Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
ABSTRACT
The purpose of this action research is to improve the competence learning material digestive
systeForests cover a lot of land vegetation, tropical rainforest is one of them, a lot of diversity
tumbuahn that inhabit tropical rain forests. Perhutani forest BKPH Sub Kedunggalar, Sonde
and Natah an extensive teak forests, plant species which inhabit such pembelit plants, climbing
atapun adhesive (epiphytes). Identification is performed to determine the type of epiphytic plants,
morphological and anatomical stem, and diversity of epiphytic plants.This qualitative study using
field exploration methods, by conducting observation and identification of the morphological
and anatomical stem seen from the file type transporters (xylem and phloem) in Pteridophyta
and Spermatophyta in Sub BKPH Kedunggalar, Sonde and Natah. Sources of data in the form of
primary data that is the result of the identification of epiphytic plants. Data collection techniques
using observation and documentation, then be making the herbarium at each epiphytic plant
species were found. Analysis of the data used by seebagai following stages: Data Accumulation
(Collection of Data), Data Reduction (Reduction of Data), Data Display (Presentation of Data),
and conclution darwing (Withdrawal Conclusion).Epiphytic plants found 3 Sub BKPH the
5 species were divided into 2 families (Polypodiaceae and Orchidaceae) 4 genus (Drynaria,
Cyclophorus, Dendrobium, and Cymbidium); Family Polypodiaceae; 2 genus is Drynaria,
Cyclophorus; Drynaria species querchifdia J. Sm, Cyclophorus lanceolatus. Family Orchidaceae,
which consists of 2 genera Dendrobium, Cymbidium; Dendrobium species crumenatum, bifalce
Dendrobium, and Cymbidium finlaysmanum.
47
Identifikasi Tumbuhan Epifit Berdasarkan Ciri Morfologi dan Anatomi Batang
lumut kulit, ganggang), tetapi juga terdapat IKIP PGRI Madiun. Waktu pelaksanakan
paku-pakuan yang lebih senang hidup penelitian selama 3 bulan dimulai dari
di atas tumbuh-tumbuhan lain dari pada bulan Februari sampai dengan bulan April
tumbuh sendiri, Asplenium, Davallia, 2014.
Hymenolepis, Drynaria, Platycerium, Metode penelitian menggunakan
Cyclophorus dan Drymoglossum. eksplorasi dan data dianalisis menggunakan
Tanaman yang tingkat hidupnya tinggi metode deskriptif kualitatif. Teknik
terutama adalah Orchidaceae, misalnya: pengumpulan data dilakukan dengan
Dendrobium dst, jenis Ficus. Tumbuhan tahapan 1) Orientasi dan penjelajahan ke
ini biasanya tumbuh pada tembok dan tiga lokasi. 2) Pengumpulan tumbuhan
bebatuan. epifit dengan mendatangi setiap Sub
Tumbuhan Epifit golongan lumut BKPH. 3) Mencatat tumbuhan epifit yang
(Bryophyta), tubuh tumbuhan lumut ditemukan dalam setiap lokasi Sub BKPH
berupa talus seperti lembaran-lembaran dicatat data lapangan, didokumentasikan,
daun (Hepaticae). Pada tanaman lumut dan diambil contoh koleksi untuk dibuat
belum terdapat akar yang sesungguhnya, herbarium. 5) Spesimen yang telah diambil
melainkan hanya rizoid-rizoid yang diberi etiket gantung berupa nomor koleksi
berbentuk benang yang kadang-kadang dan dicatat data lapangan berdasarkan
menyerupai akar. Alat kelamin pada ciri morfologinya seperti habitat, warna,
tumbuhan lumut berupa Anteridium dan dan bentuk daun. 6) Studi pustaka untuk
arkegonium. Tumbuhan lumut berkembang mengidentifikasi jenis tanaman epifit yang
biak dengan spora dan vegetative dengan ditemukan dengan diamati ciri morfologi
kuncup eram (Tjitrosoepomo, 1991). dan diamati anatomi batang menggunakan
Tumbuhan Epifit golongan paku- mikroskop, kemudian diidentifikasi dengan
pakuan (Pteridophyta) menyenangi daerah menggunakan kunci determinasi. 7)
lembab dan teduh, dapat hidup di tanah Membuat herbarium dari masing-masing
atau menopang pada pohon lain. Tumbuhan koleksi yang telah ditemukan pada masing-
paku memiliki bentuk yang beranekaragam, masing lokasi atau Sub BKPH.
ada yang yang berdaun tunggal dan kaku,
kadang-kadang menyerupai jenis anggrek. Tumbuhan Epifit Golongan Paku-
Tumbuhan paku merupakan suatu divisi pakuan (Pteridophyta)
yang warganya telah jelas memiliki Berdasarkan hasil eksplorasi pada
kormus, artinya telah dengan nyata dapat seluruh Sub BKPH Kedunggalar, Sonde
dibedakan dalam tiga bagian pokok, yaitu dan Natah, terdapat 6 tumbuhan epifit
akar, batang dan daun (Tjitrosoepomo, golongan Pteridophyta yang terdiri dari
1991). Tumbuhan Epifit golongan 2 spesies. Berdasarkan hasil penelitian
tumbuhan berbunga (Spermatophyta) dari Sub BKPH Kedunggalar, Sonde
antara lain famili Araceae, Bromeliaceae dan Natah ditemukan spesies tumbuhan
dan Orchidaceae, yang termasuk tumbuhan epifit paku-pakuan yang sama. Hal ini
monokotil, dan tumbuhan dikotil yang dikarenakan pohon inang yang dijadikan
meliputi Asclepiadaceae, Ericaceae, penopang hidup tumbuhan epifit golongan
Rubiaceae dan Melastomataceae (Ewusie, Pteridophyta merupakan pohon yang
1990). memiliki usia tua, dalam hal ini pada tiga
Sub BKPH tumbuhan tua yang dijadikan
METODE penopang adalah pohon jati dan trembesi.
Tempat penelitian yaitu Sub BKPH Setelah dilakukan identifikasi ditemukan 2
Kedunggalar, Sonde dan Natah. Temuan spesies tumbuhan epifit Pteridophyta yang
berbagai jenis tumbuhan epifit akan terdiri atas 1 kelas, 1 ordo, 1 famili, dan 2
diidentifikasi berdasarkan ciri morfologi genus.
dan anatomi batang dilihat dari tipe
berkas pengangkut (xylem dan floem) di
laboratorium Prodi Pendidikan Biologi
48
Suwila
49
Identifikasi Tumbuhan Epifit Berdasarkan Ciri Morfologi dan Anatomi Batang
SIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa:
1. Jenis-jenis tumbuhan epifit golongan
Pteridophyta dan Spermatophyta
pada Sub BKPH Kedunggalar,
Sonde dan Natah total ditemukan
5 spesies : Drynaria querchifdia
J. Sm, Cyclophorus lanceolatus,
Dendrobium crumenatum,
Dendrobium bifalce, dan Cymbidium
finlaysmanum.
50
Dewi Eka Yuliani dkk Analisis Kemampuan Kiambang
Kimia FMIPA Unmul
ABSTRACT
This research was purposed to know about the water lettuce (Salvinia molesta) absorption ability for metal
Cu (II) ion and the influence of plant sum variation and its contact time. The simulation is done by planting
the water lettuce (Salvinia molesta) at water media as a growing place which prepared in 5 place that each
be volumed by 5 l the plant of Cu solution as 20 mg/L, Then, the water lettuce (Salvinia molesta) also be
volumed as 0 (blank), 10, 15, 20 and 25 as its variation. Then, this research also variated its contact time as
0, 3, 6, 9, 12, 15, 18 and 21 days. The concentration of metal Cu (II) ion in plant media was analyzed with
Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). The research showed that the water lettuce (Salvinia
molesta) was capable to absorp the metal Cu (II) ion with the optimal absorbtion happened at the 9th day in
15 plants sum of variation, with total percentage of the metal Cu (II) is absorbted to 81.68 %.
Keyword: Water lettuce (Salvinia molesta), Cu (II), metal, water
A. PENDAHULUAN
Pencemaran lingkungan pada saat ini telah Dengan banyaknya kemungkinan terjadi
menimbulkan masalah yang serius seiring dengan pencemaran oleh logam berat tembaga di perairan
meningkatnya peradaban manusia serta kemajuan Kalimantan Timur, maka perlu dilakukan penelitian,
teknologi akibat limbah yang dihasilkan. Salah satu khususnya dalam pemanfaatan tanaman air sebagai
pencemaran yang diakibatkan oleh pembuangan limbah akumulator ion tembaga. Karena sebelumnya telah
industri yang berbahaya, yaitu pencemaran oleh logam dilakukan penelitian serupa untuk penurunan kadar ion
berat tembaga (Cu). Tembaga (Cu) merupakan logam tembaga dalam perairan menggunakan tanaman hydrilla
berat yang sangat beracun dalam konsentrasi tinggi. (Hydrilla verticillata), kangkung (Ipomoea aquatic
Tembaga yang masuk ke perairan merupakan hasil Forsk) dan apu-apu (Pistia stratiotes L). Berdasarkan hal
pembuangan dari kegiatan industri yang menggunakan tersebut diatas maka dilakukan penelitian lebih lanjut
logam berat tersebut sebagai bahan baku maupun hasil dengan memanfaatkan tanaman kiambang (Salvinia
samping dari kegiatan industri yang terjadi. Kadar molesta) yang digunakan untuk menurunkan kadar ion
tembaga yang tinggi dapat mempengaruhi aspek ekologis tembaga yang terdapat dalam perairan.
dan biologis dalam perairan, jika terakumulasi dalam Kiambang adalah tumbuhan air yang melayang
tubuh biota laut melalui rantai makanan akhirnya akan bebas di permukaan air dan mempunyai kecepatan
sampai pada manusia. tumbuh yang sangat cepat dalam kondisi yang
Mengingat dampak negatif yang ditimbulkan oleh memungkinkan. Karena sifat pertumbuhannya yang
logam tembaga dalam kadar yang tinggi bagi makhluk cepat, jumlah tanaman kiambang sangat melimpah
hidup dan lingkungan, maka keberadaan logam tersebut dilingkungan perairan tanpa pemanfaatan secara optimal
sebagai pencemar di lingkungan perlu diminimalkan [2]. Selain itu, tanaman ini juga memiliki diameter daun
bahkan dihilangkan. Berkaitan dengan hal tersebut, yang relatif kecil tetapi memiliki perakaran yang lebat
diperlukan suatu teknologi alternatif untuk pengolahan dan panjang, sehingga diharapkan dapat menyerap logam
air limbah industri guna mengatasi mahalnya biaya berat namun tidak menghalangi penetrasi cahaya ke
operasional, disamping pengolahan limbah yang selama dalam perairan. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi
ini telah dilakukan secara luas. Telah banyak penelitian salah satu solusi alternatif atas pencemaran logam berat
dilaksanakan untuk mencari suatu solusi yang murah yang selama ini menjadi permasalahan di perairan
namun efektif dalam usaha mengatasi masalah tersebut. maupun pada air limbah.
Cara yang dianggap tepat untuk menurunkan kadar ion- 1.1. Karakteristik Kiambang (Salvinia molesta)
ion logam berat (tembaga) dari larutan yaitu salah Tanaman kiambang (yang berasal dari kata ki:
satunya dengan pemanfaatan tanaman sebagai penyerap pohon, tumbuhan dan kata ambang: mengapung)
logam. merupakan nama umum bagi tumbuhan paku
air dari genus Salvinia. Tumbuhan ini biasa ditemukan
mengapung di air menggenang, seperti kolam, sawah dan dipengaruhi oleh ruang tumbuh, makin sempit ruang
danau, atau di sungai yang mengalir tenang [5]. Tanaman tumbuhnya maka pertumbuhannya akan makin lambat
ini merupakan gulma air yang memiliki karakteristik laju dan sebaliknya. Disamping itu, pertumbuhannya juga
biaknya sangat cepat dengan sifat adaptasi yang tinggi di dipengaruhi oleh kedalaman air, kandungan hara air,
berbagai kondisi lingkungan, terutama pada air buangan intensitas penyinaran, suhu dan pH air tempat
aktivitas industri, limbah domestik, limbah pertanian dan tumbuhnya. [2].
kehutanan [10]. Pertumbuhan tanaman kiambang
Dalam tata nama atau sistematika (taksonomi) yang mengandung ion-ion ke dalam akar tanaman
tumbuh-tumbuhan, tanaman kiambang dimasukkan ke disebut serapan ion. Akar yang tumbuh di dalam pori-
dalam klasifikasi berikut : pori tanah melakukan kontak yang intim dengan ion di
Kingdom : Plantae dalam larutan tanah pada kompleks pertukaran atau
Subkingdom : Tracheobionta kompleks jerapan tanah. Dalam keadaan seperti itu
Divisi : Pteridophyta pengambilan ion terjadi dengan cara pertukaran kation.
Kelas : Filicopsida Pada tanaman tingkat tinggi, unsur hara yang terdapat di
Ordo : Hydropteridales dalam larutan tanah diserap oleh akar sebagian besar
Familia : Salviniaceae melalui rambut akar [1].
Genus : Salvinia Seg. Penyerapan dan akumulasi logam berat oleh
Spesies : Salvinia molesta Mitchell tumbuhan dibagi menjadi tiga proses, yaitu penyerapan
1.2. Absorpsi Logam Berat Pada Organisme logam oleh akar, translokasi logam dari akar ke bagian
Logam-logam berat umumnya memiliki daya tumbuhan lain dan lokalisasi logam pada bagian jaringan
racun yang mematikan terhadap organisme pada kondisi tertentu untuk menjaga agar tidak menghambat
yang berbeda-beda. Logam berat diperairan akan metabolisme tumbuhan tersebut [9].
mengalami tiga proses yaitu pengendapan (presipitasi), 1.4. Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)
adsorpsi (ikatan) dan absorpsi (penyerapan) oleh Instrumen yang digunakan untuk menganalisa
organisme-organisme perairan. Sebagian besar sifat kadar ion logam Cu (II) pada tanaman kiambang
logam berat adalah memiliki daya larut yang tinggi (Salvinia molesta) dan media tumbuh air dalam
sehingga dapat membahayakan organisme perairan. penelitian ini adalah Spektrofotometri Serapan Atom
Beberapa organisme mempunyai kemampuan untuk (SSA). Prinsip dasar Spektrofotometri Serapan Atom
mengontrol jumlah toksik dalam tubuh mereka melalui (SSA) adalah interaksi antara radiasi elektromagnetik
proses pengeluaran, sementara organisme lain tidak dengan sampel. Spektrofotometri serapan atom
mampu. Organisme yang tidak mampu tersebut akan merupakan metode yang sangat tepat untuk analisis zat
mengakumulasi bahan pencemar dan jaringan mereka pada konsentrasi rendah. Teknik ini adalah teknik yang
guna menunjukkan indikasi adanya bahan pencemar paling umum dipakai untuk analisis unsur. Teknik-teknik
[12]. ini didasarkan pada emisi dan absorbansi dari uap atom.
1.3. Mekanisme Serapan Unsur Hara Melalui Akar Komponen kunci pada metode spektrofotometri serapan
Unsur hara yang diserap oleh akar tanaman dari atom adalah sistem (alat) yang dipakai untuk
larutan tanah dalam bentuk ion, baik kation maupun menghasilkan uap atom dalam sampel [7].
anion. Proses masuknya unsur hara dari larutan tanah
B. METODOLOGI PENELITIAN
2.1. Alat dan Bahan 1,41 kg/L), kertas saring Whatman 41, aquadest,
Spektrofotometer Serapan Atom (SSA), bak fiber, alumunium foil dan kertas label.
neraca analitik, labu ukur, erlenmeyer, gelas kimia, 2.2. Preparasi Sampel
corong kaca, pipet tetes, pipet volume, bola hisap, batang Sampel yang digunakan dalam penelitian ini
pengaduk, oven, cawan porselen, hot plate, tanur adalah sejumlah tanaman kiambang (Salvinia molesta)
(furnace), spatula, CuSO4.5H2O, HNO3 pekat (65%, Bj = yang berwarna hijau dan berukuran 8-10 cm serta
masing-masing 5 L air waduk sebagai habitat awal
tanaman kiambang tersebut yang ditumbuhkan dalam 5 pada suhu 103oC untuk menghilangkan kadar airnya.
buah bak berdiameter 60 cm. Selanjutnya di furnace hingga suhu 700oC, abu yang
2.3. Aklimatisasi Tanaman Kiambang (Salvinia dihasilkan kemudian dilakukan proses destruksi dengan
molesta) melarutkan abu sampel dengan HNO3(p) lalu dipanaskan
Sampel kiambang (Salvinia molesta) di atas hotplate. Hasil destruksi disaring dan filtratnya
diaklimatisasi selama 1 minggu dalam kolam air, dengan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL lalu diencerkan
media tumbuh air waduk yang diambil dari tempat asal hingga tanda batas untuk selanjutnya dianalisa
kiambang tersebut. konsentrasi Cu dalam media tumbuh dengan SSA pada
2.4. Pembuatan Media Tumbuh panjang gelombang 324,8 nm.
Pembuatan media tanam dilakukan dengan 2.7. Perhitungan Konsentrasi Cu
menyiapkan 5 buah bak berdiameter 60 cm dan sampel Perhitungan konsentrasi ion logam Cu (II) dalam
air waduk. Media tanam yang digunakan disini adalah 5 sampel dilakukan pada kiambang (Salvinia molesta),
L larutan Cu dengan konsentrasi 20 mg/L, yang dibuat perhitungan tersebut menggunakan kurva kalibrasi atau
dengan cara mencampurkan 4900 ml air waduk dengan persamaan garis lurus. Setelah didapat nilai konsentrasi
100 mL larutan induk Cu 100 mg/L. Selanjutnya masing- Cu (hasil dari kurva kalibrasi) maka dihitung konsentrasi
masing bak diisi dengan tanaman kiambang (Salvinia Cu dengan rumus:
molesta) dengan variasi sebagai berikut: 𝑉 (𝐿) × 𝑐 (𝑚𝑔⁄𝐿 )
𝐶 (𝑚𝑔⁄𝑘𝑔) =
Bak ke- Jumlah tanaman yang ditumbuhkan 𝑚 (𝑘𝑔)
1 0 tanaman
2 10 tanaman Dimana, C = Konsentrasi Cu per berat basah sampel
3 15 tanaman (mg/kg)
4 20 tanaman V = Volume pengenceran akhir (L)
5 25 tanaman c = Konsentrasi Cu (hasil dari kurva
2.5. Analisa Kadar Ion Logam Cu (II) pada Media kalibrasi) (mg/L)
Tumbuh Air m = Berat sampel (kg)
Sebanyak 50 ml sampel air yang telah diambil dari 2.8. Uji ANOVA
masing-masing bak disaring kemudian dilakukan proses Selain perhitungan konsentrasi ion logam Cu (II)
destruksi dengan menambahkan 5 mL HNO3(p) lalu menggunakan kurva kalibrasi, pengolahan data
dipanaskan diatas hotplate hingga larutan menjadi jernih dilakukan pula dengan teknik analisis data berupa uji
dan keluar asap putih. Setelah didinginkan sampel ANOVA. Uji ANOVA (Analysis of Variance) atau
dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL dan diencerkan analisis sidik ragam adalah suatu metode untuk
hingga tanda batas untuk selanjutnya dianalisa menguraikan keragaman total data menjadi komponen-
konsentrasi Cu dalam media tumbuh dengan SSA pada komponen yang mengukur berbagai sumber keragaman
panjang gelombang 324,8 nm. [11]. Dalam penelitian ini digunakan 2 variabel, yaitu
2.6. Analisa Kadar Ion Logam Cu (II) pada variasi jumlah tanaman dan variasi waktu penyerapan,
Tanaman Kiambang (Salvinia molesta) sehingga digunakan uji ANOVA yang dapat menguji
Sampel tanaman kiambang yang telah diambil dari hipotesis dengan 2 variabel atau lebih.
masing-masing bak dicuci terlebih dahulu dan dipotong
kecil-kecil. Sebanyak 10 g sampel kiambang dikeringkan
25
Kadar ion logam Cu(II)
pada media tumbuh air
20
0 tanaman
15
(mg/L)
10 tanaman
10
15 tanaman
5 20 tanaman
0 25 tanaman
0 5 10 15 20 25
Waktu Penyerapan (Hari)
Gambar 2. Grafik penurunan kadar ion logam Cu (II) tersisa dalam media tumbuh air setelah penanaman.
Pada analisis kadar awal ion tembaga dalam media 3.2. Kadar Ion Logam Cu (II) Terserap pada
tumbuh hari ke-0 diperoleh kadar ion logam Cu (II) untuk Tanaman Kiambang (Salvinia molesta)
tiap bak adalah sebesar 22,8788; 22,7694; 22,8267; Selain analisis terhadap air sebagai media tumbuh
22,8143 dan 22,8363 mg/L, selanjutnya terus mengalami kiambang (Salvinia molesta), dilakukan juga analisis
penurunan kadar ion logam Cu (II) pada hari ke-3 hingga terhadap tanaman kiambang (Salvinia molesta). Hal ini
hari ke-21 tersisa 19,5051; 2,2621; 1,3142; 1,2136; dan dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kadar ion
1,2636. Hal ini menunjukkan bahwa adanya tanaman logam Cu (II) dapat terserap oleh kiambang (Salvinia
kiambang (Salvinia molesta) pada tiap bak dapat molesta). Analisis juga dilakukan pada hari ke-0, 3, 6, 9,
menurunkan konsentrasi ion logam Cu (II) pada media 12, 15, 18 dan 21, bersamaan dengan analisis yang
tumbuh. dilakukan terhadap air media tumbuh).
Hasil analisis yang telah dilakukan terhadap kadar
ion logam Cu (II) dalam tanaman kiambang (Salvinia
molesta) dapat dilihat pada grafik berikut ini:
250
Kadar ion logam Cu(II) pada
tanaman kiambang (mg/kg)
200
150 10 tanaman
100 15 tanaman
20 tanaman
50
25 tanaman
0
0 5 10 15 20 25
Waktu Penyerapan (Hari)
Gambar 3. Grafik kenaikan kadar ion logam Cu (II) terserap dalam tanaman kiambang (Salvinia molesta) setelah penanaman.
Profil kurva kenaikan kadar ion logam Cu (II) pada setiap perlakuan memperlihatkan kecenderungan yang sama
yaitu meningkatnya kadar penyerapan hingga hari ke-21. Hal ini juga dibuktikan dari persentase total penyerapan ion
logam Cu (II) terakumulasi dari hari ke-0 hingga hari ke-21 yang semakin meningkat. Dari tabel 4 dibawah ini juga dapat
dilihat bahwa hingga hari ke-21, tanaman kiambang dapat menyerap ion logam Cu (II) dengan total persentase 90,02 pada
bak 2 (10 tanaman), 94,21 pada bak 3 (15 tanaman), 94,46 pada bak 4 (20 tanaman) dan 94,68 pada bak 5 (25 tanaman).
100
oleh tanaman kiambang (%)
Jumlah ion Cu(II) terserap
80
60 10 Tanaman
40 15 Tanaman
20 Tanaman
20
25 Tanaman
0
3 6 9 12 15 18 21
Waktu Penyerapan (Hari)
Gambar 4. Grafik total akumulasi ion Cu (II) terserap oleh tanaman kiambang (Salvinia molesta) (%)
Hal ini menunjukkan bahwa kadar ion logam Cu membuktikan bahwa tanaman kiambang (Salvinia
(II) yang hilang pada media tumbuh air terserap oleh molesta) telah berperan dalam menyerap ion logam Cu
tanaman, yang menyebabkan kadar ion logam Cu (II) (II) yang berada pada media tumbuh.
pada kiambang (Salvinia molesta) meningkat. Ini
25.0000
dalam media tumbuh air
0 hari
kadar ion logam Cu (II)
20.0000
3 hari
15.0000
6 hari
(mg/L)
10.0000
9 hari
5.0000
12 hari
0.0000
0 5 10 15 20 25 30 15 hari
Jumlah Tanaman 18 hari
Gambar 5. Grafik pengaruh variasi jumlah tanaman kiambang (Salvinia molesta) terhadap penurunan konsentrasi ion
logam Cu (II) dalam media tumbuh.
3.3. Pengaruh Variasi Jumlah Tanaman Terhadap Jumlah tanaman optimum pada penelitian ini
Kadar Ion Logam Cu (II) Tersisa pada Media adalah 25 tanaman. Adanya pengaruh variasi jumlah
Tumbuh Air tanaman terhadap kemampuan tanaman kiambang
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa semakin (Salvinia molesta) menyerap ion logam Cu (II) ini secara
banyak jumlah tanaman yang digunakan, maka langsung dipengaruhi oleh banyaknya akar yang
konsentrasi ion logam Cu (II) dalam tiap bak selang hari berinteraksi dengan ion logam Cu (II) di dalam media
ke-0 hingga hari ke-21 mengalami penurunan. tumbuh. Akar yang tumbuh di dalam media tanam
Hal ini dikarenakan proses penyerapan logam Cu melakukan kontak yang intim dengan ion (termasuk ion
(II) oleh tanaman kiambang telah berlangsung, tembaga) di dalam larutan media tanam pada kompleks
sebagaimana diketahui secara garis besar bahwa semakin pertukaran atau kompleks serapan [1]. Translokasi unsur
banyak jumlah tanaman pada bak maka semakin hara tanaman merupakan proses yang terjadi terus-
meningkat pula kemampuan tanaman kiambang tersebut menerus, dari akar ke bagian tanaman atau bagian yang
untuk menyerap logam Cu (II). sedang tumbuh, kemudian ke bagian produksi [4].
25.0000
dalam media tumbuh air
kadar ion logam Cu(II)
20.0000
0 tanaman
15.0000
10 tanaman
(mg/L)
10.0000
15 tanaman
5.0000
20 tanaman
0.0000
0 3 6 9 12 15 18 21 25 tanaman
Waktu Penyerapan (Hari)
Gambar 6. Grafik pengaruh variasi waktu penyerapan tanaman kiambang (Salvinia molesta) terhadap penurunan
konsentrasi ion logam Cu (II) dalam media tumbuh
3.4. Pengaruh Variasi Waktu Penyerapan tanaman cenderung konstan karena telah mencapai daya
Terhadap Kadar Ion Logam Cu (II) Tersisa serap maksimalnya.
pada Media Tumbuh Air Setiap tanaman memiliki kemampuan yang
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa semakin berbeda-beda untuk menyerap dan mentranslokasikan
lama waktu penyerapan antara tanaman kiambang ion-ion logam tersebut. Setiap tanaman dapat melakukan
(Salvinia molesta) dengan media tumbuh, maka kadar ion lokalisasi logam pada jaringan untuk mencegah
logam Cu (II) yang terserap semakin besar disetiap peracunan logam terhadap sel, maka tanaman akan
variasi jumlah tanaman, akibatnya kadar ion tersisa melakukan detoksifikasi, misalnya menimbun logam
dalam air mengalami penurunan. Adanya batas maksimal kedalam organ tertentu seperti akar ataupun daun [8].
penyerapan unsur hara (ion tembaga) oleh tanaman dapat Jadi pada masing-masing tanaman memiliki batas
dilihat pada grafik 6 di atas. Dimulai hari ke-0 hingga 9 maksimal penyerapan unsur-unsur hara yang berbeda,
terjadi penurunan konsentrasi ion logam Cu (II) yang sehingga ketika daya serap tanaman terhadap unsur hara
cukup drastis, lalu setelah hari ke-9 hingga 12 telah mencapai batas maksimal, seberapa banyak pun
penyerapan semakin kecil dibandingkan hari-hari unsur hara (ion logam) yang ada didalam media tanam,
sebelumnya walaupun masih terjadi penyerapan. maka tanaman tidak akan menyerap lagi unsur hara
Selanjutnya setelah melewati hari ke-15 daya serap tersebut [1].
D. KESIMPULAN
1. Tanaman kiambang (Salvinia molesta) memiliki Akibatnya, konsentrasi ion logam Cu (II) tersisa
kemampuan menyerap ion logam Cu (II) dalam air, dalam tiap bak mengalami penurunan.
sehingga dapat digunakan untuk menurunkan 3. Semakin lama waktu penyerapan antara tanaman
konsentrasi ion logam Cu (II) baik dalam perairan kiambang (Salvinia molesta) dengan air sebagai
maupun air limbah. media tumbuhnya, maka konsentrasi ion logam Cu
2. Semakin banyak jumlah tanaman kiambang (Salvinia (II) yang dapat terserap oleh tanaman juga semakin
molesta) yang digunakan dalam media tumbuh, maka besar. Akibatnya, konsentrasi ion logam Cu (II)
semakin besar pula konsentrasi ion logam Cu (II) tersisa dalam tiap bak mengalami penurunan.
yang terserap melalui akar tanaman tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
1. Agustina, L. 2004. Dasar Nutrisi Tanaman. Jakarta: Rineka Cipta.
2. Bondane, R. 2009. Karakteristik Morfologi dan Botani Beberapa Jenis Gulma.
http://www.scribd.com/doc/30066681/Tugas-Akhir-Semester-2-Klasifikasi-Gulma-2, 17 Juli 2011.
3. Cleon, W & Frank, B. 1995. Fisiologi tumbuhan Jilid 1. Bandung: ITB.
4. Hanafiah, K.A. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah Edisi 1. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
5. http://id.wikipedia.org/wiki/Kiambang, 2 Juli 2011.
6. http://salvinia.er.usgs.gov/ whl_plt_flt_cr_opt.jpg, 2 Juli 2011.
7. Khopkar, S. M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia.
8. Nda. 2002. Menyerap Logam Berat dengan Tanaman Air. Jakarta. www.mediaindo.co.id, 17 Maret 2012.
9. Priyanto, B dan Prayitno, J. 2002. Fitoremediasi Sebagai Sebuah Teknologi Pemulihan Pencemaran, Khususnya
Logam Berat. http://lti.bppt.tripod.com/sublab/lflora.htm, 20 Juni 2011.
10. Salman, 2011. Masalah Gulma dan Pengendaliannya Pada Perairan. http://2011/04/masalah-gulma-dan
pengendalian-pada_07.htm, 25 Juni 2011.
11. Sudjana. 2002. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.
12. Supriadi. 2009. Kandungan Logam Berat Pb dan Cu Pada Air, Sedimen, Lamun (Enhalus acoroides) dan Mangrove
(Rhizophora mucronata) di Perairan Pesisir Bontang. Tesis. Samarinda: Ilmu Lingkungan.
REVIEW :
KAJIAN LICHEN : MORFOLOGI, HABITAT DAN
BIOINDIKATOR KUALITAS UDARA AMBIEN
AKIBAT POLUSI KENDARAAN BERMOTOR
Efri Roziaty
Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta
Email : er375@ums.ac.id
Abstrak - artikel ini akan mengeksplorasi masalah lichen terkait dengan fungsinya
sebagai bioindikator. Beberapa kriteria dikemukakan untuk bisa mengarahkan bahwa
lichen memang layak untuk dijadikan bioindikator lingkungan khususnya mengenai
kualitas udara. Polusi udara dapat mempengaruhi kondisi tumbuhan termasuk lichen
secara fisiologis. Beberapa jenis lumut kerak dilaporkan dapat menjadi bioindikator
yang peka terhadap pencemaran udara. Tulisan ini bertujuan untuk mengulas tentang
lichen dari sisi morfologi, anatomi dan habitat serta keterkaitan lichen dengan polusi
udara khususnya polusi yang disebabkan oleh pencemaran kendaraan bermotor.
Berdasarkan atas substrat tempat tumbuhnya, lichen dibagi menjadi – Corticolous
(lichen yang tumbuh di permukaan pohon), Follicolous (lichen yang tumbuh di
permukaan daun), Saxicolous (lichen yang tumbuh di permukaan batu), Terricolous
(lichen yang tumbuh di tanah), dan Musicolous (lichen yang tumbuh dengan lumut).
Beberapa jenis lichen yang dapat dijadikan bioindikator pencemaran udara misalnya
Parmelia, Hypogymnia dan Strigula selain itu masih ada jenis – jenis lichen lainnya
yang terdeteksi sebagai indikator di daerah yang tercemar seperti Buelia punctata,
Laurera bengaulensis, Lecanora paliida, D. picta, Trypethelium tropicum, Graphis liberta, dan
Cryptothecia sp, Verrucaria sp., Heterodermia sp., Phaeographis sp., dan Heterodermia sp.
Kata kunci : lumut kerak, lichen, Corticolous, Follicolous, Saxicolous, Terricolous, Musicolous
Gambar 2. Jenis – jenis bioindikator dalam konteks penggunaannya dalam biomonitoring (Ger-
hardt, xxxx)
lichen yang hidup pada tanah. Contoh batu, kulit pohon, atau tanah. Jenis
: Cladonia ciliata, C. squamosa, C. uncialis, ini susah untuk mencabutnya tanpa
Peltigera canina, P. didactila, dan Leptogium merusak substratnya. Permukaan thalus
britanicum (Muzayyinah, 2005).
biasanyaterbagi menjadi areal – areal
Menurut klasifikasi morfologi
yang agak heksagonal yang disebut
lichen dibagi menjadi : 1) Thalus Crustose
lichen - Lumut kerak yang memiliki areole(Pratiwi, 2006). Contoh : Graphis
thallus yang berukuran kecil,datar, tipis, scipta, Haematomma puniceum, Acarospora
dan selalu melekat pada permukaan atau pleopsidium.
a b c
Gambar 1. Jenis – jenis lichen yang biasa di ditemui di Indonesia, jenis ini berdasarkan karakteris-
tik morfologi lichen. a) Crustose; b) Foliose; dan c) Fruticose (Pratiwi, 2006).
daerah tersebut udara dapat dikatakan kekurangan satu atau beberapa sel tipis.
tercemar. Perubahan jenis lichen juga Namun, permukaan tersebut tertutupi
terjadi sesuai dengan pencemaran yang oleh epidermis. 2) lapisan alga, berada
terjadi di daerah tersebut. Kepekaan di bawah lapisan korteks atas yang
lichen berada dalam berbagai radius dari terdiri atas lapisan gonidial. Lapisan
sumber pencemar (Pratiwi, 2006). ini merupakan jalinan hifa fungi yang
Untuk mengidentifikasi lichen bercampur dengan alga. Berdasarkan
tercemar polutan perlu dilakukan penyebaran lapisan alga pada thalusnya,
identifikasi pada tingkat spesies, lumut kerak telah diklasifikasi menjadi
morfologi, taksonomi, dan anatomi. dua kategori yaitu homoiomerus dan
Dengan melakukan beberapa identifikasi heteromerous. Homoiomerus, sel alga
tersebut dapat mengetahui polutan tersebar merata pada jaringan longgar
yang terdapat didaerah tersebut. Lichen hifa fungi sedangkan pada heteromerous
menjadi sangat peka pada polutan sel – sel alga terbatas pada lapisan atas
karena lichen tidak memiliki lilin & thalus(Pratiwi, 2006)(GC, Catalano I,
kutikula untuk melindungi sel-sel & A, 2011). 3) Medulla, merupakan
(struktur dalam). Sehingga polutan lapisan yang terdiri atas hifa longgar.
mudah terserap oleh klorofil lichen dan Lapisan ini akan memberikan kekuatan
merusak jaringan lichen (Pratiwi, 2006). dan penghubung antara lapisan bawah
4. Anatomi lichen dan atas atau bagian luar dan dalam
Lichen merupakan simbiosis thalus. Lapisan ini menyerupai lapisan
antara dua jenis organisme. Organisme parenkim bunga karang seperti jaringan
tersebut yaitu fungi (mikrobion) dan alga daun. Pembagian atau pemisahan antara
(cyanobacteria, protobion). Protobion lapisan alga dan lapisan medulla tidak
menghasilkan makanan dari fungsi selalu terjadi secara sempurna. Pada
dari proses fotosintesis dan fungi juga lapisan ini hanya sedikit terdapat sel –
melindungi alga dengan menyisakan sel alga, pada uumumnya lapisan ini
air dan menyediakan nutrisi mineral relatif tebal dan tidak berwarna atau
(Sujetoviene, 2010). Simbiosis yang transparan; 4) Korteks bawah, lapisan
terjadi mengakibatkan kedua komponen korteks bawah ini menyerupai lapisan
tersebut saling tergantung satu sama korteks atas. Di lapisan ini terbentuk
lain. Lumut kerak dapat mengabsorbsi rhizoid yang berkembang masuk ke
air dari hujan, aliran permukaan dan substrat. Jika tidak ada rhizoid, maka
embun(GC, Catalano I, & A, 2011) fungsinya akan digantikan dengan hifa –
(Pratiwi, 2006). hifa fungi yang merupakan perpanjangan
Secara anatomi, jaringan thalus hifa dari lapisan medulla (Pratiwi, 2006).
tersusun atas beberapa lapisan Alga yang menyusun tubuh
diantaranya : 1) lapisan yang paling lichen disebut gonidium, bisa berbentuk
atas disebut sebagai lapisan hifa fungi. uniseluler atau multiseluluer.
Lapisan ini tidak memiliki ruang antar Kebanyakan gonidium biasanya berupa
sel jika ada biasanya diisi dengan ganggang biru (cyanophyceae) antara
gelatin. Pada beberapa jenis lumut lain Chroococcus dan Nostoc, atau bahkan
kerak yang bergelatin, kulit atas juga kadang – kadang ganggang hijau
Bioeksperimen
Volume 2 No. 1, (Maret 2016)
60
ISSN 2460-1365
Gambar 2. Perbedaan habitat lichen. lichen yang tumbuh di berbagai habitat di dunia.
Sumber : (Bhat, Dudani, & Subhash, xxxx)
Sumber (http://www.tnenvis.nic.in/Lichens/Field%20study.htm)
Gambar 4. Lichen fullicolous.
Conti, M., & Cecchetti, G. (2001). Biological Martuti, N. K. (2013). Peranan Tanaman
Monitoring : lichens as bioindicators Terhadap Pencemaran Udara di
of air pollution assessment - a Jalan Protokol Kota Semarang.
review. Environmental Pollution , Biosantifika - Berkala Ilmiah Biologi,
471-492. 36-42.
Diedrich, P., & Lawrey, J. D. (2007). New Muzayyinah. (2005). Keanekaragaman
lichenicolous, muscicolous Tumbuhan Tak Berpembuluh. Solo,
corticolous and lignicolous of Jawa Tengah, Indonesia: Lembaga
Burgoa s. l. and Marchandiomyces Pengembangan Pendidikan (LPP)
s. l. (anamorphic Basidiomycota), UNS.
a new genus for Omphalina
Pratiwi, M. E. (2006). Kajian Lumut Kerak
foliacea,and a catalogue and a key
Sebagai Bioindikator Kualitas Udara -
to the non-lichenized, bulbilliferous
Studi Kasus : Kawasan Industri Pulo
basidiomycetes. mycol. Progress, 61-
Gadung, Arboretum Cibubur dan
80.
Tegakan Mahoni Cikabayan. Bogor:
Fryday, A. M. (2001). Phytosociology of IPB Press.
terricolous lichen vegetation in the
Cairngorm Mountains, Scotland. Savic, S. (1998). Epiphytic Lichens as
Lichenologist, 331-351. Bioindicators of Air Pollution in the
Area of Belgrade. IAL 3 (pp. 331-
GC, A., Catalano I, M., & A, M. 334). Belgrade: Verlag Alexander
(2011). Monitoring Epiphytic Just .
Lichen Biodiversity to Detect
Environmental Quality and Sujetoviene, G. (2010). Road traffic pollution
Air Pollution the Case Study of effects on epiphytic lichens.
Roccamonfina Park (Campania Ekologija, 64-71.
Bioeksperimen
Volume 2 No. 1, (Maret 2016)
66
ISSN 2460-1365
Abstract
Baturraden Botanical Garden is a complex ecosystem. Its natural resources, including
several species of fern, provide an opportunity to be managed sustainably so it can be used to fulfill
a long term of public need. This research was aimed to know the diversity of fern species and its
potential as ornamental plants. The research was using survey method. The data was analyzed
using descriptive comparative analysis. Species identification was performed by comparing the
samples with herbarium specimens and also using identification keys. During the observation, 26
species of fern were found, which is consisted of 14 terrestrial species and 12 epiphyte species.
Nephrolepis bisserata (Sw.) Schott. was terrestrial species with highest individual number and
widest dispersion, whereas terrestrial species with smallest individual number and the narrowest
distribution was Blechnum orientale Linn. Epiphytic fern species with highest individual number and
widest dispersion was Nephrolepis falcata (Cap.) C. Chr., whereas epiphytic species with smallest
individual number and narrowest distribution was Davallia triphylla Hk. From 26 fern species which
were found at Baturraden Botanical Garden, 22 fern species were potential as ornamental plant
which can be grew up either on land, pot or on host plant.
Pendahuluan
Indonesia merupakan negara yang memiliki diversitas hayati dan ekosistem yang
tinggi (Zen, 1982). Perkiraan diversitas species global mencapai 100 juta species,
Indonesia memiliki kurang lebih 25% dari species yang ada di dunia. Salah satu penyusun
diversitas hayati dunia adalah tumbuhan paku (Pteridophyta). Diversitas species
tumbuhan paku di dunia sangat tinggi (Asfriastini, 2008). Menurut Holttum (1968) tercatat
10.000 species tumbuhan paku dan di Jawa terdapat sekitar 515 species. Sedangkan
menurut Khoriyah (2004) jumlah tumbuhan paku tercatat sekitar 10.000 spesies yang
tersebar di seluruh dunia, di Indonesia berkisar antara 1250-1500 spesies dan di pulau
Jawa tercatat sekitar 515 spesies. Jumlah tersebut akan terus mengalami perubahan
sejalan dengan perubahan ekosistem dan pergeseran peruntukan lahan.
Landasan pembangunan yang berkelanjutan adalah membangun tanpa merusak
sehingga bukan eksploitasi sumber daya alam yang diperlukan, melainkan pengelolaan
sumber daya alam yang mengindahkan peranan biodiversitas yang berinteraksi dengan
lingkungan fisik di ekosistem. Kebun Raya Baturraden yang memiliki potensi flora yang
beragam, dirancang sebagai tempat konservasi berbagai species tumbuhan (Dinas
Kehutanan 2003a). Dalam mencapai fungsi tersebut potensi flora asli tetap
dipertahankan. Masuknya species lain dari luar kawasan harus dilakukan secara cermat
agar species asli dapat tetap dilestarikan.
Sumber daya hayati yang ada di Kebun Raya Baturraden memberi peluang untuk
dikelola dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat. Salah satu
penyusun ekosistem Kebun Raya Baturraden yang dapat dikelola untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat adalah tumbuhan paku (Pteridophyta). Tumbuhan tersebut banyak
dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk berbagai keperluan baik pakan ternak, kayu
bakar, dan tanaman hias Dinas Kehutanan 2003b) . Menurut Sastrapradja et al. (1979),
tumbuhan paku umumnya dicirikan oleh pertumbuhan pucuknya yang melingkar.
Tumbuhan paku menghasilkan spora yang terbentuk di dalam sporangium. Spora ini juga
24 Biosfera 28 (1) Januari 2011
digunakan sebagai alat untuk berkembangbiak. Spora tumbuhan paku dibagi dua, yaitu
spora jantan dan spora betina (Tjitrosoepomo, 1981).
Tumbuhan paku banyak dimanfaatkan sebagai tanaman hias meskipun tidak
mempunyai bunga, akan tetapi mempunyai daun-daun yang beranekaragam dan tidak
kalah cantiknya dengan tumbuhan berbunga. Keindahan daun dan sorusnya telah banyak
menarik perhatian pecinta tanaman hias sehingga tumbuhan paku banyak dicari.
Meskipun diversitas species tumbuhan paku di dunia telah diketahui, namun
penelitian yang terkait dengan informasi diversitas dan pemanfaatannya sebagai
tumbuhan hias di lokasi Kebun Raya Baturraden belum diketahui seluruhnya. Oleh karena
itu perlu dilakukan pendataan species tumbuhan paku di Kebun Raya Baturraden dalam
upaya memanfaatkan potensinya sebagai tumbuhan hias dan pengelolaan untuk
melestarikannya.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui diversitas species tumbuhan paku yang
ada di Kebun Raya Baturraden dan species tumbuhan paku yang dapat dimanfaatkan
sebagai tumbuhan hias. Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat menambah informasi
penting mengenai data biodiversitas secara global yang mewakili daerah tropis serta
pemanfaatan tumbuhan paku secara maksimal dengan tetap menjaga kelestariannya.
species paku terestrial yang diperoleh pada penelitian ini lebih sedikit dibanding dengan
yang dilaporkan Mulyani dan Widiawati (1991). Hal ini disebabkan lokasi Kebun Raya
Baturraden merupakan bagian dari wilayah Wana Wisata Baturraden sehingga lokasinya
lebih sempit hanya meliputi 3 petak, yaitu petak I, II dan III. Selain hal tersebut juga ada
kecenderungan jumlah species di lokasi Kebun Raya Baturraden menurun karena di
beberapa lokasi terutama di petak I sudah ada pembersihan lahan yang sebagian
digunakan untuk pembuatan jalan dan beberapa sarana Kebun Raya Baturraden. Kondisi
tersebut mengakibatkan berkurangnya tingkat naungan sehingga terjadi perubahan
intensitas cahaya, temperatur, dan kelembaban di bawah naungannya. Adanya
peningkatan intensitas cahaya mengakibatkan temperatur udara meningkat dan
kelembaban udara berkurang. Kondisi tersebut berpengaruh terhadap pertumbuhan
beberapa species tumbuhan paku terrestrial (Arifin, 1994).
kemampuan penyebaran yang baik karena menghasilkan spora yang cukup banyak dan
bisa menyebar terbawa oleh angin atau air.
Gleichenia linearis (Burm.) Clarke ditemukan menyebar di tiga petak. Species paku
tersebut tumbuh membentuk rumpun di tempat terbuka dengan intensitas cahaya tinggi.
G. linearis memiliki percabangan dikotom, dimana setiap cabang akan bercabang lagi
sehingga mampu membentuk rumpun yang cukup besar. Species ini mampu
memperbanyak diri dengan tunas rimpangnya sehingga akan lebih cepat menyebar.
Lycopodium cernuum L. hidup menjalar di atas permukaan tanah atau pada
seresah, membentuk kelompok-kelompok kecil. Batang kecil menjalar, kaku seperti
kawat, percabangan tidak beraturan. Species tersebut ditemukan di tempat yang terbuka
dengan intensitas cahaya cukup. Nephrolepis bisserata (Sw.) Schott., dan Nephrolepis
cordifolia (L.) Pr. hidup di tempat denga intensitas cahaya tinggi, berasosiasi dengan
tumbuhan lainnya di bawah tegakan atau daerah terbuka.
Tabel 2. Jumlah pesies, individu dan frekuensi tumbuhan paku yang ditemukan di Kebun
Raya Baturraden
Table 2. Number of species, numer of individual, and frequency of fern species found in
Baturraden Botanical Garden
Σ Individu di Petak Frekuen
No. Species Σ Individu
1 2 3 si
1 Adiantum capillus - veneris Linn. 15 22 9 46 3
2 Adiantum tenerum Sw. 25 31 42 94 3
3 Athyrium sorzogonensis (Presl.) Milde. - 12 7 19 2
4 Blechnum orientale Linn. - 15 - 15 1
5 Bolbotis heteroclita (Presl.) Ching. 5 - 19 24 2
6 Cyathea contaminans (Hk.) Copel - 20 36 56 2
7 Gleichenia linearis (Burm.) Clarke 37 42 56 133 3
8 Hymenophylum javanicum Spr. - 27 14 41 2
9 Lycopodium cernuum L 17 23 38 78 3
10 Nephrolepis bisserata (Sw.) Schott 30 56 39 135 3
11 Nephrolepis cordifolia (L.) Pr 22 62 27 111 3
12 Pityrogramma calomelanos (L.) Link 9 34 - 43 2
13 Selaginella ornata Spring - 37 43 80 2
14 Selaginella willdenowii (Desv) Becker 12 35 - 47 2
15 Aglaomorpha heraclea (Kunze) Copel. 8 23 15 46 3
16 Asplenium nidus L. 9 19 15 43 3
17 Belvisia revoluta (Blume) Copel. - 27 23 50 2
18 Davallia triphylla Hk. - 4 - 4 1
19 Dryoteris sparsa (Don.) O. Ktze - 6 12 18 2
20 Goniophlebium percussum Wag &
- - 9 9 1
Gret.
21 Lindsaea repens (Borry) Thwaiter - 32 38 70 2
22 Lycopodium phlegmaria L. - 7 - 7 1
23 Lycopodium squarosum L. 5 - - 5 1
24 Nephrolepis acuminata (Houtt.) Kuhn 12 49 68 129 3
25 Nephrolepis falcata (Cap.) C. Chr 15 87 56 278 3
26 Phymatopteris triloba (Houtt.) Pic.Serm - 3 7 10 2
Nephrolepis biserata (Sw) Schott; dan Nephrolepis cordifolia Presl. merupakan jenis
yang paling banyak ditemukan. Kedua species tersebut hidup di daerah terbuka,
mempunyai akar dan rimpang yang kuat. Menurut Vashista (1977) kelompok paku-
pakuan marga Nephrolepis tumbuh memadati tempat terbuka dengan cara bergerombol.
Penyebaran ditempat terbuka akan lebih luas bila dibandingkan di tempat terlindung. Hal
ini disebabkan spora dari tumbuhan paku dapat dengan bebas dan leluasa tersebar oleh
Sukarsa dkk., Diversitas Species Tumbuhan Paku Hias dalam Upaya : 23-31 27
Copel. dan marga Nephrolepis. Pohon damar mempunyai tajuk yang besar dan rindang
tetapi percabangan batangnya tidak cukup baik untuk pertumbuhan tumbuhan paku epifit
dibandingkan dengan pohon puspa (Sastrapradja et al., 1980).
Species tumbuhan paku epifit dengan jumlah individu paling banyak dan tersebar
merata di setiap petak penelitian adalah Nephrolepis falcata (Cap.) C. Chr.. Species
tersebut hidup menempel di bagian pangkal pohon inang di daerah dengan intensitas
cahaya cukup, mempunyai akar dan rimpang yang kuat. Species yang sudah jarang
ditemukan adalah Lycopodium phlegmaria L. dan Lycopodium squarosum L. Sementara
itu species dengan jumlah individu paling sedikit adalah Davallia triphylla Hk. yang hanya
ditemukan di satu lokasi.
Pemanfaatan species tumbuhan paku dengan berbagai kepentingan oleh
masyarakat hendaknya selalu mempertimbangkan ketersediaannya sehingga
diversitasnya bisa tetap dipertahankan. Tumbuhan paku walaupun tidak menghasilkan
bunga tetapi dapat mempunyai pesona yang tinggi untuk dapat dijadikan sebagai
tanaman hias karena mempunyai beragam species, habitus yang unik dan indah, bentuk
dan ukuran daun yang beragam yang dapat dinikmati sepanjang masa.
Berdasarkan analisis dari : habitus, ukuran, bentuk, media tumbuh, daya adaptasi
dan habitatnya, dari 26 species yang diperoleh ada 22 species tumbuhan paku yang
berpotensi sebagai tanaman hias. Species tersebut adalah : Adiantum tenerum Sw.dan
Adiantum capillus-veneris L. yang dikenal sebagai tumbuhan suplir. Kedua species
tersebut tumbuh membentuk rumpun dengan bentuk daun yang bervariasi. Suplir dapat
hidup meskipun langsung ditanam di tanah atau ditanam dalam pot. Menurut Sastrapraja
et al. (1979) dari semua species dari genus Adiantum berpotensi sebagai tumbuhan
hias, ditanam di pot maupun di pekarangan. Menyukai tempat yang lembab pada tanah-
tanah agak kering, berbatu. Tumbuh subur baik di dataran rendah maupun di dataran
tinggi. Menurut Chin (2000) tumbuhan paku dari genus Adiantum dapat tumbuh dengan
baik dengan cahaya yang cukup.
Athyrium sorzogonensis (Presl.) Milde. Memiliki batang tumbuh tegak, akar kuat
seperti kawat. Ental panjang sampai 180 cm, tangkai ental kuat tertutup sisik-sisik seperti
rambut berwarna warna coklat. Jumlah anak daun mencapai 20 pasang, bentuk anak
daun seperti garis yang tidak bertangkai, tiap anak daun bergerigi dalam, dan bertekstur
kaku. Warna daun hijau gelap. Species ini menyukai tanah berhumus serta tanah
berbatu-batu sehingga potensial untuk ditanam di pot atau sebagai komponen taman
yang ditempatkan di tempat yang lembab atau teduh karena species ini habitat aslinya
adalah di dataran tinggi yang lembab.
Bolbitis heteroclita (Presl.) Ching., mempunyai bentuk anak daun elip sampai bentuk
lonjong, ujung anak bergerigi, anak daun bertekstur tipis dan kaku, warna hijau cerah.
Menyukai tanah humus berpasir, cocok hidup di tempat terlindung dengan intensitas
cahaya sedang, sehingga dapat digunakan sebgai tumbuhan hias di tempatkan di tempat
terlindung.
Cyathea contaminans (Hk.) Copel; merupakan species paku yang hidup di tanah
(terestrial), berupa pohon, berukuran besar, tinggi 4 – 5 m. Daun tersusun teratur secara
roset, helaian daun bertoreh dalam dan letaknya berpasangan. Species ini sering
digunakan sebagai tumbuhan hias sebagai ornamen taman yang dapat memberikan
kesan asri sejuk dan luas, sering dipadukan dengan jenis-jenis palem. Memiliki umur yang
panjang. Batangnya sering digunakan sebagai media tumbuh yang dikenal sebagai pakis.
Species ini banyak dicari untuk tumbuhan hias, sehingga keberadaannya di Kebun Raya
Baturraden sudah mulai jarang.
Hymenophylum javanicum Spr. tumbuh berkelompok, helaian anak daun sempit
dengan tekstur tipis seperti selaput, warna hijau gelap. Hidup di tempat yang lembab dan
terlindung. Baik ditanam di dalam pot dengan media tanah berhumus. Dapat digunakan
seabagai tumbuhan hias dalam ruangan.
Lycopodium cernuum L.; batang kecil menjalar, kaku seperti kawat, percabangan
dikhotom. Tinggi 8 – 15 cm, panjang ental 10 - 20 cm, stipe warna hijau muda. Daun kecil
Sukarsa dkk., Diversitas Species Tumbuhan Paku Hias dalam Upaya : 23-31 29
berbentuk garis tumbuh rapat menutupi batang. Hidup di tanah sehingga dapat digunakan
sebagai tanaman di pot atau ditanam langsung di tanah.
Nephrolepis bisserata (Sw.) Schott. rimpang pendek, warna coklat, berdaun rapat.
Tingginya 5-15 cm. Susunan daun menyirip, panjang ental 5–25 cm stipe berwarna
coklat. Anak daun berjejal rapat, pangkal daun berbentuk jantung. Nephrolepis cordifolia
(L.) Pr. rimpang warna hitam, tinggi 10–30 cm. Tangkai daun tegak, bersisik lembut,
berwarna coklat. Panjang ental 12-30 cm. Bila tumbuh ditempat yang cocok dan subur
bentuk daun yang fertil lebih lebar dari pada daun yang steril. Susunan anak daun daun
menyirip. Dapat digunakan sebagai tumbuhan hias ditanam langsung di tanah sebagai
komponen taman atau di tanam dalam pot. Diletakan di daerah terbuka dengan intensitas
cahaya cukup.
Pityrogramma calomelanos (L.) Link; hidup secara terestrial, susunan daun
sederhana tetapi lebat, potensi sebagai tumbuhan hias dalam pot di tempat terlindung.
Selaginella willdenowii (Desv) Becker; memilki tinggi 5–10 cm, hidup bergerombol di
daerah yang terlindung. Daun fertil pendek terangkai dalam bentuk strobilus. Ental
bergerombol, berwarna hijau, di tempat yang teduh berwarna kebiruan dan tampak lebih
subur. Species ini berpotensi untuk tumbuhan hias, yang bisa ditanam langsung di tanah
atau dalam pot. Untuk ornamen taman di tempat yang terlindung, yang akan memberikan
kesan sejuk.
Selaginella ornata Spring.; tumbuh menjalar di atas tanah menyerupai lumut. Daun
tersusun berselang seling sepanjang batang, tersusun dalam karangan yang menyerupai
bulir. Cocok untuk tumbuhan hias ditempatkan di tempat terlindung.
Aglaomorpha heraclea (Kze). Copel.; Daun terletak sejajar. Ujung daun meruncing
dan tepi menyirip berbagi. Permukaan daun kasar karena terdapat rambut-rambut halus,
ibu tulang daun menonjol dan kuat tampak pada kedua bagian permukaan daun. Tumbuh
secara epifit. Cocok untuk tumbuhan hias yang ditempelkan pada media atau langsung
pada pahon inang.
Asplenium nidus L., dikenal sebagai paku sarang burung. Panjang daun 14-60 cm
dan lebar 4-12 cm, tangkai daun pendek, kurang dari 1 cm dan kadang tidak tampak
karena tertutup oleh bulu-bulu halus. Berdaum tunggal, bentuk lanset. Ujung daun
meruncing atau membulat, tepi rata. Permukaan daun hijau mengkilat. Daun bagian
bawah berwarna lebih pucat dibandingkan bagian atasnya. Letak daun tersusun roset
pada batang yang sangat pendek, membentuk seperti keranjang dan tampak dari
kejauhan seperti sarang burung. Banyak ditanam sebagai ornamen taman yang
ditempelkan pada pohon inang atau pada pakis.
Belvisia revoluta (Bl.) Copel., Daun bertekstur tipis dan agak berdaging. Panjang
tangkai daun steril 2-3,4 cm, panjang daun steril 20-21,5 cm, lebar 1,2-1,6 cm. Daun
fertil berujung runcing dan tepi rata. Daun berbentuk linearis dan terletak bergerombol.
Hidup secara epifit, sehingga sering ditanam sebagai pelengkap taman yang ditempelkan
menggunakan media atau langsung pada tumbuhan inang.
Dryoteris sparsa (Don.) O. Ktze.; Daun tunggal, bersifat monomorfik ,bentuk
deltoidus. Panjang tangkai daun 20-27 cm, warna coklat gelap dengan bagian permukaan
berbulu dan penampang bulat. Panjang ental 30-45 cm. Panjang daun 20-25 cm dan
lebar 8-10 cm. Helaian daun lebih rapat, berwarna hijau kekuningan. Species ini dapat
ditanam sebagai epifit atau di atas tanah.
Goniophlebium percussum (Cav.) Wagner & Grether., Panjang daun 5-12 cm, lebar
1-1,5 cm., tepi bergerigi, ujung meruncing, dan tulang daun baik bagian atas maupun
bagian bawahnya menonjol dan berwarna coklat. Daun bergerombol atau merumpun
dengan bentuk yang memanjang. Hidup menempel pada inangnya. Baik ditanam pada
taman yang ukurannya relatif luas, memberikan kesan asri dan sejuk.
Lindsaea macraeana (Hk. & Walk. Arn.) Copel,; hidup menempel sebagai epifit.
Daun bersifat monomorfik dengan tipe majemuk menyirip. Panjang tangkai daun 20-38
cm, stipe warna coklat dengan permukaan bersisik halus, penampang stipe bulat. Bentuk
daun ginjal atau seperti kipas, letaknya berseling. Permukaan daun licin berwarna hijau
30 Biosfera 28 (1) Januari 2011
tua, ibu tulang daun terlihat nyata. Potensial sebagai tumbuhan hias pada habitat terbuka
dengan intensitas cahaya cukup.
Lycopodium phlegmaria L.; hidup secara epifit, batang menggantung , panjang 17-
19 cm. Percabangan batangnya khas, yaitu setiap cabang bercabang lagi menjadi dua
atau bersifat dikotom, daun berbentuk oval atau segitiga dengan ujung runcing, tepi rata
dan bagian lebar terdapat pada pangkal daun. Species ini digunakan sebagai tumbuhan
hias yang menggantung, baik ditaman pada media maupun di tempel di pohon lain.
Nephrolepis acuminata (Houtt.) Kuh., Nephrolepis bisserata (Sw.) Schott.,
Nephrolepis cordifolia (L.) Pr., dan Nephrolepis falcata (Cap.) C. Chr., banyak ditanam
sebagai tanaman hias di tanah maupun dalam pot yang ditempatkan di daerah terbuka.
Kesimpulan
Di Kebun Raya Baturraden diperoleh 26 species tumbuhan paku, yang terdiri dari
14 species yang tumbuh secara terestrial dan 12 species tumbuh secara epifit. Species
tumbuhan paku terestrial dengan jumlah individu paling banyak dan tersebar luas adalah
Nephrolepis bisserata (Sw.) Schott., dan species dengan jumlah individu paling sedikit
dengan penyebaran sempit adalah Blechnum orientale Linn., Species tumbuhan paku
epifit dengan jumlah individu paling banyak dan tersebar luas adalah Nephrolepis falcata
(Cap.) C. Chr., species dengan jumlah individu paling sedikit adalah Davallia triphylla Hk.
Dari 26 species tumbuhan paku yang ditemukan di Kebun Raya Baturraden, terdapat 22
species tumbuhan paku, yang hidup secara terestrial maupun epifit, berpotensi untuk
dimanfaatkan sabagai tumbuhan hias, baik ditanam langsung di tanah sebagai komponen
taman, ditanam dalam pot maupun ditempel pada inang atau digantung.
Daftar Pustaka
Arifin, A. 1994. Hutan, Hakekat dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan. Yayasan Obor
Indonesia. Jakarta.
Asfriastini, 2008. Tumbuhan Paku. http://id.wikipedia.org/wiki/Dennstaedtiaceae. Di akses
tanggal 20 Juni 2008.
Chin, W.Y., 2000. Ferns of the Tropics. Singapore Science, Singapore.
Dinas Kehutanan, 2003a. Kebun Raya Baturaden; kondisi umum. Dinas Kehutanan
Propinsi Jawa Tangah. www.dinashut-jateng.go.id. Di akses tanggal 04 September
2007.
Dinas Kehutanan, 2003b. Kebun Raya Baturaden; potensi flora. Dinas Kehutanan
Propinsi Jawa Tangah. www.dinashut-jateng.go.id. Di akses tanggal 04 September
2007.
Heriawan, A.W., 2004. Studi Struktur dan Komposisi Tumbuhan Paku di beberapa Tipe
Vegetasi Hutan Lereng Selatan Gunung Slamet. Skripsi (tidak dipublikasikan).
Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.
Holttum, R.E., 1968. Flora of Malaya. Gaverment Printing Office, Singapore.
Khoiriyah, M. 2004. Inventarisasi Paku-Pakuan (Pteridophyta) Sebagai Sumber Belajar di
Kawasan Coban Talun Batu. www.wikippedia.or.id. Diakses tanggal 14 Juli 2007.
Muljani, K dan Widiawati, Y. 1991. Studi Tingkat Keprimitifan Paku yang Ditemukan di
Wanawisata Baturraden. Laporan Hasil Penelitian (tidak dipublikasikan). Fakultas
Biologi Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Sastrapradja, S., Johar, J. A., Darnadey D., Elizabeth A.W., 1979. Jenis Paku Indonesia.
Lembaga Biologi Nasional-LIPI, Balai Pustaka, Bogor.
Sastrapradja, S., Kuswata, K., Roemayanto, Soetisna, U., Hari, W., dan Soedarsono, R.,
1980. Jenis-jenis Kayu Indonesia. Lembaga Biologi Nasional-LIPI, Bogor.
Sukarsa dkk., Diversitas Species Tumbuhan Paku Hias dalam Upaya : 23-31 31
Simbolon, H., 2007. Epifit dan Liana Pada Pohon di Hutan Pamah Primer dan Bekas
Terbakar Kalimantan Timur, Indonesia. Berita Biologi 8 (4), 249-257.
Tjitrosoepomo, G., 1981. Taksonomi Tumbuhan (Schizophyta, Thallophyta, Bryophyta,
dan Pteridophyta), Cetakan Ke-3. Gajdah Mada University Press, Yogyakarta.
Whiten, T., Soeriaatmadja, R.E., Affif, S.A. 1996. The Ecologi of Indonesia. The Ecologi of
Java and Bali. CV. Java Books. Jakarta.
Vashista, P.C. 1977. Botany for Degree Students. Volume IV. Vasvular Criptograms
(Pteridophyta). S Cand and Company Ltd. New Delhi.
Zen, M.T., 1982. Menuju Kelestarian Lingkungan Hidup. PT. Gramedia, Jakarta.