Sunteți pe pagina 1din 42

ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF

DIABETES MILITUS

Disusunoleh:

HARTAWAN WAHYU UTOMO

DESTINE ZAHROTUN NISA KHOIRIYAH

SEMESTER V/ 3C

KEMENTERIAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG

PRODI DIII KEPERAWATN PURWOKERTO

2016
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Perawatan paliatif (dari bahasa Latin''palliare,''untuk jubah) adalah


setiap bentuk perawatan medis atau perawatan yang berkonsentrasi pada
pengurangan keparahan gejala penyakit, daripada berusaha untuk
menghentikan, menunda, atau sebaliknya perkembangan dari penyakit itu
sendiri atau memberikan menyembuhkan..Tujuannya adalah untuk
mencegah dan mengurangi penderitaan dan meningkatkan kualitas hidup
orang menghadapi yang serius, penyakit yang kompleks.
Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit gangguan
metabolik yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa darah melebihi
normal. Terdapat beberapa tipe diabetes yang diketahui dan umumnya
disebabkan oleh suatu interaksi yang kompleks antara faktor genetik,
lingkungan dan gaya hidup. Bila hal ini dibiarkan tidak terkendali dapat
terjadi komplikasi metabolik akut maupun komplikasi vaskuler jangka
panjang, baik mikroangiopati maupun makroangiopati. Di Amerika
Serikat, DM merupakan penyebab utama dari end-stage renal disease
(ESRD), nontraumatic lowering amputation, dan adultblindness. Dengan
peningkatan insiden di dunia, maka DM akan menjadi penyebab utama
angka morbiditas dan mortalitas dimasa yang akan datang. (Harrison,
2005)
Jumlah penderita Diabetes mellitus di dunia dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan, hal ini berkaitan dengan jumlah populasi yang
meningkat, life expectancy bertambah, urbanisasi yang merubah pola
hidup tradisional ke pola hidup modern, prevalensi obesitas meningkat dan
kegiatan fisik kurang. Diabetes mellitus perlu diamati karena sifat penyakit
yang kronik progresif, jumlah penderita semakin meningkat dan banyak
dampak negatif yang ditimbulkan. (Wild, 2004)
Di Indonesia berdasarkan penelitian epidemiologis didapatkan
prevalensi Diabetes mellitus sebesar 1,5 – 2,3% pada penduduk yang usia
lebih 15 tahun, bahkan di daerah urban prevalensi DM sebesar 14,7% dan
daerah rural sebesar 7,2%. Prevalensi tersebut meningkat 2-3 kali
dibandingkan dengan negara maju, sehingga Diabetes mellitus merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang serius.
Penderita Diabetes Mellitus dibandingkan dengan penderita non
Diabetes Mellitus mempunyai kecenderungan 2 kali lebih mudah
mengalami trombosis serebral, 25 kali terjadi buta, 2 kali terjadi penyakit
jantung koroner, 17 kali terjadi gagal ginjal kronik, dan 50 kali menderita
ulkus diabetika. Komplikasi menahun Diabetes mellitus di Indonesia
terdiri atas neuropati 60%, penyakit jantung koroner 20,5%, ulkus
diabetika 15%, retinopati 10%, dan nefropati 7,1%. (Tjokroprawiro, 2006)
2. Rumusan Masalah
a. Apa Pengertian Diabetes Militus ?
b. Apa Saja Gejala Diabetes Militus ?
c. Bagaimana Patofisiologi Diabetes Militus ?
d. Bagaimana Pathway Diabetes Militus ?
e. Apa Manifestasi Klinik Diabetes Militus ?
f. Apa Komplikasi Diabetes Militus ?
g. Apa Saja Tes Diagnostik Diabetes Militus ?
h. Apa Saja Penatalaksanaan Medik Diabetes Militus ?
i. Bagaimana Konsep Keperawatan Dari Diabetes Militus ?
j. Bagaimanakah Contoh Askep Kasus Paliatif pada Pasien Diabets
Militus ?

3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah ditas, tujuan yang dicapai adalah
a. Mengetahui Pengertian Diabetes Militus.
b. Mengetahui Apa Saja Gejala Diabetes Militus.
c. Mengetahui Patofisiologi Diabetes Militus.
d. Mengetahui Pathway Diabtes Militu.
e. Mengeathui Manifestasi Klinik Diabetes Militus.
f. Mengetahui Komplikasi Diabetes Militus.
g. Mengetahui Tes Diagnostik Diabetes Militus.
h. Mengetahui Penatalaksanaan Medik Diabetes Militus.
i. Mengetahui Konsep Keperawatan Diabetes Militus.
j. Mengetahui Contoh Askep Kasus Paliatif pada Pasien Diabetes Militus
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN UMUM

Diabetes mellitus (DM) didefenisikan sebagai suatu penyakit atau


gangguan metabolisme yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah
disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein
sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi insulin dapat
disebabkan oleh gangguan atau defenisi produksi insulin oleh sel-sel beta
Langerhans kelenjar pankreas atau disebabkan kurang responsifnya sel-sel
tubuh terhadap insulin (Ditjen Bina Farmasi & ALKES, 2005).

Diabetes adalah suatu penyakit dimana metabolisme glukosa tidak


normal, suatu resiko komplikasi spesifik perkembangan mikrovaskular dan
ditandai dengan adanya peningkatan komplikasi perkembangan
makrovaskuler. Secara umum, ketiga elemen diatas telah digunakan untuk
mencoba menemukan diagnosis atau penyembuhan diabetes (Mogensen,
2007).

Pada beberapa populasi tetapi bukan semuanya, defenisi diabetes


oleh distribusi glukosa adalah pendistribusian glukosa ke seluruh jaringan
dimana berbeda distribusi glukosa pada setiap individual dengan atau
tanpa diabetes. Selain itu distribusi glukosa juga dapat menjadi parameter
untuk penyakit diabetes atau dengan kata lain, nilai defenisi diagnosis
untuk diabetes didasarkan pada nilai distribusi glukosa pada tingkat
populasi bukan sering atau tidaknya berolahraga. Besarnya komplikasi
mikrovaskuler pada retina dan ginjal spesifik menuju ke diabetes. Selain
itu terjadinya komplikasi makrovaskuler dapat menyebabkan kematian
pada penderita diabetes. Hal ini ditunjukkan bahwa nilai glukosa yang
tidak normal seharusnya ditemukan sebagai peningkatan cepat dari nilai
glukosa, yang mana diapresiasikan dengan peningkatan resiko penyakit
CVD (kardiovaskuler) (Mogensen, 2007)
B. GEJALA DIABETES MILLITUS

Gejala diabetes adalah adanya rasa haus yang berlebihan, sering


kencing terutama malam hari dan berat badan turun dengan cepat. Di
samping itu kadang-kadang ada keluhan lemah, kesemutan pada jari
tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan kabur, gairah seks
menurun, dan luka sukar sembuh.

Kadang-kadang ada pasien yang sama sekali tidak merasakan


adanya keluhan hingga ada yang bertanya mengapa jadi ribut dengan
diabetes? Mereka mengetahui adanya diabetes hanya karena pada saat
check-up ditemukan kadar glukosa darahnya tinggi. Oleh karena itu dalam
rangka penyuluhan kepada pasien seperti ini, kita sering mendapat
hambatan karena sulit memotivasi. Memang saat ini tidak ada keluhan
tetapi mereka harus menyadari bahwa kadar glukosa darah yang selalu
tinggi dalam jangka panjang akan menimbulkan apa yang disebut
komplikasi jangka panjang akibat keracunan glukosa. Pasien dapat terkena
komplikasi pada mata hingga buta atau komplikasi lain seperti kaki busuk
(gangren), komplikasi pada ginjal, jantung, dll (Waspadji, dkk, 2002).

Beberapa faktor yang dapat menunjang timbulnya Diabetes


mellitus yaitu obesitas dan keturunan, sedangkan gejala yang dapat
diamati adalah polidipsia, poliuria, dan polipfagia. Gejala-gejala ini perlu
mendapat tanggapan di dalam penyusunan diet penderita Diabetes mellitus
(Tjokroprawiro, dkk, 1986).
C. PATHOFISIOLOGI

Seperti suara mesin, badan memerlukan bahan untuk mmbentuk sel


baru dan mengganti sel yang rusak. Di samping itu badan juga
memerlukan energi supaya sel badan dapat berfungsi dengan baik. Energi
pada mesin berasal dari bahan bakar yaitu bensin. Pada manusia bahan
bakar itu berasal dari bahan makanan yang kita makan sehari-hari, yang
terdiri dari karbohidrat (gula dan tepung-tepungan), protein (asam amino)
dan lemak (asam lemak) (Waspadji, dkk, 2002).

Pengolahan bahan makanan dimulai di mulut kemudian ke


lambung dan selanjutnya ke usus. Di dalam saluran pencernaan itu
makanan dipecah menjadi bahan dasar makanan. Karbohidrat menjadi
glukosa, protein menjadi asam amino dan lemak menjadi asam lemak.
Ketiga zat makanan itu akan diserap oleh usus kemudian masuk ke dalam
pembuluh darah dan diedarkan ke seluruh tubuh untuk dipergunakan oleh
organ-organ di dalam tubuh sebagai bahan bakar. Agar dapat berfungsi
sebagai bahan bakar, makanan itu harus masuk dulu ke dalam sel supaya
dapat diolah. Di dalam sel, zat makanan terutama glukosa dibakar melalui
proses kimia yang rumit, yang hasil akhirnya adalah timbulnya energi.
Proses ini disebut metabolisme. Dalam proses metabolisme itu insulin
meme peran yang sangat penting yaitu bertugas memasukkan glukosa ke
dalam sel untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan bakar. Insulin
ini adalah suatu zat atau hormon yang dikeluarkan oleh sel beta di
pankreas (Waspadji, dkk, 2002).
D. PATHWAY

E. KLASIFIKASI DIABETES MELLITUS

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengakui tiga bentuk Diabetes


mellitus yaitu:

1. Diabetes mellitus tipe 1

Diabetes mellitus tipe 1 (Insulin Dependent Diabetes mellitus,


IDDM) adalah diabetes yang terjadi karena berkurangnya rasio insulin
dalam sirkulasi darah akibat rusaknya sel beta penghasil insulin pada
pulau-pulau Lagerhans pankreas. IDDM dapat diderita oleh anak-anak
maupun orang dewasa.
Sampai saat ini diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah. Diet dan olah
raga tidak bisa menyembuhkan ataupun mencegah diabetes tipe 1.
Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan
yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas
maupun respons tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita
diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal. Penyebab terbanyak dari
kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan reaksi
autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas
tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.

Saat ini, diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan


insulin, dengan pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa darah
melalui alat monitor pengujian darah. Pengobatan dasar diabetes tipe 1,
bahkan untuk tahap paling awal sekalipun, adalah penggantian insulin.
Tanpa insulin, ketosis dan diabetic ketoacidosis bisa menyebabkan koma
bahkan bisa mengakibatkan kematian. Penekanan juga diberikan pada
penyesuaian gaya hidup (diet dan olahraga). Terlepas dari pemberian
injeksi pada umumnya, juga dimungkinkan pemberian insulin melalui
pompa, yang memungkinkan untuk pemberian masukan insulin 24 jam
sehari pada tingkat dosis yang telah ditentukan, juga dimungkinkan
pemberian dosis dari insulin yang dibutuhkan pada saat makan. Serta
dimungkinkan juga untuk pemberian masukan insulin melalui "inhaled
powder" (Anonima, 2009).

2. Diabetes mellitus tipe 2

Diabetes mellitus tipe 2 (Non-Insulin-Dependent Diabetes mellitus,


NIDDM) merupakan tipe diabetes mellitus yang terjadi bukan disebabkan
oleh rasio insulin di dalam sirkulasi darah, melainkan merupakan kelainan
metabolisme yang disebabkan oleh mutasi pada banyak gen, termasuk
yang mengekspresikan disfungsi sel â, gangguan sekresi hormon insulin,
resistansi sel terhadap insulin terutama pada hati menjadi kurang peka
terhadap insulin serta yang menekan penyerapan glukosa oleh otot lurik
namun meningkatkan sekresi gula darah oleh hati. Mutasi gen tersebut
sering terjadi pada kromosom 19 yang merupakan kromosom terpadat
yang ditemukan pada manusia.

Pada tahap awal kelainan yang muncul adalah berkurangnya sensitifitas


terhadap insulin, yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di
dalam darah. Hiperglisemia dapat diatasi dengan obat anti diabetes yang
dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin atau mengurangi produksi
glukosa dari hepar, namun semakin parah penyakit, sekresi insulin pun
semakin berkurang, dan terapi dengan insulin kadang dibutuhkan. Ada
beberapa teori yang menyebutkan penyebab pasti dan mekanisme
terjadinya resistensi ini, namun obesitas sentral diketahui sebagai faktor
predisposisi terjadinya resistensi terhadap insulin. Obesitas ditemukan di
kira-kira 90% dari pasien dunia dikembangkan diagnosis dengan jenis 2
kencing manis. Faktor lain meliputi sejarah keluarga, walaupun di dekade
yang terakhir telah terus meningkat mulai untuk mempengaruhi anak
remaja dan anak-anak.

Diabetes tipe 2 dapat terjadi tanpa ada gejala sebelum hasil


diagnosis. Diabetes tipe 2 biasanya, awalnya, diobati dengan cara
perubahan aktivitas fisik (olahraga), diet (umumnya pengurangan asupan
karbohidrat), dan lewat pengurangan berat badan. Langkah yang
berikutnya, jika perlu, perawatan dengan lisan antidiabetic drugs
(Anonima, 2009).

Berdasarkan uji toleransi glukosa oral, penderita DM tipe 2 dapat


dibagi menjadi 4 kelompok:

a) Kelompok yang hasil uji toleransi glukosanya normal

b) Kelompok yang hasil uji toleransi glukosanya abnormal, disebut


juga Diabetes Kimia (Chemical Diabetes)

c) Kelompok yang menunjukkan hiperglikemia puasa minimal (kadar


glukosa plasma puasa < 140mg/dl)
d) Kelompok yang menunjukkan hiperglikemia puasa tinggi (kadar
glukosa plasma puasa > 140mg/dl) (Ditjen Bina Farmasi dal
ALKES, 2005).

3. Diabetes mellitus Gestasional

Diabetes Mellitus yang muncul pada masa kehamilan, umumnya


bersifat sementara, tetapi merupakan faktor risiko untuk Diabetes Mellitus
tipe 2. Sekitar 4-5% wanita hamil diketahui menderita GDM, dan
umumnya terdeteksi pada atau setelah trimester kedua (Ditjen Bina
Farmasi dan ALKES, 2005).

F. MANISFESTASI KLINIK

1. Poliuria

Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane


dalam sel menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma
meningkat atau hiperosmolariti menyebabkan cairan intrasel berdifusi
kedalam sirkulasi atau cairan intravaskuler, aliran darah ke ginjal
meningkat sebagai akibat dari hiperosmolariti dan akibatnya akan
terjadi diuresis osmotic (poliuria).

2. Polidipsia

Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler


menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah
dehidrasi sel. Akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi kering dan
sensor haus teraktivasi menyebabkan seseorang haus terus dan
ingin selalu minum (polidipsia).

3. Poliphagia

Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya


kadar insulin maka produksi energi menurun, penurunan energi
akan menstimulasi rasa lapar. Maka reaksi yang terjadi adalah
seseorang akan lebih banyak makan (poliphagia).
4. Penurunan berat badan

Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel


kekurangan cairan dan tidak mampu mengadakan metabolisme,
akibat dari itu maka sel akan menciut, sehingga seluruh jaringan
terutama otot mengalami atrofidan penurunan secara otomatis.

5. Malaise atau kelemahan (Brunner & Suddart, 2002)

G. KOMPLIKASI

Diabetes Mellitus bila tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan


komplikasi pada berbagai organ tubuh seperti mata, ginjal, jantung,
pembuluh darah kaki, saraf, dan lain-lain (corwin, 2000)

H. TES DIAGNOSTIK

1. Adanya glukosa dalam urine. Dapat diperiksa dengan cara benedict


(reduksi) yang tidak khasuntuk glukosa, karena dapat positif pada
diabetes.

2. Diagnostik lebih pasti adalah dengan memeriksa kadar glukosa dalam


darah dengan cara Hegedroton Jensen (reduksi).

a. Gula darah puasa tinggi < 140 mg/dl.

b. Test toleransi glukosa (TTG) 2 jam pertama < 200 mg/dl.

c. Osmolitas serum 300 m osm/kg.

d. Urine = glukosa positif, keton positif, aseton positif atau

e. negative (Bare & suzanne, 2002)

I. PENATALAKSANAAN MEDIK

Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akamn menimbulkan


berbagai penyakit dan diperlukan kerjasama semua pihak ditingkat
pelayanan kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai
usaha dan akan diuraikan sebagai berikut :
1. Perencanaan Makanan.

Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang


seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai
dengan kecukupan gizi baik yaitu :

a. Karbohidrat sebanyak 60 – 70 %

b. Protein sebanyak 10 – 15 %

c. Lemak sebanyak 20 – 25 %

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur,


stress akut dan kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis,
penentuan jumlah kalori dipakai rumus Broca yaitu

Barat Badan Ideal = (TB-100)-10%, sehingga didapatkan =

a. Berat badan kurang = < 90% dari BB Ideal

b. Berat badan normal = 90-110% dari BB Ideal

c. Berat badan lebih = 110-120% dari BB Ideal

d. Gemuk = > 120% dari BB Ideal.

Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan


kalori basal yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg
BB, kemudian ditambah untuk kebutuhan kalori aktivitas (10-30%
untuk pekerja berat). Koreksi status gizi (gemuk dikurangi, kurus
ditambah) dan kalori untuk menghadapi stress akut sesuai dengan
kebutuhan. Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi
tersebut diatas dibagi dalam beberapa porsi yaitu :
a. Makanan pagi sebanyak 20%
b. Makanan siang sebanyak 30%
c. Makanan sore sebanyak 25%
d. 2-3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 % diantaranya.
2. Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu)
selama kurang lebih 30 menit yang disesuaikan dengan
kemampuan dan kondisi penyakit penyerta. Sebagai contoh olah
raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit, olehraga
sedang berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat jogging.
3. Obat Hipoglikemik
a. Sulfonilurea
Obat golongan sulfonylurea bekerja dengan cara :
1) Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan.
2) Menurunkan ambang sekresi insulin.
3) Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan
glukosa.
Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan BB
normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya
sedikit lebih.
Klorpropamid kurang dianjurkan pada keadaan insufisiensi
renal dan orangtua karena resiko hipoglikema yang
berkepanjangan, demikian juga gibenklamid. Glukuidon juga
dipakai untuk pasien dengan gangguan fungsi hati atau ginjal.
b. Biguanid
Preparat yang ada dan aman dipakai yaitu metformin. Sebagai obat
tunggal dianjurkan pada pasien gemuk (imt 30) untuk pasien yang
berat lebih (imt 27-30) dapat juga dikombinasikan dengan
golongan sulfonylurea

c. Insulin
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :
1) Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun
NIDDM) dalam keadaan ketoasidosis atau pernah masuk
kedalam ketoasidosis.
2) DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali
dengan diet (perencanaan makanan).
3) DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik
oral dosif maksimal. Dosis insulin oral atau suntikan dimulai
dengan dosis rendah dan dinaikkan perlahan – lahan sesuai
dengan hasil glukosa darah pasien. Bila sulfonylurea atau
metformin telah diterima sampai dosis maksimal tetapi tidak
tercapai sasaran glukosa darah maka dianjurkan penggunaan
kombinasi sulfonylurea dan insulin.
4) Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting
untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Edukator bagi pasien
diabetes yaitu pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan
dan keterampilan yang bertujuan menunjang perubahan
perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien akan
penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat
yang optimal. Penyesuaian keadaan psikologik kualifas hidup
yang lebih baik. Edukasi merupakan bagian integral dari
asuhan keperawatan diabetes (Bare & Suzanne, 2002)

J. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
Fokus utama pengkajian pada klien Diabetes Mellitus adalah
melakukan pengkajian dengan ketat terhadap tingkat pengetahuan dan
kemampuan untuk melakukan perawatan diri. Pengkajian secara rinci
adalah sebagai berikut

a. Pengkajian Primer
1) Airway + cervical control
a) Airway
Lidah jatuh kebelakang (coma hipoglikemik), Benda asing/
darah pada rongga mulut
b) Cervical Control : -
2) Breathing + Oxygenation
a) Breathing : Ekspos dada, Evaluasi pernafasan
KAD : Pernafasan kussmaul
HONK : Tidak ada pernafasan Kussmaul (cepat dan dalam)
b) Oxygenation : Kanula, tube, mask
3) Circulation + Hemorrhage control
a) Circulation :
Tanda dan gejala schok
Resusitasi: kristaloid, koloid, akses vena.
b) Hemorrhage control : -
4)Disability : pemeriksaan neurologis è GCS
A : Allert : sadar penuh, respon bagus
V : Voice Respon : kesadaran menurun, berespon thd suara
P : Pain Respons : kesadaran menurun, tdk berespon thd
suara, berespon thd rangsangan nyeri
U : Unresponsive : kesadaran menurun, tdk berespon thd
suara, tdk bersespon thd nyeri
b. Pengkajian Sekunder
Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan
atau penenganan pada pemeriksaan primer.
Pemeriksaan sekunder meliputi:
1) AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event
2) Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe
3) Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang
c. Pemeriksaan Diagnostik
1) Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari
200mg/dl). Biasanya, tes ini dianjurkan untuk pasien yang
menunjukkan kadar glukosa meningkat dibawah kondisi stress.
2) Gula darah puasa normal atau diatas normal.
3) Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
4) Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
5) Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat
menandakan ketidakadekuatan kontrol glikemik dan
peningkatan propensitas pada terjadinya aterosklerosis.
d. Anamnese
1) Keluhan Utama
Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas
pasien mungkin berbau aseton pernapasan kussmaul, poliuri,
polidipsi, penglihatan yang kabur, kelemahan dan sakit kepala
2) Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik,
KAD/ HONK), penyebab terjadinya penyakit (Coma
Hipoglikemik, KAD/ HONK) serta upaya yang telah dilakukan
oleh penderita untuk mengatasinya.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain
yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit
pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun
arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun
obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat keluarga tentang
penyakit, obesitas, riwayat pankreatitis kronik, riwayat
melahirkan anak lebih dari 4 kg, riwayat glukosuria selama
stress (kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi, penyakit) atau
terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik tiasid, kontrasepsi
oral).
5) Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang
dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta
tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
6) Kaji terhadap manifestasi Diabetes Mellitus: poliuria, polidipsia,
polifagia, penurunan berat badan, pruritus vulvular, kelelahan,
gangguan penglihatan, peka rangsang, dan kram otot. Temuan
ini menunjukkan gangguan elektrolit dan terjadinya komplikasi
aterosklerosis.
7) Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan
diagnostik dan tindakan perawatan diri untuk mencegah
komplikasi.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri akut b.d agen injuri biologis (penurunan perfusi jaringan
perifer)
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d.
ketidakmampuan menggunakan glukose (tipe 1)
c. Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b.d.
d. kelebihan intake nutrisi (tipe 2)
e. Defisit Volume Cairan b.d Kehilangan volume cairan secara aktif,
Kegagalan mekanisme pengaturan

1. INTERVENSI

NO DIAGNOSA NOC NIC


1. Nyeri akut NOC: Manajemen nyeri :
berhubungan 1. Tingkat nyeri 1. Lakukan pegkajian
dengan agen 2. Nyeri terkontrol nyeri secara
3. Tingkat kenyamanan komprehensif
injuri biologis Setelah dilakukan asuhan termasuk lokasi,
(penurunan keperawatan selama 3 x 24 karakteristik, durasi,
jam, klien dapat : frekuensi, kualitas
perfusi dan ontro presipitasi.
1. Mengontrol nyeri, 2. Observasi reaksi
jaringan
dengan indikator : nonverbal dari
perifer) Mengenal faktor-faktor ketidaknyamanan.
penyebab 3. Gunakan teknik
- Mengenal onset komunikasi
nyeri terapeutik untuk
- Tindakan mengetahui
pertolongan non pengalaman nyeri
farmakologi klien sebelumnya.
- Menggunakan 4. Kontrol lingkungan
analgetik yang mempengaruhi
- Melaporkan nyeri seperti suhu
gejala-gejala ruangan,
nyeri kepada tim pencahayaan,
kesehatan. kebisingan.
2. Nyeri terkontrol 5. Pilih dan lakukan
Menunjukkan tingkat penanganan nyeri
nyeri, dengan indikator: (farmakologis/non
- Melaporkan nyeri farmakologis).
- Frekuensi nyeri 6. Ajarkan teknik non
- Lamanya episode farmakologis
nyeri (relaksasi, distraksi
- Ekspresi nyeri; dll) untuk mengetasi
wajah nyeri.
- Perubahan respirasi 7. Berikan analgetik
rate untuk mengurangi
- Perubahan tekanan nyeri.
darah 8. Evaluasi tindakan
- Kehilangan nafsu pengurang
makan nyeri/ontrol nyeri.
9. Kolaborasi dengan
dokter bila ada
komplain tentang
pemberian analgetik
tidak berhasil.
Monitor penerimaan
klien tentang
manajemen nyeri.
2 Ketidakseimba Nutritional Status : Food Nutrition Management
ngan nutrisi and Fluid Intake
kurang dari 1. Monitor intake
kebutuhan 1. Intake makanan peroral makanan dan
tubuh b.d. yang adekuat minuman yang
ketidakmampu 2. Intake NGT adekuat dikonsumsi klien
an 3. Intake cairan peroral setiap hari
menggunakan adekuat 2. Tentukan berapa
glukose 4. Intake cairan yang jumlah kalori dan tipe
adekuat zat gizi yang
5. Intake TPN adekuat dibutuhkan dengan
berkolaborasi dengan
ahli gizi
3. Dorong peningkatan
intake kalori, zat besi,
protein dan vitamin C
4. Beri makanan lewat
oral, bila
memungkinkanKaji
kebutuhan klien akan
pemasangan NGT
5. Lepas NGT bila klien
sudah bisa makan
lewat oral
3 Ketidakseimba Nutritional Status : Nutrient Weight Management
ngan nutrisi Intake
lebih dari 1. Diskusikan dengan
kebutuhan 1. Kalori pasien tentang
tubuh b.d. 2. Protein kebiasaan dan budaya
kelebihan 3. Lemak serta faktor hereditas
intake nutrisi 4. Karbohidrat yang mempengaruhi
(tipe 2) 5. Vitamin berat badan.
6. Mineral 2. Diskusikan resiko
7. Zat besi kelebihan berat badan.
8. Kalsium 3. Kaji berat badan ideal
klien.
4. Kaji persentase
normal lemak tubuh
klien.
5. Beri motivasi kepada
klien untuk
menurunkan berat
badan.
6. Timbang berat badan
setiap hari.
7. Buat rencana untuk
menurunkan berat
badan klien.
8. Buat rencana olahraga
untuk klien.
9. Ajari klien untuk diet
sesuai dengan
kebutuhan nutrisinya.

4 Defisit Volume NOC: Fluid management


Cairan b.d
Kehilangan 1. Fluid balance 1. Timbang
volume cairan 2. Hydration popok/pembalut jika
secara aktif, 3. Nutritional Status : Food diperlukan
Kegagalan and Fluid Intake 2. Pertahankan catatan
mekanisme Kriteria Hasil : intake dan output yang
pengaturan 1. Mempertahankan urine akurat
output sesuai dengan 3. Monitor status hidrasi
usia dan BB, BJ urine ( kelembaban membran
normal, HT normal mukosa, nadi adekuat,
2. Tekanan darah, nadi, tekanan darah ortostatik
suhu tubuh dalam batas ), jika diperlukan
normal 4. Monitor vital sign
3. Tidak ada tanda tanda 5. Monitor masukan
dehidrasi, Elastisitas makanan / cairan dan
turgor kulit baik, hitung intake kalori
membran mukosa harian
lembab, tidak ada rasa 6. Kolaborasikan
haus yang berlebihan pemberian cairan IV
7. Monitor status nutrisi
8. Berikan cairan IV pada
suhu ruangan
9. Dorong masukan oral
10. Berikan
penggantian nesogatrik
sesuai output
11. Dorong keluarga
untuk membantu pasien
makan
12. Tawarkan snack
( jus buah, buah segar )
13. Kolaborasi dokter
jika tanda cairan
berlebih muncul
meburuk
14. Atur
kemungkinan tranfusi
Persiapan untuk
tranfusi

4. EVALUASI
a. Nyeri dapat berkurang.
b. Pemenuhan kebutuhan nutrisi terpenuhi.
c. Kelebihan kebutuhan nutrisi dapat teratasi.
d. Kelebihan volume cairan dapat teratasi.
e. Keefektifan perfusi jaringan.

K. Asuhan Keperawatan Paliatif Pada Kasus Pasien DM


Kasus :

Ny. N berumur 42 tahun, seorang ibu rumah tangga dirawat di RS


Margono Soekarjo dengan diagnosa medis Diabetes Militus, dan sudah dirawat
selama 1 minggu. Sebelumnya klien juga pernah dirawat di RS dengan penyakit
yang sama, namun tidak separah yang sekarang. Dari hasil pengkajian klien
mengatakan tidak menyangka penyakitnya bertambah parah klien merasa takut
karena nyeri yang dirasakan. Dari hasil observasi tampak luka gangren pada kaki
kiri klien dan mengeluarkan bau khas yang membuat klien merasa tidak percaya
diri dan sulit beraktivitas.
A. Pengkajain
1. Biodata
a. Identitas klien
1) Nama : Ny. N
2) Umur : 42 tahun
3) Jenis kelamin : Perempuan
4) Agama : Islam
5) Suku/Bangsa : Bugis/Indonesia
6) Kawin/Belum : kawin
7) Pendidikan : SMA
8) Pekerjaan : Ibu rumah tangga
9) Alamat : Kedawung
b. Identitas penanggung jawab
1) Nama : Tn. R
2) Umur : 48 tahun
3) Jenis kelamin : Laki-laki
4) Agama : Islam
5) Suku/Bangsa : Bugis/Indonesia
6) Kawin/Belum : kawin
7) Pendidikan : SLTA
8) Pekerjaan : Wiraswasta
9) Hubungan : Suami
2. Keluhan utama

Pasien mengeluh nyeri didaerah kaki sebelah kiri karena terdapat luka
ganggren.
P : nyeri akibat penyakit
Q : seperti ditusuk-tusuk
R : terdapat ganggren dikaki sebelah kiri
S : skala nyeri 6
T : apabila kaki digerakan
3. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke RS pada tanggal 12 september 2016 dengan keluhan
nyeri akibat luka ganggren yang menyebabkan pasien dan keluarga takut
karena nyeri yang dirasakan dan kondisinya yang semakin parah. Keluhan
tambahan yang dirasakan klien merasa tidak percaya diri dengan
keadaannya sekarang dan pasien merasa kesulitan untuk melakukan
aktivitas sehari-hari karena terdapat gangren di kaki sebelah kiri. Dan
sekarang pasien dirawat di RS MARGONO SOEKARJO dengan diagnosa
Diabetes militus.
4. Riwayat kesehatan masa lalu
Pasien mengalami penyakit Diabetes Militus kronik yang di deritanya
selama 5 tahun yang lalu, terdapat luka gangren dikaki sudah 1 tahun yang
lalu dan akhir-akhir ini semakin parah lukanya, dan sebelumnya klien
pernah dirawat di RS Margono selama 5 hari, Pasien tidak punya riwayat
alergi terhadap obat ataupun makanan dan pasien sudah diimunisasi
lengkap. Pasien mengkonsumsi obat-obatan : Clindamicyn 3 x 500
mg/hari, Metronidazole 3 x 500 mg/hari, Neurosambe 1 x 1 tablet/hari.

5. Riwayat kesehatan keluarga


Pasien mengatakan dari orang tua ada yang menderita penyakit Diabetes
Militus yaitu dari Bapak. Pasien memiliki dua orang anak, satu laki-laki
dan perempuan.

Genogram

Keterangan :

: Laki-Laki

: Perempuan

: Laki -Laki meninggal

: Perempuan meninggal

: Pasien
6. Riwayat psikososial
a. Bahasa yang digunakan
Pasien menggunakan bahasa indonesia dan jawa
b. Persepsi pasien tentang penyakitnya
Pasien mengatakan takut karena nyeri yang dirasa yang tidak kunjung
sembuh dan semakin parah.
c. Konsep diri :
1) Body image
Pasien merasa tidak percaya diri dengan keadaan kakinya
2) Ideal diri
Pasien berkeinginan agar anak-anaknya menjadi orang yang sukses
dan memiliki pekerjaan yang mapan.
3) Harga diri
Pasien merasa dihargai dan dihormati oleh keluarganya.
4) Peran diri
Pasien berperan sebagai seorang ibu
5) Personal identity
Pasien adalah seorang wanita sekaligus ibu yang memiliki 2 orang
anak.
d. Keadaan emosi
Keadaan emosi pasien labil, pasien merasa takut dan kadang
menyalahkan dirinya karena kondisinya.
e. Perhatian terhadap orang lain / lawan bicara
Pasien kurang merespon lawan bicaranya
f. Hubungan dengan keluarga
Hubungan pasien dengan keluarga sangat baik, pasien selalu
menceritakan setiap kejadian kepada keluarganya
g. Hubungan dengan saudara
Hubungan pasien dengan saudara baik-baik saja
h. Kegemaran / hobby
Pasien memiliki hobi berkebun

7. Pola kebiasaan sehari-hari

a. Nutrisi
1) Kebiasaan
a) Pola makan : nasi, lauk dan sayuran
b) Frekuensi makan : 3 x sehari
c) Nafsu makan : Baik
d) Makanan pantang :Tidak
boleh banyak makan yang
manis-manis
e) Minuman dalam sehari : 8 gelas/hari
2) Selama di rumah sakit
a) Pola makan : Diet rendah gula dan tinggi
protein
b) Frekuensi makan : 3 x sehari
c) Makanan pantang : tidak boleh mengkonsumsi
makanan yang mengandung banyak gula.
d) Minuman dalam sehari : 6 - 7 gelas/hari
b. Eliminasi
1) Buang air kecil
Kebiasaan
a) Frekwensi : 5 – 6 x/hari
b) Warna : Kuning
c) Bau : Pesing
Perubahan selama di Rumah sakit
a) Frekwensi sering tapi sedikit – sedikit. Sering BAK
dimalam hari lebih dari 10 kali
b) Karasteristik warna urine klien kuning bau khas
2) Buang air besar
Kebiasaan
a) Frekwensi : 1 x/sehari
b) Warna : Kuning
c) Konsistensi : Lunak

Perubahan selama di RS
a) Frekwensi : 1 x dalam 3 hari.
b) Konsistensi : Lembek.
c. Olah raga dan aktivitas
1) Klien tidak suka olahraga
2) Klien kesulitan dalam melakukan aktivitas, aktivitasnya
sebagian dibantu keluarga
Aktivitas 0 1 2 3 4
Makan 
Toileting 
Berpakaian 
Mobilisasi 
ditempat tidur
Berpindah 
Ambulasi 
Keterangan
0 : mandiri
1 : dibantu sebagian
2 : dibantu orang lain
3 : dibantu orang lain dan alat
4 : ketergantungan total

d. Istirahat dan tidur


Kebiasaan :
1) Tidur malam jam 21.00 bangun jam 05.00
2) Tidur siang jam 14.30 bangun jam 15.30
3) Klien tidak mudah terbangun.
Perubahan selama di rumah sakit :
1) Tidur malam kadang-kadang jam 20.00 bangun jam 04.30
2) Klien sulit tidur karena nyeri

e. Personal hygiene
Kebiasaan :
1) Mandi 2 x sehari.
2) Menyikat gigi 2 x sehari
3) Mencuci rambut 2 x seminggu memakai shampoo
Selama di rumah sakit
1) Aktifitas sebagian dibantu oleh keluarga
8. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum : cukup


b. Kesadaran : composmentis
c. BB : 55Kg, TB : 156cm
d. Tanda-tanda vital
TD : 130/80 mmHg
N : 80 x/menit
SB : 36, 6 0 C
P : 23 x/menit
GDS : 300 mg/dL
e. Kepala
Inspeksi :
1) Warna rambut : hitam sedikit beruban
2) Distribusi rambut : Merata
3) Kulit kepala : Nampak bersih
4) Nampak tidak ada ketombe pada rambut
Palpasi :
1) Tidak ada rasa nyeri tekan pada kepala
2) Tidak ada massa atau benjolan
3) Rambut mudah rontok
f. Muka
Inspeksi :
1) Muka nampak simetris kiri dan kanan
2) Tidak nampak benjolan pada dahi
3) Warna kulit sama sekitarnya
Palpasi :
1) Tida ada massa atau benjolan pada dahi.
2) Tidak ada nyeri tekan
g. Mata
Inspeksi :
1) Sclera : Tidak icterus
2) Conjungtiva : Nampak agak pucat
3) Pupil : Isokor
4) Bola mata : Dapat bergerak ke segala arah
Palpasi :
1) Tidak ada nyeri tekan pada bola mata
2) Tidak ada peningkatan tekanan intra okuler
h. Hidung
Inspeksi :
1) Lubang hidung simetris kiri dan kanan
2) Tidak nampak adanya deviasi pada septum
3) Tidak ada peradangan atau lesi
4) Mukosa hidung tampak lembab
Palpasi :
1) Tidak ada rasa nyeri tekan pada sinus maxillaris, etmoidalis,
frontalis.
2) Tidak teraba adanya massa atau benjolan.
i. Telinga
Inspeksi :
1) Tidak ada pengeluaran cairan pada lubang telinga
2) Tidak tampak adanya serumen
3) Tidak ada peradangan atau lesi
4) Nampak simetris kiri dan kanan
5) Klien tidak memakai alat bantu pendengaran
Palpasi :
1) Tidak ada nyeri tekan pada tragus dan pinna
2) Tidak ada nyeri tekan pada mastoid
j. Rongga mulut
Inspeksi :
1) Lidah : nampak agak kotor
2) Bibir : Nampak agak kotor
k. Leher
Inspeksi :
1) Tidak nampak adanya pembesaran pada kelenjar limfe
2) Tidak tampak adanya pembesaran kelenjar tyroid
3) Tidak tampak adanya bendungan pada vena jugularis
4) Tidak ada peradangan atau lesi.
Palpasi :
1) Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar lymfe.
2) Tidak teraba adanya pembesaran pada kelenjar tyroid
3) Tidak teraba adanya bendungan pada vena jugularis
4) Tidak teraba adanya kelenjar atau massa.
l. Thoraks dan paru
Inspeksi :
1) Bentuk dada normal chest/simetris kiri dan kanan
2) Pergerakan dada mengikuti irama pernafasan
3) Irama pernafasan teratur
4) Frekuensi pernafasan 20 x/menit
Palpasi :
1) Tidak teraba adanya massa atau benjolan
2) Tidak ada nyeri tekan pada dada
3) Ekspansi pernafasan seimbang kiri dan kanan
Auskultasi
1) Bunyi pernafasan vesikuler pada semua lapang paru
2) Tidak ada bunyi tambahan
Perkusi
1) Bunyi semua resonan pada semua lapang paru
2) Batas paru ICS 3, 4, 5 sisi dada kiri dengan bunyi resonan ke
pekak
m. Jantung
Inspeksi :
1) Ictus cordis tidak nampak pada ICS 5 sisi kiri
Palpasi :
1) Ictus cordis teraba pada ICS 5 sisi sebelah kiri.
Perkusi
1)Batas jantung dengan paru-paru pada ICS 3, 4, 5 dengan bunyi
resonan ke pekak.
Auskultasi
1) Bunyi jantung I : Terdengar murni dan teratur
2) Bunyi jantung II : Terdengar murni dan teratur
3) Tidak ada bunyi tambahan
n. Abdomen
Inspeksi :
1) Tidak nampak adanya massa atau benjolan
2) Tidak ada bekas luka di perut
3) Nampak simetris kiri dan kanan
Auskultasi :
1) Peristaltik usus 6 x/menit
2) Bunyi bising usus tidak terdengar
Perkusi :
1)Bunyi tympani : Pada kwadran kiri atas, bawah, sisi kanan atas
bunyi pekak.
Palpasi :
1) Tidak teraba adanya massa/benjolan
2) Hati dan lympa tidak teraba
3) Tidak ada nyeri tekan pada abdomen
o. Genetalia
Terpasang DC
p. Ekstremitas
1) Ekstrimitas atas
Inspeksi :
a) Nampak simetris kiri dan kanan
b) Tidak ada atrofi atau oedema
c) Nampak fleksi pada sendi kiri dan kanan
d) Kuku nampak agak kotor.
Palpasi
a) Tidak teraba adanya benjolan
b) Tidak ada nyeri tekan
c) Tidak ada bunyi krepitasi
2) Ekstrimitas bawah
Inspeksi :
a) Nampak simetris kiri dan kanan
b) Ada oedema atau pembengkakan pada kedua kaki
c) Nampak luka ganggren pada kaki kiri
Palpasi
a) Ada nyeri tekan pada kaki sebelah kiri

9. Harapan klien/ keluarga sehubungan dengan penyakit


Keluarga dan klien berharap bahwa klien klien akan mendapatkan
pelayanan yang baik dan akan segera sembuh.

B. ANALISA DATA

NO DATA FOKUS PROBLEM ETIOLOGI


1 DS Nyeri akut Agen
injury fisik
Pasien mengatakan nyeri pada kaki sebelah kiri.

P : nyeri akibat luka ganggren di kaki

Q : seperti ditusuk-tusuk

R : terdapat ganggren dikaki seblah kiri

S : skala nyeri 6

T : apabila kaki digerakan

DO

a. Pasien nampak menahan nyeri, pucat

TD : 130/80 mmHg
N : 80 x/menit
SB : 36, 6 0 C
P : 23 x/menit
2. DS Intoleransi Kelemahan
aktivitas umum
Pasien mengatakan aktivitas dibantu oleh
keluarganya dan pasien merasa lemas

DO

Aktivitas 0 1 2 3 4
Makan 
Toileting 
Berpakaian 
Mobilisasi 
ditempat tidur
Berpindah 
Ambulasi 

Keterangan

0 : mandiri
1 : dibantu sebagian
2 : dibantu orang lain
3 : dibantu orang lain dan alat
4 : ketergantungan total

3 DS Ketakutan Faktor dari


luar (nyeri)
Pasin mengatakan takut karena rasa nyeri yang
dialami

DO

Pasien nampak tegang dan keluar kreringat


dingin, anoreksia, pucat, mual

TD : 130/80 mmHg
N : 80 x/menit
P : 20 x/menit
4 DS Gangguan Perubahan
citra tubuh dalam
Pasien mengatakan merasa tidak percaya diri
penampilan
dengan bentuk kakinya saat ini
( luka
DO ganggren

Terdapat luka ganggren di kaki sebelah kiri )

yang mengeluarkan bau tidak sedap

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelmahan fisik

3. Takut berhubungan dengan faktor dari luar (nyeri)

4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam penampilan (


terdapat luka ganggren)

D. INTERVENSI

DX NOC NIC
I NOC Pain manajement
 Pain level 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
 Pain control
komprehensif
 Comfort level
2. Jelaskan pada pasien penyebab
Setelah dilakukan tindakan
nyeri
keperawatan 1x24 jam
3. Kolaborasi dokter pemberian
diharapkan nyeri akut berkurang
obat anti analgetik
dengan kriteria hasil : 4. Lakukan tekhnik
nonfarmakoligis ( relaksasi,nafas
1. Klien mampu
dalam)
mengontrol nyeri 5. Tingkatkan istirahat
2. Melaporkan bahwa
nyeri berkurang
3. Mampu mengenali
nyeri
4. Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang

2. NOC Activity Terapi


Self care : ADL 1. Observasi adanya pembatasan
Intoleransi aktivitas
klien dalam melakukan aktivitas
Konservasi energi
2. Kaji adanya faktor yang
Setelah dilakukan tindakan
menyebabkan kelelahan fisik
keperawatan 1x24 jam
dan emosi
diharapkan pasien bertoleransi
3. Monitor pola tidur dan lamanya
terhadap aktivitas dengan kriteria
tidur/istirahat pasien
hasil : 4. Kolaborasi dengan tenaga
 Berpartisipasi dalam aktivitas
rehabilitasi medik dalam
fisik tampa disertai merencankan program terapi
peningkatan tekanan darah, yang tepat
nadi dan RR 5. Bantu klien untuk
 Mampu melakukan aktivitas mengidentifikasi aktivitas yang
sehari-hari secara mandiri mampu dilakukan
 Keseimvbangan aktivitas dan
istirahat
3. NOC Coping enhancement
Anxiety control 1. jelaskan pada pasien tentang
Fear control proses penyakit
Setalah dilakukan tindakan 2. Jelaskan semua tes dan
keperawatan 1x24 jam pengobatan pada pasien dan
diharapkan Takut pasien teratasi keluarga
3. Sediakan perawatan yang
dengan kriteria hasil :
1. Memiliki informasi untuk berkesinambungan
4. Dorong mengungkapkan
mengurangi takut
2. Menggunakan teknik relaksasi secara verbal, perasaan,
3. Mempertahankan hubungan
persepsi dan ras takutnya
sosial dan fungsi peran 5. Perkenalkan dengan orang
4. Mengontrol respon takut
yang mengalami penyakit
sama
6. Dorong klien untuk
mempraktekan teknik
relaksasi

4. Body image Body image enhancement


Self esteem 1. Kaji secara verbal dan non
Setelah dilakukan tindakan
verbal respon klien terhadap
keperawatan 1x24 jam
tubuhnya
diharapkan gangguan citra tubuh 2. Monitor frekuensi mengkritik
teratasi dengan kriteria hasil : dirinya
1. Body image positif 3. Jelaskan tentang pengobatan,
2. Mampu mengidentifikasi
perawatan, kemajuan dan
kekuatan personal
prognosis penyakit
3. Mendeskripsikan secara
4. Dorong klien mengungkapkan
faktual perubahan fungsi
perasaannya
tubuh
4. Mempertahankan interaksi
sosial

E. IMPLEMENTASI

No Tgl/jam Dx Implementasi Respon Paraf

1. 12 sept I,II,III Mengkaji nyeri pasien P : nyeri akibat perawat


2016
08.00 luka ganggren di kaki
Q : seperti
ditusuk-tusuk
R :terdapat
ganggren dikaki
seblah kiri
S : skala nyeri 5
T : apabila kaki
digerakan

2. 08.30 I,II,III Monitor TTV TD :130/80 mmHg Perawat


N : 80 x/menit
SB : 36, 6 0 C
P : 23 x/menit

3. 09.00 I Menjelaskan kepada pasien Pasien kooperatif Perawat


tentang penyebab nyeri

4. 09.30 I,III Mengajarkan teknik nafas dalam Pasien dapat Perawat


melakukan teknik
nafas dalam

5. 09.45 I,III Menjelaskan tentangproses Pasien dan keluarga perawat


perawatan, pengobatan kepada meminta supaya
diberikan perawatan
pasien secara jelas yang terbaik

6. 10.00 I Menganjurkan pasien untuk Pasien terlihat dapat Perawat


istirahat beristirahat

7. 11.00 IV Membantu pasien melakukan Pasien merasa senang Perawat


perkenalan dengan sesama bisa berbincang-
pasien yang mengalami penyakit bincang
yang sama
8. 11.30 IV Membantu pasien untuk Pasien mengatakan Perawat
mengungkapkan perasaannya takut dengan
keadaaannya yang
semakin parah

9. 13.00 II Mengkaji adanya pembatasan Pasien tidak mampu Perawat


klien dalam melakukan aktivitas mlakukan aktivitas
secara mandiri

10. 13.00 II Membantu klien untuk Pasien hanya mampu Perawat


mengidentifikasi aktivitas yang makan/minum secara
mampu dilakukan mandiri

F. EVALUASI

DX TANGGAL CATATAN PERKEMBANGAN PARAF


I 13 sep 2016 S : pasien mengatakan masih nyeri dada Perawat
P: nyeri akibat luka ganggren di kaki
Q: seperti ditusuk-tusuk
R: terdapat ganggren dikaki seblah kiri
S: skala nyeri 5
T: apabila kaki digerakan
O : pasien nampak menahan nyeri, dan masih
terlihat pucat

TD : 130/80 mmHg
N : 80 x/menit
SB : 36, 6 0 C
P : 23 x/menit

II Perawat
A : masalah nyeri belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
Kaji tingkat nyeri, ciptakan lingkungan nyaman,
dan monitor TTV pasien

S : Pasien mengatakan kesulitan dalam


melakukan aktivitas
O : Pasien terlihat diabantu keluarga saat
beraktivitas

Aktivitas 0 1 2 3 4
Makan 
Toileting 
Berpakaian 
Mobilisasi 
ditempat tidur
Berpindah 
III Ambulasi  Perawat
Keterangan
0 : mandiri
1 : dibantu sebagian
2 : dibantu orang lain
3 : dibantu orang lain dan alat
4 : ketergantungan total
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
IV 1. Kaji adanya faktor yang menyebabkan Perawat
kelelahan fisik dan emosi

S : pasien mengatakan perasaan takut masih ada

O : pasien nampak keluar keringat dimgin


TD : 130/80 mmHg
N : 80 x/menit
P : 23 x/menit
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
1. Membantu pasien mengungkapkan
secara verbal, perasaan, persepsi dan ras
takutnya
2. Membantu klien untuk mempraktekan
teknik relaksasi

S : pasien mengatakan sudah mulai percaya diri


dengan keadaan kakinya
O : Terdapat luka ganggren di kaki sebelah kiri
yang mengeluarkan bau tidak sedap
A : masalah sebagian teratasi
P : hentikan intervensi

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit kronik yang menimbulkan
gangguan multisistem dan mempunyai karakteristik hyperglikemia yang
disebabkan defisiensi insulin atau kerja insulin yang tidak adekuat.
2. Pengkajian data penyakit Diabetes Mellitus dapat memberikan hasil
bervariasi antara pasien satu dengan yang lain. Pada umumnya data dan
gejala yang ditemukan timbul sebagai akibat terjadinya kekurangan insulin
sehingga glukosa tidak masuk ke dalam sel.
3. Perawatan dan pengobatan Diabetes Mellitus terdiri dari diet, yang
merupakan hal yang sangat berperan, latihan fisik yang tepat, obat-obatan
dan juga pendidikan kesehatan mengenai penyakit tersebut.
B. SARAN
Setelah mengetahui tentang penyakit Diabetes Mellitus serta
komplikasi yang ada maka klien perlu menyadari keadaan dirinya, sehingga
perlu melakukan kontrol yang efektif mungkin untuk mencegah terjadinya
peningkatan gula darah dan diharapkan keluarga dapat bekerja sama dalam
hal ini.

DAFTAR PUSTAKA

Bare & Suzanne, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2,

(Edisi 8), EGC, Jakarta

Carpenito, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, (Edisi 2),

EGC, Jakarta

Corwin,. J. Elizabeth, 2001, Patofisiologi, EGC, Jakarta

Doenges, E. Marilynn dan MF. Moorhouse, 2001, Rencana Asuhan

Keperawatan, (Edisi III), EGC, Jakarta.

Hotma Purmoharjo, SKp, 1994, Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan


Sistem Endokrin, EGC, Jakarta.
Marylinn E. Doenges, dkk, 1994, Rencana Asuhan Keperawatan Dengan
Gangguan Sistem Endokrin, EGC Jakarta.

S-ar putea să vă placă și