Sunteți pe pagina 1din 16

HUKUM MENJUAL HAK SUARA PADA

PEMILUKADA DALAM PERSPEKTIF FIQH SIYÂSI


M. Hasbi Umar
Fakultas Syariah IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
Jl. Jambi-Muara Bulian KM. 16 Mendalo Muaro Jambi 36136
Email: Hasbi_umar@yahoo.com

Abstract: Voting Right on Election In the Perspective of Fiqh Siyâsi (Political Law). Factually, the
political condition which is emerging today is really loaded with the political interests, money politic
becomes a trend in every Direct Local Election (Pemilukada); voting right is traded. The practice
of money politic has occurred in many areas. This violation is very anxious since it is utilized as an
instrument of winning in direct election. Consequently, the suffrage of citizens is hijacked by the
interest of the candidate. The practice of money politic can occur during the campaign and prior to
the vote. Unfortunately, in some cases, the election officers also involve in such practice. Then there is
a sale and purchase of votes which led to fraud in determining and stipulating of votes acquisition and
potentially might alter the electability of candidates. The real loss of money politic is the loss of dignity
of citizens’ voting right. The voting right would only be a political commodity amid the competition
among candidates. The sovereignty of the people becomes meaningless since money has been played
in which subsequently will be detrimental to them. For the long run, the practice of corruption is
likely to flourish. A position which is obtained by huge capital becomes justification for getting back
that capital while occupying political position. Fraud in the election is not only morally wrong, but a
form of law transgression. The practice of selling and purchasing of votes in the electionist classified as
risywah which is strongly prohibited in Islam.
Keywords: Pemilukada, money politic, legal of selling of voting right

Abstrak: Hukum Menjual Hak Suara pada Pemilukada dalam Perspektif Fiqh Siyâsi. Politik
uang (money politic) menjadi tren di setiap Pemilukada; hak suara diperdagangkan. Praktik ini terjadi
di banyak daerah. Pelanggaran seperti ini sudah sangat memprihatinkan karena digunakan sebagai alat
menang dalam pemilihan langsung. Akibatnya, hak pilih warga dibajak oleh kepentingan kandidat.
Praktik money politic dapat terjadi selama kampanye dan sebelum pemungutan suara. Sayangnya,
dalam beberapa kasus, petugas pemilu juga terlibat dalam praktik tersebut. Lalu ada jual beli suara
yang menyebabkan penipuan dalam menentukan dan menetapkan suara sehingga berpotensi bisa
mengubah elektabilitas calon. Kerugian nyata money politic adalah hilangnya martabat warga Negara.
Hak suara hanya akan menjadi komoditas politik di tengah persaingan antar kandidat. Kedaulatan
rakyat menjadi tidak berarti. Untuk jangka panjang, praktik korupsi cenderung berkembang. Sebuah
posisi yang diperoleh dengan modal besar menjadi pembenaran untuk mendapatkan kembali modal
yang sementara menduduki posisi politik. Praktik jual beli dan suara dalam kampanye diklasifikasikan
sebagai risywah (suap) yang sangat dilarang dalam Islam.
Kata Kunci: Pemilukada, money politic, hukum penjualan hak suara

Pendahuluan daerah. Kecuali petunjuk yang sifatnya


Dalam Alquran maupun Hadis, tidak ter­ sangat umum agar umat Islam mencari
dapat petunjuk tentang bagaimana cara penyelesaian dalam masalah-masalah yang
menentukan pemimpin umat atau kepala menyangkut kepentingan bersama melalui

249
250|  AL-‘ADALAH Vol. XII, No. 2 Desember 2014

musyawarah.1 Pada saat nabi wafatpun, nimbulkan masalah. Lemahnya formula


beliau tidak meninggalkan wasiat atau pesan suksesi berakibat pada timbulnya krisis
tentang siapa di antara para sahabat yang keamanan, ketidakstabilan sosial, dan revolusi
harus menggantikan beliau sebagai pemimpin internal. Untuk menjamin kesinambungan
umat. Karena tidak adanya pola yang baku pemerintahan dan peralihan kekuasaan secara
tentang cara pengangkatan kepala daerah, damai, maka mutlak diperlukan adanya pola
maka sudah barang tentu dalam praktiknya pengangkatan kepala daerah yang kukuh
akan terjadi banyak keragaman, bergantung dalam pandangan umat pada masanya.4
pada kondisi yang terjadi pada masanya.2 Munculnya pembahasan terhadap pe­
Namun, secara substansial urgensitas ke­ raturan perundang-undangan, yang berkaitan
pemimpinan dalam Islam adalah penting, dengan payung hukum pemilukada, merupa­
dan Islam memandang bahwa pemimpin atau kan angin segar bagi kehidupan demokrasi di
kepala daerah itu mempunyai kedudukan Indonesia, dan merefleksikan harapan baru
yang tinggi dan mulia. Karena sesungguhnya rakyat, yang diyakini bahwa pemilukada
ia merupakan wakil umat Islam yang diberi me­rupakan langkah awal bagi rakyat untuk
amanat untuk menegakan aturan Allah dan penguatan demokratisasi di tingkat lokal,
Rasul-Nya serta melindungi kemaslahatan dan juga diharapkan akan mengantarkan
rakyat baik dari aspek politik, ekonomi, kemakmuran rakyat di daerah. Agar harapan
sosial maupun budaya.3 rakyat itu tidak menjadi sekedar harapan
Dalam konteks Indonesia, tahun 2004 kosong, dan rakyat tidak terus menerus
merupakan momen sejarah yang penting kecewa, maka agenda-agenda yang menyentuh
bagi perjalanan kehidupan bangsa, dimana perbaikan nasib rakyat adalah menjadi urgen
pada tahun tersebut, untuk pertama kali­ dan harus diprioritaskan. Dalam doktrin Islam,
nya bangsa Indonesia melakukan pemilihan keberpihakan kepada kepentingan kehidupan
pemimpin negara (presiden) secara langsung. rakyat itu adalah sesuatu yang diperintahkan.
Kemudian diikuti dengan pemilihan Bahkan, dalam Islam, pe­merintahan dijalankan
kepala daerah (pemilukada), provinsi dan semata-mata untuk kemaslahatan rakyat, bukan
kabupaten kota, di seluruh wilayah Indonesia untuk sekedar berkuasa saja, tetapi tidak
kecuali Yogyakarta yang merupakan daerah berbuat apa-apa untuk rakyatnya. Perlakuan
kesultanan yang mendapat hak istimewa. pemimpin, yang dipilih oleh rakyat dalam
Dalam perjalanannya, tidak dapat dipungkiri pemilihan umum kepala daerah mestilah
bahwa pemilihan kepala daerah sering me­ berorientasi pada perbaikan nasib rakyatnya.5
Namun, apabila diperhatikan kondisi
1
Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, (Jakarta : UI
politik yang berkembang saat ini, dipandang
Press, 1990), h. 21. sebagian besar masyarakat sangat sarat dengan
2
Dalam sejarah praktik pemerintahan Islam, sejak zaman politik kepentingan, money politic menjadi
Khalifah al-Râsyidîn, pada masa kekuasaan Bani Umayah dan
Abbasiyah, mempunyai pola yang berbeda dalam pelaksanaan trend dalam setiap perhelatan pemilukada;
pemilihan kepala daerah. Begitu pula para pemikir politik Islam hak suara ‘diperjualbelikan’ baik pada saat
mempunyai beragam pandangan dalam persoalan tersebut. Ada
pola pemilihan melalui penunjukkan pola musyawarah di antara
pemilu untuk memilih Gubernur, memilih
wakil-wakil rakyat. Hal ini dikarenakan Alquran dan Sunnah
Rasul sebagai sumber ajaran tidak menggariskan pola yang
baku tentang pengangkatan kepala daerah. Hal yang terpenting 4
Anuar Chejne, Succession to The Rule in Islam with Special
tampaknya, walaupun pola pengangkatan kepala daerah akan Reference to the Early Abbasid Period, Disertasi Ph.D. pada
banyak bergantung pada situasi dan budaya politik yang sedang University of Pennsylvania Amerika Serikat, 1954, h. 1.
berlangsung, namun tetap harus menjamin terpilihnya kepala 5
Dalam kehidupan demokrasi, suara dan kepentingan
daerah yang cakap mengatur rakyat dan mampu menegakkan rakyat adalah segalanya. Dalam konteks demokrasi ‘suara
syariat Islam. Lihat Agus Nugraha, Pemilihan Presiden dalam rakyat’ adalah suara Tuhan. Maka sudah selayaknya jika pesta
Islam, dalam Refleksi Jurnal Kajian Agama dan Filsafat, UIN demokrasi, baik berupa pemilukada di tingkat nasional maupun
Syarif Hidayatullah, Jakarta, Vol. VI, Nomor 3, 2004, h. 325. pemilukada di tingkat lokal, benar-benar menjadi pesta yang
3
Hasbi Ash-Shiddieqy, Asas-asas Hukum Tata Negara hasilnya dapat dinikmati rakyat. Lihat Muzakir, Demokrasi dan
Menurut Islam, (Yogyakarta: Matahari Masa, 1969), h. 7. Kejujuran, (Jakarta: Wahana Putra, 2007), h. 78.
M. Hasbi Umar: Hukum Menjual Hak Suara  |251

Bupati atau Wali kota, bahkan sampai pada para penguasa mengatur dan mengurus
tingkat pemilihan kepala desa (pilkades), rakyat untuk mewujudkan kemaslahatan,9
termasuk memilih anggota legislatif, dan dan juga mengatur urusan kehidupan
ironisnya kadangkala menyebar sampai pada masyarakat.10 Siyâsah juga dapat membawa
pemilihan ketua organisasi kemasyarakat. arti pemerintahan dan politik atau membuat
Praktik politik uang dalam pemilukada kebijaksanaan (politic and policy). Selain itu,
banyak terjadi di daerah, pelanggaran ini siyâsah juga dapat diartikan administrasi
sangat mengkhawatirkan, karena menjadi dan manajemen.11 Oleh karena itu, siyâsah
instrument pemenangan di tengah pemilihan dapat dikatakan sebagai cara dan bentuk
langsung. Dampaknya, hak pilih warga sesuatu perkara yang ‘dilaksanakan’ dan yang
dibajak oleh kepentingan kandidat. Praktik ‘diuruskan’ oleh seorang ketua, ber­hubungan
politik uang bisa terjadi saat kampanye dengan tugasnya, dalam me­ ngendalikan
dan menjelang pemungutan suara. Modus urusan-urusan orang yang berada di bawah
yang dipakai bisa beragam, misalnya bagi- kekuasaannya. Karena dalam penyelenggaraan
bagi sembako, pengobatan gratis, hari-hari tersebut sudah pasti ada unsur mengendali­
bersedekah dan lain sebagainya. Namun kan, mengatur dan memerintah, mengurus,
yang paling mengkhawatirkan jika politik mengelola, melaksanakan administrasi, dan
uang itu terjadi dengan melibatkan aparat membuat kebijaksanaan dalam hubungan
penyelenggara pemilu. Jika ini terjadi, dengan kehidupan masyarakat.12
perolehan suara bisa tidak murni lagi. Jual Dalam Alquran terdapat banyak ayat yang
beli suara akan menentukan dan merubah berkaitan dengan konsep politik atau siyâsah.
perolehan suara dan keterpilihan kandidat. Di antaranya adalah ayat-ayat yang berkaitan
Inilah persoalan yang sangat fenomenal yang dengan sistem undang-undang, peraturan
akan menjadi sorotan dalam tulisan ini. dan sistem syurâ dalam pemerintahan.
Secara spesifik mengkaji money politic dan Misalnya, yang berkaitan dengan perundang-
hukum jual beli hak suara dalam pemilukada undangan, Allah Swt. menjelaskan bahwa
menurut perspektif fiqh siyâsi. manusia yang tidak melaksanakan hukuman
sebagaimana yang telah ditetapkan adalah
Isyarat-isyarat Alquran Tentang Siyâsi kafir,13 zalim,14 dan fasiq.15 Oleh karena itu,
Perkataan siyâsi, diambil dari perkataan Arab
yang membawa arti mengatur, mengurus,
al-Qalam, 1987). Lihat juga Muslim ibn al-Hujjaj (w. 261 H.),
mengendalikan urusan negara, memperbaiki “Kitâb al-Imârah”, Hadis No. 3429” dalam Sahîh Muslim, (Ttp.:
keadaan dan urusan manusia serta mengatur Dâr al-Ihyâ’ al-Turâth al-`Arabi, 1972). Lihat juga Muhammad
bin Yazid (w. 275 H.). “Kitâb al-Jihâd, hadis No. 2862”, dalam
urusan sebuah negeri. 6 Ia berasal dari Sunan Ibn Mâjah, (Ttp.: Dâr Ihyâ’ al-Turâth al-`Arabi, 1975).
kata sasa, yasusu dan kemudian menjadi Lihat pula Ahmad ibn Hanbal (w. 241 H.). “Kitâb Bâqi Musnad
siyâsah.7 Siyâsah pada mulanya merupakan al-Muksirin, hadis No. 7619” dalam Musnad al-Imâm Ahmad,
(Mishr: Dâr al-Ma’arif, 1980).
sesuatu usaha atau ikhtiar untuk mencapai 9
Ridwan HR, Fiqih Politik Gagasan, Harapan dan
atau menyelesaikan sesuatu masalah. Ia Kenyataan, (Yogyakarta: UII Press, 2007), h. 75.
10
Ridwan HR, Fiqih Politik Gagasan, Harapan dan
juga bermaksud suatu kepengurusan yang Kenyataan, h. 75. Bandingkan Abdul Wahab Khallaf, Politik
berkaitan dengan pemerintahan.8 Seperti Hukum Islam, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1994), h. viii.
11
Bandingkan Abdul Wahab Khallaf, Politik Hukum Islam,
h. viii.
6
Fuad ‘Irfan al-Bustami, Munjid al-Tullab, (Bayrût: al- 12
Siyasah yang didasarkan pada Alquran dan Hadis dikenal
Maktabah al-Kasulikiyyah, t.t.), h. 345. dengan istilah siyâsah syar`iyyah, yakni siyâsah yang di­hasilkan
7
Muhammad Idrîs al-Marbawi, Kamus al-Marbawi, oleh pemikiran manusia yang berdasarkan etika, agama dan moral
(Mishr: Mustafâ al-Bâbi al-Halabi wa Auladih, 1350 H.), h. dengan memperhatikan prinsip-prinsip umum syariat dalam me­
307-308. ngatur hidup manusia bermasyarakat dan bernegara. Siyâsah
8
Pengertian ini diperjelas oleh hadis Rasulullah Saw. syar`iyyah ini dikenal juga dengan istilah fikih siyâsah.
yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abû Hurairah r.a. Lihat 13
Lihat Q.s. Al-Mâ’idah [5]: 44.
Muhammad bin Isma’îl bin Ibrahim al-Bukhârî, “Kitâb al-Hadîs 14
Lihat Q.s. Al-Mâ’idah [5]: 45.
al-Anbiyâ’, hadis No. 3196 dalam Sahih Bukhari, (Bayrût: Dâr 15
Lihat Q.s. Al-Mâ’idah [5]: 47.
252|  AL-‘ADALAH Vol. XII, No. 2 Desember 2014

dalam menjalankan roda pemerintahan, Allah umum dan kaidah-kaidah yang luas,
memerintahkan orang-orang yang beriman kemudian menyerahkan sepenuhnya kepada
supaya mengikuti dasar perundang-undangan manusia untuk menentukan bentuk-bentuk
yang telah di­tetapkan oleh Allah Swt. dalam pelaksanaannya, dalam zaman yang berbeda-
Alquran, yang berupa prinsip dasar atau beda, sesuai dengan keperluan, situasi dan
konsep dasar sebuah lembaga. lingkungan mereka.17
Adapun prinsip-prinsip yang menjadi Lembaga legislatif haruslah bekerja ber­
dasar pentingnya negara dan pemerintahan dasarkan musyawarah. Namun kekuasaan
ialah firman Allah Swt.: “Hai orang-orang atau wewenangnya dalam merancang dan
yang beriman, taatilah Allah dan taatilah menetapkan undang-undang mestilah
Rasul-Nya dan Ulil Amri di antara kamu, me­­ngikuti petunjuk Alquran dan Hadis,
kemudian jika kamu berlainan pendapat tidak di­benarkan membuat dan meletakkan
mengenai sesuatu, maka kembalikanlah ia undang-undang hanya untuk kepentingan
kepada Allah (Alquran) dan Rasul (Sunnahnya) peribadi atau golongan tertentu saja, serta
jika kamu benar-benar beriman kepada Allah terhindar dari kecenderungan-kecenderungan
dan hari kemudian”. (Q.s. al-Nisâ’ [4]: 59) hawa nafsu. Perkara-perkara yang oleh Allah
Ayat di atas, sekurang-kurangnya men­ dan Rasul-Nya telah tetapkan hukum-
jelas­kan tentang lima perkara yang berkaitan hukumnya dengan jelas atau telah ditetapkan
dengan konstitusi dasar, yaitu: Pertama, batasan-batasan dan prinsip-prinsipnya, maka
ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya di­ badan legislatif ini dibolehkan membuat
dahulukan dari segala ketaatan kepada yang penafsiran-penafsiran, perincian-perincian
lain; Kedua, ketaatan kepada ’ulil-amri atau mengajukan saran-saran untuk mem­
datang setelah ketaatan kepada Allah dan buat kaedah-kaedah, peraturan-peraturan
Rasul-Nya; Ketiga, bahwa ulil-amri haruslah tambahan dan ikatan-ikatan khusus dalam
terdiri dari orang-orang mukmin; Keempat, me­laksanakannya.18 Adapun perkara-perkara
rakyat mempunyai hak dan kewajiban yang belum ditetapkan hukum-hukumnya
dalam sebuah negara; dan kelima, diperlu­ secara pasti, maka badan legislatif ini di­
kan adanya suatu badan (kehakiman) yang perbolehkan membuat dan menetapkan
bebas dan merdeka dari tekanan rakyat undang-undang yang sesuai dengan ruh
maupun pengaruh penguasa, agar dapat Islam serta prinsip-prinsipnya yang umum,
mem­ berikan keputusan dan penyelesaian sebab tidak adanya ketentuan itu dalam
dalam perselisihan-perselisihan sesuai dengan Alquran dan al-Hadis menunjukkan bahwa
undang-undang atau lembaga tertinggi.16 Allah telah menyerahkan perkara tersebut
Selain itu, ayat di atas juga meng­isyarat­ kepada kebijaksanaan manusia.19
kan bahwa kekuasaan badan-badan eksekutif Kemudian, lembaga yudikatif haruslah
sebaiknya dibatasi dengan petunjuk-petunjuk bersifat bebas dan terlepas dari campur
Allah diikat dengan undang-undang tangan, tekanan atau pengaruh, sehingga
Allah dan Rasul-Nya. Kemudian, badan dapat membuat keputusan, baik yang ber­
eksekutif ini haruslah dibentuk dengan kaitan dengan kebaikan rakyat maupun
jalan musyawarah, yakni pemilihan, dan itu untuk kemaslahatn penguasa atau pemimpin,
adalah satu-satunya jalan yang dibenarkan, sesuai dengan konstitusi, tanpa rasa takut
Alquran tidak menentukan bentuk atau atau penyimpangan, dan memang men­
model tertentu berkenaan dengan sistem jadi kewajibannya untuk memutuskan
pemilihan, tetapi meletakkan dasar-dasar perkara-perkara dengan haq dan adil tanpa

17
Abul A’la al-Maudûdi, al-Khilâfah wa al-Mulk, h. 74.
16
Abul A’la al-Maudûdi, al-Khilâfah wa al-Mulk, (Kuwait: 18
Abul A’la al-Maudûdi, al-Khilâfah wa al-Mulk, h. 74.
Dâr al-Qalam, 1978), h. 72. 19
Abul A’la al-Maudûdi, al-Khilâfah wa al-Mulk, h. 74.
M. Hasbi Umar: Hukum Menjual Hak Suara  |253

terpengaruh oleh kecenderungannya sendiri pemerintah, yakni sistem yang membentuk


ataupun kecenderungan-kecenderungan dimensi terpenting dalam kehidupan Islam;
orang lain.20 agar negara menyebarkan kebaikan dan
Seterusnya, tugas negara harus dilaksana­ keamanan serta memerintahkan yang ma`rûf
kan secara sempurna; bermula dengan men­ supaya negara menghapuskan segala bentuk
dirikan dan menyusun ‘batu’ yang pertama di kejahatan, mencegah kemungkaran. Dalam
dalamnya, kemudian memilih kepala negara Alquran dijelaskan: “Orang-orang yang jika
dan barisan menteri-menteri kabinetnya Kami teguhkan kedudukan mereka di muka
yang bertanggung jawab (ulil-amri), dan bumi, niscaya mereka mendirikan salat, me­
berakhir dengan hal-hal yang berkaitan nunaikan zakat, menyuruh berbuat yang
dengan perundang-undangan dan perkara- ma`ruf dan mencegah dari perbuatan yang
perkara eksekutif berdasarkan kesepakatan mungkar”. (Q.s. Al-Haj [22]: 41).
kaum muslimin, baik yang diwujudkan secara Dari penjelasan-penjelasan di atas dapat
langsung ataupun dengan cara memilih para ditegaskan bahawa siyâsah atau politik itu me­
wakil rakyat di dalam suatu sistem pemilihan rupakan satu bentuk atau sistem pemerintah­an
yang benar dan jujur.21 Dengan demikian, negara yang melibatkan pemerintah dan yang
sistem syurâ mestilah dijadikan asas dalam diperintah atau pemimpin dan yang dipimpin
pemerintahan negara yang merupakan suatu (rakyat) serta undang-undang, peraturan yang
bentuk institusi yang diperintahkan oleh Allah dikodifikasikan dalam satu bentuk dokumen
Swt. untuk kemaslahatan umat manusia.22 tertulis berupa konstitusi, yang kelak akan
Jadi, negara harus bekerja, paling tidak, dijadikan acuan dalam menjalankan roda
untuk dua tujuan yang utama. Pertama, pemerintahan negara. Jadi, sebuah konstitusi
menegakkan keadilan dalam kehidupan amat penting karena merupakan undang-
manusia dan menghentikan kezhaliman serta undang dasar negara. Konstitusi juga sebagai
menghancurkan kesewenang-wenangan. Allah salah satu ‘frame work’ yang mencermin­
Swt. menjelaskan: “Sesungguhnya Kami telah kan tentang bagai­ mana sebuah negara itu
mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa dipimpin. Apabila se­ suatu perkara hendak
bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan dibuat, mestilah me­ nurut misi peraturan
bersama mereka al-Kitab dan mizan23 (neraca) perundang-undangan. Peraturan perundang-
supaya manusia dapat melaksanakan keadilan, undangan ini tidak semestinya mengandung
dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat semua perkara secara detail, tetapi secara
kekuatan yang hebat dan pelbagai manfaat bagi global; dapat memberi bentuk pemerintahan.
manusia…” (Q.s. Al-Hadîd [57]: 25). Peraturan perundang-undangan menentukan
Kedua, menegakkan sistem kenegaraan, bagaimana bentuk badan eksekutif, legislatif
yang disebutkan di atas, dengan mendirikan dan yudikatif. Selain itu, tidak bisa keluar
salat dan mengeluarkan zakat melalui dari apa yang ditetapkan oleh pelembagaan
segala daya dan cara yang dimiliki oleh dan semua wewenang yang diberikan oleh
pelembagaan untuk membuat sesuatu undang-
undang. Oleh karena itu, peranan pelembagaan
20
Lihat Q.s. al-Mâ’idah [5]: 48; Q.s. Shâd [38]: 26; dan men­ jadi penting karena merupakan acuan
Q.s. al-Nisâ’ [4]: 58. kepada undang-undang yang lain.
21
Lihat Q.s. al-Syûrâ [42]: 38.
22
Lihat Q.s. al-Syûrâ [42]: 38; dan Q.s. Âli ‘Imrân [3]: 159.
23
Lihat Q.s. al-Hadîd [57]: 25. Yang dimaksud dengan
“mizân” (neraca) ialah keadilan, sebagaimana yang dinyatakan
Pemilu dan Demokrasi
oleh Mujahid, Qatadah dan para mufassirîn lainnya. Lihat Tafsîr Pemilihan umum merupakan suatu hal yang
Ibn Katshîr. Adapun yang dimaksud dengan “besi” dalam ayat
tersebut adalah kekuatan politik, sebab sekiranya rakyat oposisi
rutin bagi sebuah Negara yang mengklaim
dan pemberontak, maka haruslah digunakan kekuatan pedang sebagai sebuah negara demokrasi. Demokrasi
atau senjata untuk menghadapi mereka. Lihat Tafsîr Mafâtih al- me­rupakan proses pemilihan orang untuk
Ghaib oleh al-Râziy.
254|  AL-‘ADALAH Vol. XII, No. 2 Desember 2014

me­ngisi jabatan bupati dan wali kota, sampai atau pemimpin, para konstituen tersebut
kepada pemilihan kepala desa. Pada konteks pada hakikatnya adalah bekerja untuk rakyat
yang lebih luas, pemilihan umum juga proses secara menyeluruh. Itulah yang dinamakan
mengisi jabatan wakil rakyat di berbagai dengan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk
tingkat pemerintahan.24 Pemilu merupakan rakyat.
salah satu usaha untuk mempengaruhi rakyat Pemilihan Umum dimaknai sebagai
secara persuasif dengan melakukan kegiatan realisasi sarana untuk memberikan dan
retorika, public relations, komunikasi massa, memperkuat legitimasi rakyat. 27 Realisasi
lobby dan lain-lain kegiatan.25 Meskipun dan makna keduanya sangat kental dengan
agitasi dan propaganda di Negara demokrasi tarik menarik kepentingan politik bahkan
sangat dikecam, namun dalam kampanye fenomena pemilu bukan saja menjadi
pemilu, teknik agitasi dan teknik propaganda keunikan tersendiri sebab pemilu tidak
banyak juga dipakai oleh para kandidat dan hanya menjadi kewajiban penguasa untuk
para politikus, sebagai komunikator politik.26 menyelenggarakannya, namun masyarakat
Sebagai negara yang menerapkan dengan semangat euphoria politiknya merasa
demokrasi, Indonesia mempunyai sebuah terpanggil juga setidaknya memberikan
slogan yang cukup singkat, akan tetapi mem­ perhatian pada pemilu. Pemilu merupakan
punyai makna yang cukup dalam. Slogan satu kriteria untuk mengukur standard dan
yang dimaksud adalah ‘dari rakyat, oleh kadar politik sebuah sistem politik. Selain
rakyat, dan untuk rakyat’. Bercermin dari itu, pemilu merupakan hak rakyat untuk
slogan tersebut, dapat ditegaskan bahwa membentuk pemerintahan yang demokratis.
demokrasi yang dietarapkan di Indonesia Kemudian, pemilu sebagai alat demokrasi,
adalah demokrasi keterwakilan, sebagai pe­ dijalankan di atas prinsip jujur, bersih, bebas
ngejawantahan dari pesta demokrasi. Dalam kompetitif dan adil.28
pesta demokrasi, baik dalam pemilu legislatif Kelihatannya hampir sepakat sarjana
maupun dalam pemilu Kepada Daerah, politik bahwa pemilu merupakan salah satu
rakyat dapat mencalonkan dirinya untuk kriteria untuk mengukur tingkat demokrasi
menjadi peserta pemilu tersebut sesuai suatu sistem politik. Adanya demokrasi suatu
dengan ketentuan dan peraturan perundang- negara diukur dari ada atau tidaknya pemilu
undangan. Kemudian, yang berperan dalam yang mengabsahkan pemerintahannya. Oleh
hal memilih, juga rakyat. Rakyatlah yang karena, pemilu merupakan agenda yang
memilih para wakilnya, yang akan duduk senantiasa dilaksanakan oleh hampir setiap
dalam parlemen, atau calon pemimpinnya. negara, meskipun dengan bentuk dan tujuan
Setelah terpilih menjadi anggota parlemen yang berbeda-beda. Di antara sarjana politik
tersebut, seperti Dahl, Carter dan Herz,
Mayo, Ranney dan Sundhaussen.29
24
Lihat Abdul Halim Barakatullah, Menjual Hak Memilih
pada Pemilihan Umum dalam Perspektif Hukum Perjanjian, Akan tetapi yang menjadi permasalahan
dalam Jurnal Konstitusi, IAIN Antasari, 2009, h. 25. ialah apakah pemilu itu sendiri dijalankan
25
Dalam pemilu, para pemilih juga disebut konstituen,
dan kepada merekalah para peserta pemilu menawarkan janji- dengan sistem dan proses yang demokratis,
janji dan program-programnya pada masa kampanye. Kampanye yakni suatu pemilu yang diselenggarakan
dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari
pemungutan suara.
untuk memberikan kesempatan kepada
26
Meskipun terjadi penyimpangan dari kaidah-kaidah demos agar dapat menyampaikan hak-haknya.
demokrasi dalam praktik politik, namun pemilu tetap di­
laksana­­kan untuk memenuhi tuntutan normatif, yaitu sebagai
sebuah persyaratan demokrasi itu sendiri, yang pada akhir­nya 27
Lihat Muhammad, Pemilihan Umum dan Legitimasi
sebagai ajang kompetisi untuk meraih jabatan-jabatan publik, Politik, (Jakarta: Yayasan Buku Obor, 1998), h. 49-50.
seperti menjadi anggota legislatif, yudikatif, presiden atau 28
Lihat Muhammad, Pemilihan Umum dan Legitimasi
wakil presiden, dan atau menjadi kepala daerah. Lihat Samuel Politik, h. 26.
W. Huntington, Demokrasi Gelombang Ketiga, Asril Marjohan 29
Eep Saefulloh Fatah, Evaluasi Pemilu Orde Baru, Seri
(pent.), (Jakarta: Grafiti, 1995), h. 7. Penerbitan Studi Politik, (Jakarta: LIP FISIP UI, 1997), h. 14.
M. Hasbi Umar: Hukum Menjual Hak Suara  |255

Tentunya tidak gampang untuk dijawab, kompentisi secara sehat; 8. Penghitungan


kecuali melihat bagaimana sistem dan proses suara yang jujur; dan 9. Netralitas birokrasi.32
pemilu yang dilaksanakan oleh suatu negara Pendapat-pendapat tersebut, antara yang
dengan membandingkannya pada kriteria- satu dengan yang lainnya tidak jauh berbeda
kriteria Pemilu yang demokratis. dalam memberikan kriteria atau persyaratan
Menyinggung masalah Pemilu demokratis, bagi pemilu yang demokratis. Pada intinya,
Robert A. Dahl, seperti dikutif Afan suatu pemilu dianggap demokratis apabila
Gaffar—berpandangan bahwa pemilu yang memenuhi unsur-unsur, yaitu: 1. Pemilu
salah satu tujuannya untuk mengangkat dilakukan secara teratur (relatively frequent);
pejabat-pejabat politik, harus di­ l akukan 2. Pemilu dilakukan secara adil (fair) dan
secara teratur (relatively frequent), adil (fair) memberikan peluang kompetisi yang luas
dan tanpa kekerasan (coercion). Kemudian bagi setiap kontestan; 3. Pemilu memberikan
dalam pemilu tersebut, setiap orang yang hak pilih universal (right to vote) bagi
sudah dewasa (adult) memiliki hak suara setiap warga negara untuk memilih dan
(right to vote), dan memiliki hak untuk dipilih; 4. Pemilu dilakukan secara bebas
menentukan pilihannya.30 Pandangan yang bagi pemilih tanpa adanya rasa takut dan
searah juga dikemukakan Diamond, Linz paksaan (coercion); 5. Pemilu diselenggarakan
dan Lipset. Seperti dikutif oleh Mohtar oleh lembaga yang independen (independent
Mas’oud, berpendapat bahwa pemilu bertuju­ committee); dan 6. Pemilu yang tidak
an untuk memperebutkan jabatan-jabatan menyumbat saluran aspirasi rakyat (public
pemerintahan yang memiliki kekuasaan aspiration).
efektif, yang diselenggarakan secara reguler, Unsur-unsur tersebut tidak berdiri
adil, kompetitif, partisipatif, tanpa paksaan, secara terpisah, melainkan antara yang satu
dan tidak diskriminatif.31 dengan yang lainnya saling berhubungan.
Lebih rinci lagi, Eep Saefullah Fatah me­ Oleh karena itu, jika ada sebagian unsur
ngemukakan terdapat sejumlah persyaratan yang tidak terpenuhi maka berakibat tidak
bagi suatu pemilu yang demokratis, yaitu: terpenuhi pula kriteria demokratis yang
1. Ada pengakuan hak pilih universal bagi diharapkan.
setiap warga negara untuk memilih dan
dipilih; 2. Ada keleluasaan untuk mem­ Hak Suara (Pilih) Warga Negara Dalam
bentuk tempat penampungan bagi pluralitas Pemilukada
aspirasi masyarakat pemilih, tidak dibatasinya
Selain sebagai Negara demokrasi, Indonesia
kontestan pemilu, kecuali dalam hal-hal yang
juga merupakan Negara hukum yang me­
dapat ditolerir; 3. Tersedianya mekanisme
nempatkan hukum itu pada kedudukan yang
rekruitmen politik bagi calon-calon wakil
paling tinggi, atau lebih akrab dikenal dengan
rakyat yang demokratis, seharusnya bottom
sebutan supremacy of law. Salah satu cirinya
up dan tidak top down apalagi praktik
adalah adanya pengakuan dan penegakkan
dropping; 4. Ada kebebasan bagi pemilih
Hak Asasi Manusia (HAM), dan equality
untuk menentukan pilihannya; 5. Masyarakat
before of law atau perlakuan yang sama di
pemilih tidak terjebak dalam konteks membeli
muka hukum. Dengan adanya perlakuan
kucing dalam karung; 6. Ada komite atau
yang sama di muka hukum, maka setiap
panitia pemilih yang independen; 7. Ada
orang berhak untuk diperlakukan sama, adil
keleluasaan bagi setiap kontestan untuk ber­
dan tidak pandang bulu.
Setiap warga Negara mempunyai hak
30
Afan Gaffar, Politik Indonesia, Transisi Menuju Demokrasi, untuk dipilih dan memilih dalam pesta
(Yogyakarta: Pusaka Pelajar, 2000), h. 7.
31
Mohtar Mas’oed, Negara Kapital dan Demokrasi,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1994), h. 10. 32
Eep Saefulloh Fatah, Evaluasi Pemilu Orde Baru, h. 15-17.
256|  AL-‘ADALAH Vol. XII, No. 2 Desember 2014

demokrasi yang dilaksanakan setiap lima dilakukan melalui pemilu yang jujur, sebagai
tahun sekali itu, baik dalam pemilihan manifestasi dari kehendak rakyat yang
Presiden, Gubernur, bupati atau wali kota.33 menjadi dasar dari otoritas pemerintah.38
Dalam Undang-Undang Nomor 39 tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia, disebutkan Jual Beli Suara dan Penyimpangan dalam
bahwa yang dimaksud dengan Hak Asasi Pemilukada
Manusia adalah seperangkat hak yang melekat
Kecurangan dalam pelaksanaan pemilukada
pada hakikat dan keberadaan manusia
sudah menjadi penyakit yang kronis. Para
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa
pelaku kecurangan berusaha menampilkan
dan merupakan anugerah-Nya yang wajib
perilaku buruk mereka sebagai ‘kesalahan
dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi
prosedur’, misalnya saat salah menghitung
oleh Negara, hukum dan pemerintah, demi
suara di tingkat pemungutan suara (TPS)
kehormatan dan perlindungan harkat dan
atau salah merekapitulasi perhitungan suara
martabat manusia. Jadi, dapat ditegaskan
di tingkat kelurahan atau kecamatan. Selain
bahwa Hak Asasi Manusia itu adalah hak
itu, ada juga yang menampilkan perilaku
fundamental yang tidak boleh dikurangi
curang itu sebagai ‘kesemrautan administratif’
sedikitpun. Termasuk hak pilih dan memilih
seperti terlihat dari simpang-siur soal Daftar
bagi warga Negara dalam pemilukada.
Pemilu Tetap (DPT) yang terjadi pada setiap
Hak pilih dan memilih dalam pemilukada pelaksanaan Pemilukada. Dari pengalaman
adalah salah satu hak konstitusional warga tersebut, jelas bahwa pelbagai kesalahan dan
Negara dalam bidang politik, yang juga kesemrautan ini adalah bagian dari praktik
merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia. curang yang sudah sistematis. Di samping
Jadi, hak pilih seorang warga Negara, sudah itu, kecurangan yang lebih ‘telanjang’
se­harusnya untuk dihormati, dijunjung tinggi lagi adalah pembelian suara. Menjelang
dan dilindungi oleh Negara, hukum dan pelaksanaan Pemilukada, tim sukses atau
pemerintah. Mengenai perlindungan hak orang suruhan yang ber­keliaran di kampung
pilih ini juga telah diatur dan dilindungi menawari imbalan uang atau fasilitas, jika
oleh UUD 1945 negara Republik Indonesia, warga mau memilih calon yang “dijagokan”.
yaitu pada ketentuan pasal 28C ayat (2),34 Praktik seperti ini berlangsung selama masa
pasal 28D ayat (1),35 pasal 28D ayat (3),36 sosialisasi, masa kampanye, dan bahkan
pasal 28I ayat (2).37 Dengan demikian, jelas sampai pada saat-saat terakhir men­ jelang
bahwa dalam suatu masyarakat demokratis, pencoblosan, bahkan tindakan terakhir
yang telah diterima secara universal oleh dari tim sukses ini sangat mengerikan,
bangsa-bangsa beradab, hak atas partisipasi yaitu dikenal dengan ‘serangan fajar’.
politik adalah suatu hak asasi manusia, yang Praktik ‘curang’ seperti ini sangat mulus
dan masih terus dipelihara sampai hari ini.
33
Lihat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28C Ayat (2). Bahkan, dengan meningkatnya pengawasan,
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan strategi para pelaku kecurangan juga semakin
Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD.
34
Pasal 28C ayat (2) menyatakan bahwa setiap warga
berkembang. Untuk memastikan pembelian
Negara berhak memajukan dirinya dalam memperjuangkan suara, mereka menuntut warga memberikan
haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa bukti seperti foto kartu suara yang sudah
dan negaranya.
35
Pasal 28D ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang dicobloskan. Praktik seperti ini sungguh
berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian sangat disayangkan, karena akan mencederai
hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum.
36
Pasal 28I ayat (3) menyatakan bahwa setiap warga negara
demokrasi yang tengah dibangun di Negara
berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintah.
37
Pasal 28I ayat (2) menyatakan bahwa setiap orang berhak
bebas dari perlakuan yang diskriminatif atas dasar apapun dan 38
Soedarsono, Mahkamah Konstitusi Sebagai Pengawal
berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang Demokrasi, (Jakarta: Sekretaris Jenderal dan Kepaniteraan
diskriminatif itu. NKRI, 2006), h. 172.
M. Hasbi Umar: Hukum Menjual Hak Suara  |257

ini, dan juga menghianati prinsip pemilukada Sementara itu di tingkat lokal, konstalasi
yang jujur, adil dan damai. Transaksi jual politik dalam pemilukada biasanya tidak
beli suara sanga merendahkan warga dan lebih berupa perpaduan antara politik uang
membuat pemimpin yang terpilih dengan dengan premanisme. Sepanjang per­helatan
cara seperti itu sama sekali tidak akan pemilukada dilangsungkan, tema-tema
menghargai warga yang telah memilihnya. pemilukada hanya berkisar pada godaan uang,
Dari sinilah dimulainya lingkaran korupsi, penyalahgunaan kekuasaan dan ancaman
penyalahgunaan wewenang dan mengabaikan ‘kekerasan’ bagi pihak yang berseberangan.
hak-hak warga yang berakibat kemiskinan Konstalasi tersebut, diperparah dengan
dan kesengsaraan. kondisi objektif dan subjektif rakyat yang
Dengan demikian, kecurangan dalam sedang dihadapkan dengan pelbagai persoalan
pemilukada bukan hanya sesuatu yang hidup yang pada umumnya masih sangat
salah secara moral, tetapi sebuah bentuk memerlukan bantuan dan uluran tangan para
pelanggaran hukum. Setiap pembelian dan dermawan. Kondisi seperti inilah, antara lain,
penjualan suara, baik yang dilakukan di mendorong terjadinya jual beli suara dalam
kampung, di TPS, Kantor Kelurahan dan pemilukada. Rakyat yang sedang dirundung
Kecamatan, baik yang melibatkan warga malang, sementara para kandidat memiliki
biasa, tim sukses maupun para pejabat banyak uang, akhirnya bertemu dalam satu
Negara adalah pelaku tindak kejahatan. titik kepentingan; rakyat butuh uang, kandidat
Fenomena seperti ini terus berkembang butuh dukungan suara, inilah demokrasi yang
dan selanjutnya merefleksikan sebuah pem­ terjual belikan dalam pemilukada.
bodohan terhadap rakyat dalam hal ber­
demokrasi, di mana standar kualitas calon a. Praktik Money Politic dalam Pemilukada
pemimpin daerah diukur dengan seberapa Money politic (politik uang), sebuah fenomena
sering ia ‘pamer kebaikan dan kedermawanan’ yang sedang mengemuka dalam tataran dunia
di hadapan rakyat. Sementara persoalan- perpolitikan tanah air. Baunya terasa, tetapi
persoalan yang menjadi kebutuhan rakyat tidak berwujud. Money politik barangkali
banyak justeru kurang tersentuh, seperti berbeda dengan biaya politik. Money politic
kemiskinan, peluang kerja, bahkan pendidikan sebuah istilah yang diperuntukan bagi mereka
dan kesehatan rakyat, hampir tidak dibahas yang meraih kemenangan dengan mem­
secara serius dan tuntas. Tidak adanya evaluasi bayar sejumlah uang kepada konstituennya.
serius yang diketahui banyak orang, mengenai Sementara biaya politik digunakan untuk
sejauh mana pemerintah daerah melakukan persiapan-persiapan dan dukungan sarana
tugasnya dalam memberikan pelayanan kampanye dalam sebuah pemilukada.
kepada publik terkait soal-soal tersebut. Penggunaan politik uang dalam sebuah
Sehingga tidak aneh apabila muncul apatisme proses pemilukada sering diperbincangkan
masyarakat terhadap pemilukada. Mereka dalam pelbagai talk show forum pertemuan.
lebih tertarik pada ‘duit’ yang dibagi-bagikan Namun, perbincangan itu selalu berakhir
para calon, ketimbang program-program, visi begitu saja tanpa ada solusi kongkrit untuk
dan misi yang ditawarkan calon.39 mengatasi persoalan tersebut. Di grass roots,
politik uang terus berlangsung, tanpa
terdeteksi, tanpa terbuktikan, karena proses
39
Keanehan dalam pemilukada tersebut, timbul karena ini seperti maaf ‘buang angin’ yang baunya
memang persoalan kehidupan rakyat kurang menjadi agenda
utama. Justeru yang menjadi agenda utama adalah dukung
terasa tetapi tanpa wujud. Hakikat politik
mendukung kandidat. Di mana kandidat dipromosikan begitu uang itu seperti membeli sebuah benda
sempurna, dengan beragam spanduk, baliho, ditambah dengan dari super market, barang tersebut sudah
berbagai ‘jargon’ dan janji-janjinya. Kegiatan selebrasi kandidat,
nampaknya mengalahkan perhatian dan pembahasan tentang dibandrol dengan harga khusus, bahkan
persoalan kerakyatan. kalau penawarnya banyak maka harganya
258|  AL-‘ADALAH Vol. XII, No. 2 Desember 2014

bisa naik dan mendadak melambung tinggi. suara sama dengan membungkam hak bicara
Pemilih sebagai ‘penjual’—melalui tim sendiri walaupun digilas oleh kebijakan
suksesnya—menawarkan harganya berupa penguasa. Oleh karena itu, jangan menjual
hak suara kepada para ‘pembeli’ bahkan suara, apalagi dengan harga yang sangat
dengan pelbagai cara. Terkadang, sebagai murah berupa satu kotak mie instan. Harga
‘penjual’, mereka pasang harga mahal dengan suara itu tidak sebanding dengan kenaikan
mengatakan bahwa ‘pembeli’ yang lain sudah harga barang yang terus melonjak akibat
menawar dengan harga yang lebih tinggi. kebijakan si pembeli suara. Bila memang
Negoisasipun berlangsung antara agen sangat ingin menjual suara, berikan bandrol
“penjual” dengan “pembeli” sampai kepada satu yang sangat mahal. “selamat tidak menjual
kesepakatan, “deal” serah terima berlangsung suara supaya hak protes tidak dibungkam!”
dalam sebuah kesepakatan tidak tertulis, tidak Lembaga fatwa Mesir, Dâr al-Iftâ, me­
terdeteksi, dan sulit ditemukan bukti materil. ngeluarkan fatwa yang melarang kandidat
Detik itu, “suara” sebagai hak kedaulatan rakyat melakukan money politic untuk membeli
sistem demokrasi, setengahnya sudah milik suara. Fatwa ini keluar menyusul adanya
orang lain. Begitu proses pencoblosan surat laporan pembelian suara di Kairo lama.
suara berlangsung, maka sepenuhnya “suara” Dalam fatwa tersebut dijelaskan bahwa
rakyat tadi berpindah tangan kepada tokoh “Membeli adalah semacam suap yang
yang memenangkan penawaran pembelian dilarang oleh Islam”. Fatwa itu menambah­
suara tadi. Dalam kondisi ini, rakyat yang kan bahwa se­ orang kandidat tidak boleh
suaranya telah “dibeli” secara otomatis telah meng­gunakan uang untuk mempengaruhi
menyerahkannya suaranya selama 5 tahun pemilih, dan menegaskan asset riil kandidat
kepada si pembeli. Seperti sebuah barang adalah kejujuran dan kemampuan untuk
yang sudah dibeli, tentu barang itu sudah menghormati janji. Fatwa juga menekankan
menjadi milik orang lain. Kita sebagai pemilik bahwa para makelar suara juga profesi haram,
awal dari barang itu, telah kehilang­an hak karena mereka memfasilitasi tindakan yang
mempertanyakan penggunaannya. Barang itu dilarang agama.40
telah menjadi milik orang lain, terserah dia,
mau digunakan untuk menggilas pemilik b. Money Politic Membajak Nilai Etik
suara atau mensejahterakan mereka. Demikian Sosial-Agama
pula sebaliknya, sebagai pemilih yang telah Secara faktual dan berdasarkan survey terkini,
“menjual” suaranya dalam sebuah pemilu, Indonesia Network Election Survey (INES)
etisnya tidak mungkin menanyakan kegunaan pada medio Oktober 2012 menemukan 50,3
suara yang telah dijual. persen responden memilih partai politik
Pembeli suara yang ternyata memenang­ karena factor uang. Kekuatan uang dianggap
kan sebuah pemilihan umum tidak mem­ paling signifikan dalam mempengaruhi
punyai beban lagi kepada para pemilih kecenderungan afiliasi publik terhadap
(konstituen) yang suaranya telah dibeli. partai politik ketimbang aspek visi, misi,
Dalam etika dagang, barang yang sudah program kerja, hingga gelontoran iklan di
dijual tidak boleh diminta kembali. Jadi media sekalipun. Karena itu, money politic
jangan heran, jika jeritan, demo, protes diperkirakan akan tetap mendominasi warna
atau apapun namanya, kurang mendapat
perhatian dari tokoh politik terpilih. Salah
40
Fatwa juga menyarankan untuk menjauhi perilaku
satunya, karena mereka menganggap suara seperti itu dan bersatu untuk memeranginya, juga menekankan
yang mengantarnya ke tampuk kekuasaan bahwa Islam mempromosikan kejujuran. Pembelian suara
“sudah dibeli”. Silakan mengusap dada selama biasanya menjadi perdagangan yang berkembang selama
pemilihan parlemen Mesir. Banyak pengusaha mengandalkan
lima tahun ke depan. Menunggu suara itu teknik di negeri ini, di mana 40 persen warga hidup di bawah
kembali lagi kepada pemiliknya. Menjual garis kemiskinan.
M. Hasbi Umar: Hukum Menjual Hak Suara  |259

demokrasi pada pemilu yang akan datang.41 dukungan publik yang tinggi di pemilu
Dalam artian faktor uang akan mem­ selanjutnya. Tidakkah ada sanksi politik
pengaruhi dalam setiap perhelatan pemilu publik melalui mekanisme demokrasi yang
ke depan termasuk pemilihan kepala daerah. memfasilitasi rakyat untuk melakukan
Kecenderungan tersebut sangat mungkin perubahan dan menyingkirkan para penguasa
terjadi, karena calon pemimpin yang akan korup di kekuasaan.43 Jawaban pertanyaan
mereka pilih tidak terlepas dari partai politik itu ternyata berimplikasi pada aspek sosial
yang dijadikan sebagai ‘kendaraan’ politiknya. budaya masyarakat Asia yang ternyata dinilai
Kuatnya daya tarik uang dalam mem­ cenderung bisa menoleransi praktik-praktik
pengaruhi perilaku politik publik sebenarnya korupsi yang terjadi di sekitarnya. Tindakan
bukanlah fakta baru. Secara teoritis, memang korupsi tersebut dianggap telah bercampur dan
terdapat hubungan interkoneksitas yang membaur dengan sistem budaya yang sarat
kuat antara uang dengan kekuasaan. Di dengan muatan nilai-nilai luhur, etika dan
satu sisi, uang menjadi sumber kekuatan nilai-nilai sosial keagamaan masyarakatnya.44
untuk menghasilkan kekuasaan. Di sisi Dengan legitimasi etik tersebut, men­
lain, kekuasaan juga dapat difungsikan jadi lazim jika kemudian tidak muncul
untuk menghasilkan uang. Dalam sistem sentimen negatif dari publik terhadap
masyarakat kapital, uang amat menentukan figur atau lembaga-lembaga politik yang
strata politik seseorang, sehingga tidak heran memproduksi tindakan korupsi di sekitarnya.
jika terdapat pasangan calon kepala daerah, Money politic yang diserahkan kandidat dan
sebagai jagoan parpol, yang berniat membekali politikus kepada para pemuka agama, tokoh
tim-tim suksesnya dalam mempengaruhi adat, dan lembaga-lembaga sosial maupun
rakyat untuk memperebutkan kekuasaan keagamaan, sebagai agenda penjaringan vote
dalam setiap perhelatan pemilukada dengan getters, misalnya, dengan leluasa dilakukan
gelontoran uang hingga mencapai jumlah atas nama hibah, hadiah, bisyaroh, syariah,
miliaran rupiah.42 atau bahkan infak dan sedekah, ditujukan
Kendati demikian, uang tidak selamanya kepada kelompok-kelompok miskin dan
berkuasa. Sejarah politik dunia tidak pernah marginal, termasuk kelompok masyarakat
mencatat uang sebagai ‘satu-satunya penguasa’ yang berpendidikan rendah di pedesaan.45
yang paling menentukan. Namun dalam Dalam konteks ini, perilaku kandidat dan
banyak masyarakat, tidak terkecuali masyarakat politikus tersebut dapat dikategorikan sebagai
Indonesia yang katanya agamis (religious), pelecehan dan bahkan penghinaan terhadap
uang tetap menjadi senjata ampuh untuk harkat dan martabat masyarakat pedesaan
menaklukkan kekuasaan. Karena prinsipnya, tersebut. Di sinilah terjadi pembajakan
uang adalah saudara kembar kekuasaan. Dalam atas nilai-nilai luhur bangsa, pemerkosaan
penelitiannya, Rose Ackerman (1999) dan sosial-etika masyarakat Pancasila yang
Bardhan (1997), sebagaimana dikutip Ahmad notabanenya masyarakat religius.46 Perilaku
Khoirul Umam, pernah mempertanyakan suap telah dikemas sedemikian rupa dengan
trend yang sering bermunculan di sejumlah sampul budaya dan nilai-nilai agama hingga
Negara demokrasi baru di kawasan Asia. mengaburkan substansi yang menjadi
Mengapa banyak politikus dan partai politik
yang jelas-jelas diketahui korup, tetapi masih 43
Ahmad Khoirul Umam, Membajak Nilai Sosial-Agama,
juga mendapatkan tingkat keterpilihan dan h. 4.
44
Lihat M. Hasbi Umar, Paradigma Baru Demokrasi di
Indonesia:Analisis Terhadap Pelaksanaan Pemilu Legislatif, (Jambi:
Syariah Press, 2009), h. 12.
41
Ahmad Khoirul Umam, Membajak Nilai Sosial-Agama, 45
Lihat Ahmad Khoirul Umam, Membajak Nilai Sosial-
dalam Republika, Kolom Opini, tanggal 14 Desember 2012, h. 4. Agama, h. 4.
42
Ahmad Khoirul Umam, Membajak Nilai Sosial-Agama, 46
M. Hasbi Umar, Paradigma Baru Demokrasi di Indonesia,
h. 4. h. 13.
260|  AL-‘ADALAH Vol. XII, No. 2 Desember 2014

motivasi dasar tindakannya. Heidenheimer suara yang secara nyata mengkhianati prinsip
(1970) pernah menegaskan bahwa telah dasar demokrasi. Di sinilah letak kesalahan
terjadi pencampuradukan nilai-nilai koruptif fatal kandidat kepala daerah dan partai
dan nuansa moral-etik dalam kehidupan politik, di samping masih lemahnya peran
masyarakat kontemporer. Karena semakin civil society di negeri ini terhadap kurangnya
banyak pertukaran korupsi maka semakin pendidikan politik dan anti korupsi kepada
mirip ia dengan pertukaran sosial-etik pada publik. Penggunaan money politic merupakan
umumnya.47 jalan pintas akibat macetnya program partai
Seiring dengan itu, korupsi tidak lagi politik dan visi misi calon kepala daerah yang
dilakukan dalam ruang tertutup dan sembunyi- diusung dalam pemilukada.50
sembunyi, tetapi dijalankan di ruang terbuka Seluruh elemen civil society harus terus
dengan perasaan bangga dan penuh suka cita. bergerak secara intensif untuk memberikan
Praktik semacam itu akan terus direproduksi, pencerahan kepada publik agar rakyat tidak
dijalankan secara intensif, dengan prinsip “tahu terus terpedaya dan pesta demokrasi yang ber­
sama tahu” dan disertai rasa saling percaya jalan tidak hanya memfasilitasi para kandidat
yang sejajar di antara kandidat atau politikus kepala daerah, terutama kandidat incumbent
dan masyarakatnya. Interaksi timbal balik yang terus berusaha mempertahankan jabatan
yang dijalankan itu menjadi sulit dipangkas dan kekuasaan yang dinikmatinya. Jika itu yang
karena hukum ketertarikan dan sifat saling terjadi maka demokrasi akan bermuara pada
menguntungkan menjadi ruh di dalamnya.48 aspek partisipasi, tanpa mampu menyentuh
Dalam konteks inilah korupsi menampakkan prinsip akuntabilitas dan transparansi demi
fungsinya sebagai media pertukaran yang terciptanya tata kelola pemerintahan yang baik
‘sah’ secara budaya. Jadi, budaya suap dan dan bersih di negeri ini.51
korupsi yang terus bermunculan sejatinya
bukan semata-mata akibat dari lemahnya Hukum Jual Beli Hak Suara dalam
supremasi hukum, melainkan akibat dari Pemilukada
kesepakatan kolektif di masyarakat hingga Pemilihan umum kepala daerah (pemilukada)
tercipta sub-kultur yang menyimpang. Inilah dalam rangka memilih pemimpin baru di
yang dimaksud dengan pembajakan nilai etik Negara ini akan terus berlangsung di setiap
dalam perhelatan perpolitikan bangsa ini, daerah, sesuai dengan periodesasi kepemimpin­
terutama dalam pemilukada.49 an yang diamanatkan oleh Undang-Undang
‘Pembajakan nilai etik’ dalam konteks nomor 12 tahun 2003 tentang pemilu. Dalam
ini identik dengan ‘korupsi berjama`ah’, ia pelaksanaan pemilu­kada, setiap warga Negara
merupakan terminologi menarik yang sering diperlakukan sama di muka hukum dan me­
dipakai untuk menjelaskan fenomena tersebut. miliki hak suara atau hak pilih. Hak suara
Akibatnya, upaya memberantas korupsi tersebut dapat dikatakan sebagai hak yang
politik di akar rumput yang dalam wujud melekat pada diri warga dan termasuk bagian
sederhananya dipraktikkan dalam bentuk dari Hak Asasi Manusia, sekaligus merupakan
politik uang, pembagian sembako, bantuan salah satu hak konstitusional warga Negara
sosial, dan lain sebagainya itu menjadi sulit dalam bidang politik.52 Namun demikian,
terlaksana. Realitas inilah yang melanggengkan penggunaan hak tersebut dalam pemilukada
praktik politik dagang sapi dan jual beli mestilah sesuai dengan peraturan perundang-

47
Lihat Ahmad Khoirul Umam, Membajak Nilai Sosial- 50
M. Hasbi Umar, Paradigma Baru Demokrasi di Indonesia,
Agama, h. 4. h. 17.
48
Ahmad Khoirul Umam, Membajak Nilai Sosial-Agama, 51
Lihat Ahmad Khoirul Umam, Membajak Nilai Sosial-
h. 4. Agama, h. 4.
49
Lihat M. Hasbi Umar, Paradigma Baru Demokrasi di 52
Baca Undang-Undang nomor 12 tahun 2003 tentang
Indonesia, h. 17. pemilu.
M. Hasbi Umar: Hukum Menjual Hak Suara  |261

undangan dan kepentingan kemaslahatan aktivitas keagamaan yang menutupi praktek


umat bukan sebaliknya untuk kepentingan ini. Prosedurnya dengan mengadakan acara
tertentu sehingga mendorong terjadinya money pengajian, dan bakal calon pemimpin di­
politic, dengan menjual hak suaranya dalam undang sebagai pembicara pengajian. Setelah
pemilukada.53 berakhirnya pengajian, terjadilah ke­sepakatan
Dalam pemilukada, sebagian besar, bakal kedua belah pihak mengenai pembelian suara.56
calon telah meninjau dan terjun langsung Praktik jual beli suara ini tentu tidak etis.
ke ruang publik demi mendapat simpati Mengingat negara ini terus mengumandangkan
masyarakat. Setiap bakal calon memiliki anti korupsi, sementara praktik suap terus
pandangan-pandangan tersendiri mengenai menggelayuti setiap elemen masyarakat. Ironis­
ihwal yang harus dibenahi dalam jangka nya, praktek ini berlangsung setelah kegiatan
waktu terdekat. Sasaran para politikus ke­ keagamaan. Bujukan kepada pemilih untuk
banyakan ialah pedagang pasar atau kalangan mencoblos pasangan calon tertentu dalam
menengah ke bawah. Kalangan ini masih bentuk sejumlah uang, berkisar antara Rp.
samar-samar bahkan buta mengenai politik. 20.000 hingga Rp. 30.000 bahkan sampai
Selain itu, masyarakat kalangan menengah Rp. 50.000 per orang. Ataupun berbentuk
ke bawah lebih cepat merespons komunikasi doorprize, pakaian hingga bahan makanan
politik yang dijalankan calon pemimpin.54 pokok. Keterbatasan masyarakat akan ekonomi
Modus kampanye paling gencar dilakukan yang memadai dijadikan peluang oleh calon
ialah dengan cara bekerja sama dengan karang pemimpin untuk menguasai hak pemilih.
taruna di daerah-daerah dan bernegosiasi Sebagian besar masyarakat Indonesia tergolong
mengenai kesepakatan pembelian suara. miskin dan berpendidikan rendah. Maka dari
Biasanya tim sukses mematok jumlah suara itu, praktik politik uang begitu mudah terjadi.57
yang dibutuhkan, sedangkan karang taruna Uang yang digunakan untuk menjual­
meminta imbalan berupa sejumlah uang. belikan dukungan politik biasanya bersumber
Sepertinya hal ini sudah lumrah dilakukan. dari pihak yang memiliki kepentingan, baik
Mengingat praktik ini berlangsung terus- uang itu bersumber dari pribadinya atau dari
menerus dan tidak terendus aparat hukum.55 Negara. Persoalan money politic harus dilihat
Permainan politik ini begitu rapi dan dari segi unsur-unsur yang melingkupi. Dalam
tertutup rapat-rapat. Hal ini karena adanya hal ini money politic mengandung dua unsur;
pertama unsur sebab, yakni ada maksud dan
tujuan untuk mempengaruhi aspirasi dan
53
Money politic atau politik uang adalah semua tindakan pandangan politik seseorang; dan kedua
yang disengaja memberi atau menjanjikan uang atau materi lainnya unsur akibat, yakni dari tindakan pemberian
kepada seseorang supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau
memilih peserta pemilu tertentu, atau menggunakan hak pilihnya
uang atau barang tertentu. Jika demikian
dengan cara tertentu sehingga surat suaranya menjadi tidak sah adanya maka mempengaruhi massa pada saat
atau dengan sengaja menerima atau memberi dana kampanye
dari atau kepada pihak-pihak yang dilarang menurut ketentuan
undang-undang atau dengan sengaja memberikan keterangan tidak 56
Menjadi seorang tokoh politik di negeri ini sungguh
benar dalam laporan dana kampanye pemilu. Jadi, money politic mahal harganya. Jika bukan keturunan bangsawan atau keturunan
merupakan istilah yang berarti penggunaan uang untuk membeli pemimpin terdahulu, jangan berharap bisa duduk di singgasana
dukungan politik melalui transaksi jual beli suara. penguasa. Sebaik apapun calon pemimpin di negeri ini, sulit
54
Sangat rentan terjadi money politic di kalangan ma­ menghindari sistem yang ada. Akhirnya terjerembab pula dalam
syarakat menengah ke bawah, bahkan dalam konteks kini, bukan permainan politik yang tidak sehat.
hal yang tabu bila politik uang telah mengakar di setiap rongga 57
Ada beberapa fakta yang bisa dikaitkan mengapa korupsi
masyarakat kaum bawah. Masyarakat kalangan menengah ke merajalela di negeri ini. Pertama, mahalnya modal untuk menjadi
bawah menjadikan masa kampanye sebagai momen untuk meraup seorang pemimpin. Akibatnya, pemimpin mencari tambahan
sejumlah rupiah dari para bakal calon. Tim sukses memanfaatkan penghasilan untuk menutupi modal kampanye dengan cara
keterbatasan ekonomi masyarakat sebagai cara menggiring korupsi. Kedua, masyarakat terlalu acuh tak acuh menentukan
masyarakat untuk memilih calon yang diinginkan. Tim sukses pilihan. Bukan rahasia lagi, bahwa pilihan akan jatuh pada pemberi
menjadi perantara negosiasi terselubung pembelian suara ini. suap terbesar. Tak ayal, pilkada sering dilanda kericuhan. Karena
55
Lihat Surahman Hidayat, Hukum Risywah, Rubrik: Fiqih bakal calon merasa terkhianati oleh masyarakat yang enggan
Kontemporer¸ www. google.com. Diakses 12 November 2014. memilih walaupun telah disodorkan sejumlah uang.
262|  AL-‘ADALAH Vol. XII, No. 2 Desember 2014

pemilukada sama dengan risywah, karena di korupsi didefinisikan dengan: “Memberi atau
antara unsur-unsur risywah itu adalah adanya men­janjikan sesuatu kepada pegawai negeri
athiyyah (pemberian) dan ada niat istimâlah atau penyelenggara negara, di mana pegawai
(menarik simpati orang lain atau massa). Money negeri atau penyelenggara negara tersebut
politic, dalam pemilu­kada, secara umum sering supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu
dinilai dengan uang bujuk atau uang sogok dalam jabatannya yang bertentangan dengan
dalam rangka menarik simpati publik. kewajibannya”.61
Jadi jelas bahwa praktek jual beli suara Dalam Alquran, risywah digolongkan
(money politic) dalam pemilukada termasuk dalam kata umum batil, yaitu meliputi juga
dalam kategori Risywah. Bahkan tindakan perbuatan pidana lain seperti merampok,
serupa yaitu menerima dan mengambil menipu, memeras dan termasuk praktik jual
sesuatu yang bukan haknya sama dengan beli hak suara untuk kepentingan tertentu.
tindakan korupsi. Korupsi merupakan tindakan Di Negara ini, dari segi peraturan perundang-
penyelewengan dan penggelapan harta negara undangan semua perkataan “memberi dan
untuk kepentingan pribadi atau orang lain.58 menerima suapan” adalah bagian dari per­
Dalam Islam, ada beberapa istilah yang buatan dan kesalahan pidana. Islam sangat
terkait dengan mengambil harta tanpa hak, melarang umatnya dari perbuatan semacam
misalnya; ghasb, ikhtilâs, sariqoh, hirâbah, dan itu. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw. yang
ghulûl. Semuanya mengandung makna yang bermaksud; “Dari Abû Hurairah r.a. dia telah
berbeda, tetapi semua istilah itu bermuara pada berkata: “Rasulullah Saw telah mengutuk orang
penggunaan hak dan pengambilan harta dengan yang suka memberi suap dan orang yang suka
cara yang tidak benar. Oleh karena itu banyak menerima suap…”; ini sama dengan risywah.
orang yang mengidentikkan korupsi dengan Perbuatan risywah ini adalah perbuatan yang
risywah. Karena risywah dalam pelbagai literatur sangat keji dan berdosa. Mereka yang terjebak
fikih adalah sesuatu yang diberikan guna dalam budaya risywah akan memperoleh
membatalkan yang benar atau membenarkan balasan yang setimpal dengan perbuatan
yang salah. Al-Fayyumi menyebutkan bahwa mereka. Rasulullah  Saw. bersabda, “Pemberi
rishwah adalah sesuatu yang diberikan kepada dan penerima rasuah (risywah) kedua-duanya
seseorang kepada hakim atau yang lainnya agar akan masuk neraka”. Di samping itu, Allah
memberi hukum menurut kehendak orang telah berfirman dalam Alquran, “Dan jangan­
yang memberikan sesuatu itu.59 Ungkapan lah sebagian kamu memakan harta sebagian
senada juga dikemukakan oleh ibnu Hazm yang lain di antara kamu dengan jalan yang
dalam kitab al-Muhallâ, yaitu pemberian batil (tiada hal) dan (jangan) kamu bawa
yang diberikan seseorang kepada hakim atau kepada hakim, supaya dapat kamu memakan
lainnya untuk me­ menangkan perkaranya sebagian harta orang yang berdosa sedang kamu
dengan cara yang tidak dibenarkan atau untuk mengetahuinya”. Q.s. (Al-Baqarah [2]: 188).
mendapatkan sesuatu yang sesuai dengan Kemudian, Allah menyebutkan: “Mereka itu
kehendaknya.60 Dalam Undang-Undang adalah orang-orang yang suka mendengar berita
Tindak Pidana Korupsi pasal 5 ayat 1 terdapat bohong, banyak memakan yang haram”. (Q.s.
kemiripan antara korupsi dan risywah, di mana Al-Mâ’idah [5]: 42) Dalam sebuah hadits
ditegaskan bahwa Rasulullah Saw. melaknat
bagi penyuap dan yang menerima suap.62
58
Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia.
59
Lihat selengkapnya al-Misbâh al-Munîr/al-Fayumi, al- Dalam hadits lain yang diriwayat oleh Ahmad,
Muhallâ/Ibnu Hazm, atau “pemberian yang diberikan kepada Rasulullah Saw. melaknat penyuap, penerima
seseorang agar mendapatkan kepentingan tertentu” (Lisânul
Arab, dan Mu’jam Wasîth).
suap, dan perantaranya.
60
Lihat selengkapnya al-Misbâh al-Munîr/al-Fayumi, al-
Muhallâ/Ibnu Hazm, atau “pemberian yang diberikan kepada
seseorang agar mendapatkan kepentingan tertentu” (Lisânul 61
Lihat Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Arab, dan Mu’jam Wasîth). 62
Hadits Riwayat al-Khamsah dishahihkan oleh al-Tarmidzi.
M. Hasbi Umar: Hukum Menjual Hak Suara  |263

Dengan demikian, jika dicermati lebih pemilukada merupakan tindakan yang me­
jauh, ternyata hadis-hadis Rasulullah itu langgar norma negara dan agama sekaligus. Ia
bukan hanya mengharamkan seseorang me­ tergolong perbuatan risywah yang me­rupa­kan
makan harta hasil dari suap-menyuap, tetapi suatu perkara yang diharamkan oleh Islam,
juga diharamkan melakukan hal-hal yang baik memberi ataupun menerima, termasuk
bisa membuat suap-menyuap itu berjalan. mediatornya. Islam melaknat praktik money
Maka yang diharamkan itu bukan hanya politic yang sesungguhnya merupakan salah satu
satu pekerjaan yaitu memakan harta suap- tindakan penyuapan yang meluluhlantakkan
menyuap, melainkan tiga pekerjaan sekaligus, tata nilai dalam masyarakat yang sejatinya
yaitu penerima suap, pemberi suap, dan dipelihara dan dijunjung tinggi. Karena itu
mediator suap-menyuap. Sebab tidak akan money politic dapat juga dikatakan sebagai
mungkin terjadi seseorang memakan harta tindakan pidana korupsi, yang merupakan
hasil dari orang suap-menyuap, kalau tidak suatu “virus” yang dapat menggerogoti dan
ada yang menyuapnya. Maka orang yang melemahkan moral dan etos kerja masyarakat.
melakukan suap-menyuap pun termasuk “Virus” money politic yang membahayakan
mendapat laknat dari Allah juga. Sebab itu setidaknya terlihat dari tiga efek negatif
karena pekerjaan dan inisiatif dia-lah maka yang ditimbulkannya.
ada orang yang makan harta suap-menyuap. Pertama, money politic memanjakan
Dan biasanya dalam kasus suap-menyuap sekaligus berpotensi membuat masyarakat
seperti itu, ada pihak yang menjadi mediator malas bekerja karena sembako, uang dan
atau perantara yang bisa memuluskan jalan. pemberian yang digelontorkan oleh seorang
Dari uraian ayat-ayat dan hadis di atas, kontestan pemilu, pilkada bahkan pemilihan
jelaslah bahwa praktik jual beli suara dalam presiden, membuat masyarakat terbiasa
pemilukada tergolong perbuatan risywah, me­ nerima sesuatu tanpa bekerja keras.
merupakan suatu perkara yang diharam­ Jika berlangsung dalam waktu lama dapat
kan oleh Islam, baik memberi ataupun me­ membuat sebagian anggota masyarakat terlatih
nerimanya sama-sama diharamkan di dalam dan terbiasa dengan menerima pemberian-
syariat.63 Oleh karena itu, setiap perolehan pemberian secara gratis. Jika kondisi ini
apa saja di luar gaji dan dana resmi dan legal menjadi pemandangan umum di tengah
yang terkait dengan jabatan atau pekerjaan masyarakat maka dapat membahayakan sendi-
merupakan harta ghulûl atau korupsi yang sendi kemandirian masyarakat, sekaligus akan
hukumnya tidak halal meskipun itu atas nama lebih memiskinkan masyarakat yang sudah
‘hadiah’ dan tanda ‘terima kasih’ akan tetapi terjatuh dalam kemiskinan.
dalam konteks dan perspektif syariat Islam Kedua, money politic menjadi pemicu
bukan merupakan hadiah tetapi dikategorikan pertama terjadinya lingkaran setan korupsi
sebagai “risywah” atau “syibhu risywah” yaitu karena ketika seorang kontestan meng­
semi suap, atau juga risywah masturoh yaitu investasikan jumlah tertentu untuk meraih
suap terselubung dan sebagainya. pemenangannya, dan sudah berhitung
untuk mendapatkan kembali uang yang di­
Penutup investasikannya itu selama bekerja sebagai
anggota legislatif, bupati, gubernur dan lain
Sebagai kesimpulan dapat ditegaskan bahwa
sebagainya.
jual beli hak suara yang dipraktikkan dalam
Ketiga, money politic melahirkan pe­
mimpin tidak sejati, karena pemimpin yang
63
Namun ada pengecualian yang menurut mayoritas ulama muncul dari hasil politik uang adalah tipe
memperbolehkan penyuapan yang dilakukan oleh seseorang untuk pemimpin yang sejak awal tidak memiliki
mendapatkan haknya, karena dia dalam kondisi yang benar dan
mencegah kedzoliman terhadap orang lain, dalam hal ini dosanya
kesejatian untuk memimpin. Pemimpin
tetap ditanggung oleh yang menerima suap. seperti ini memerlukan pencitraan yang
264|  AL-‘ADALAH Vol. XII, No. 2 Desember 2014

berbiaya mahal. Pencitraan ini diperlukan Ibn al-Hujjaj, Muslim, Shahîh Muslim, Ttp.:
untuk memake-up habis diri­nya dari seorang Dâr al-Ihyâ’ al-Turath al-`Arabi, 1972.
yang semula memang biasa saja menjadi Ibnu Yazid, Muhammad, Sunan Ibn Mâjah,
seorang berbeda sehingga tampak layak Ttp.: Dâr al-Ihyâ’ al-Turath al-`Arabi,
untuk dipilih sebagai pemimpin. Dari sisi 1975.
etika fiqh siyâsah, money politic jelas mem­ Ibn Hanbal, Ahmad, Musnad al-Imam
perlihatkan praktik “pencurian hak”. Karena Ahmad, Mishr: Dâr al-Ma’ârif, 1980.
money politic yang dilakukan oleh seseorang
meng­akibatkan berpindahnya hak me­mimpin Khoirul Umam, Ahmad, Membajak Nilai
yang semestinya pantas untuk diperoleh oleh Sosial-Agama, dalam Republika, Kolom
seseorang dan beralih kepada seseorang yang Opini, tanggal 14 Desember 2012.
bukan berhak menerimanya. Maududi, al-, Abul A’lâ, al-Khilafah wa
al-Mulk, Kuwait: Dâr al-Qalam, 1978.
Pustaka Acuan Marbawi, al-, Muhammad Idrîs, Kamus al-
Marbawi, Mishr: Mustafâ al-Bâbi al-
Ash-Shiddieqy, Hasbi, Asas-asas Hukum
Halabi wa Auladih, 1350 H.
Tata Negara Menurut Islam, Yogyakarta:
Matahari Masa, 1969. Mas’oed, Mohtar, Negara Kapital dan
Demokrasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
Bustami, al-, Fuad ‘Irfan, Munjid al-Tullab,
1994.
Bayrût: al-Maktabah al-Kasulikiyyah, t.t.
Muhammad, Pemilihan Umum dan Legitimasi
Barakatullah, Abdul Halim, Menjual Hak
Politik, Jakarta: Yayasan Buku Obor,
Memilih pada Pemilihan Umum dalam
1998.
Perspektif Hukum Perjanjian, dalam
Jurnal Konstitusi, IAIN Antasari, 2009. Muzakir, Demokrasi dan Kejujuran, Jakarta:
Wahana Putra, 2007.
Bukhâri, al-, Muhammad bin Ismaîl bin
Ibrahîm, Shahîh Bukhâri, Bayrût: Dâr Nugraha, Agus, Pemilihan Presiden dalam
al-Qalam, 1987. Islam, dalam Refleksi Jurnal Kajian Agama
dan Filsafat, UIN Syarif Hidayatullah,
Chejne, Anuar, Succession to The Rule in
Jakarta: Vol. VI, Nomor 3, 2004.
Islam with Special Reference to the Early
Abbasid Period, Disertasi Ph.D. pada Sjadzali, Munawir, Islam dan Tata Negara,
University of Pennsylvania Amerika Jakarta: UI Press, 1990.
Serikat, 1954. Soedarsono, Mahkamah Konstitusi Sebagai
Fatah, Eep Saefulloh, Evaluasi Pemilu Orde Pengawal Demokrasi, Jakarta: Sekretaris
Baru, Seri Penerbitan Studi Politik, Jenderal dan Kepaniteraan NKRI, 2006.
Jakarta: LIP FISIP UI, 1997. Undang-Undang RI. No. 31 Tahun 2002
Gaffar, Afan, Politik Indonesia, Transisi tentang Partai Politik (Lembaran Negara
Menuju Demokrasi, Yogyakarta: Pusaka Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor
Pelajar. 2000. 138).
HR, Ridwan, Fiqih Politik Gagasan, Harapan Undang-Undang RI No. 12 Tahun 2003
dan Kenyataan, Yogyakarta: UII Press, tentang Pemilu Anggota DPR, DPD,
2007. dan DPRD (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 37).
Hasbi Umar, Muhammad, Paradigma Baru
Demokrasi di Indonesia: Analisis Terhadap W. Huntington, Samuel, Demokrasi
Pelaksanaan Pemilu Legislatif, Jambi: Gelombang Ketiga, Asril Marjohan
Syariah Press, 2009. (pent.), Jakarta: Grafiti, 1995.

S-ar putea să vă placă și