Sunteți pe pagina 1din 6

Case Report

“FILARIASIS INFECTION IN AN ADULT WOMEN POST LOST FOLLOW UP OF MASS


DRUG ADMINISTRATION”
(“INFEKSI FILARIASIS PADA SEORANG WANITA DEWASA PASCA KEGAGALAN
TINDAK LANJUT PEMBERIAN OBAT PENCEGAHAN MASSAL”)

Sigit Nugroho Wicaksono*, M. Sabir**

*Medical Doctor Program Student, Faculty of Medicine, Tadulako University


**Departement of Microbiology, Faculty of Medicine, Tadulako University

ABSTRACT

Introduction: Filariasis (lymphatic filariasis) due to microfilaria is an infectious disease in the


tropical countries of the world, Central Sulawesi is an endemic filariasis region, there’s POPM to
break the chain of transmission. Failure in this program can affect the level of filariasis transmission.
Case report: An adult woman with lymphatic filariasis in the left leg, 4 years earlier the patient
attended a screening program from POPM officers and received prophylactic medication. However,
the patient only received 1 time POPM, in the next year patient claimed to never again received
POPM, in the second year the patient began to experience fever complaints followed by swelling in
his left leg which remained until now. Discussion: POPM refers to the MDA program by WHO which
aims to break the chain of transmission of filariasis by giving antifilaria & antiparasitic drugs
annually for 5 consecutive years accompanied by curative treatment in patients with filariasis. In the
case of patients initially not infected with filariasis and received POPM, but only in the first year
alone, two years after, the patient was infected with filariasis, this proved that the patient had
filariasis due to uncontrolled amounts of microfilariae. Patients don’t receive antifilaria drugs due
to the unavailability of drugs at the first level health facilities, so that the infection process to
continues. Conclusion: failure to follow up the POPM (MDA) program causes the possibility of
individuals being infected with filariasis. So It’s necessary to evaluate the implementation of the
POPM program in Central Sulawesi.

ABSTRAK

Latar belakang: Filariasis (Lymphatic filariasis) akibat microfilaria adalah salah satu penyakit
infeksi menular pada negara-negara tropis dunia, Sulawesi tengah merupakan wilayah endemic
filariasis, pemerintah melakukan POPM untuk memutus rantai penularan. Kegagalan dalam program
ini dapat berpengaruh terhadap tingkat penularan filariasis. Laporan kasus: Seorang wanita dewasa
dengan lymphatic filariasis pada kaki kiri sejak 2 tahun yang lalu, 4 tahun sebelumnya pasien
mengikuti program screening dari petugas POPM dan menerima pemberian obat profilaksis. Namun,
pasien hanya mendapat 1 kali POPM, pada tahun berikutnya pasien mengaku tidak pernah lagi
mendapat POPM ataupun kunjungan lanjutan hingga saat ini, pada tahun kedua pasien mulai
mengalami keluhan demam yang disusul dengan pembengkakan pada kaki kirinya yang menetap
hingga saat ini. Diskusi: POPM merujuk pada program MDA oleh WHO bertujuan untuk memutus
rantai penularan filariasis dengan pemberan obat antifilaria & antiparasit setiap tahunnya selama 5
tahun berturut-turut disertai dengan pengobatan kuratif pada penderita filariasis. Pada kasus pasien
awalnya tidak terinfeksi filariasis dan menerima POPM, namun hanya pada tahun pertama saja, dua
tahun setelahnya pasien terinfeksi filariasis, hal ini membuktikan bahwa pasien sudah tertular
filariasis akibat jumlah microfilaria yang tidak terkontrol. Pasien tidak menerima obat antifilaria
akibat ketidaktersediaan obat di fasilitas kesehatan tingkat pertama, sehingga proses infeksi masih
terus berjalan hingga saat ini. Kesimpulan: kegagalan tindak lanjut program POPM menyebabkan
kemungkinan individu tertular dan terinfeksi filariasis. Sehingga dirasa perlu untuk mengevaluasi
pelaksanaan program POPM di Sulawesi Tengah.

1. PENDAHULUAN kiri yang dialami sejak 2 tahun yang lalu,


Filariasis dikenal juga sebagai penyakit kaki saat ini pasien mulai merasakan sedikit
gajah (Lymphatic Filariasis)(1) akibat pembengkakan pada kaki kanannya sejak 6
microfilaria dengan vektor nyamuk bulan yang lalu. Pada riwayat penyakit
Anopheles albimanus(2) yang dominan sebelumnya pasien menyatakan 2 tahun
ditemukan pada daerah-daerah tropis di yang lalu awalnya pasien menderita demam
seluruh dunia.(3) Indonesia saat ini sedang yang hilang-timbul selama 2 bulan dan rasa
menghadapi masalah pengendalian penyakit nyeri pada otot-otot kakinya yang perlahan
menular (emerging infection disease), disisi diikuti dengan pembengkakan pada paha
lain Indonesia merupakan negara beriklim kirinya, keluhan disertai dengan mual-
tropis sehingga menjadikannya sebagai muntah, pusing dan sakit kepala. Selang
salah satu wilayah dengan sebaran kasus beberapa bulan kaki kiri mulai membengkak
filariasis yang cukup besar.(4,5) Tercatat seluruhnya dan menetap hingga saat ini,
sekitar 1.103 juta orang di dunia menderita pasien mengaku sulit berjalan dan
filariasis per tahun 2014, dengan kasus pada melakukan aktivitas fisik sehingga
632 juta (57%) penduduk yang tinggal di mengharuskan pasien kehilangan
Asia tenggara (9 negara endemis). Indonesia pekerjaannya. Pasien mengaku bahwa
dilaporkan terdapat lebih dari 14.932 tetangga pasien juga mengalami hal yang
penderita filariasis.(3) Provinsi Sulawesi serupa dengan pasien sejak 4 tahun yang
tengah sejak tahun 2002-2014 tercatat lalu.
sebanyak 161 kasus yang menjadikannya
berada pada peringkat 17 kasus filariasis se-
Indonesia. Prevalensi rata-rata kasus hingga
tahun 2015 sebesar 4,7%, jika mata rantai
penularan pada daerah endemis tidak diatasi,
dikhawatirkan akan terjadi peningkatan
kasus hingga 4.807.148 orang.(4) Untuk
memutus mata rantai penularan filariasis
telah dicetuskan sebuah usaha Mass Drug
Administration / pemberian obat massal
(MDA) oleh WHO dan dilaksanakan oleh
seluruh negara-negara dunia salah satunya
Gambar 1. Pasien
Indonesia, sehingga kegagalan pada usaha
ini akan memberikan pengaruh pada
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-
pemutusan rantai penularan penyakit.(3)
tanda vital pasien dalam keadaan normal.
Namun pada ekstremitas bawah ditemukan
2. LAPORAN KASUS
adanya pitting edema ekstremitas inferior
Seorang wanita (35 tahun) datang ke
sinitra disertai dengan pembesaran kelenjar
puskesmas Kaleke dengan keluhan keram
limfatik (lymphedema) pada regio inguinal
pada kaki kiri yang dirasakan hilang-timbul
sinistra yang tidak teraba nyeri. Range of
sejak 1 tahun yang lalu. Pasien juga
Motion (ROM) pasien terbatas, serta
mengeluh adanya pembengkakan pada kaki
ditemukan adanya hiperpigmentasi dan 3. DISKUSI
likenifikasi kulit. Filariasis adalah salah satu penyakit terbesar
akibat parasite di banyak negara-negara
tropis maupun subtropis, filariasis tergolong
kedalam penyakit yang mudah menular.(6)
Penyakit ini masuk dalam kategori
Neglected Tropical Disease (NTD) atau
dikenal sebagai penyakit tropis negara
tertinggal,(2) filariasis dapat disebabkan oleh
beberapa jenis parasite seperti (a)
Wuchereria bancrofti yang ditemukan
disepanjang benua Afrika, Asia, Amerika
Selatan dan Amerika Tengah dan parasir ini
bertanggung jawab terhadap 90% kasus
filariasis dunia; (b) Brugia malayi dan B.
timori yang terbatas hanya didapatkan pada
Asia Selatan dan Wilayah Indonesia Timur.
Parasit ini dibawa oleh vektor nyamuk
Anopheles yang kemudian menginfeksi
manusia.(7)
Siklus kehidupan parasit filariasis dibagi
kedalam stadium nyamuk (stadium larvatik)
Gambar 2. Elephantiasis (Lymphedema dan stadium manusia (stadium microfilaria).
filariasis) pada Kaki Kiri Pada stadium larva, awalnya nyamuk
Anopheles akan mengingesti microfilaria
Sekitar 4 tahun yang lalu, pasien mengaku pada seseorang yang menderita filariasis,
didatangi oleh petugas dari dinas kesehatan kemudian microfilaria tersebut akan
setempat dan dilakukan pemeriksaan serta menghasilkan larvanya didalam tubuh
pengambilan sampel darah untuk kemudian vektor, larva kemudian berkembang hingga
dilakukan pemeriksaan. Setelah beberapa siap untuk menginfeksi.(2) Vector akan
minggu kemudian, petugas tersebut datang menyalurkan larva tersebut kepada hospes
kembali dengan memberikan obat Diethyl baru ketika menyerang manusia, larva
Carbamazine Citrate (DEC) dan masuk melalui kulit dan mulai berkembang
Albendazole, pasien meminum obat tersebut menjadi cacing filaria dewasa di dalam
ketika petugas pemberi obat telah pulang, system limfatik dan kemudian
obat-obat tersebut merupakan obat-obat memperbanyak diri hingga menyebar
pertama yang diterima pasien, dan pasien keseluruh system peredaran darah dalam
mengaku belum pernah mendapatkan obat- bentuk microfilaria sehingga siap untuk
obat tersebut lagi hingga saat ini. Pasien juga berada pada vector selanjutnya.(5)
mengaku tidak mengetahui/diberitahu
bahwa obat tersebut akan diterima setiap
tahun hingga 5 tahun. Pasien kemudian
berobat ke puskesmas dan mendapatkan
Vitamin B Complex, kemudian pasien
kembali melakukan pemeriksaan sampel
darah oleh petugas dan menurut hasil
pemeriksaan pasien mengaku diberitahukan
bahwa ia akan mendapatkan obat tambahan
dari dinas kesehatan, namun hingga saat ini
pasien belum mendapatkan obat tersebut.

Gambar 3. Siklus Hidup Microfilaria (2)


Seseorang yang terinfeksi oleh cacing filaria tepinya. Dengan adanya penemuan ini maka
dapat dikatakan sebagai pengidap dapat ditegakkan diagnosa Filariasis pada
microfilaraemic atau amicrofilaeremic pasien.(1)
tergantung terhadap ada atau tidaknya World Health Organization (WHO) telah
temuan cacing flaria dalam apusan darah menetapkan bahwa penyakit infeksi
tepinya. Secara cepat, diagnosis filariasis filariasis merupakan salah satu penyebab
(microfilaraemic) dapat ditegakkan melalui utama kecacatan permanen dalam jangka
adanya temuan cacing filaria pada apusan Panjang di seluruh dunia yang mendorong
darah tepi atau dikenal dengan metode WHO melakukan deklarasi mengenai
Survei Darah Jari (SDJ).(1) Sementara kasus program eliminasi filariasis pada tahun 2002
filariasis tersembunyi (amicrofilaraemic) dengan metode MDA (Mass Drug
ditegakkan ketika hasil SDJ tidak ditemukan Administration) yang bertujuan untuk
adanya cacing filaria namun bukti infeksi memutus mata rantai penularan filariasis
dapat dibuktikan dengan adanya penemuan menggunakan pengobatan profilaktif yang
antigen spefisik cacing filaria yang beredar diberikan secara massal pada wilayah-
dalam darah, tentunya metode diagnosa ini wilayah terdata endemic filariasis.(5)
jauh membutuhkan waktu lebih lama Berdasarkan hal tersebut, Indonesia secara
dibandingkan dengan metode SDJ.(8) khusus menjalankan program eliminiasi
Pada kasus ini, pasien merupakan seorang filariasis dengan metode POPM (Pemberian
wanita dewasa berusia 35 tahun dengan Obat Pencegahan Massal) yakni dengan
keluhan kaki kiri yang terasa keram dan pemberian Obat DEC (Diethyl Carbamazine
membengkak sejak 2 tahun yang lalu. Dari Citrate) dan Albendazole(3) pada setiap
hasil pemeriksaan fisik ditemukan pitting individu yang berada pada wilayah-wilayah
edema ekstremitas inferior sinitra disertai yang diindikasi sebagai wilayah endemic
dengan pembesaran kelenjar limfatik filariasis, dengan konsep pemberian obat
(lymphedema) pada regio inguinal sinistra dilakukan setiap tahun selama 5 tahun
yang tidak teraba nyeri. Ditemukan adanya berturut-turut.(5,7)
hiperpigmentasi dan likenifikasi kulit. Hal Desa kaleke kabupaten sigi provinsi
tersebut cukup khas ditemukan pada Sulawesi tengah merupakan salah satu
penderita filariasis, didukung dengan daerah yang tercatat sebagai wilayah
pernyataan pasien bahwa sekitar 2 tahun endemis filariasis, sehingga pada wilayah ini
yang lalu sebelum pasien mengalami dilakukan kegiatan POPM. Hal ini sesuai
keluhan utamanya saat ini, pasien mengaku dengan pengakuan pasien yang menyatakan
awalnya mengalami demam yang hilang- ia pernah mendapat kunjungan petugas
timbul, nyeri pada otot-otot khususnya pada kesehatan yang melakukan pemeriksaan
otot tungkai bawah, mual dan muntah. SDJ kemudian diikuti dengan pemberian
Gejala-gejala ini merupakan gejala awal dari Obat DEC dan Albendazole, namun pasien
adanya infeksi cacing filaria didalam tubuh mengaku hanya 1 kali saja mendapatkan
pasien. Setelah itu pasien mulai merasakan obat tersebut hingga saat ini. Hal ini
adanya pembengkakan pada area inguinal merupakan salah satu tanda telah terjadi
dan perlahan mulai membengkak pada kegagalan tindak lanjut pada program
seluruh tungkai kirinya, perubahan ini dapat POPM, kegagalan ini dapat berujung kepada
mengindikasikan bahwa telah terjadi proses gagalnya usaha pemutusan mata rantai
obstruksi (penyumbatan) oleh cacing filaria penularan filariasis yang merupakan tujuan
dewasa didalam saluran limfatik pasien utama dari program ini, hal ini dapat di
sehingga menyebabkan lymphedema atau hubungkan dengan Pasien yang kemudian
elephantiasis (kaki gajah). Keadaan ini menderita Infeksi Filariasis hingga
disadari mulai mengganggu produktivitas mengalami elephantiasis pada kaki kirinya 2
pasien sehingga pasien memutuskan untuk tahun pasca POPM yang ia peroleh. Seperti
memeriksakan diri di Puskesmas Kaleke, diketahui bahwa pemberian DEC bertujuan
hasil pemeriksaan SDJ pasien menyatakan untuk membunuh microfilaria dalam tubuh
ditemukan cacing filaria pada apusan darah yang didukung dengan pemberian Bersama
Albendazole sehingga microfilaria tidak pasien dan memperparah kondisi pasien
memiliki waktu untuk berkembang hingga hingga menurunkan kualitas hidup pasien,
dewasa dan menimbulkan infeksi lanjutan,(1) hal ini sudah mulai ditandai dengan keluhan
sehingga POPM harus dilakukan dalam pasien yang mengatakan bahwa kaki
jangka waktu 5 tahun berturut-turut yang kanannya sudah mulai mengalami
diiringi dengan memberikan pengobatan pembengkakan sejak 6 bulan yang lalu, ini
kuratif pada pasien dengan infeksi filariasis berarti kemungkinan telah terjadi
postif apabila ditemukan, sehingga dapat penyebaran parasit hingga ke tungkai
menurunkan kemungkinan penyebaran kanannya.(6)
parasite dari setiap karier ke individu non-
karier. Maka dapat diperkirakan apabila 4. KESIMPULAN
terjadi kegagalan keberlanjutan pencegahan Berdasarkan uraian-uraian diatas, dapat
akan menyebabkan kemungkinan terjadinya disimpulkan bahwa pasien menderita infeksi
celah penularan infeksi kembali terbuka, filariasis yang kemungkinan besar
seperti yang dialami oleh pasien. (7) dipengaruhi oleh dua masalah besar, yakni
Konsep pengobatan dan pencegahan massal kegagalan tindak lanjut program POPM
ini telah diteliti oleh beberapa penelitian dan sehingga menyebabkan pasien tertular dan
masih ditemukan beberapa konflik terinfeksi filariasis; dan pasien yang tidak
didalamnya sehingga berpengaruh terhadap mendapatkan pengobatan filariasis akibat
tingkat keberhasilan pelaksanaannya, pada ketidaktersediaan obat antifilaria (DEC)
umumnya MDA / POPM akan pada Puskesmas diwilayah pasien. Hal ini
memanfaatkan kader-kader atau pihak dapat menjadi sebuah titik acuan mengenai
pemerintah desa/wilayah untuk melakukan perlunya dilakukan evaluasi lebih lanjut
sosialisasi dan pendataan awal dikarenakan terhadap pelaksanaan Program POPM
jumlah sumber daya dari pihak terkait tidak filariasis dan mengenai pertimbangan untuk
cukup.(9) Hal ini membuat beberapa individu penyediaan obat-obatan antifilaria pada
mengalami krisis kepercayaan sehingga fasilitas pelayanan tingkat pertama
dapat menolak berpartisipasi dalam program (puskesmas) di daerah-daerah dengan status
mulai dari screening, proses konsumsi obat endemis filariasis mengingat masalah ini
bahkan hingga kepada evaluasi tahap tidak hanya melibatkan satu individu saja
lanjutan. Konsep ini juga memiliki melainkan melibatkan sebuah sistem
kekurangan seperti dapat terjadinya kesehatan masyarakat secara luas dan
kesalahan pemberian obat yang sesuai dosis tentunya akan memberi dampak besar
akibat jumlah penerima obat yang terlalu terhadap berhasil atau tidaknya program
banyak.(10) eliminasi filariasis di Indonesia, khususnya
Masalah berikutnya adalah pengobatan yang wilayah Sulawesi Tengah.
diterima oleh pasien setelah ia didiagnosa
dengan filariasis dengan microfilaria positif, 5. PERSETUJUAN
namun hingga saat ini pasien belum Penulis telah menerima persetujuan dari
mendapat pengobatan sesuai prosedur yakni pasien dalam bentuk informed consent.
Tablet DEC 3x100 mg selama 12 hari
berturut-turut yang diakui terjadi karena obat 6. UCAPAN TERIMAKASIH
tersebut hanya dapat diberikan oleh pihak Penulis mengucapkan terimakasih banyak
dinas kesehatan terkait secara langsung.(1) kepada seluruh staff Puskesmas Kaleke,
Pihak Puskesmas memang tidak Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah
menyediakan Obat tersebut dalam daftar dan seluruh unit terkait dalam proses
obat wajib di Apotiknya dikarenakan obat penyusunan laporan kasus ini.
tersebut tidak dialokasikan meskipun telah
diketahui salah satu wilayah jangkauan kerja 7. KONFLIK KEPENTINGAN
Puskesmas Kaleke adalah wilayah endemik Penulis menyatakan bahwa tidak terdapat
filariasis. Keadaan ini dapat menyebabkan konflik kepentingan yang terdapat pada
parasit dapat terus berkembang dalam tubuh tulisan ini.
8. REFERENSI 10. Kisoka WJ, TersbøL BP, Meyrowitsch
DW, Simonsen PE, Mushi DL. Community
1. Kemenkes-RI. Penanggulangan
Members’ Perceptions Of Mass Drug
Filariasis. 94 2014.
Administration For Control Of Lymphatic
2. Barry MA, Murray KO, Hotez PJ, Jones Filariasis In Rural And Urban Tanzania. Journal
KM. Impact of vectorborne parasitic neglected of Biosocial Science. 2016 Jan;48(01):94–112.
tropical diseases on child health. Archives of
Disease in Childhood. 2016 Jul;101(7):640–7.
3. Kemenkes-RI. Infodatin Menuju
Eliminasi Filariasis 2020. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI; 2015.
4. Kemenkes-RI. Infodatin Situasi Filariasis
di Indonesia Tahun 2015. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI; 2016.
5. WHO WHO. Lymphatic Filariasis: a
Handbook for International Elimination
Programmes. Geneva: World Health
Organization; 2013.
6. Pal S, Mondal S, Pradhan R, Bose K,
Chakrabarti S, Sikder M. Cytological findings of
microfilariae in different sites: A retrospective
review of 22 cases from endemic region.
Tropical Parasitology. 2018;8(1):24.
7. Kisoka WJ, Simonsen PE, Malecela MN,
Tersbøl BP, Mushi DL, Meyrowitsch DW.
Factors Influencing Drug Uptake during Mass
Drug Administration for Control of Lymphatic
Filariasis in Rural and Urban Tanzania.
Munirathinam G, editor. PLoS ONE. 2014 Oct
8;9(10):e109316.
8. Haldar D, Mandal D, Sarkar G, Sarkar S,
Sinha A, Ghosh D. Is the coverage of mass-drug-
administration adequate for elimination of
Bancroftian filariasis? An experience from West
Bengal, India. Tropical Parasitology.
2015;5(1):42.
9. Kisoka W, Mushi D, Meyrowitsch DW,
Malecela M, Simonsen PE, Tersbøl BP.
Dilemmas Of Community-Directed Mass Drug
Administration For Lymphatic Filariasis
Control: A Qualitative Study From Urban And
Rural Tanzania. Journal of Biosocial Science.
2017 Jul;49(04):447–62.

S-ar putea să vă placă și