Sunteți pe pagina 1din 8

EFEK BAHAN BAKAR BIODIESEL PADA EMISI MESIN DIESEL

Disusun oleh :

PROGRAM STUDI ANALISIS KIMIA


SEKOLAH VOKASI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2018
Abstract
Energy production is heavily dependent on fossil fuels that is not only
diminishing, but also are considered the main cause of harmful emissions and global
warming. Therefore using vegetable oils such as Jatropha, palm, algae and waste
cooking oils as alternative fuels in diesel engines has drawn a great attention.
Biodiesel from Jatropha, palm, algae and waste cooking oils has been produced
using transesterification process. Biodiesel from different feedstock is mixed with
diesel oil in different proportions e.g. B10 and B20. Biodiesel physical and
chemical properties are measured according to ASTM standards. A ‘‘single
cylinder diesel engine” is employed as the test engine in the present work. Exhaust
emissions such as CO, CO2, NOx, HC, and smoke are measured and compared with
diesel oil. CO, HC, CO2 and smoke emissions are lower for biodiesel mixtures B10
and B20 (Jatropha, algae and palm) compared ‘‘to diesel fuel”. CO2 emissions from
biodiesel blends B10 and B20 produced from waste cooking oil are higher
compared to diesel fuel. NOX emissions from all biodiesel mixtures B10 and B20
increases than diesel fuel for all biodiesel blends B10 and B20
Keywords: Biodiesel from Jatropha Palm Algae, and waste cooking oils Trans-
esterification Emissions from different biodiesel fuels
KATA PENGANTAR
Assalaamu’alaykum warahmatullaahi wabarakaatuh.
Alhamdulillaahirobbil’aalamiin atas rahmat Allaah subhanahu wata’ala
kami masih diberi nikmat sehat wal’afiyat serta dapat menyelesaikan Makalah yang
membahas tentang Effect of biodiesel fuels on diesel engine emissions. Shalawat
serta salam kita panjatkan kepada Rasulullaah shalallaahu ‘alayhi wasallaam. Salah
satu manfaat dibuatnya makalah ini selain memenuhi tugas mata kuliah Petrokimia
dan Polimer ialah menambah wawasan tentang petrokimia dan penerapannya.
Tentu saja makalah ini tidaklah sempurna, karena itu kritik dan saran dari pembaca
sangatlah diharapkan demi kelengkapan makalah ini.
Akhir kata, terima kasih atas perhatian dan waktunya, semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca.
Wassalaamu’alaykum warahmatullaahi wabarakaatuh.

Bogor, 19 September 2019

Penulis
I PENDAHULUAN
Produksi energi sangat bergantung pada bahan bakar fosil yang
ketersediaannya tidak hanya terus berkurang, tetapi juga dianggap sebagai
penyebab utama emisi berbahaya dan pemanasan global. Penggunaan minyak
nabati seperti minyak jarak, kelapa sawit, alga dan limbah minyak goreng sebagai
bahan bakar alternatif dalam mesin diesel telah menarik perhatian besar. Biodiesel
dari jatropha, kelapa sawit, ganggang dan minyak jelantah telah diproduksi
menggunakan proses transesterifikasi. Biodiesel dari bahan baku yang berbeda lain
misalnya B10 dan B20 di lakukan dengan proses pencampuran langsung dengan
minyak diesel.
Sifat fisik dan kimia Biodiesel diukur sesuai dengan standar ASTM. Mesin
diesel silinder ‘silinder tunggal” digunakan sebagai mesin pengujiannya. Emisi gas
buang seperti CO, CO2, NOx, HC, dan asap diukur dan dibandingkan dengan
minyak diesel, sedangkan pada emisi gas buang CO, HC, CO2 dan asap emisi yang
lebih rendah pada campuran biodiesel B10 dan B20 (jarak, ganggang dan kelapa
sawit) dibandingkan dengan diesel bahan bakar.

2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biodiesel
Biodiesel merupakan senyawa alkil ester yang dapat digunakan sebagai
bahan bakar untuk mesin diesel, berasal dari turunan minyak atau lemak nabati
maupun hewani ( Sudrajat et.al 2010 ). Keberadaan biodiesel memiliki peranan
yang sangat penting dalam upaya penghematan ataupun sebagai subtitusi bahan
bakar konvensional solar. Beberapa keuntungan biodiesel untuk terus
dikembangkan hingga saat ini antara lain memiliki sifat biodegradable, tidak
mencemari lingkungan, keberlanjutan yang tinggi, diperoleh dari sumber yang
dapat diperbarui, rendah emisi gas buang secara keseluruhan, kandungan sulfur
terabaikan, mempunyai titik nyala yang unggul dan efisiensi pembakaran yang
lebih tinggi dan membuka peluang ditemukannya pasar baru untuk produk hasil
pertanian ( Setiadji et.al 2017 ).
Biodiesel dihasilkan melalui reaksi esterifikasi dan transesterifikasi, dengan
mempertimbangkan kandungan asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak
tumbuhan dan lemak hewan. Minyak tumbuhan untuk bahan baku biodiesel
dikelompokan menjadi minyak tumbuhan yang dapat di konsumsi (minyak pangan)
dan minyak tumbuhan yang tidak dapat di konsumsi (minyak bukan pangan).
Pembuatan biodiesel dari minyak pangan (seperti minyak jarak, kelapa sawit, alga
dan limbah minyak goreng ) menyebabkan beberapa masalah yang dihasilkan dari
volatilitas yang lebih rendah dan lebih tinggi viskositas, densitas, dan berat
molekul. Oleh karena itu, proses transesterifikasi telah digunakan untuk
menghasilkan bahan bakar biodiesel mengatasi masalah operasional tersebut.
2.2 Esterifikasi dan Transesterifikasi
Pengolahan biodiesel menggunakan metode esterifikasi dan
transesterifikasi, yaitu reaksi trigliserida dalam minyak nabati atau hewani dengan
media alkohol dan katalis basa/asam, kemudian menghasilkan ester asam lemak
yang memiliki rantai pendek dan gliserol sebagai produk samping ( Ningtyas et.al
2013 ). Hasilnya molekul-molekul trigliserida yang panjang dan bercabang diubah
menjadi ester-ester yang lebih kecil yang memiliki ukuran dan sifat yang serupa
dengan minyak solar.
2.3 Minyak Nabati
Minyak nabati adalah minyak yang disari/diekstrak dari berbagai
bagian tumbuhan. Minyak ini digunakan sebagai makanan, bahan
penggorengan, pelumas, bahan bakar, bahan pewangi (parfum), pengobatan, dan
berbagai penggunaan industri . Beberapa jenis minyak nabati yang umum
digunakan ialah minyak kelapa sawit, minyak jagung, minyak zaitun, minyak
lobak, minyak kedelai, dan minyak bunga matahari.

3 TUJUAN

Penelitian ini dilakukan untuk menyelidiki knalpot emisi mesin diesel yang
dipicu oleh empat jenis biodiesel bahan bakar; Jarak, kelapa sawit, ganggang, dan
campuran biodiesel minyak goreng B10 dan B20 dan dibandingkan dengan bahan
bakar diesel

4 METODE

3.1 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan ialah rotary evaporator, shaker listrik, alat refluks,
corong pisah, mesin diesel empat silinder tunggal, generator AC, inkubator,
termometer dan pengaduk magnetik. Bahan-bahan yang digunakan ialah Hexane,
H2SO4, metanol, Potassium hydroxide, Gliserol, kalium hidroksida, metanol
anhidrat, asam asetat, ganggang, jarak, kelapa sawit dan limbah minyak goreng.
3.2 Persiapan biodiesel
Biodiesel alga telah diproduksi oleh proses trans-esterifikasi. Mula-mula
ganggang digiling lalu dikeringkan selama 20 menit pada suhu 80 ºC dalam sebuah
inkubator. Heksaane sebanyak 20 mL dicampur dengan ganggang kering ekstrak
minyak, campuran dibiarkan selama 24 jam untuk menetap kemudian disaring.
Minyak yang diekstraksi diuapkan dalam rotary evaporator. Reaksi trans-estrifikasi
dilakukan dengan menggunakan asam sulfat sebagai katalis (100% berat massa
lipid). Katalis dibuat dengan 0,25 g asam sulfat dicampur dengan 24 ml metanol
dan diaduk selama 20 menit. kemudian campuran ini ditambahkan ke minyak
ganggang dalam labu berbentuk kerucut dan diaduk oleh shaker listrik pada 300
rpm selama 3 jam. Produk reaksi kemudian dibiarkan mengendap, biodiesel
dipisahkan dan dicuci dengan asam 5% air kemudian dikeringkan.
Proses trans-estrifikasi digunakan untuk menghasilkan biodiesel dari
limbah minyak goreng. Minyak jelantah dipanaskan hingga 70ºC dalam labu bulat
yang dilengkapi dengan kondensor refluks, termometer dan pengaduk magnetik
untuk mengusir kelembaban dan diaduk dengan kuat. Potassium hydroxide (1%
berat minyak jelantah sebagai katalis dilarutkan dalam larutan metanol dari (6: 1M
rasio limbah minyak goreng) dalam labu, kemudian ditambahkan ke labu bulat dan
reaksi dibiarkan selama 1,5 jam. Gliserol dipisahkan dari penggunaan biodiesel
memisahkan corong dan dicuci menggunakan air hangat asam 5%. Biodiesel
dipisahkan menggunakan rotary evaporator pada 80◦C, kemudian dikeringkan pada
suhu 100 C. Trans-esterifikasi berbasis katalis digunakan untuk menyiapkan
biodiesel dari minyak jarak.
Proses dua tahap digunakan untuk esterifikasi minyak jarak dengan FFA
lebih tinggi dari 3% pertama dengan netralisasi kemudian trans-estrifikasi. Minyak
jarak dengan FFA. Kurang dari 3% di trans-esterifikasi dengan pemanasan hingga
70%. Katalis kalium hidroksida dilarutkan dalam metanol dalam perbandingan
molar 6: 1, kemudian ditambahkan ke minyak jarak sambil mengaduk campuran
terus menerus. Campuran dipertahankan pada atmosfer tekanan dan suhu 65◦C
selama 60 menit. Campuran lalu dibiarkan selama 24 jam dalam corong pisah.
Minyak kelapa sawit diperkenalkan pertama kali di labu dan dipanaskan
terlebih dahulu hingga 65ºC. Kalium hidroksida (KOH) dilarutkan dalam metanol
dan ditambahkan ke labu bulat dan reaksi dibiarkan selama 2 jam. Pemisahan
minyak dari lapisan gliserol menjadi metil ester minyak dengan dikeringkan pada
suhu 100ºC. Campuran biodiesel diproduksi dari ganggang, jarak, kelapa sawit dan
limbah minyak goreng bernama AB10, AB20, JB10, JB20, PB10, PB20, WCOB10,
dan WCOB20, masing-masing.
3.3 uji eksperimental
Mesin diesel empat silinder tunggal dengan spesifikasi teknis dirangkum
untuk pengujian. Generator AC dengan daya maksimum 4,5 kW, langsung
digabungkan untuk menentukan tenaga rem mesin di mana bank beban listrik
eksternal dikendalikan dengan beban variabel yang digunakan. Mesin dioperasikan
dengan bahan bakar diesel. Kemudian dilanjutkan dengan pencampuran dengan
Jatropha, kelapa sawit, alga dan limbah minyak biodiesel dengan persentase volume
10 dan 20% dengan minyak diesel. Persyaratan pengoperasian pada putaran mesin
diperiksa dan diatur hingga kecepatan 1500 rpm, beban mesin disesuaikan pada
beban penuh mesin tersebut. Analisis gas buang Delta 1600 V dengan
penggabungan instrumen MPU dan AS digunakan untuk mengukur konsentrasi
emisi gas buang seperti emisi CO, HC, dan NOx dari engine selama pengujian
eksperimental untuk campuran biodiesel. Gabungan tersebut memiliki fasilitas
untuk mencetak hasil tes pada printer. Pengukur asap OPA-100 digunakan untuk
ukur keburaman asap. Rentang pengukuran analisis gas buang adalah (0–10%)
untuk CO, (0–20%) untuk CO2, (0–2000 ppm untuk CH, (0–4000 ppm) untuk NO
dan (0–1000 ppm) untuk NO2.

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Efek campuran biodiesel pada emisi CO


Berdasarkan percobaan untuk semua bahan bakar yang diuji dapat diketahui
bahwa emisi CO menurun dengan meningkatnya beban mesin pada bagian beban
kemudian kembali meningkat pada beban penuh. Hal ini karena peningkatan
konsumsi bahan bakar yang mengarah ke campuran udara-bahan bakar yang kaya,
dibandingkan dengan diesel bahan bakar diesel murni. Pengurangan emisi CO yang
signifikan di seluruh rentang beban engine telah diamati ketika biodiesel dan
campurannya digunakan. Hal tersebut disebabkan kandungan oksigen lebih banyak
dalam biodiesel daripada bahan bakar diesel itu memberi pembakaran lebih
lengkap.
5.2. Efek biodiesel pada emisi CO2

Emisi CO2 untuk pemuatan mesin yang berbeda yaitu pada minyak diesel,
Jatropha, kelapa sawit, alga, limbah campuran biodiesel minyak goreng didapatkan
hasil bahwa ketika beban mesin meningkat, emisi CO2 meningkat karena konsumsi
bahan bakar yang lebih tinggi terkait dengan beban meningkatkan. Emisi CO2 yang
lebih rendah terjadi pada semua campuran biodiesel yang diperiksa yaitu Jatropha,
kelapa sawit dan ganggang dibandingkan dengan minyak diesel. Pengurangan emisi
CO2 dikarenakan lebih tingginya kandungan oksigen dalam percampuran biodiesel
jarak, ganggang dan kelapa sawit dibandingkan dengan minyak diesel. Peningkatan
emisi CO2 ini disebabkan semakin tinggi kandungan oksigen dalam campuran
biodiesel minyak goreng limbah dibandingkan dengan minyak diesel.
5.3 Efek biodiesel pada emisi NOx
Efek beban mesin pada emisi NOx untuk bahan bakar diesel, jarak pagar,
ganggang, kelapa sawit, dan biodiesel minyak jelantah dibandingkan dengan
minyak diesel didapatkan hasil bahwa emisi NOx untuk semua campuran biodiesel
adalah lebih tinggi dari minyak diesel. Peningkatan emisi NOx dengan peningkatan
beban engine dihasilkan dari pembakaran silinder yang suhunya lebih tinggi dan
suhu nyala adiabatik yang lebih tinggi. Pembentukan NOx lebih disukai oleh suhu
pembakaran silinder yang lebih tinggi dan ketersediaan oksigen. Pembakaran
biodiesel menghasilkan lebih banyak emisi NOx dibandingkan dengan minyak
diesel.
5.4 Efek biodiesel pada emisi HC
Variasi HC emissions emisi HC dengan beban engine untuk minyak
diesel, jarak, kelapa sawit, ganggang, dan biodiesel minyak jelantah didapatkan
bahwa emisi HC untuk semua bahan bakar yang diuji lebih rendah dibandingkan
parsial beban mesin, tetapi mengalami peningkatan pada beban engine yang lebih
tinggi. Bahan bakar yang ukuran partikelnya besar, waktu injeksi, dan tersedak
nosel juga meningkat waktu pembakaran. Hal ini karena oksigen yang relatif lebih
sedikit tersedia saat lebih banyak bahan bakar disuntikkan pada beban yang lebih
tinggi. Penundaan pemanasan dengan bahan bakar yang lebih tinggi mungkin juga
mengurangi bahan bakar campuran yang merupakan sumber utama hidrokarbon
yang tidak terbakar.
5.5. Efek biodiesel pada asap opacity
Emisi opacity asap dengan beban mesin untuk semua campuran biodiesel di
dapatkan hasil bahwa peningkatan asap emisi dengan peningkatan beban engine.
Hal ini karena peningkatan konsumsi bahan bakar yang mengarah pada campuran
udara-bahan bakar yang kaya. Penurunan emisi asap disebabkan oleh adanya
molekul oksigen lebih banyak dan kandungan karbon lebih rendah dalam bahan
bakar dibandingkan dengan minyak diesel yang mengarah ke pembakaran yang
lebih baik.

6 SIMPULAN

Emisi CO, HC, dan asap lebih rendah untuk empat jenis biodiesel yang diuji
(Jatropha, ganggang dan kelapa sawit dan limbah minyak goreng) campuran B10
dan B20 dibandingkan dengan bahan bakar diesel. Emisi CO2 dari campuran
biodiesel B10 dan B20 diproduksi dari limbah minyak goreng lebih tinggi
dibandingkan dengan bahan bakar diesel dan bahan bakar biodiesel lainnya. Emisi
NOX dari campuran biodiesel, B10 dan B20 meningkat dibandingkan dengan
bahan bakar diesel untuk campuran biodiesel yang diuji.

S-ar putea să vă placă și