Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
Disusun Oleh :
1. Vonny Nurul Khasanah, S.Kep 131813143036
2. Wahyu Dwi Septianengtias, S.Kep 131813143103
3. Widya Fathul Jannah, S.Kep 131813143107
4. Yenis Anggi Prastiwi, S.Kep 131813143100
5. Yeni Rahayu, S.Kep 131813143039
6. Yolanda Eka Maulida, S.Kep 131813143042
Disahkan,
27 Desember 2018
Menyetujui,
Mengetahui,
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................ 3
1.4 Manfaat Penulisan .............................................................................. 3
BAB 2 TINJAUAN TEORI ........................................................................... 4
2.1 Pengertian Malformasi Anorektal ...................................................... 4
2.2 Etiologi Malformasi Anorektal .......................................................... 5
2.3 Patofisiologi Malformasi Anorektal ................................................... 5
2.4 Klasifikasi Klinis Malformasi Anorektal ........................................... 6
2.5 Komplikasi Malformasi Anorektal .................................................... 7
2.6 Penatalaksanaan Malformasi Anorektal ............................................. 8
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN UMUM.............................................. 12
3.1 Pengkajian .......................................................................................... 12
3.2 Pemeriksaan Fisik .............................................................................. 13
3.3 Diagnosa Keperawatan....................................................................... 13
3.4 Rencana Intervensi Asuhan Keperawatan .......................................... 13
BAB 4 ASUHAN KEPERAWATAN KASUS ............................................. 17
4.1 Pengkajian .......................................................................................... 17
4.2 Analisa Data ....................................................................................... 22
4.3 Diagnosa Keperawatan....................................................................... 24
4.4 Intervensi Keperawatan ...................................................................... 25
4.5 Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan ......................................... 28
BAB 5 PEMBAHASAN ............................................................................... 34
BAB 6 PENUTUP ......................................................................................... 37
6.1 Kesmpulan ........................................................................................ 37
6.2 Saran ................................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 38
WOC .............................................................................................................. 39
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Penatalaksanaan malformasi anorektal tergantung dari klasifikasinya
dan derajat kelainannya. Malformasi anorektal memiliki tingkat mortalitas yang
rendah dan morbiditas yang tinggi dengan hasil penatalaksanaan letak rendah yang
lebih baik dibandingkan malformasi anorektal letak tinggi. Pada malformasi
anorektal letak tinggi atau intermediet dilakukan kolostomi terlebih dahulu
yang bertujuan untuk dekompresi dan diversi, pada tahap berikutnya dilakukan
operasi definitif. Sedangkan pada malformasi anorektal letak rendah dapat
langsung dilakukan anoplasti tanpa kolostomi. Manajemen dari malformasi
anorektal periode neonatal sangatlah krusial karena akan menetukan masa
depan dari sang anak. Keputusan yang paling tepat adalah pasien memerlukan
kolostomi dan diversi urin untuk mencegah sepsis dan asidosis metabolik.
Dengan pemahaman yang lebih baik tentang anatominya, diagnosis yang lebih
cepat dari malformasi anorektal dan defek yang berkaitan dan bertambahnya
pengalaman dalam memanajemen, akan didapatkan dengan hasil yang lebih
baik.
2
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan proposal seminar ini adalah sebagai berikut:
1. Menjelaskan pengertian dari malformasi anorektal
2. Menjelaskan penyebab dari malformasi anorektal
3. Menjelaskan manifestasi klinik dari malformasi anorektal
4. Menjelaskan patofisiologi dari malformasi anorektal
5. Menjelaskan pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada malformasi
anorektal
6. Menjelaskan penatalaksanaan yang bisa dilakukan pada malformasi
anorektal
7. Menjelaskan konsep asuhan keperawatan pada malformasi anorektal
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
Proposal seminar kasus ini diharapkan mampu menambah pengetahuan
perawat terutama pada pemberian asuhan keperawatan di bidang keperawatan
anak, yaitu pasien dengan malformasi anorektal
1.4.2 Manfaat Praktis
Proposal seminar kasus ini dapat digunakan sebagai tambahan pengetahuan
dan pembelajaran pada petugas kesehatan yang ada di klinis di RSUD Dr.
Soetomo Surabaya, terutama jika ada kasus yang sama.
3
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI .F DENGAN ATRESIA
ANI/MALFORMASI ANORECTAL
1. PENGERTIAN
Malformasi anorektal adalah suatu kelainan malformasi congenital dimana
tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada bagian anus atau tertutupnya
anus secara abnormal atau dengan kata lain tidak ada lubang secara tetap pada
daerah anus. (Hidayat , A.Aziz Alimul.2006:26)
Malformasi anorektal (anus imperforate) adalah malformasi congenital
dimana rectum tidak mempunyai lubang keluar. Anus tidak ada, abnormal atau
ektopik. Kelainan anorektal umum pada laki-laki dan perempuan memperlihatkan
hubungan kelainan anorektal rendah dan tinggi diantara usus, muskulus levator
ani, kulit, uretra dan vagina (Donna L.Wong,2004 :520)
Malformasi anorektal adalah kelainan bawaan anus yang disebabkan oleh
ganggan pertumbuhan dan pembentukan anus dari tonjolan embrionik. (Manjoer
Arif, dkk. 2003:379)
Dari pengertian diatas bisa dapat disimpulkan bahwa marformasi anorektal
adalah suatu kelainan congenital dan tidak lengkapnya perkembangan embrionik
dimana rectum tidak mempunyai lubang keluar yang disebabkan oleh gangguan
pertumbuhan dan pembentukan anus.
4
kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi
dan pengerasan feses akan terjadi. Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa
menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami
kekurangan dalam pengendalian otot yahng penting untuk menunda BAB.
2) ANUS
Merupakan lubang di ujung slauran pencernaan, dimana bahan limbah
keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan
sebagian lainnya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot
sphincter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar –
BAB), yang merupakan fungsi utama anus.
2. ETIOLOGI
Malformasi Anus
Gangguan pertumbuhan dan fusi serta pembentukan anus dari tonjolan
embrionik.
Malformasi Rektum
Gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum dan sinus urogenital
serta gangguan perkembangan septum anorektal yang memisahkannya
(terjadi fistel) (Mansjoer, 2000)
3. PATOFISIOLOGI
Kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fungsi dan
pembentukan anus dari tonjolan embrionik. Begitu juga pada malformasi rektum
berawal dari gangguan pemisahan kloaka jadi rektum dan sinus urogenital dan
perkembangan septum unorektal yang memisahkannya. Kedua malformasi
membentuk fistel-fistel yang menghambat pengeluaran mekonium kolon sehingga
terjadi obstruksi usus yang nampak gambaran perut kembung, distensi abdomen,
muntah dengan cairan mula-mula berwarna hijau kemudian bercampur tinja.
Distensi abdomen yang terjadi menyebabkan penekanan intra abdomen ke torakal
sehingga klien mengalami gangguan pola nafas.
5
Kegagalan pengeluaran mekonium menimbulkan refluks kolon sehingga
muntah-muntah didukung ketidak normalan anus serta rektum. Hal ini
mengganggu pola eliminasi feses. Malformasi harus segera ditangani yang
pertama untuk tindakan sementara dengan kolostomi baru kemudian dilakukan
pembedahan definitif sesuai dengan letak defeknya. Pasca pembedahan pasien
tirah baring lama-kelamaan akan menyebabkan intoleransi aktivitas. Adanya
perlukaan pada jaringan akan menimbulkan nyeri serta resiko tinggi infeksi
karena luka merupakan part entry kuman.
Selain itu juga menimbulkan kerusakan integritas kulit. Anestesi yang
diberikan juga mempengaruhi penurunan fungsi organ, misal penurunan sistem
pernafasan, penurunan fungsi jantung dan penurunan peristaltik usus.
(Nelson, 1999)
4. KLASIFIKASI
Klasifikasi Wingspread (1984), berdasarkan consensus internasional
menghasilkan modifikasi sebagai berikut:
Penggolongan anatomis untuk terapi dan prognosis:
Laki-laki:
Golongan I Tindakan
6
Invertogram adalah teknik pengambilan foto untuk menilai jarak puntung distal
rectum terhadap marka anus dikulit peritoneum.
Golongan II Tindakan
Perempuan:
Golongan I Tindakan
Golongan II Tindakan
5. KOMPLIKASI
Asidosis hiperkloremia
Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan
Komplikasi jangka panjang
Eversi mukosa anal
7
Stenosis (akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis)
Masalah atau kelambatan yang baerhubungan dengan toilet training
Inkontinensia (akibat stenosis anal atau impaksi)
Prolaps mukosa anorektal (menyebabkan inkontinensia dan rembesan
persisten)
Fistula kambuhan (karena tegangan di area pembedahan dan infeksi).
(Cecily, 2009:294)
6. PENATALAKSANAAN MEDIS
Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan
keparahan defek. Semakin tinggi lesi, semakin rumit prosedur pengobatannya.
Untuk anomaly tinggi, dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir. Bedah
definitifnya, yaitu anoplasti perineal (prosedur penarikan perineum abdominal),
umumnya ditunda 3-12 bulan.
Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi waktu pada pelvis untuk
membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga
memungkinkan bayi untuk menambah berat badannya dan bertambah baik status
nutrisinya. Lesi rendah diatasi dengan menarik kantong rectal melalui sfingter
sampai lubang pada kulit ananl. Fistula, bila ada harus ditutup. Defek
membranosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal. Membran
tersebut dilubangi dengan hemostat atau scalpel.
Pada kebanyakan kasus, pengobatan malformasi anorektal memerlukan
dua tahap tindakan pembedahan. Untuk defek ringan sampai sedang, prognosisnya
baik. Defeknya dapat diperbaiki, peristalsis dan kontinensia normal juga dapat
diperolah. Defek yang lebih berat umumnya disertai anomaly lain, dan hal
tersebut akan menambah masalah pada hasil tindakan pembedahan. Anus
imperforata biasanya memerlukan operasi sedang untuk membuka pasase feses.
Tergantung pada beratnya imperforate, salah satu tindakan adalah
anoplasti perineal atau colostomy : prosedur operasi termasuk menghubungkan
bagian atas colon dengan dinding anterior abdomen, pasien ditinggalkan dengan
lubang abdomen disebut stoma. Lubang ini dibentuk dari ujung usus besar melalui
insisi dan sutura ke kulit.
8
Setelah colostomy, feses dibuang dari tubuh pasien melalui stoma, dan
terkumpul dalam kantong yang melekat pada abdomen yang diganti bila perlu.
Pengobatan pada anus malformasi anorektal juga dapat dilakukan dengan jalan
operasi PSARP (Posterio Sagital Anorectoplasy). Teknik ini punya akurasi tinggi
untuk membuka lipatan bokong pasien. Teknik ini merupakan ganti dari teknik
lama yaitu Abdomino Perineal Poli Through (APPT). Teknik lama ini mempunyai
resiko gagal tinggi karena harus membuka dinding abdomen.
Kolostomi
Kolostomi pada kolon desendens merupakan prosedur yang ideal untuk
penatalaksanaan awal malformasi anorktal. Tindakan kolostomi merupakan upaya
dekomprasi, diversi, dan sebagai proteksi terhadap kemungkinan terjadinya
obstruksi usus. Kolostomi pada kolon desendens mempunyai beberapa
keuntungan disbanding dengan kolostomi pada kolon asendens atau transversum.
Bagian distal dari kolostomi akan mengalami disfungsi dan akan terjadi atropi
karena tidak digunakan. Dengan kolostomi pada kolon desendens maka segmen
yang akan mengalami disfungsi menjadi lebih pendek. Atropi dari segmen distal
akan berakibat tejadinya diare cair sampai dilakukan peneutupan stoma dan hal ini
dapat diminimalkan dengan melakukan kolostomi pada kolon desendens.
Pembersihan mekanik kolon distal lebih mudah dilakukan jika kolostomi terletak
di bagian kolon desendens.
Pada kasus dengan fistel anorektal, urin sering keluar melalui kolon, untuk
kolostomi distal akan keluar memalui stoma bagian distal tanpa danya absorbs.
Bila stoma terletak di kolon proksimal, urin akan keluar ke kolon dan akan
diabsorbsi, hal ini akan meningkatkan resiko terjadinya asidosis metabolic. Loop
kolostomi akan menyebabkan aliran urin dari stoma proksimal ke distal usus dan
terjadi infeksi saluran kencing serta pelebaran distal rectum. Distensi rectum yang
lama akan menyebabkan kerusakan dinding usus yang irreversible disertai dengan
kelainan hipomotilitas dinding usus yang menetap, hal ini akan menyebabkan
konstipasi di kemudian hari. Double barrel transversocolostomy dextra dengan
tujuan dekomprasi dan diversi memiliki keuntungan antara lain :
9
1. Meninggalkan seluruh kolon kiri bebeas pada saat tindakan definitf tidak
menimbulkan kesulitan
2. Tidak terlalu sulit dikerjakan
3. Stoma distal dapat berlaku sebagaimana muara pelepasan secret kolon
distal
4. Feses kolon kanan relative tidak berbau dibanding kolon kiri oleh karena
pembusukan feses.
5. Dimungkinkan irigasi dan pengosongan dari kantong rectum yang buntu
10
pada atresia ani dengan fistel rektovestibular. Full PSARP dilakukan pada atresia
ani letak tinggi, dengan gambaran invertogram akhir rectum lebih dari 1 cm dari
kulit, pada fistelrektovaginalis, fistel rekto uretralis, atresia rectum, dan stenosis
rectum.
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan colok dubur, pada atresia rectum, jari tidak masuk lebih 1–2
cm.
Protosigmoidoskopi, anoskopi, radiografi lateral terbalik.
Urogram intravena; sistourethrogram: dilakukan pada waktu miksi harus
dilakukan karena seringnya malformasi traktuf urinarius menyertai
anomali ini.
Rontgenologis kolumna vertebralis: untuk mengetahui kelainan yang
menyertai yaitu anomali vertebra.
Pemeriksaan inspeksi dan palpasi daerah perineum secara dini.
Ultrasound: dapat digunakan untuk menentukan letak kantong rektal.
Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rektal dengan cara menusukkan
jarum tersebut sambil melakukan aspirasi; jika mekonium tidak keluar
pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm, defek itu disebut defek tingkat tinggi
11
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas: sering teradi pada bayi baru lahir (1 : 5000 – 10000 kelahiran),
sering terjadi pada bayi laki-laki daripada perempuan.
2. Keluhan utama: tidak ada lubang anus, adanya kembung dan terjadi
muntah
3. Riwayat Penyakit sekarang: Pada pengkajian keperawatan dapat
ditemukan penyumbatan anus (anus tidak normal), tidak adanya
mekonium, adanya kembung dan terjadi muntah pada 24 – 8 jam setelah
lahir. Pada bayi laki-laki pada fistula urinaria didapatkan mekonium pada
urin. Pada bayi perempuan dengan fistula urogenital ditemukan mekonium
pada vagina.
4. Riwayat kesehatan masa lalu:
a. Riwayat Parental
Kesehatan ibu selama hamil, kapan hari pertama haid terakhir
(HPHT), imunisasi TT, nutrisi selama kehamilan dan kebiasaan atau
perilaku ibu sewaktu hamil yang merugikan bagi perkembangan dan
pertumbuhan janin (merokok, minum kopi, minum minuman keras,
mengonsumsi narkoba dan obat-obatan secara sembarangan).
b. Riwayat intranatal
Lamanya kehamilan, jenis dan lamanya partus, jenis pertolongan
persalinan, berat adan lahir, keadaan bayi awal, awal timbulnya
pernafasan, tangisan pertama dan tindakan khusus, skor APGAR
(warna, sianosis, pucat, ikterik).
c. Riwayat neonatal
Mucus yang berlebihan paralisis, konvulsi, demam, kelainan
kongenital, kesulitan menghisap, kesulitan pemberian makan atau
ASI.
5. Riwayat penyakit keluarga : faktor keturunan tidak signifikan, 5%
diperkirakan autosomal dominan.
6. Keadaan umum pasien: Keadaan umum lemah dan dapat membaik.
12
B. Pemeriksaan fisik
1. Breating (B1 = pernafasan)
Kaji adanya pernafasan cepat dan dangkal
2 . Bleeding (B2 = kardiovaskuler)
Kaji adanya takikardia, hipotensi, dan leukositosis
2. Brain (B3 = persarafan)
Kaji adanya fungsi serebral dan kranial pada pasien.
4. Blader (B4 = perkemihan)
Biasanya pasien dengan post op PSARP dipasang dower kateter pada laki-
laki bentuk genetalia eksterna utuh, kaji apakah sudah disirkumisi,
frekuensi BAK dan kelancarannya, adanya fistula.
5. Bowel (B5 = pencernaan)
Kaji adanya bising usus melemah atau menghilang. Adanya distendid
abdomen, tekstur kulit lembut dan mengkilat. Pada saat palpasi apakah
adanya pembesaran atau massa, kelemapan kulit kering, turgor kulit cepat
kembali setelah dicabut, tidak ada pembesaran hepar dan limpa. Pada saat
auskultasi terdengar bising usus. Pada saat perkusi apakah ada bunyi
timpani atau danles. Pasien biasanya juga mengalami muntah.
6. Bone (B6 = tulang-otot-integumen)
Pada sistem ini tidak ada gangguan spesifik yang menyertai MAR. Kaji
ROM, kekuatan otot dan refleks, penurunan turgor kulit dan peningkatan
suhu tubuh.
C. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan terhambatnya ekspansi paru
2. Nyeri akut berhubungan dengan distensi abdomen
3. Hipovolemia berhubungan dengan mual muntah
4. Defisit nutrisi berhubungan dengan mual muntah
5. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakmampuan pengeluaran feses
13
D. Rencana Asuhan Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan terhambatnya ekspansi paru
Tujuan: setalah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x 1 jam,pola nafas
tidak efektif dapat teratasi.
Kriteria hasil:
a. Suara nafas normal
b. Tidak ada merintih
c. Tidak ada retraksi dinding dada
d. TTV rentang normal (RR : 40 – 60 x/menit; HR : 110 – 140x/menit, T :
36,5°C – 37,5°C)
Intervensi keperawatan:
a) Posisikan kepala pasien lebih tinggi dari kaki
b) Pasang sonde terbuka (untuk mengurangi distensi)
c) Lakukan penilaian gangguan nafas menggunakan Down Score
d) Kolaborasi pemberian oksigen dengan tim medis lain
e) Observasi respirasi dan status oksigen
f) Observasi lingkar abdomen
g) Informasikan keluarga tentang tindakan keperawatan yang akan
dilakukan
h) Monitor TTV
14
c) Kolaborasi pemberian analgetik
d) Berikan posisi senyaman mungkin untuk pasien
e) Tingkatkan nutrisi pada pasien secara optimal
f) Edukasi keluarga pasien untuk meningkatkan istirahat pada pasien.
15
Intervensi:
a) Observasi BB
b) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian nutrisi yang sesuai
c) Cek hasil albumin dan Hb
d) Edukasi keluarga tentang tindakan prosedural keperawatan yang akan
disesuai dengan masalah defisit nutrisi (TPN)
e) Monitor turgor kulit pada pasien
f) Monitor mual dan muntah yang terjadi pada pasien
16
17
BAB 4
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
DATA BAYI
1. Reflek
Moro (√) Menggenggam (√) Menghisap (√) Startle (√)
Tonik leher (√) Neck-righting (√) Reflek Gallant (√)
2. Tonus Aktivitas
a. Aktif (√) Tenang ( ) Letargi ( ) Kejang ( )
b. Menangis keras (√) Lemah ( ) melengking ( ) Sulit menangis ( )
3. Kepala/leher
a. Fontanel Anterior: Lunak ( ) Tegas (√)
Datar (√) Menonjol ( ) cekung ( )
b. Sutura Sagitalis: Tepat (√) Terpisah ( ) Menjauh ( )
c. Gambaran wajah: simetris (√) Asimetris ( )
d. Molding: caput sucedanum ( ) cephalohematoma ( )
Lingkar kepala: 33 cm
4. Mata
Bersih (√) Sekresi ( )
5. THT
a. Telinga: Normal (√) Abnormal ( )
b. Hidung: Normal (√) Abnormal ( )
6. Abdomen
a. Lunak ( ) Tegas (√) Datar ( ) Kembung (√) Distensi (√)
b. Lingkar perut: 31 cm
c. Liver: Kurang 2 cm (√) lebih 2 cm ( )
7. Toraks
a. Simetris (√) Asimetris ( )
b. Retraksi: Ada ( ) Tidak ada ( )
c. Klavikula: Normal ( ) Abnormal ( )
d. Terdapat kelainan skoliosis
18
8. Paru-paru
a. Suara napas dextra & sinistra: Sama (√) Tidak sama ( )
b. Bunyi napas di semua lapang paru: Terdengar (√) Tidak terdengar ( )
Menurun ( )
c. Suara napas: Bersih (√) Ronchi ( ) Rales ( ) Sekresi ( )
d. Respirasi: Spontan (√)
e. RR: 44 x/menit
9. Jantung
a. Bunyi: Normal sinus rhythm (√) HR: 142 x/menit
b. Waktu pengisian kapiler: 3 detik
10. Ekstremitas
a. Gerakan bebas (√) ROM terbatas ( ) Tidak terkaji
b. Ekstremitas atas: Normal (√) Abnormal ( )
c. Ekstremitas Bawah: Normal (√) Abnormal ( )
d. Panggul: Normal (√) Abnormal ( )
e. Nadi perifer: Brakial kanan keras, brakial kiri keras, femoral kanan,
femoral kiri keras.
11. Umbilikus
Normal (√) Abnormal ( )
Inflamasi ( ) Drainase ( )
Jumlah pembuluh darah: tidak terkaji
12. Genital
Perempuan normal (√) Laki-laki normal ( ) Abnormal ( )
13. Anus
Paten ( ) Imperforata (√)
Keterangan: BAB melalui lubang dibelakang vagina, fistel didalam,
vestibulum di vagina posterior
14. Spina
Normal ( ) Abnormal (√)
Keterangan: terdapat skoliosis
15. Kulit
a. Warna: Pink ( ) Pucat () Jaundice ( )
Sianosis pada Kuku () Sirkumoral (√)
Periorbital () Seluruh tubuh ( )
b. Tanda lahir: tidak ada
16. Suhu
a. Lingkungan
Penghangat radian ( ) Pengaturan suhu (√)
Inkubator (√) Suhu ruang ( ) Boks terbuka ( )
b. Suhu kulit: 36,8˚C
19
DATA IBU
Nama Ibu : Ny. S
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMA
Alamat : Madura
DATA AYAH
Nama Ayah : Tn. M
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Pendidikan : SMA
20
DATA TAMBAHAN
PEMERIKSAAN PENUNJANG
HASIL LAB: 7/12/2018
1. Glukosa darah : 286 mg/dl (<100mg/dl)
2. Kreatinin serum: 3,07 mg/dl ( 0,5-1,20)
3. SGOT: 198 U/l (<41)
4. BUN: 14 mg/dl (10-20)
5. SGPT: 18 U/L (P: 0-35)
6. Total bilirubin :6,20 mg/dl (0,2-1,0)
7. Bilirubin darah : 0,47 mg/l ( <0,2)
8. CRP Kimia : 3,2 mg/dl (0-10)
9. Kalsium: 8,3 mg/dl ( 8,5-10,1)
10. WBC: 18,80 x 103/UL (3,37-10)
11. RBC: 4,52 x106 /UL(3,60-5,46)
12. HGB: 13,9 g/dl (P:11,0-14,7)
13. HCT: 47,7% (P:35,2-46,7)
14. Neu: 62%
15. Lymph: 26,6%
16. Mono%: 7,1%
17. Baso%: 0,5%
18. Kalium: 5 mmol/l (3,8-5,0)
19. Natrium: 139 mmol/l (136-144)
20. Klorida: 101 mmol/l (97-103)
21
Terapi yang diperoleh
1. Cairan IV (TPN) 1 x 24 jam/via pump
a. D10 258 Ml
b. Aminosteril 6% 8ml
c. Smolifid 20% 40ml
d. NaCl 15% 2 ml
e. KCL 7,46% 1 Ml
f. Ca Gluconas 10% 3 ml
g. MgSO4 20% 1 ml
h. Soluvit 1 ml
i. Vitalipid 4ml
2. Ampicilin 150 mg/IV tiap 12 jam
21
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ANALISIS DATA
22
hijau, dan berlendir
22
23
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
24
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
RENCANA INTERVENSI
25
Rabu/12 08.00 Diagnosa: Resiko ketidakseimbangan elektrolit 1. Pasang OGT terbuka
Desember (D.0037) berhubungan dengan muntah 2.Miringkan bayi jika terjadi muntah
2018 Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3.Monitor tanda-tanda vital,
4.Monitor jumlah dan warna muntah bayi
selama menunggu acara operasi tidak muncul masalah
5. Monitor hasil lab elektrolit bayi
ketidakseimbangan elektrolit 6. Monitor tanda-tanda dehidrasi
7. Edukasi keluarga terkait tindakan yang diberikan
Kriteria hasil: 8. Kolaborasi pemberian cairan IV (TPN)
a. Bayi tidak muntah
b. Tidak ada tanda dehidrasi,elastisitas turgor kulit
baik, membran mukosa lembab, tidak pucat
c. Ttv dalam batas normal
N: 140-160 x /menit
RR: 40-60x/menit
Suhu: 36,5-37,5’C
d. Crt <2 detik
e. Hasil pemeriksaan elektrolit dalam batas normal
Natrium (136-144 mmol/l)
Kalium (3,8-5,0 mmol/l)
Klorida (97-103 mmol/l)
26
Rabu/12 08.00 Diagnosa: Resiko infeksi (D.0142) berhubungan 1. Berikan lingkungan yang bersih dan kering pada
Desember dengan peningkatan paparan organisme patogen akibat bayi
2018 penumpukan feses 2.Pertahankan keadaan bayi dalam keadaan bersih
3.Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan
keperawatan
selama menunggu acara operasi tidak ada infeksi 4.Ajarkan keluarga untuk cuci tangan setiap
sekunder/ sepsis sebelum dan sesudah menyentuh bayi
Kriteria Hasil : 5.Pertahankan lingkungan aseptik selama
1. Ttv dalam batas normal pemasangan alat
N: 140-160 x /menit 6.Ganti letak IV line setelah 3 hari pemasangan
RR: 40-60x/menit 7. Monitor tanda-tanda vital sesuaiNe Born Early
Suhu: 36,5-37,5’C Wearning System (NEWS)
2. Hasil lab sel darah putih dalam batas normal 8.Edukasi keluarga terkait terapi yang diberikan
WBC (3,37-10) 9.Kolaborasi pemberian antibiotik
NEU % (39,8-70,5 %)
LYMP (23,1-49,9 %)
MONO (0,6-5,4 %)
BASO (0,3-1,4 %)
27
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
28
Rabu/ 12 2 09.30 1. Mengecek OGT yang telah terpasang 12.00 S:-
Desember (OGT Masih terpasang, keluar cairan O:1. Bayi masih muntah ±3cc
2018/Shift Pagi hijau ±3cc dari OGT)
2. Tidak ada tanda-tanda
2. Memberikan posisi miring selama bayi
10.05 dehidrasi
muntah
10.10 3. Melakukan monitor tanda-tanda 3. TTV:
dehidrasi RR: 45x/menit
(Bayi tidak pucat, terpasang cairan IV Suhu: 37’C
via pump, CRT 2 detik) N: 145 x/menit
10.20 4. Memberikan edukasi terkait tindakan 4. CRT 2 detik
yang diberikan
A: Resiko ketidakseimbangan
elektrolit
P:-Bayi tidak muntah
-Tidak dehidrasi
-Keluarga dapat menangani saat
bayi muntah
Rabu/ 12 3 08.20 1. Membersihkan incubator bayi 12.00 S:-
Desember 08.25 2. Mengajarkan keluarga cuci tangan O:1. Tanda-tanda vital
2018/Shift Pagi yang benar RR: 45x/menit
08.45 Suhu: 37’C
3. Mengecek IV line
10.00 4. Memberikan obat antibiotic N: 145 x/menit
ampiciline 150 mg IV/12 jam A: Resiko Infeksi
11.00 5. Mengganti popok bayi yang sudah P: Tidak terjadi infeksi sekunder
penuh
29
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
30
Kamis/13 2 1. Mengecek OGT yang telah terpasang 12.00 S:-
Desember (OGT Masih terpasang, tidak keluar O:1. Bayi masih muntah ±3cc
2018/Shift Pagi cairan hijau)
2. Tidak ada tanda-tanda
2. Melakukan monitor tanda-tanda
dehidrasi
dehidrasi
(Bayi tidak pucat, terpasang cairan IV 3. TTV:
via pump, CRT 2 detik) RR: 44x/menit
4. Melakukan observasi tanda-tanda vital Suhu: 37’C
RR: 46x/menit N: 156 x/menit
Suhu: 36,8’C 4. CRT 2 detik
N: 146 x/menit A: Resiko ketidakseimbangan
elektrolit
P:-Bayi tidak muntah
-Tidak dehidrasi
-Keluarga dapat menangani saat
bayi muntah
Kamis/13 3 1. Membersihkan incubator bayi 12.00 S:-
Desember 2. Mengajarkan keluarga cuci tangan O:1. Tanda-tanda vital
2018/Shift Pagi yang benar RR: 44x/menit
3. Mengecek IV line Suhu: 37’C
4. Memberikan obat antibiotic N: 156 x/menit
ampiciline 150 mg IV/12 jam A: Resiko Infeksi
5. Mengganti popok bayi yang sudah P: Tidak terjadi infeksi sekunder
penuh
6. . Melakukan observasi tanda-tanda
vital
RR: 46x/menit
Suhu: 36,8’C
N: 146 x/menit
31
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
32
Jumat/14 2 1. Mengecek OGT yang telah terpasang 12.00 S:-
Desember (OGT dikeluarkan oleh bayi) O:1. Bayi masih muntah ±1cc
2018/Shift Pagi 2. Melakukan monitor tanda-tanda
2. Tidak ada tanda-tanda
dehidrasi
dehidrasi
(Bayi tidak pucat, terpasang cairan IV
via pump, CRT 2 detik) 3. TTV:
4. Melakukan observasi tanda-tanda vital RR: 44x/menit
RR: 45x/menit Suhu: 37’C
Suhu: 37’C N: 145 x/menit
N: 144 x/menit 4. CRT 2 detik
5. Melakukan pemasangan OGT A: Resiko ketidakseimbangan
(Keluar cairan muntah ± 15cc) elektrolit
P:-Bayi tidak muntah
-Tidak dehidrasi
-Keluarga dapat menangani saat
bayi muntah
Jumat/14 3 1. Membersihkan incubator bayi 12.00 S:-
Desember 2. Mengajarkan keluarga cuci tangan O:1. Tanda-tanda vital
2018/Shift Pagi yang benar RR: 44x/menit
3. Mengecek IV line Suhu: 37’C
4. Memberikan obat antibiotic N: 156 x/menit
ampiciline 150 mg IV/12 jam A: Resiko Infeksi
5. Mengganti popok bayi yang sudah P: Tidak terjadi infeksi sekunder
penuh
6. Melakukan observasi tanda-tanda vital
RR: 45x/menit
Suhu: 37’C
N: 144 x/menit
33
BAB 5
PEMBAHASAN
34
distraksi dengan memberikan empeng atau sukrossa untuk mengalihkan rasa nyeri
yang terjadi pada bayi.
5.2.2 Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit
Definisi:Berisiko mengalami perubahan kadar serum elektrolit
Masalah Keperawatan Kasus: masalah resiko ketidakseimbangan elektrolit pada
klien, disebabkan karena klien mengalami muntah. DO: RR = 44 x/menit, suhu
36,8˚C, HR = 142 x/menit, CRT = 2 detik, hasil lab elektrolit; kalium = 5 mmol
(3,8-5,0), natrium = 129 mmol (136-144), klorida = 101 mmol (97-107).
Intervensi yang sudah diimplementasikan pada By. S :memonitor tanda-tanda
vital, memonitor tanda-tanda dehidrasi, memonitor OGT yang teleh terpasang
(terpasang dengan benar/tercabut), memberikan posisi miring selama bayi muntah
serta memberikan edukasi kepada keluarga terkait tindakan perawatan yang
diberikan.
5.2.3 Risiko Infeksi
Definisi :Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik.
Masalah Keperawatan Kasus :Masalah keperawatan risiko infeksi yang diangkat
pada klien disebabkan karena terjadinya penumpukan feses didalam tubuh bayi
disebabkan bayi yang tidak memiliki anus dan bayi ketika BAB mengeluarkannya
melalui vagina dan intensitas kotoran yang dikeluarkan hanya sedikit dan tidak
adekuat. Akibat dari pengeluaran feses yang tidak adekuat tersebut menyebabkan
feses menumpuk dalam tubuh bayi, dan penumpukan feses tersebut menyebabkan
timbulnya risiko infeksi karena kotoran menumpuk sehingga dapat menimbulkan
adanya bakteri yang tidak dapat dikeluarkan dengan baik. Hal ini di dukung dengan
hasil pengkajian di dapatkan data keadaan umum lemah, hasil observasi tanda-
tanda vital S : 36,8℃; HR : 142 ×/menit; RR : 44 ×/menit.
Intervensi yang sudah diimplementasikan pada By. S: adalahmenempatkan bayi
dalam inkubator dan memposisikan bayi senyaman mungkin, membersihkan
inkubator bayi dan mempertahankan lingkungan bayi tetap bersih dan aseptik, cuci
tangan setiap sebelum dam sesudah melakukan tindakan dalam merawat bayi,
mengajarkan ibu cuci tangan dengan benar 6 langkah sebelum menyentuh atau
menggendong bayi, mengganti popok bayi yang terkenan urine atau feses dan
35
mengganti alas tempat tidur bayi pada inkubator jika basah, observasi keadaan
umum bayi dan tanda-tanda vital bayi sesuai dengan EWS, kolaborasi dengan
pemberian obat antibiotik (ampiciline 150 mg/ IV/ 12 jam), kolaborasi dengan
rencana dilakukan tindakan pembedahan pembuatan kolostomi untuk dapat
mencegah risiko infeksi lebih berlanjut.
36
BAB 6
PENUTUP
6.1 KESIMPULAN
Malformasi anorektal (MAR) adalah suatu kelainan congenital dan tidak
lengkapnya perkembangan embrionik dimana rectum tidak mempunyai lubang
keluar yang disebabkan oleh gangguan pertumbuhan dan pembentukan anus.
Masalah keperawatan yang ditemukan disesuaikan dengan intervensi yang akan
diterapkan, sehingga masalah keperaatan bisa teratasi dnegan baik dan benar.
Berdasarkan hasil tindakan keperatawatan, semua masalah keperaatan klien belum
teratasi dengan baik dan perlu dilanjutkan intervensi untuk mengatasi masalah yang
terjadi pada pasien.
6.2 SARAN
1. Diharapkan mampu melakukan pengkajian lebih dalam terkait riwayat kehamilan
ibu pasien, terutama yang berhubungan dengan kondisi penyakit.
2. Intervensi yang dilakukan pada klien banyak yang bersifat mandiri dan beberapa
kolaborasi untuk mengatasi masalah yang terjadi.
37
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta: EGC
Doenges, Marilynn E., Moorhouse, Mary Frances & Geissler, Alice C. 2000. Rencana
Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid 1. Jakarta:
Media Aesculapius.
Price, Sylvia A & Lorraine M Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2016. Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI.
38
Lampiran 1 : WOC
WOC MALFORMASI ANOREKTAL
Obat dan bahan Infeksi Ibu Agen fisik Faktor Ibu Kelainan kromosom
kimia yang
memiliki efek
teratogenik
Rubella, Cytomegalovirus, Radiasi,Hipertermia DM, Epilepsi,
Toksoplasmosis yang terlalu lama Phenylketonuria
Malformasi anorektal
Laki-laki Perempuan
Tindakan Operatif:
Kolostomi Retrouretra Retrovagina Retrovestibulum
Penumpukan bakteri
Distensi abdomen ditempat penumpukan
feses
Menekan ekspansi paru-paru ↑Tekanan intraabdominal MK: Resiko
Infeksi
MK: Pola nafas tidak Muntah
MK: Nyeri Akut
efektif
MK: Resiko MK: Defisit Nutrisi
Ketidakseimbangan
38
Elektrolit
Dampak Hospitalisasi
Orangtua Anak
MK : Kurang MK : Ansietas
MK: Ansietas
pengetahuan
40