawatan : -
13. Daya tilik diri
Klien mengatakan tau kalau sekarang berada di rumah sakit jiwa tapi klien mengatakaan
bahwa dirinya merasa tidak sakit jiwa.
Diagnosa Keperawatan : Gangguan proses pikir
MEKANISME KOPING
Klien mengatakan jika ada masalah klien langsung membicarakan dengan isrtinya.
Diagnosa Keperawatan : -
PENGETAHUAN KURANGTENTANG
Klien mengatakan tidak tau penyebab sakit jiwa tetapi mengerti bagaimana tanda orang
sakit jiwa, tidak seperti orang biasanya, jalan terus, berbicara sendiri, suka menyendiri dan
orang sakit jiwa itu harus diobati supaya sembuh.
Diagnosa Keperawatan : Kurang pengetauan : tentang gangguan jiwa.
ASPEK MEDIS
1. Diagnosis medik :
Psikotik akut
2. Diagnosa multi axis
Axis 1 : Psikotik akut
Axis 2 : C.K Pendiam dan tertutup
Axis 3 : Riwayat Hemorhoid dan obeservasi hiperglikemia
Axis 4 : tidak jelas
Axis 5 : GAF MRS : 20-11
3. Terapi medik :
Risperidon 2mg 1 - 0- 1
ANALISA DATA
DIAGNOSA
NO DATA
KEPERAWATAN
1. DS: Koping keluarga inefektif
- Klien mengatakan hanya berobat ke : kurang pengetahuan
pak kyai.
- Klien mengatakan tidak pernah
berobat kerumah sakit sebelumnya.
DO:
- Baru pertama kali di bawak ke rumah
sakit
2. DS: Resiko tinggi kekerasan
- Klien mengatakan saat di rumah
pernah membenturkan kepalanya ke
tembok dan mencoba menabrakkan diri ke
mobil.
DO:
-
3. DS: Gangguan konsep diri :
- Klien mengatakan merasa malu berada Harga diri rendah
diRSJ Lawang karena klien mengetahui
bahwa tempat ini adalah tempat bagi
orang yang memiliki sakit jiwa.
DO:
- Klien sering menyendiri
- Kontak mata kurang
- Bicara pelan
4. DS: Kerusakan interaksi sosial
- Klien mengatakan jarang bercakap-
cakap dengan orang lain dan lebih suka
menyendiri karena susah untuk memulai
pembicaraan
- Klien mengatakan sulit untuk memulai
pembicaraan
DO:
- Sering menyendiri
- Kontak mata kurang
- Bicara pelan
POHON MASALAH
PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi Pendengaran
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Nama : Tn.
S No.
CM : 105388
Jenis kelamin : Laki-
laki Dx.
Medis : Psikotik akut
Ruang : Kutilang
Perencanaan
Diagnosa Keperawatan Rencana Tindakan Keperawatan
Tujuan Kriteria Evaluasi
ensori persepsi: TUM: Klien
hat/dengar/penghidu/raba/kecap) dapat
mengontrol Setelah 1 x pertemuan klien 1.1 Bina hubungan saling percaya
halusinasi mampu membina hubungan saling dengan menggunakan prinsip
yang percaya dengan perawat dengan komunikasi terapeutik
dialaminya kriteria evaluasi : ekspresi wajah a. Sapa klien dengan ramah baik
Tuk 1 : bersahabat, menunjuk-kan rasa verbal maupun non verbal.
Klien dapat senang, ada montak mata, mau b. Perkenalkan nama, nama
membina berjabat tangan, mau panggilan dan tujuan perawat
hubungan menyebutkan nama, mau berkenalan
saling percaya membalas salam, mau duduk c. Tanyakan nama lengkap dan
berdampi-ngan dengan perawat nama panggilan yang disukai
mau mengutarakan masalahnya. klien
d. Buat kontrak yang jelas
e. Tunjukkan sikap jujur dan
menepati janji setiap kali
interaksi
f. Tunjukan sikap empati dan
menerima apa adanya
g. Beri perhatian kepada klien dan
perhatikan kebutuhan dasar klien
h. Beri kesempatan klien untuk
mengungkapkan perasaannya.
i. Dengarkan ungkapan
kliendengan penuh perhatian
ekspresi perasaan klien
TUK 2 :
Klien dapat Setelah 1x interaksi klien dapat 2.1 Adakan kontak sering dan
mengenal menyebutkan : singkat secara bertahap.
halusinasinya a. Isi Observasi tingkah laku klien
b. Waktu terkait halusinasinya(dengar /liha
c. Frekunsi /penghidu /raba /kecap), jika
d. Situasi dan kondisi yang menemukan klien yang sedang
menimbulkan halusinasi halusinasi:bicara dan tertawa tanp
stimulus, memandang ke kanan /
Perencanaan
Diagnosa Keperawatan Rencana Tindakan Keperawatan
Tujuan Kriteria Evaluasi
kekiri / kedepan seolah-olah ada
teman bicara.
Bantu klien mengenal
halusinasinya
a. Jika menemukan klien
sedang halusinasi, tanyakan
apakah ada bisikan yang
didengar/melihat bayangan
yang tanpa wujud atau
merasakan sesuatu yang tidak
ada wujudnya
TUK 5 :
Klien dapat 1. Setelah 1x interaksi klien 5.1 Diskusikan dengan klien tentang
memanfaatkan menyebutkan; manfaat dan kerugian tidak minum
obat dengan a. Manfaat minum obat obat, nama , warna, dosis, cara ,
baik b. Kerugian tidak minum efek terapi dan efek samping
obat penggunan obat
c. Nama,warna,dosis, efek
terapi dan efek samping
obat
2. Setelah 1x interaksi klien 5.2 Pantau klien saat penggunaan
mendemontrasikan obat
penggunaan obat dengan benar Beri pujian jika klien
3. Setelah 1x interaksi klien menggunakan obat dengan benar
menyebutkan akibat berhenti 5.3 Diskusikan akibat berhenti
minum obat tanpa konsultasi minum obat tanpa konsultasi
dokter dengan dokter
Anjurkan klien untuk konsultasi
kepada dokter/perawat jika terjadi
hal – hal yang tidak di inginkan
5. Mengidentifikasi
Frekuensi halusinasinya
“Bisikannya sering ya
bapak?” “biasanya pada saat
saya lagi sendiri”
A:
· Pasien mampu
mengidentifikasi
jenis, waktu, isi,
frekwensi, situasi dan
respon terhadap
halusinasinya
· Pasien belum mau
memperagakan cara
menghardik
halusinasi
P:
Pasien :
· Anjurkan pasien
latihan mengontrol
halusinasi dengan
cara menghardik bila
halusinasi muncul
Perawat :
· Ulangi SP 1 cara
mengontrol
halusinasi dengan
Tanggal/ Diagnosa
No Tindakan Keperawatan Evaluasi Ttd
Jam Keperawatan
menghardik
11/2/2015 Gangguan SP 1 : S:
persepsi 1. Bina hubungan saling
sensori : percaya “pagi mas”
Halusinasi “salamat pagi bapak”
Pendengaran “lupa mas”
“Masih ingat nama saya
siapa?” “iya mas Arik”
2. Mengajarkan pasien
menghardik halusinasi
“mengingat yang kemarin “pergi... pergi... saya
saya tawarkan, gimana bapak tidak mau dengar...
mau saya ajarkan cara kamu suara palsu”
menghardik halusinasi?”
A:
Pasien mampu
memperagakan cara
menghardik
halusinasi
P:
Pasien :
· Anjurkan pasien
menghardik
halusinasi bila
halusinasi muncul
Perawat :
· Lanjutkan SP 2
12/2/2015 Gangguan SP 2 S:
persepsi Mengevaluasi kegiatan yang
sensori : lalu (SP 1) “pagi mas,
Halusinasi 1. Bina hubungan saling alhamdulillah”
Pendengaran percaya
“pagi bapak, gimana sudah “iya mas, saya masih
membaik pak?” mendengar suara-
“setalah saya mengajari cara suara itu meski
menghardik halusinasi, apa jarang”
bisikan itu masih terdengar?”
2. Melatih mengendalikan
halusinasi dengan bercakap-
cakap dengan orang lain.
“kalau begitu sekarang saya “gimana cara mas?”
akan mengajari bapak cara
mengendalikan halusinasi”
“bapak harus sering “iya mas akan saya
bercakap-cakap dengan coba tapi saya susah
pasien lain agar suara-suara kalau harus memulai
itu tidak terdengar lagi” pembicaraan dengan
orang lain”
A:
· Pasien mampu
mengontrol
halusinasi dengan
bercakap-cakap
dengan pasien lain
P:
Pasien :
· Anjurkan pasien
menggunakan cara
menghardik dan
bercakap-cakap saat
suara itu muncul
Perawat :
· Lanjutkan SP3
13/2/2015 Gangguan SP3 : S:
persepsi Mengevaluasi kegiatan yang
sensori : lalu (SP 1, SP 2) “sudah mas,
Halusinasi 1. Mengevaluasi kegiatan sepertinya bisikan itu
Pendengaran pasien sudah mulai
“gimana bapak? Apa bapak berkurang”
sudah mencoba cara yang
saya ajarkan?”
2. Melatih pasien
mengendalikan halusinasi “iya mas, saya akan
dengan cara melakukan lakukan yang penting
kegiatan semua itu untuk
“syukurlah kalau begitu, jadi mempercepat
bapak harus lebih kesembuhan saya”
menyibukkan diri supaya
halusinasi itu benar-benar
hilang dengan cara O:
melakukan kegiatan-kegiatan · Pasien mau
yang ada” membantu
membersihkan
ruangan seperti
mengepel dan
Tanggal/ Diagnosa
No Tindakan Keperawatan Evaluasi Ttd
Jam Keperawatan
menyapu
A:
· Pasien mampu
mengontrol
halusinasi dengan
cara melakukan
aktivitas
P:
Pasien :
· Anjurkan sering
aktivitas di ruangan
Perawat :
· Lanjutkan SP4
16/2/2015 Gangguan SP 4 : S:
persepsi 1. Mengevaluasi semua yang
sensori : telah di ajarkan ke pasien
Halusinasi “gimana? Apa bapak sudah “alhamdulillah semua
Pendengaran terbiasa dengan semua yang itu sangat membantu
sudah saya ajarkan?” saya”
A:
· Pasien dapat
memanfaatkan obat
dengan baik
P:
Pasien :
· Anjurkan pasien
untuk meminum obat
sesuai jadwal minum
obat secara teratur
dan rutin
Perawat :
· Pertahankan SP4,
· Evaluasi kegiatan
yang lalu (SP 1- SP
3)
· Libatkan untuk
mengikuti TAK
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Saat memberikan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Halusinasi ditemukan
adanya perilaku menarik diri sehingga perlu melakukan pendekatan secara terus menerus,
membina hubungan saling percaya yang menciptakan suasana yang terapiutik dalam
melaksanakan Asuhan Keperawatan
Dalam melaksanakan Asuhan Keperawatan pada pasien khususnya dengan
halusinasi, pasien dapat membutuhkan kehadiran keluarga sebagai sistem pendukung yang
mengerti keadaaan dan permasalahan dirinya. Disamping itu perawat atau petugas
kesehatan juga membutuhkan kehadiran keluarga dalam memberikan data yang diperlukan
dan membina kerjasama memberi Asuhan Keperawatan pada pasien.
2. Saran
Dalam memberikan Asuhan Keperawatan hendaknya perawat mengikuti langkah-
langkah proses keperawatan dan melaksanakannya secara sistematis dan tertulis agar
tindakan berhasil dan optimal.
Dalam menangani kasus halusinasi hendaknya perawat melakukan pendekatan secara
bertahap dan terus-menerus untuk membina hubungan saling percaya antara perawat dan
klien sehingga tercipta suasana terapiutik dalam pelaksanaan Asuhan Keperawatan yang
diberikan.
Bagi keluarga klien hendaknya sering mengunjungi klien di rumah sakit, sehingga
keluarga dapat mengetahui perkembangan kondisi klien dan dapat membantu perawat
bekerjasama dalam pemberian Asuhan Keperawatan kepada klien.
DAFTAR PUSTAKA
· Keliat Budi, Anna, Peran serta keluarga dalam perawatan klien gangguan jiwa, EGC, 1995
· Maramis, W.F, ilmu kedokteran jiwa, erlangga universitas press, 1999
· Residen bagian psikiatri UCLA, buku saku psikiatri, EGC, 1997
· Stuart, GW.2002. buku saku keperawatan jiwa. Edisi 5. Jakarta : EGC.
· Tarwoto dan Wartonah.2000. kebutuhan dasar manusia. Jakarta.
· Townsend, Marry C. 1998. Buku saku diagnosa keperawatan pada perawatan psikiatri. Edisi
3. Jakarta.EGC.