Sunteți pe pagina 1din 18

1

KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA DALAM


PERSPEKTIF FAKTA SOSIAL
Sandhi Praditama, Nurhadi, Atik Catur Budiarti
Pendidikan Sosiologi Antropologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta
sandhi858@gmail.com

ABSTRACT
This research aimed to explain the factors causing children abuse within
family.
This research was taken place in Klunggen Village of Slogohimo Sub
District of Wonogiri Regency with purposive sampling as the sampling
technique. The informant selected in this research was parents with children
above 15 years, parents with different occupation background, members of
society in Klunggen Village, and children living in that neighborhood. This study
was a qualitative research with descriptive qualitative approach with case study
type. The data used included primary and secondary data collected using
interview, observation, and documentation techniques. Data validation was
carried out using method and source triangulations. Data analysis in this
research started with data collection, data reduction, data display, and ended
with conclusion drawing.
The result of research showed that there were three factors causing children
abuse occurring within family: (1) violence inheritance from one generation to
another, (2) children abuse within family was difficult to disclose to public
space, and (3) cultural background (There was a relationship between positions
within society that always puts the children on the lowest position).
Durkheim’s social fact theory explained that the children as a weak
individual are always put on the lowest position within society. Thus, all of they
do should be consistent with what the parents/adult instructs and teaches within
family. When they did something beyond adult’s rule, they would be punished.

Keywords: violence, child, family


2

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan faktor yang meneyebabkan
terjadinya kasus kekerasan terhadap anak dalam keluarga.
Penelitian ini dilaksanakan Desa Klunggen Kecamatan Slogohimo
Kabupaten Wonogiri dengan teknik pemilihan informan berupa purposive
sampling. Informan yang dipilih dalam penelitian ini adalah orangtua yang telah
memiliki anak selama lebih dari 15 tahun, orangtua dengan latar belakang pekerjaan
yang berbeda, masyarakat di Desa Klunggen, dan anak – anak yang tinggal di
lingkungan tersebut. Penelitian ini berjenis kualitatif dengan pendekatan deskriptif
kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Data yang digunakan berupa data
primer dan sekunder melalui teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi. Uji
validitas data menggunakan triangulasi metode dan triangulasi sumber. Analisis
data dalam penelitian ini diawali dengan pengumpulan data, mereduksi data,
menyajikan data, dan terakhir menarik kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang menyebabkan kekerasan
terhadap anak terjadi dalam keluarga ada tiga yaitu, (1) Pewarisan kekerasan antar
generasi (2) Kekerasan terhadap anak dalam keluarga sulit diungkap ke ruang
publik (3) Latar belakang budaya (Adanya hubungan kedudukan dalam masyarakat
yang selalu menempatkan anak dalam posisi terbawah).
Teori fakta sosial Durkheim menjelaskan bahwa anak sebagai individu yang
lemah selalu diposisikan terbawah dalam masyarakat. Sehingga semua yang dia
lakukan harus sesuai dengan apa yang diperintahkan dan diajarkan oleh orang
dewasa/orangtua dalam keluarga. Ketika anak melakukan sesuatu yang diluar
aturan orang dewasa tersebut, maka anak tersebut akan mendapat sanksi dari
perbuatannya.

Kata Kunci : kekerasan, anak, keluarga

PENDAHULUAN terjadi di pelosok negeri ini, seperti


Latar Belakang Masalah Wonogiri. Dua kasus yang sangat

Saat ini, kekerasan terhadap menyita perhatian publik adalah

anak tidak hanya di kota besar saja kasus seorang anak berusia di bawah

seperti Jakarta, Bandung, Bali, dan lima tahun (balita) berinisial Sy (4)

kota – kota besar saja yang terekspos warga Slogohimo, Kabupaten

media. Namun belakangan ini ramai Wonogiri, diduga menjadi korban

diperbincangkan kekerasan anak yang penganiayaan. Bocah itu mengalami


luka lebam di mukanya. muncul
3

dugaan pelaku penganiayaan adalah pelaku kekerasan dengan lokasi kasus


ibu kandung Sy, berinisial Sry (35) kekerasan pada anak ada 3, yaitu di
(Solopos.com, Rabu 2/9/2015). Kasus lingkungan keluarga, di lingkungan
penganiayaan itu terbongkar ketika sekolah dan di lingkungan
ada salah satu tetangga yang datang masyarakat. Hasil monitoring dan
ke rumah korban. Warga curiga evaluasi KPAI tahun 2012 di 9
karena mata korban yang sedang tidur provinsi menunjukkan bahwa 91
kondisinya lebam dan bengkak. persen anak menjadi korban
Setelah ditanyakan kepada ibu kekerasan di lingkungan keluarga,
kandungnya, dijelaskan bahwa anak 87.6 persen di lingkungan sekolah
tersebut jatuh. Tapi warga tidak dan 17.9 persen di lingkungan
percaya dan melaporkannya kepada masyarakat. Harian Terbit, Minggu
kepala desa setempat. Laporan itu pun (14/6/2015).
dilanjutkan ke Polsek Slogohimo, Berdasarkan data dari KPAI di
yang kemudian dilimpahkan ke atas, anak korban kekerasan di
Polres Wonogiri. Belakangan, lingkungan masyarakat jumlahnya
diketahui perempuan itu sering termasuk rendah yaitu 17,9 persen.
menganiaya anak mungilnya itu. Artinya, anak rentan menjadi korban
kekerasan justru di lingkungan
Berdasarkan data yang penulis
keluarga dan sekolah. Lingkungan
peroleh dari Komisi Perlindungan
yang mengenal anak-anak tersebut
Anak Indonesia (KPAI) menyatakan
cukup dekat. Pelaku kekerasan pada
bahwa kekerasan pada anak selalu
anak justru lebih banyak berasal dari
meningkat setiap tahun. Hasil
kalangan yang dekat dengan anak.
pemantauan KPAI dari 2011 sampai
Pada hakikatnya keluarga
2014, terjadi peningkatan yang
merupakan tempat pertama bagi anak
sifnifikan. “Tahun 2011 terjadi 2178
untuk memeperoleh pengetahuan,
kasus kekerasan, 2012 ada 3512
pembinaan mental, dan pembentukan
kasus, 2013 ada 4311 kasus, 2014 ada
kepribadian yang nantinya akan
5066 kasus. Wakil Ketua KPAI,
ditambah dan disempurnakan oleh
Maria Advianti mengatakan bahwa
lingkungan sekolah maupun
anak bisa menjadi korban ataupun
4

lingkungan sosial diamana anak ini sudah banyak kekerasan pada anak
tinggal, tumbuh, dan berkembang. yang terjadi di lembaga pendidikan
terlihat sekali bagaimana pentingnya seperti sekolah, pesantren, dan
peran keluarga sangat signifikan lembaga pendidikan lainnya. Hal ini
dalam perkembangan, pembentukan menjadi ironi yang ada dalam
karakter, serta masa depan anak. masyarakat. Bagaimana tidak, anak
Bukan hal yang mustahil ketika sebagai penerus bangsa yang berhak
sebuah keluarga khususnya orangtua mendapatkan perlindungan,
yang merupakan elemen awal pendidikan, dan pendampingan yang
pembentukan kepribadian anak baik dari keluarga, lingkungan
mampu memberikan dan masyarakat, maupun sekolah justru
menjalankan peran maupun mendapatkan perlakuan yang salah
tanggungjawab secara maksimal akan bahkan mengarah ke kerasan fisik
mampu meciptakan generasi penerus maupun ferbal dan tidak sesuai
bangsa yang bertanggungjawab dengan apa yang diharapkan.
terhadap agama, nusa, dan bangsa. Berdasarkan fenomena
Sehingga apa yang selama ini dicita – tersebut, penulis tertarik untuk
citakan oleh suatu bangsa akan melakukan penelitian terkait
dicapai. kekerasan anak yang terjadi di
Namun kenyataan di Kabupaten Wonogiri. Yang menarik
masyarakat seringkali berbanding dari penelitian kali ini adalah dalam
terbalik dengan harapan ataupun yang penelitian ini akan menfokuskan pada
dicita – citakan selama ini. Salah satu alasan mengapa kekerasan terhadap
yang menjadi pusat perhatian dan anak justru banyak terjadi di
menjadi bahan pembicaraan dewasa lingkungan keluarga.
ini adalah mengenai kekerasan
Tujuan Penelitian
terhadap anak. Kekerasan pada anak
dapat kita jumpai kapanpun dan Penelitian ini bertujuan untuk
dimanapun, baik di kota maupun di Menjelaskan alasan kekerasan
desa, di keluarga maupun di terhadap anak banyak terjadi di
lingkungan masyarakat, bahkan saat lingkungan keluarga.
5

Kajian Pustaka negara dan pemerintah yang pernah


ada dalam sejarah masyarakat Jawa.
1. Konsep Keluarga
Ideologi ini menekankan pada peran
Hildred Geertz (1985) reproduksi dan domestik perempuan
menjelasakan bahwa secara universal sangat ditekankan pada perempuan
keluarga merupakan jembatan antara kelas atas di zaman kerajaan –
individu dan budayanya, nilai-nilai kerajaan Jawa. Perempuan
kemasyarakatan umum tertentu yang digambarkan sebagai makhluk yang
tersebar memberikan pembenaran anggun, halus, rapi tetapi tidak
serta makna bagi lembaga memiliki daya pikir yang tinggi, dan
kekeluargaan dan berlaku pula kurang memiliki kemampuan serta
sebagai petunjuk normative untuk kekuatan spiritual, sehingga ia
tenggang – menenggang di antara dianggap tidak mampu menduduki
para anggota keluarga setiap hari juga jabatan – jabatan strategis dalam
di lingkungan sosial sekitarnya. Jadi pemerintahan dan masyarakat.
secara umum menurut Geertz bahwa
Berdasarkan ideologi
keluarga merupakan miniatur suatu
familiarisme peran utama laki – laki
masyarakat, karena semua norma –
adalah sebagai penguasa utama
norma, maupun aturan dalam
rumah tangga yang memiliki hak
bertingkah laku serta nilai – nilai
istimewa dan otoritas terbesar dalam
dalam keluarga tersebut dapat
keluarga. Laki – laki dalam posisinya
diterapkan dalam masyarakat secara
sebagai suami dan ayah merupakan
umum.
figur sentral dalam keluarga. Dengan
Abdullah (1997) menjelaskan demikian, anggota keluarga lain
bahwa dalam kebudayaan masyarakat seperti istri dan anak harus tunduk
jawa mengenal ideologi pada penguasa utama tersebut.
Familialisme. Ideologi familialisme Kewibawaan seorang laki – laki/ayah
ini dilestarikan dan secara terus harus dijaga oleh anggota keluarga
menerus diredefinisikan melalui karena atribut tersebut sangat
hukum – hukum adat yang berlaku, menentukan status dan kedudukan
kepercayaan – kepercayaan, serta keluarga dalam masyarakat. Dalam
6

masyarakat, kelaurga diibaratkan masyarakat Jawa telah mendapatkan


sebagai bentuk mikro dari latihan kesopanan sejak mereka
masyarakat, maka kedudukan laki – masih bayi, dalam berkomunikasi
laki dalam keluarga memberikan sang anak juga diajarkan dan
legimitasi bagi laki – laki untuk dibiasakan untuk menggunakan
mendapatkan prestise dan kekuasaan kalimat-kalimat yang sopan serta
dalam masyarakat. santun terhadap orang lain. Seorang
anak diajarkan untuk dapat hidup
2. Kedudukan Anak dalam
harmonis dengan sanak saudaranya
Keluarga
juga bahkan dengan orang lain, jika
Dalam keluarga Jawa, anak sang anak tidak bertingkah laku baik
merupakan sosok yang istimewa maka ia akan mendapatkan sanksi
dalam keluarga dan perlu langsung berupa hukuman agar anak
mendapatkan perlakuan dan tersebut tidak mengulanginya dan
bimbingan khusus dari seluruh dapat bersikap patuh.
anggota keluarga tersebut. Hildred
Pelajaran penting yang harus
Geertz (1985) menjelaskan bahwa
dikuasai oleh anak sebagai bagian
dalam keluarga jawa memandang
dari pertumbuhannya ialah
bahwa anak-anak adalah hal yang
bagaimana dan bilamana harus
disenangi dan diinginkan karena
bertindak-tanduk dengan tata karma.
anaklah yang dipandang akan mampu
Yang menjadi komponen dalam
meneruskan juga mengurusi orang
“Hormat” dalam masyarakat jawa
tuanya kelak ketika tua sehingga
adalah wedi, isin, dan sungkan. Wedi
keinginan memiliki anak-anak sangat
berarti takut, isin dapat diartikan
besar dalam masyarakat jawa.
sebagai malu, enggan ataupun
Hubungan sosial seorang anak canggung.
baik dengan anggota keluarga
Dari pemaparan mengenai
maupun dengan lingkungannya juga
kedudukan anak dalam keluarga yang
menjadi perhatian bagi masyarakat
disampaikan Geertz di atas
Jawa, untuk dapat tumbuh sebagai
menjelaskan bahwa secara
seorang yang baik, anak-anak
7

keseluruhan anak merupakan dan ancaman terhadap kesehatan dan


seseorang yang penting dalam kesejahteraan anak (Suyanto,
keluarga. Ketika orangtua berhasil 2010:28). Sedangkan Henry Kempe
mendidik anak dengan baik, maka menyebut kasus kasus penelantaran
masyarakat menganggap bahwa dan penganiayaan yang dialami anak
keluarga tersebut merupakan keluarga – anak dengan istilah Batered Child
yang berhasil. Ataupun sebaliknya, Syndrome yaitu: “setiap keadaan yang
ketika orangtua tersebut gagal dalam disebabkan kurangnya perawatan dan
mendidik anak, maka masyarakat perlindungan terhadap anak oleh
menganggap bahwa keluarga tersebut orangtua atau pengasuh lain.” Disini
merupakan keluarga yang gagal. Dari yang diartikan sebagai tindak
hal inilah maka orangtua melakukan kekerasan terhadap anak tidak hanya
segala upaya untuk mendidik anak luka berat saja, tetapi termasuk juga
mereka dengan baik karena seolah – luka memar atau membengkak
olah ada tuntutan dari masyarakat sekalipun dan diikuti kegagalan anak
untuk melakukan hal tersebut. untuk berkembang baik secara fisik
Bahkan tidak jarang pula orangtua maupun intelektualnya (Suyanto,
melakukan kekerasan terhadap anak 2010:27).
dengan alasan untuk mendidik supaya
Menurut Suyanto (2010:29), ada
si anak dapat terlihat baik dalam
lima bentuk kekerasan terhadap anak,
masyarakat.
yaitu : (1) kekerasan fisik, bentuk ini
3. Kekerasan terhadap Anak paling mudah dikenali. Korban
kekerasan jenis ini biasanya tampak
Secara teoritis, kekerasan
secara langsung pada fisik korban
terhadap anak dapat didefinisikan
seperti; luka memar, berdarah, dan
sebagai peristiwa pelukaan fisik,
bentuk lain yang kondisinya lebih
mental, atau seksual yang umumnya
berat. (2) Kekerasan Psikis, bentuk ini
dilakukan oleh orang – orang yang
tidak begitu mudah dikenali. Wujud
memiliki tanggung jawab terhadap
dari kekerasan ini bisa berupa kata –
kesejahteraan anak, yang mana itu
kata kasar, ejekan, mempermalukan,
semua diindikasikan dengan kerugian
dan sebagainya. Dampak kekerasan
8

jenis ini akan berpengaruh pada Sumjati (2001:28) menjelaskan


situasi perasaan yang tidak aman dan secara sederhana tindak kekerasan
nyaman, minder, lemah dalam diartikan sebagai setiap perilaku yang
mengambil keputusan, dan bahkan dapat menyebabkan perasaan atau
menurunnya harga diri serta martabat tubuh (fisik) orang lain tidak nyaman.
korban. (3) Kekerasan seksual, Perasaan tidak nyaman itu bisa
termasuk dalam kategori ini adalah berupa: kekhawatiran, ketakutan,
segala tindakan yang mencul dalam kesedihan, ketersinggungan,
bentuk paksaan untuk melakukan kejengkelan, atau kemarahan,
hubungan seksual. (4) Kekerasan sedangkan keadaan fisik yang tidak
Ekonomi, kekerasan jenis ini sangat nyaman bisa berupa: lecet, luka,
sering terjadi di lingkungan memar, patah tulang, dan sebagainya.
keluaraga. Pada anak, kekerasan ini
Berkenaan dengan ini, aspek
sering terjadi ketika orang tua
kualitatif dari tindakan ini dianggap
memaksa anak yang masih usia di
lebih penting untuk diketahui
bawah umur untuk dapat memebrikan
daripada aspek kuantitatifnya, karena
kontribusi ekonomi keluarga,
tindak kekerasan ini memberikan
sehingga fenomena penjualan anak,
akibat serius terhadap kualitas
pengamen jalanan, pengemis anak,
kehidupan manusia (Sumjati,
dan lain – lain kian merebak. (5)
2001:29). Selain itu, berbagai
Kekerasan anak secara sosial,
penelitian mengenai kekerasan
kekerasan anak jenis ini mencakup
terhadap anak ternyata sangat jarang
penelantaran anak dan eksploitasi
yang memberikan perhatian pada
anak. Penelantaran anak adalah sikap
bentuk – bentuk kekerasannya
dan perlakuan orangtua yang tidak
sendiri. Oleh karena itu, pembicaraan
memberikan perhatian yang layak
kali ini akan lebih difokuskan pada
terhadap proses tumbuh kembang
bentuk – bentuk kekerasan yang
anak.
dialami oleh anak – anak di Indonesia
4. Kekerasan terhadap Anak dalam proses sosialisasi mereka.
dalam Perspektif Budaya
9

Sebagai gejala sosial budaya, memaksa individu, individu dipaksa


tindak kekerasan terhadap anak tidak dibimbing, diyakinkan, didorong,
muncul begitu saja dalam situasi yang atau dengan cara tertentu dipengaruhi
kosong atau netral. Ada kondisi – oleh berbagai tipe fakta sosial dalam
kondisi budaya tertentu dalam lingkungan sosialnya. Tipe fakta
masyarakat, yakni berbagai sosial ini mempunyai kekuatan
pandangan, nilai dan norma sosial, memaksa individu terlepas dari
yang seolah memudahkan terjadinya kemauan individu itu sendiri. (3)
atau mendorong dilakukannya tindak Bersifat umum dan tersebar, dengan
kekerasan terhadap anak tersebut. Hal kata lain, fakta sosial itu merupakan
inilah yang dimaksud dengan latar milik bersama, bukan sifat individu
belakang budaya terjadinya kekerasan perorangan, tetapi benar-benar
terhadap anak. bersifat kolektif, dan pengaruhnya
terhadap individu merupakan hasil
5. Teori Fakta Sosial
dari sifat kolektifnya.
Emile Durkheim berpendapat
METODE PENELITIAN
bahwa sosiologi adalah ilmu yang
memepelajari apa yag dimaksud fakta Penelitian ini merupakan
sosial (fait social). Menurut penelitian kualitatif dengan
Durkheim fakta sosial merupakan pendekatan deskriptif kualitatif
cara bertindak, berpikir, dan dengan jenis penelitian studi kasus.
berperasaan, yang berada di luar Penelitian ini dilaksanakan Desa
inidividu, dan mempunyai kekuatan Klunggen Kecamatan Slogohimo
memaksa yang mengendalikannya Kabupaten Wonogiri dengan teknik
(Sunarto, 2000:11). Ada tiga pemilihan informan berupa purposive
karakteristik fakta sosial, yaitu : (1) sampling. Informan yang dipilih
bersifat eksternal, bahwa cara dalam penelitian ini adalah orangtua
bertindak, berpikir, dan berperasaan yang telah memiliki anak selama
yang memperlihatkan sifat patut lebih dari 15 tahun, orangtua dengan
dilihat sebagai sesuatu yang berada di latar belakang pekerjaan yang
luar kesadaran individu. (2) bersifat berbeda, masyarakat di Desa
10

Klunggen, dan anak – anak yang Pandangan yang salah ini


tinggal di lingkungan tersebut. Data masih banyak digunakan oleh
yang digunakan berupa data primer orangtua lainnya sampai saat ini.
dan sekunder melalui teknik Mereka menganggap bahwa
wawancara, observasi, dan perlakuan keras dan kasar malah
dokumentasi. Uji validitas data justru mampu membentuk karakter
menggunakan triangulasi metode dan yang kuat dan baik anak di massa
triangulasi sumber. Analisis data yang akan datang atau massa
dalam penelitian ini diawali dengan dimana anak tumbuh dewasa.
pengumpulan data, mereduksi data,
Anak – anak yang mengalami
menyajikan data, dan terakhir
tindak kekerasan di rumah
menarik kesimpulan.
biasanya akan bersikap murung,
ketakutan, tidak bersemangat, dan
HASIL PENELITIAN
memprihatinkan, tidak jarang akan
1. Pendidikan Anak dalam
kehilangan kepercayaan diri
Keluarga yang Mengedepankan
(Anita Lie dalam Suyanto,
Kekerasan
2010:77). Abu Huraerah juga
Berdasarkan wawancara yang
menjelaskan dampak kekerasan
peneliti lakukan dengan informan
terhadap kondisi psikologis anak.
menunjukan bahwa mereka seolah
Dijelaskan bahwa anak - anak
menghalalkan kekerasan dengan
yang masih kecil sering susah tidur
tujuan mendidik anak. Bahkan
dan bangu di tengah malam
salah satu informan menyebutkan
menjerit ketakutan. Mereka juga
bahwa cara mendidik anaknya saat
ada yang menderita Psikosomatik,
ini meniru apa yang orangtuanya
misalnya asma. Ketika mereka
dulu lakukan padanya. Hal ini
semakin besar, anak laki – laki
membuktikan bahwa pola
cenderung menjadi sangat agresif
pendidikan itu sebenarnya
dan bermusuhan dengan orang
menurun dari satu generasi ke
lain, sementara anak perempuan
generasi berikutnya.
sering mengalami kemunduran
11

dan menarik diri ke dalam dunia minat, kebutuhan, dan gaya bagi
fantasi sendiri. anak sering kali diabaikan oleh
orangtua.
2. Pelanggaran terhadap Hak
Anak dalam Menentukan Selain alasan gengsi dalam
Pilihan Sekolah masyarakat, bayak alasan lain
orangtua dalam memilih sekolah
Setiap orangtua pasti selektif
bagi anaknya. Misalnya karena
dan menginginkan yang terbaik
alasan ekonomi, khawatir akan
untuk anaknya. Namun saat ini
pengaruh buruk lingkungan,
masih banyak kita temui dalam
bahkan ada yang ikut – ikutan tren
masyarakat orangtua yang
saja. Kita ambil contoh orangtua
memaksakan kehendak kepada
yang memilih memasukkan
anaknya untuk bersekolah sesuai
anaknya ke pondok pesantren.
dengan pilihan mereka, baik ke
Salah satu alasan mereka memilih
sekolah negeri, pondok pesantren,
memasukkan anaknya ke pondok
ataupun sekolah – sekolah swasta
pesantren dengan alasan khawatir
yang menurut mereka memiliki
dengan pergaulan di lingkungan
kualitas terbaik.
tempat mereka tinggal.
Anak dalam posisi yang
Akibat yang muncul pada
paling berkepentingan untuk
anak yang dipaksa oleh
mendapatkan pendidikan justru
orangtuanya untuk bersekolah
tidak memiliki kesempatan untuk
sesuai pilihan orangtuanya adalah
menyampaikan pilihan mereka
anak tidak mampu mengikuti
untuk menentukan dimana dia
peajaran dengan baik karena
akan sekolah. Anak seringkali
adanya rasa paksaan dari
dijadikan sebagai objek demi
orangtuanya, karena memiliki
gengsi bahkan ego orangtuanya
prestasi yang kurang baik di
agar terlihat memiliki tingkatan
sekolah, maka anak menjadi sosok
yang lebih tinggi dalam
yang minder dan kurang percaya
masyarakat. Sementara sesuai atau
diri.
tidaknya sekolah tersebut dengan
12

Kebanyakan orangtua
PEMBAHASAN menganggap bahwa pendidikan
Faktor terjadi kekerasan terhadap yang keras merupakan hal yang
anak dalam keluarga wajar. “Keras tidak apa – apa
asal mendidik”. Yang dimaksud
Berdasarkan temuan penelitian,
keras disini adalah menerapkan
maka terdapat beberapa alasan
aturan – aturan yang ketat dan
mengapa kasus kekerasan terhadap
disertai dengan sanksi – sanksi jika
anak dalam keluarga selalu ada dalam
anak melanggar berupa bentakan,
masyarakat, diantaranya adalah
ataupun pukulan. Tidak jarang
sebagai berikut:
ketika pendidikan yang keras
1. Pewarisan kekerasan antar dalam keluarga menimbulkan
generasi perilaku kasar dari orangtuanya.

Banyak anak belajar perilaku Anggapan yang salah ini terus

kekerasan dari orangtuanya dan berlanjut dari dulu hingga

ketika tumbuh menjadi dewasa sekarang, karena mereka belum

mereka melakukan tindakan menyadari akibat dari perlakuan

kekerasan terhadap anaknya. keras dan kasar bagi

Dengan demikian, perilaku perkembangan psikologis anak –

kekerasan yang diwarisi anaknya.

(transmintted) dari generasi ke Anak – anak memang selalu


generasi. Seperti yang peka. Sering orangtua tidak
dikemukakan oleh salah satu menyadari bahwa apa yang terjadi
informat berinisial AI bahwa di antara mereka begitu
ketika dia kecil dia dididik keras mempengaruhi anak. Sering
oleh orangtuanya, bahkan ketika dikatakannya, anak merupakan
beliau melakukan kesalahan, tidak cermin dari apa yang terjadi dalam
jarang orangtuanya suatu rumah tangga (Huraerah,
menghukumnya dengan cara 2012: 56). Jika suasana keluaraga
menjewer ataupun memukul, sehat dan bahagia, maka wajah
dengan dalih untuk mendidiknya. anak begitu ceria dan bersih.
13

Sebaliknya jika mereka murung seperti pembunihan ataupun


dan sedih, biasanya terjadi sesuatu pemerkosaan. Kalaupun kemudian
yang berkaitan dengan diketahui umum biasanya berkat
orangtuanya. Sebagai wadah peran dan keterlibatan media
sosialisasi primer, dimana anak massa atau karena kejadian yang
belajar untuk pertama kalinya menghebohkan.
mengenal nilai – nilai dan cara
Sebagai contoh seorang ayah
bertingkah laku, perilaku orangtua
atau ibu yang memukul kepala
sering mempengaruhi perilaku
anaknya atau menghajar keras
anak – anaknya kelak. Jika
anaknya sekalipun, sepanjang apa
kekerasan begitu domonan, tidak
yang mereka lakukan tidak sampai
mengherankan jika kemudian
menimbulkan luka fisik yang
melakukannya dan bahkan
serius atau kematian, maka
terbawa sampai dia diwasa.
kejadian itu akan lewat dan
Karena kekerasan begitu sering
menguap begitu saja. Kesulitan
dalam keluarganya, maka ia
dalam mengungkapkan kasus
menganggap hal tersebut sebagai
kekerasan terhadap anak bisa
hal yang “normal” dan sudah
disebabkan oleh faktor internal
seharusnya dilakukan.
maupun eksternak (Suharto dalam
2. Kekerasan terhadap anak dalam Huraerah, 2012: 60). Yang
keluarga sulit diungkap ke dimaksud faktor internal adalah
ruang publik faktor dari korbannya itu sendiri
yang menolak melaporkan ke
Sebagai suatu kasus yang
masyarakat, sedangkan faktor
tergolong tabu dan disadari
eksternal adalah faktor dari
melanggar batas – batas etika,
masyarakat yang menganggap
kesus – kasus kekerasan terhadap
biasa suatu kekerasan terhadap
anak dalam keluarga jarang
anak dalam keluarga.
terekspos keluar. Hanya kasus –
kasus kekerasan berat yang Selain itu ada dua faktor lain
seringkali muncul ke ruang publik, yang menyebabkan kasus
14

kekerasan terhadap anak dalam Dalam teori fakta sosial,


keluarga sulit diungkap ke ruang Durkheim menjelaskan bahwa
publik, yaitu tidak adanya kontrol semua aktivitas seorang inidividu
sosial terhadap terjadinya kasus dalam masyarakat dipengaruhi
atau tindakan kekerasan terhadap oleh faktor eksternal atau faktor di
anak dalam keluarga dan luar dirinya yang bersifat
penolakan dari korban/anggota memaksa. Kenyataan itu juga
lain dalam keluarga sendiri untuk terjadi pada anak yang hidup
melaporkan ke ranah dalam lingkungan keluarganya.
publik/masyarakat. Durkheim menjelaskan bahwa
semua perilaku anak sejak lahir
3. Latar belakang budaya (Adanya
hingga dewasa selalu mendapat
hubungan kedudukan dalam
kontrol dari luar dirinya, dan
masyarakat yang selalu
ketika dia melakukan perbuatan
menempatkan anak dalam posisi
yang tidak sesuai denganapa yang
terbawah)
ditetapkan oleh keluarga dan
Pandangan masyarakat yang masyarakat maka ia akan
menyebutkan anak harus patuh mendapatkan sanksi dari luar,
pada orangtua sangat berkembang dalam hal ini yang dimaksud luar
luas dalam masyarakat dan bahkan adalah keluarga dan masyarakat.
seringkali pandangan ini disalah
Masyarakat selalu
artikan oleh orangtua. Berdasarkan
memposisikan anak pada tangga
pandangan ini kalau si anak lalai
terbawah, sehingga orang dewasa
dalam menjalankan tugas
seolah – olah cenderung memiliki
membantu meringankan beban
hak untuk memperlakukan anak –
orangtua sebagaimana yang
anak sesuka hati mereka,
diharapkan orangtua mereka, dia
sementara anak sendiri seolah
akan memperoleh berabagai
tidak memiliki hak apapun, baik
macam sanksi atau hukuman, yang
hak untuk bersuara ataupun hak
kemudian sampai pada tindak
untuk protes. Anak dipaksa untuk
kekerasan.
tunduk terhadap aturan yang
15

dibuat oleh orang yang lebih dengan orang dewasa diperkuat


dewasa darinya. dengan ketidakseimbangan
kultural yang ditanamkan oleh
Nilai, norma, dan kebiasaan
orang dewasa kepada anak – anak
yang berkembang di masyarakat,
(Sumjati, 2001:45). Dengan kata
tanpa sadar selalu menempatkan
lain melalui ketidakseimbangan
anak hanya sebagai objek bagi
ini, orang dewasa/orangtua sadar
orang dewasa, dan bahkan seolah
atau tidak sadar telah membangun
orangtua berhak melakukan
ketidakseimbangan kultural
apapun terhadap anak – anaknya,
(ketidakseimbangan secara
dengan alasan karena mereka yang
budaya) dalam hubungan mereka
melahirkan, membesarkan, dan
dengan anak, yang
membiayai anaknya. Ketika
menguntungkan orang dewasa.
seoarang anak berani membantah
Hasilnya adalah anak – anak
atau bahkan melawan orangtua,
menerima hubungan yang tidak
selain dicap sebagai anak durhaka,
seimbang antara mereka dengan
tidak jarang kemudian orangtua
orang dewas/orangtua di
memperlakukan anak – anaknya
sekelilingnya. Disini anak tanpa
secara kasar, memaki atau bahkan
sadar telah mereproduksi
memukul dengan harapan anak
hubungan asimetris yang
akan jera dan kembali ke sikapnya
merugikan. Inilah realita yang
sebagai anak yang patuh. Anak –
terjadi di dalam keluarga dan
anak yang menjadi korban tindak
masyarakat saat ini, dan ini pula
kekerasan dan perlakuan kasar dari
gambaran nyata kondisi kultural
orangtua atau orang dewasa
yang menyebabkan kekerasan
lainnya hanya akan bersikap
terhadap anak akan terjadi
pasrah dan tidak mampu untuk
kapanpun dan dimanapun selama
berbuat apa – apa. Seorang anak
pemahan kutural tersebut terus
yag dipukul orangtuanya, pasti ia
berkembang dan hidup dalam
akan sama sekali tidak berani
masyarakat.
melawan. Ketidakseimbangan
hubungan antara anak – anak SIMPULAN DAN SARAN
16

Berdasarkan pembahasan yang DAFTAR PUSTAKA


telah dipaparkan, maka dapat
Abdullah, Irwan. (1997). Sangkan
disimpulkan bahwa ada tiga faktor
Paran Gender.
yang menyebabkan kasus kekerasan
Yogyakarta: Pustaka
terhadap anak dalam keluaraga, yaitu:
Pelajar Offset.
(1) Pewarisan kekerasan antar
generasi Bungin, Burhan. (2007). Penelitian
Kualitatif. Jakarta: Kencana
(2) Kekerasan terhadap anak dalam
keluarga sulit diungkap ke ruang Frans Husken dan Huub de Jonge.

publik. (3) Latar belakang budaya (2003). Kekerasan dan

(Adanya hubungan kedudukan dalam Dendam di Indonesia,

masyarakat yang selalu menempatkan Terjemahan oleh: Imam Aziz.

anak dalam posisi terbawah). Yogyakarta: LkiS

Berdasarkan temuan penelitian Geertz, Clifford. (1992). Tafsir

maka peneliti menyarankan pada Kebudayaan.

masyarakat hendaknya lebih peka Yogyakarta:Kanisius

terhadap kekerasan terhadap anak


Geertz, Hildred. (1985). Keluarga
yang terjadi di lingkungan mereka,
Jawa. Jakarta: Grafiti Pers
sehingga ketika ada kasus kekerasan
bisa menasihati atau memberitahukan Huraerah, Abu. (2012). Kekerasan
Terhadap Anak. Bandung: Nuansa
ke pihak yang berwajib dan pada Cendekia
orangtua untuk mengetahui dampak –
Johnsons, Doyle Paul. (1994). Teori
dampak negatif yang ditimbulan dari
Sosiologi Klasik dan Modern,
kekerasan (kekerasan fisik dan
Tarjamahan oleh: Robert MZ
kekerasan psikis) yang dilakukan
LAwang. Jakarta: PT
kepada anak terhadap perkembangan
Gramedia
fisik dan psikis anak serta orangtua
harus mengetahui metode yang tepat Moeleong, Lexi J. (2001). Metodologi

untuk mendidik anak – anaknya tanpa Penelitian Kualitatif. Jakarta:

menggunakan kekerasan. PT Remaja Rosdakarya.


17

Noor, Juliansyah. (2011). Metodologi Wisadiro, Darsono. (2004). Sosiologi


Penelitian. Jakarta: Kencana. Pedesaan. Malang:
Penerbitan Universitas
Ritzer, George. (2004). Teori
Muhammadiyah Malang
Sosiologi Modern,
Tarjamahan oleh: Alimandan. Yin, K. Robert. (2000). Studi Kasus.
Jakarta: Prenada Media Group Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada
Santoso, Thomas. (2002). Teori –
DARI INTERNET
Teori Kekerasan. Jakarta: Ghalia
http://kpai.go.id/ KPAI-Pelaku
Indonesia
Kekerasan-Terhadap-Anak
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Tiap-Tahun-Meningkat
Kuantitatif Kualitatif Dan _Komisi-Perlindungan-Anak
R&D. Bandung:Alfabeta Indonesia-(KPAI).htm
Sumjati. (2001). Manusia dan http://solopos.com/ PEMBUNUHAN
Dinamika Budaya. Yogyakarta:
WONOGIRI-Korban
Fakultas Sastra UGM
Kekerasan-Seksual-Tersangka-
Suyanto, Bagong. 2010. Masalah
Riki-Ada-9-Anak!-Soloraya-
Sosial Anak. Jakarta:
SOLOPOS.COM.htm
Kencana
http://PENGANIAYAAN
Taufik Mohammda, dkk. 2013. WONOGIRI-Balita-di-
Hukum Perlindungan Anak Wonogiri-Diduga-Dianiaya
dan Penghapusan Ibunya-Hingga-Lebam-
Kekerasan dalam Rumah Soloraya-SOLOPOS.COM.htm
Tangga. Jakarta: Rineka
Cipta
18

S-ar putea să vă placă și