Sunteți pe pagina 1din 46

LAPORAN KEGIATAN

PRAKTIK KEPERAWATAN KOMUNITAS


KELURAHAN JAPAN KECAMATAN SOOKO
KABUPATEN MOJOKERTO
(29 JULI 2019-23 AGUSTUS 2019)

DISUSUN OLEH :
Muhammad Fais

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
“INSAN CENDEKIA MEDIKA”
JOMBANG
2019
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KEGIATAN
PRAKTIK KEPERAWATAN KOMUNITAS
KELURAHAN JAPAN KECAMATAN SOOKO
KABUPATEN MOJOKERTO
(29 JULI 2019-23 AGUSTUS 2019)

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktek Profesi Ners


Keperawatan Komunitas

Di Susun Oleh :
Muhammad Fais

Telah disetujui dan disahkan oleh :

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

( ) ( )

Kepala UPT Puskesmas Sooko

( )
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas anugerah-Nya tugas
asuhan keperawatan yang berjudul “Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan
Tuberculosis Pada Ny di Kel. Daleman Kec. Sooko Kab. Mojokerto” ini dapat
selesai.
Adapun tujuan penyusunan asuhan keperawatan ini adalah untuk memenuhi
tugas Komunitas dan syarat untuk dapat mengikuti ujian akhir stase.
Namun kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan pendahuluan ini
masih terdapat banyak kekurangan, karena itu kami sangat mengharapkan berbagai
kritik dan saran yang membangun sebagai evaluasi demi penyempurnaan asuhan
keperawatan ini selanjutnya.
Semoga laporan Asuhan Keperawatan ini dapat bermanfaat. Terimakasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.


Mojokerto, Juli 2019

Penulis
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................................... 2


KATA PENGANTAR ............................................................................................................. 3
DAFTAR ISI ............................................................................................................................ 4
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 5
1.2 Tujuan Penulisan ...................................................................................................... 8
1.2.1 Tujuan Umum............................................................................................... 8
1.2.2 Tujuan Khusus ............................................................................................. 8
1.3 Manfaat ...................................................................................................................... 8
2.1 Definisi...................................................................................................................... 10
2.2 Etiologi ..................................................................................................................... 10
2.3 Klasifikasi................................................................................................................. 10
2.4 Patofisiologi .............................................................................................................. 11
2.5 Tanda Dan Gejala ................................................................................................... 11
2.6 Cara Penularan ....................................................................................................... 12
2.7 Penegakan Diagnostic TB Paru ............................................................................. 12
2.8 Pengobatan............................................................................................................... 12
2.8.1 Penatalaksanaan Medis ........................................................................... 12
2.8.2 Penatalaksaan Keperawatan .................................................................. 15
2.8.3 Penatalaksanaan Diet .............................................................................. 16
2.9 Komplikasi ............................................................................................................... 16
2.10 Pencegahan .............................................................................................................. 17
2.11 Pemeriksaan Diagnostik ......................................................................................... 17
3.1 Pengkajian ............................................................................................................... 19
4.1 Diagnosa Keperawatan ........................................................................................... 40
5.1 Rencana Keperawatan ............................................................................................ 41
6.1 Implementasi ........................................................................................................... 42
7.1 Evaluasi ...................................................................................................................44

8.1 Kesimpulan .............................................................................................................. 45


8.2 Saran......................................................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keperawatan komunitas adalah pelayanan keperawatan professional
yang ditujukan pada masyarakat dengan penekanan kelompok risiko tinggi
dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal melalui peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, pemeliharaan rehabilitasi dengan menjamin
keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan melibatkan klien
sebagai mitra dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelayanan
keperawatan (CHN,1977 cit R. Fallen & R Budi Dwi K, 2010). Di Indonesia
dikenal dengan sebutan perawatan kesehatan masyarakat (PERKESMAS) yang
dimulai sejak permulaan konsep Puskesmas diperkenalkan sebagai institusi
pelayanan kesehatan professional terdepan yang memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat secara komprehensif.
Keperawatan sebagai bentuk komphrensif melakukan penekanan tujuan
untuk menekan stressor atau meningkatkan kemampuan komunitas mengatasi
stressor melalui pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Peningkatan
kesehatan berupa pencegahan penyakit ini bisa melalui pelayanan keperawatan
langsung dan perhatian langsung terhadap seluruh masyarakat dengan
mempertimbangkan bagaimana masalah kesehatan masyarakat mempengaruhi
kesehatan individu, keluarga dan kelompok. Peningkatan peran serta masyarakat
dalam bidang kesehatan merupakan suatu proses dalam upaya meningkatkan
kesehatan.
Asuhan keperawatan komunitas dilakukan dengan pendekatan proses
keperawatan. Penerapan dari proses perawatan bervariasi pada setiap situasi,
tetapi prosesnya memiliki kesamaan. Dalam melaksanakan keperawatan
kesehatan masyarakat, seorang perawat kesehatan komunitas harus mampu
memberi perhatian terhadap elemen-elemen tersebut yang akan tampak pada
rangkaian kegiatan dalam proses keperawatan yang berjalan berkesinambungan
secara dinamis dalam suatu siklus melalui tahap pengkajian, analisa data,
diagnose keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. (R. Fallen & R
Budi Dwi K, 2010).
Masyarakat atau komunitas sebagai bagian dari subyek dan obyek
pelayanan kesehatan dan dalam seluruh proses perubahan hendaknya perlu
dilibatkan secara lebih aktif dalam usaha peningkatan status kesehatannya dan
mengikuti seluruh kegiatan keperawatan komunitas. Hal ini dimulai dari
pengenalan masalah keperawatan sampai penanggulangan masalah dengan
melibatkan individu, keluarga, dan kelompok dalam masyarakat.
Pelaksanaan asuhan keperawatan komunitas yang dilakukan
menggunakan empat pendekatan yaitu pendekatan individu, pendekatan
keluarga, kelompok dan masyarakat. Pendekatan yang dilakukan oleh
mahasiswa terkait empat pendekatan yaitu pendekatan individu, keluarga,dan
kelompok masyarakat dilakukan dengan cara masing-masing mahasiswa
mengelola satu keluarga dengan resiko penyakit tertentu dan keluarga binaan.
Pendekatan masyarakat dilakukan secara bersama-sama oleh mahasiswa melalui
pengkajian data kesehatan masyarakat dan lingkuingan pedukuhan Patuk sampai
kegiatan evaluasi terhadap program yang dilakukan terkait masalah yang
muncul.
Pembangunan kesehatan di Indonesia selama beberapa dekade yang lalu
harus diakui relatif berhasil, terutama pembangunan infra struktur pelayanan
kesehatan yang telah menyentuh sebagian besar wilayah kecamatan dan
pedesaan. Namun keberhasilan yang sudah dicapai belum dapat menuntaskan.
Problem kesehatan masyarakat secara menyeluruh, bahkan sebaliknya tantangan
sektor kesehatan cenderung semakin meningkat.
Transisi epidemiologis, yang di tandai dengan semakin berkembangnya
penyakit degeneratif dan penyakit tertentu yang belum dapat diatasi sepenuhnya
(seperti TBC, DHF dan malaria); hal ini merupakan sebagian tantangan
kesehatan di masa depan. Tantangan lainnya yang harus ditanggulangi antara
lain adalah meningkatnya masalah kesehatan kerja, kesehatan lingkungan,
masalah obat- obatan; dan perubahan dalam bidang ekonomi, kependudukan,
pendidikan, sosial budaya; dan dampak globalisasi yang akan memberikan
pergaruh terhadap perkembangan keadaan kesehatan masyarakat.
Salah satu penyakit menular yang ada adalah penyakit yang disebabkan
oleh bakteri Mycrobacterium tuberculosis (TB), sebagian besar TB umumnya
menyerang paru-paru namun juga dapat menyerang organ lainnya. Bakteri ini
berbentuk batang dan bersifat tahan asam, sehingga dikenal dengan Basil Tahan
Asam (BTA). Penyakit ini dapat menyerang pada semua orang, baik anak-anak
maunpun orang dewasa. Penyakit ini sangat mudah ditularkan pada orang lain,
bakteri Microbacterium tuberculosis masuk ke dalam tubuh manusia melalui
udara pernapasan kedalam paru, kemudian bakteri tersebut dapat menyebar dari
paru-paru ke bagian tubuh lain melalui peredaran darah, sistem saluran limfe,
saluran napas (bronkus) atau menyerang langsung ke bagian tubuh lainnya.
TB Paru merupakan bentuk yang paling sering dijumpai yaitu sekitar
80% dari semua penderita. TB yang menyerang jaringan paru ini merupakan
satu-satunya bentuk dari TB yang dapat menular. TB merupakan salah satu
masalah kesehatan penting di Indonesia. Selain itu, Indonesia menduduki
peringkat ke-3 negara dengan jumlah penderita TB terbanyak di dunia setelah
India dan China. Jumlah pasien TB di Indonesia adalah sekitar 5,8 % dari total
jumlah pasien TB dunia.
Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terdapat 528.000 kasus TB baru
dengan kematian sekitar 91.000 orang. Angka prevalensi TB di Indonesia pada
tahun 2009 adalah 100 per 100.000 penduduk dan TB terjadi pada lebih dari
70% usia produktif. Laporan WHO tentang angka kejadian TBC evaluasi selama
3 tahun dari 2008, 2009, 2010 menunjukkan bahwa kejadian TBC Indonesia
mencapai 189 per 100.000 penduduk. Secara global, angka kejadian kasus
kejadian TBC 128 per 100.000 penduduk. Data ini menunjukkan bahwa kasus
TBC berada di sekitar kita.
Daya penularan dari seorang penderita TB ditentukan oleh banyaknya
kuman yang terdapat dalam paru penderita. Persebaran dari kuman-kuman
tersebut dalam udara serta yang dikeluarkan bersama dahak berupa droplet dan
berada diudara disekitar penderita TB. Untuk membatasi terjadinya penyakit TB
paru pemerintah mengupayakan strategi untuk menanggulanginya seperti dengan
mencanangkan program DOTS (Directly Observed Treatment Short-course)
yang mana fokus utama dari program ini adalah penemuan dan penyembuhan
pasien, dengan prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular.
Oleh karena itu, demi tercapainya program tersebut perlu adanya upaya
untuk menambahkan pengetahuan pada masyarakat mengenai pemahaman
anatomi sistem respirasi yang terkait erat dengan penyakit TB paru, pengertian
tentang, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, pathway, pemeriksaan
penunjang, komplikasi, dan penatalaksanaan (medis, keperawatan, diet) serta
asuhan keperawatan bagi penderita TB paru
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan dan proses pengkajian
komunitas dengan masalah TB Paru
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Dapat melakukan pengkajian keperawatan keluarga dengan TB Paru.
2. Dapat merencanakan tindakan keperawatan keluarga dengan TB
Paru.
3. Dapat melaksanakan tindakan keperawatan keluarga dengan TB
Paru.
4. Dapat melakukan evaluasi keperawatan keluarga dengan TB Paru
1.3 Manfaat
1. Manfaat Mahasiswa
Dapat menjelaskan cara mengatasi penyebab, komplikasi tanda dan gejala
pada tuberculocis.
2. Bagi Masyarakat
Diharapkan dapat berguna bagi masyarakat sebagai bahan bacaan dan juga
sebagai bahan acuan bagi masyarakat yang ingin mengetahui lebih dalam
tentang pengembangan profesi perawat.
3. Manfaat Pendidikan
Bagi Pendidikan, hasil ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan
dalam upaya peningkatan mutu pendidikan yang berkaitan dengan
penggunaan teknologi informasi.
4. Bagi Keperawatan
Diharapkan laporan asuhan keperawatan ini dapat menjadi tambahan
informasi bagi petugas kesehatan khususnya mengenali masalah dan
penanganan pada TB dimasyarakat.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh kuman TBC (Depkes RI, 2002). Definisi lain menyebutkan
bahwa Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi menahun yang menular
yang disebabkan oleh Mybacterium Tuberculosis (Depkes RI, 1998). Kuman
tersebut biasanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara (pernapasan) ke
dalam paru. Kemudian kuman tersebut menyebar dari paru ke organ tubuh yang
lain melaui peredaran darah, kelenjar limfe, saluran nafas, atau penyebaran
langsung ke organ tubuh lain (Depkes RI, 2002).
Tuberculosis adalah penyakit disebabkan mycobacterium tuberculosa yang
hamper seluruh organ tubuh dapat terserang olehnya, tapi paling banyak adalah
paru-paru.
2.2 Etiologi
1. Tuberculosis merupakan penyakit paru yang disebabkan Mycobacterium
Tuberculosis ditemukan oleh Robert Koch (1882).
2. Kuman berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam
pada pewarnaan, oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam
(BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung.
3. Basil Tuberculosis dapat hidup dan tetap virulen beberapa minggu dalam
keadaan kering tetapi dapat mati pada suhu 60 derajad C dalam 15 – 20 menit.
2.3 Klasifikasi
Tuberkulosis dibedakan menjadi dua yaitu Tuberkulosis primer dan
Tuberkulosis post primer. Pada Tuberkulosis primer penularan Tuberkulosis paru
terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei
dalam udara. Dalam suasana gelap dan lembab kuman dapat bertahan berhari-hari
sampai berbulan-bulan. Bila partikel ini terhisap oleh orang yang sehat maka akan
menempel pada jalan nafas atau paru. Kebanyakan partikel ini akan mati atau
dibersihkan oleh makrofag yang keluar dari cabang trakheo-bronkhial beserta
gerakan silia dengan sekretnya. Sedangkan Tuberculosis Post Primer dari TBC
primer akan muncul bertahun-tahun lamanya menjadi TBC post Primer. Post
Primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di sebagian apical posterior
atau inferior pada paru. (Soeparman, 1990; Snieltzer, 2000).
2.4 Patofisiologi
Bakteri juga dapat masuk melalui luka pada kulit atau mukosa tetapi
jarang sekali terjadi. Bila bakteri menetap di jaringan paru, akan tumbuh dan
berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Bakteri terbawa masuk ke organ
lainnya. Bakteri yang bersarang di jaringan paru akan membentuk sarang
tuberculosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau efek efek primer.
Sarang primer ini dapat terjadi di bagian-bagian jaringan paru. Dari sarang primer
ini akan timbul peradangan saluran getah bening hilus (limfangitis lokal), dan
diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis hilus). Sarang primer,
limfangitis local, limfadenitis regional disebut sebagai kompleks primer
(Soeparman, 1990; Snieltzer, 2000).
Kompleks primer selanjutnya dapat menjadi sembuh dengan
meninggalkan cacat atau sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa
garis-garis fibrotik, kalsifikasi di hilus atau kompleks (sarang) Ghon, ataupun bisa
berkomplikasi dan menyebar secara perkontinuitatum, yakni menyebar ke
sekitarnya, secara bronkhogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di
sebelahnya. Dapat juga kuman tertelan bersama sputum dan ludah sehingga
menyebar ke usus, secara limfogen, secara hematogen, ke organ lainnya
(Soeparman, 1990; Snieltzer, 2000).
2.5 Tanda Dan Gejala
Gejala-gejala klinis yang muncul pada klien TBC paru adalah sebagai
berikut :
1. Demam yang terjadi biasanya menyerupai demam pada influenza, terkadang
sampai 40-410 C.
2. Batuk terjadi karena iritasi bronchus, sifat batuk dimulai dari batuk non
produktif kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif.
Keadaan lanjut dapat terjadi hemoptoe karena pecahnya pembuluh darah. Ini
terjadi karena kavitas, tapi dapat juga terjadi ulkus dinding bronchus.
3. Sesak nafas terjadi pada kondisi lanjut dimana infiltrasinya sudah setengah
bagian paru.
4. Nyeri dada timbul bila sudah terjadi infiltrasi ke pleura sehingga menimbulkan
pleuritis.
5. Malaise dengan gejala yang dapat ditemukan adalah anorexia, berat badan
menurun, sakit kepala, nyeri otot, keringat malam hari (Soeparman, 1990;
Heitkemper, 2000).
2.6 Cara Penularan
1. Penyakit TBC menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri
mycobacterium tuberculosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk,
dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC
dewasa.
2. Bacteri bia masuk dan terkumpul dalam paru-paru akan berkembang biak
menjadi banyak (terutama daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar
melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itu infeksi
TBC menginfeksi hamper seluruh organ tubuh sesperti: paru-paru, otak, ginjal,
saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening.
3. Factor lain adalah kondisi rumah lembab karena cahaya matahari dan udara
tidak bersirkulasi dengan baik sehingga bakteri tuberculosis berkembang
dengan baik dan membahayakan orang yang tinggal didalam rumah.
2.7 Penegakan Diagnostic TB Paru
Diagnosis Tuberkulosis paru ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, foto thoraks, uji tuberkulin, laboratorium, dan pemerikasaan
patologi anatomi (PA). Di Indonesia sebagai standar untuk penegakan diagnosis
Tuberkulosis paru adalah pemeriksaan mikroskopis. Pemeriksaan mikroskopis
sangat cocok dengan kondisi Puskesmas dalam menegakkan diagnosis
Tuberkulosis paru (Depkes RI, 2002). Oleh karena itu untuk deteksi kuman TBC
digunakan pemeriksaan mikroskopis dalam menetapkan diagnosis dan
pengobatan.
2.8 Pengobatan
2.8.1 Penatalaksanaan Medis
Pengobatan Tuberkulosis Paru mempunyai tujuan :
1. Menyembuhkan klien dengan gangguan seminimal mungkin;
2. Mencegah kematian klien yang sakit sangat berat
3. Mencegah kerusakan paru lebih luas dan komplikasi yang terkait
4. Mencegah kambuhnya penyakit
5. Mencegah kuman TBC menjadi resisten
6. Melindungi keluarga dan masyarakat terhadap infeksi (Crofton, Norman &
Miller, 2002).
Sistem pengobatan klien Tuberkulosis paru dahulu, seorang klien harus
disuntik dalam waktu 1-2 tahun. Akibatnya klien menjadi tidak sabar dan bosan
untuk berobat. Sistem pengobatan sekarang, seorang klien diwajibkan minum
obat selama 6 bulan. Jenis obat yang harus diminum harus disesuaikan dengan
kategori pengobatan yang diberikan (Depkes RI, 1997).
Terapi obat yang dilakukan sekarang dengan terapi jangka pendek
selama enam bulan dengan jenis obat INH atau Isoniasid (H), Rifampicin (R),
Pirazinamid (Z), Etambutol (E), dan Streptomisin (Soeparman, 1990). Paduan
obat anti Tuberkulosis tabel 1 adalah paduan yang digunakan dalam program
nasional penanggulangan Tuberkulosis dan dikemas dalam bentuk paket
kombipak (Depkes RI, 2002). Paduan pengobatan terbaru dengan menggunakan
FDCs (Fix Dose Combinations) yaitu kombinasi dari obat anti Tuberkulosis
dalam satu kemasan (WHO, 2002)
Paduan Obat
Kategori Tahap Intensif Tahap lanjutan Untuk Klien TUberculosis
I 2HRZE 4H3R3 TBC Paru baru BTA (+)
TBC Paru BTA (-) Ro (+)
dengan kerusakan jaringan paru
yang luas
TBC ekstra paru sakit berat
II 2HRZES atau 5H3R3E3 TBC paru BTA (+), kambuh
1HRZE TBC paru BTA (+), gagal
TBC paru BTA (+),
pengobatan ulang karena lalai
berobat
TBC paru BTA (-) Ro (+)
III 2HRZ 4H3R3 TBC ekstra paru
Keterangan :
H : INH; R : Rifampicin; E : Etambutol; Z : Pirasinamid; S : Streptomisin (Depkes, RI,
2002)

Angka yang berada di depan menunjukkan lamanya minum obat dalam


bulan, sedangkan angka di belakang huruf menunjukkan berapa kali dalam
seminggu obat tersebut diminum. Sebagai contoh 2HRZ artinya INH,
Rifampicin dan Pirasinamid diminum dalam jangka waktu 2 bulan dan
minumnya setiap hari. 4H3R3 artinya INH, Rifampicin diminum selama 4 bulan
dan diminum 3 kali dalam seminggu (Depkes RI, 2002).
Efek samping yang ditimbulkan dari obat-obat tersebut adalah : INH :
Hepatotoksik. Rifampicin dapat terjadi sindrom flu dan hepatotoksik. Pada
Streptomisin dapat mengakibatkan nefrotoksik, gangguan nervus VIII cranial.
Pirazinamid dapat mengakibatkan hepatotoksik dan hiperurisemia. Etambutol
dapat mengakibatkan neurosis optika, nefrotoksik, skin rash atau dermatitis.
Efek samping dari obat anti Tuberkulosis yang tersering terjadi pada klien adalah
pusing, mual, muntah-muntah, gatal-gatal, mata kabur dan nyeri otot atau tulang
(Depkes RI, 2002). Agar pengobatan berhasil, efek samping dapat terdeteksi
secara dini dan dapat segera dirujuk ke fasilitas pelayanan terdekat, maka
diperlukan pengawas minum obat karena ketidakteraturan minum obat dapat
menyebabkan resistensi terhadap obat.
Upaya untuk mencegah terjadinya resistensi, terapi Tuberkulosis paru
dilakukan dengan memakai paduan obat, sedikitnya 2 macam obat yang
bakterisid. Dengan memakai obat ini, kemungkinan resistensi awal dapat
diabaikan karena jarang ditemukan resistensi terhadap 2 macam obat atau lebih,
dan pola resistensi yang terbanyak ditemukan ialah INH (Soeparman, 1990;
Depkes RI, 2001). Peran perawat komunitas untuk menghindari terjadinya
resistensi obat adalah dengan selalu memantau pengobatan dengan kunjungan
rumah dan memberikan penyuluhan akibat ketidakteraturan minum obat.
Selain menggunakan OATS ada metode lain yang dapat digunakan yaitu:
Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) Adalah nama suatu strategi
yang dilaksanakan di pelayanan kesehatan dasar di dunia untuk mendeteksi dan
menyembuhkan pasien TB paru. Strategi ini terdiri dari lima komponen yaitu:
1. Dukungan politik para pemimpin disetiap jenjang sehongga program ini menjadi
salah satu prioritas dan pendanaan oun akan tersedia.
2. Mikroskop sebagai komponene utama untuk mendiagnosa TB paru melalui
pemeriksaan sputum langsung pasien tersangka dengan penemuan secara pasif.
3. Pengawasan minum obat (PMO) yaitu orang yang dikenal dan dipercaya baik
oleh pasien maupun petugas kesehatan yang akan ikut mengawasi pasien minum
obat seluruh obatnya sehngga dapat dipastikan bahwa pasien betul minum
seluruh obat dan diharapkan keswembuhan pada akhir masa pengobatannya
4. Pencatatan dan pelaporan dengan baik dan benar sebagai bagian dari sistem
surveilans penyakit ini sehingga pemantauan pasien dapat berjalan.
5. Panduan obat anti TB paru jangka pendek yang benar, termasuk dosis, dan
jangka waktu yang tepat sangat penting untuk keberhasilan pengobatan.
2.8.2 Penatalaksaan Keperawatan
Tentukan apakah pasien pernah terpajan pada individu dengan TB atau
tidak. Sering kali “sumber” dari infeksi tidak diketahui dan mungkin tidak
pernah ditemukan. Pada saat yang sama, kontak erat pasien harus diidentifikasi
sehingga mereka dapat menjalani “follow-up” untuk menentukan apakah mereka
terinfeksi dan mempunyai penyakit aktif atau tes tuberculin positif. Keluhan
pasien yang paling umum adalah batuk produktif dan berkeringat malam hari.
Data yang harus dikumpulkan untuk mengkaji pasien dengan TB
mencakup batu produktif, kenaikan suhu tubuh siang hari, reaksi tuberkulin
dengan indurasi 10 mm atau lebih dan rotgen dada yang menunjukkan infiltrat
pulmonal (Niluh dan Christie, 2003).
2.8.3 Penatalaksanaan Diet
Terapi diet bertujuan untuk memberikan makanan secukupnya guna
memperbaiki dan mencegah kerusakan jaringan tubuh lebih lanjut serta
memperbaiki status gizi agar penderita dapat melakukan aktivitas normal.
Terapi diet untuk penderita kasus Tuberculosis paru adalah:
1. Energi diberikan sesuai dengan keadaan penderita untuk mencapai berat badan
normal
2. Protein yang tinggi untuk mengganti sel-sel yang rusak meningkatkan kadar
albumin serum yang rendah (75-100 gram)
3. Lemak cukup 15-25 % dari kebutuhan energy total
4. Karbohidrat cukup sisa dari kebutuhan energy total
5. Vitamin dan mineral cukup sesuai kebutuhan total
6. Macam diet untuk penyakit TBC:
a. Diet Tinggi Energi Tinggi Protein I (TETP I)
b. Energy: 2600 kkal, protein 100 gram (2/kg BB)
c. Diet Tinggi Energi Tinggi Protein II (TETP II)
d. Energy: 3000 kkal, protein 125 gram (2,5 gr/kg BB)

2.9 Komplikasi
Komplikasi pada penderita Tuberkulosis stadium lanjut (Depkes RI, 2005) :
1. Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan
nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
3. Bronkiektasis ( pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan
karena kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan sebagainya.
6. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)
2.10 Pencegahan
1. Vaksinasi BCG
Pembrian BCG meninggikan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh basil
tuberculosis yang virulen. Imunitas timbul enam sampai delapan minggu
setelah pemberian BCG. Imunitas yang terjadi tidaklah lengkap sehingga
masih mungkin terjadi super infeksi meskipun biasanya tidak progresif dan
menimbukan komplikasi yang berat.
2. Mempertahankan sistem imunitas seluler dalam keadaan optimal dengan
sedapat mungkin menghindarkan faktor-faktor yang dapat melemahkan
seperti kortikosteroid dan kurang gizi.
3. Menghindari kontak dengan penderita aktif TB
4. Menggunakan obat obatan sebagai langkah pencegahan pada kasus beresiko
tinggi.
5. Menjaga stándar hidup yang baik, kasus baru dan pasien yang berpotensi
tertular interprestasi melalui penggunaan dan interprestasi tes kulit tuberculin
yang tepat imunisasi BCG.
2.11 Pemeriksaan Diagnostik
1. Diagnosis TB paru
a. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu
sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).
b. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya
kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui
pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama.
Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat
digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan
indikasinya.
c. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto
toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas
pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.
d. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas
penyakit.
e. Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB
paru.
2. Diagnosis TB ekstra paru
a. Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk
pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran
kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang
belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lainlainnya.
b. Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat
ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan
menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis
tergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan
ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi
anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain.
BAB III
PENGKAJIAN DAN ANLISA DATA
3.1 Pengkajian
3.1.1 Data Umum
a. Histori

Letak Geografi wilayah Kabupaten Mojokerto berada di antara


111°20'13" s/d 111°40'47" Bujur Timur dan antara 7°18'35" s/d 7°47'30"
Lintang Selatan dengan luas wilayah 692,15 kilo meter persegi (Km²)
dengan batas-batas administratif sebagai berikut :

Di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Lamongan dan Kabupaten


Gresik;
Di sebelah Timur, berbatasan dengan Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten
Pasuruan;
Di sebelah Selatan berbatasan dengan Kota Batu dan Kabupaten Malang;
Di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Jombang;
Ditengah-tengah wilayah Kabupaten Mojokerto terdapat dan berbatasan
dengan wilayah Kota Mojokerto.

Secara administratif, Kabupaten Mojokerto berada dalam wilayah


kerja Badan Koordinator Wilayah II Bojonegoro. Wilayah Kabupaten
Mojokerto terdiri atas 18 Kecamatan, 5 Kelurahan dan 299 Desa
b. Data Demografi
Penduduk Kecamatan Sooko pada tahun 2018 sebanyak 70.877 jiwa
yang bernaung ke dalam 16.233 kepala keluarga. Kecamatan Sooko terdiri
dari 15 desa yang terbagi ke 44 dusun, 119 Rukun warga (RW) dan 409
Rukun tetangga (RT) :
1. Blimbingsari 9. Modongan
2. Brangkal 10. Mojoranu
3. Gemekan 11. Ngingasrembyong
4. Jampirogo 12. Sambiroto
5. Japan 13. Sooko
6. Karangkedawang 14. Tempuran
7. Kedungmaling 15. Wringinrejo
8. Klinterejo
Wilayah Kecamatan Sooko berada di ketinggian antara 22 hingga 43 meter
di atas permukaan laut, dengan wilayah paling tinggi berada di Desa
Blimbingsari dan yang paling rendah di Desa Tempuran

Batas Wilayah Kecamatan Sooko

Utara Kecamatan Gedeg dan Kota Mojokerto

Timur Kecamatan Puri

Selatan Kecamatan Trowulan dan Kecamatan Puri


Barat Kecamatan Trowulan dan Kabupaten Jombang
c. Sosial Budaya

Peningkatan sumber daya manusia sekarang ini lebih


diutamakan dengan memberikan kesempatan kepada penduduk untuk
menempuh pendidikan yang seluas-luasnya. Terutama untuk
penduduk kelompok umur 7-24 tahun yaitu kelompok usia sekolah.
Ketersediaan fasilitas kesehatan baik sarana maupun prasarana akan
sangat menunjang dalam meningkatkan pendidikan. Jumlah penduduk
kota mojokerto di lihat dari aspek pendidikan adalah sebagai berikut:

Tabel 1.3 jumlah penduduk menurut pendidikan di kabupaten Mojokerto


tahun 2019

Keterangan Jumlah penduduk


Tidak Tamat SD 8364
Tamat SD 13723
SMP 1845
SMA 14756
Perguruan Tinggi 974
Akademi 362
Pasca Sarjana 152

Sumber : BPS dalam Angka kab. Mojokerto 2014

20
Berdasarkan data diatas yang menempati urutan tertinggi adalah penduduk
yang tingkat pendidikannya tamat SLTA, kemudian tamat SD, tidak tamat
SD, tamat SLTP, universitas, akademi kemudian pasca sarjana. Tingginya
angka yang menunjukkan penduduk yang tamat SD dan SLTP
menunjukkan bahwa tingkat kesadaran penduduk terhadap pendidikan
masih tergolong rendah.
d. PUS

Peserta Keluarga Berencana terbagi menjadi peserta KB Baru dan


Peserta KB Aktif. Dari jumlah PUS tahun 2017 yang ada 186.916, jumlah
Peserta KB Baru 17.458 (9,3 %) dan jumlah Peserta KB Aktif 161.085
(86,2 %) (Tabel 36).
Peserta keluarga berencana aktif dibagi menjadi peserta KB
dengan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) yang jenisnya
adalah, MOP/MOW, IUD, implant dan peserta KB Non Metode
Kontrasepsi Jangka Panjang (Non MKJP) yang jenisnya suntik, pil,
kondom, obat vagina dan lainnya. Peserta KB Aktif di Kabupaten
Mojokerto tahun 2017 yang paling banyak memilih Metode Kontrasepsi
Jangka Panjang (MKJP) jenis IUD sebesar 7,3 %, sedangkan KB Non
MKJP yang paling banyak dipilih adalah jenis suntik sebesar 66,4 %
(Tabel 34). Peserta KB baru di Kabupaten Mojokerto tahun 2017 yang
paling banyak memilih Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) jenis
IUD sebesar 8 %, sedangkan KB Baru Non MKJP yang paling banyak
dipilih adalah jenis suntik sebesar 62,4 % (Tabel 35). Dari tahun ke tahun
pemilihan metode kontrasepsi yang paling tinggi masih tetap IUD pada
MKJP dan Suntik pada Non MKJP.
e. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

Status gizi janin ditentukan oleh kesehatan ibu waktu hamil,


sehingga akan berpengaruh pada berat badan waktu lahir, berat badan
lahir bayi akan berpengaruh pada bayi. Setiap bayi yang baru lahir
akan ditimbang berat badannya. Jumlah bayi baru lahir ditimbang berat
badannya di Kabupaten Mojokerto tahun 2017 sebesar 16.684.

21
Berat bayi lahir rendah adalah bayi dengan berat lahir kurang dari
2500 gram pada saat lahir sampai dengan 24 jam pertama setelah lahir.
Berat Badan Lahir Rendah (kurang dari 2.500 gram) merupakan salah satu
faktor utama yang berpengaruh terhadap kematian perinatal dan neonatal.
BBLR dibedakan dalam 2 katagori yaitu BBLR karena premature atau
BBLR karena intrauterine growth retardation (IUGR), yaitu bayi yang
lahir cukup bulan tetapi berat badannya kurang.
BBLR yang dilaporkan di Kabupaten Mojokerto dari 16.872 bayi
lahir hidup yang ditimbang sebanyak 16.684 (98,9%). Yang mengalami
BBLR sebanyak 669 (4 %), dimana jumlah laki-laki sebanyak 352 (4,1 %)
dan perempuan sebanyak 317 (3,9 %) (Tabel 37). Terjadi peningkatan dari
tahun 2016 dimana jumlah BBLR sebanyak 590. Balita yang ditimbang
tidak 100%, hal ini dikarenakan jumlah bayi lahir hidup menggunakan
angka proyeksi sehingga angka tidak 100% bayi lahir langsung di timbang,
namun setiap bayi lahir hidup akan selalu ditimbang pada data riil.
f. ASI Eksklusif

Air Susu Ibu (ASI) diyakini dan bahkan terbukti memberi


manfaat bagi bayi baik dari sisi/aspek gizi (kolostrum yang mengandung
imunoglobulin A/IgA, whei-casein, decosahexanoic/DHA dan
arachidonic/AA dengan komposisi sesuai), aspek imunologik (selain IgA,
terdapat laktoferin, lysos im dan 3 jenis leucosit yaitu brochus-associated
lymphocyte/BALT, Gut associated lymphocyte tissue/GALT, mammary
associated lymphocyte tissue/MALT serta faktor bifidus), aspek
psikologik (interaksi dan kasih sayang antara anak dan ibu), aspek
kecerdasan, aspek neurologik (aktifitas menyerap ASI bermanfaat pada
koordinasi syaraf bayi), aspek ekonomik serta aspek penundaan kehamilan
(metode amenorea laktasi/MAL). ASI Eksklusif adalah pemberian ASI
pada bayi mulai 0 – 6 bulan dalam rangka mencukupi kebutuhan gizi yang
diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi.

22
Jumlah bayi 0 - 6 bulan di Kabupaten Mojokerto tahun 2017 sebanyak
13.977 bayi, cakupan pemberian ASI eksklusif sebesar 10.312 (73,8 %) (Tabel
39). Terjadi penurunan dari tahun 2016, untuk dapat meningkatkan pemberian
ASI Eksklusif, Dinas Kesehatan telah melakukan sosialisasi ke desa-desa
maupun Posyandu tentang pentingnya ASI Eksklusif yang diberikan pada bayi
sampai usia 2 tahun. Selain itu masyarakat sudah mengetahui manfaat dari
pemberian ASI Eksklusif pada bayi usia 0 - 6 bulan.

Gambar 12. Jumlah bayi yang diberi ASI Ekslusif Kab. Mojokerto Tahun 2013 –
2017

g. Pelayanan Kesehatan Bayi, Anak Balita

Menurut juknis penyusunan profil kesehatan tahun 2017 definisi


operasional pelayanan kesehatan bayi adalah pelayanan kesehatan pada
bayi minimal 4 kali yaitu satu kali pada umur 29 hari-2 bulan, 1 kali pada
umur 3-5 bulan, 1 kali pada umur 6-8 bulan, dan 1 kali pada umur 9-11
bulan. Pelayanan Kesehatan tersebut meliputi pemberian imunisasi dasar
(BCG, DPT/HB1-3, Polio 1-4, Campak), pemantauan pertumbuhan,
Stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK),
pemberian vitamin A pada bayi umur 6-11 bulan, penyuluhan pemberian
ASI eksklusif dan Makanan Pendamping ASI (MP ASI).

23
Jumlah bayi di Kabupaten Mojokerto sebanyak 17.065. Dimana
yang mendapakan pelayanan kesehatan sebesar 16.422 (96,2 %). Laki –
laki mendapatkan pelayanan kesehatan bayi sebanyak 8.406 dan
perempuan mendapatkan pelayanan kesehatan bayi sebanyak 8.016 (Tabel
40).
Definisi operasional Pelayanan kesehatan anak balita menurut
juknis penyusunan profil kesehatan tahun 2017 merupakan pelayanan
kesehatan bagi anak umur 12 - 59 bulan yang memperoleh pelayanan
sesuai standar, meliputi pemantauan pertumbuhan minimal 8x setahun,
pemantauan perkembangan minimal 2 x setahun, pemberian vitamin A2x
setahun.
Jumlah anak balita usia 12 – 59 bulan di Kabupaten Mojokerto
sebanyak 67.090, yang mendapatkan pelayanan kesehatan (minimal 8
kali) sebesar 57.514 (85,7 %). Dimana jumlah laki – laki yang
mendapatkan pelayanan sebesar 29.636 dan perempuan yang
mendapatkan pelayanan sebesar 27.878 (Tabel 46). Terjadi peningkatan
dari tahun 2016, masih diatas target Provinsi yang ditentukan yaitu 82 %.
Terjadi peningkatan dari tahun 2016, baik dalam pelayanan kesehatan
bayi maupun pelayanan kesehatan anak balita, hal ini dikarenakan baik
dari kesadaran masyarakat sendiri sudah meningkat untuk melakukan
pelayanan kesehatan bayi di sarana kesehatan, juga peran aktif kader
dalam melakukan kunjungan rumah guna mendata dan melakukan
sosialisasi agar memeriksakan bayi maupun anak balitanya. Selain itu
peran aktif bidan juga saat penting, selain memberikan pelayanan yang
prima juga melakukan kunjungan rumah untuk memnatau status kesehatan
ibu dan bayi/balita.
h. Pelayanan Imunisasi

Pencapaian universal child immunization (UCI) pada dasarnya


merupakan suatu gambaran terhadap cakupan sasaran bayi yang telah
mendapatkan imunisasi secara lengkap. Bila cakupan UCI dikaitkan
dengan batasan wilayah tertentu, berarti dalam wilayah tersebut dapat
digambarkan besarnya tingkat kekebalan masyarakat terhadap penularan

24
PD3I. .

Desa/Kelurahan UCI merupakan Desa/kelurahan dimana 92,5%


dari jumlah bayi yang ada di desa tersebut sudah mendapat imunisasi
dasar lengkap dalam waktu satu tahun. Cakupan Desa/Kelurahan UCI
tahun 2017 di Kabupaten Mojokerto sebanyak 247 Desa (81,25%) (Tabel
41). Pada tahun 2016 desa/kelurahan UCI sebesar 70,07% dari 304
desa/kelurahan yang ada. Terjadi peningkatan dari tahun 2016 ke tahun
2017. Pencapaian UCI yang lebih tinggi dari tahun 2016 dikarenakan
peran kader untuk memotivasi para warga yang memiliki bayi untuk
melakukan imunisasi, dan dengan melakukan pendataan secara rutin di
setiap desa, sehingga UCI dapat meningkat.

Gambar 13. Jumlah Desa UCI Kab. Mojokerto Tahun 2013 – 2017

Pelayanan imunisasi diberikan pada bayi yaitu diantaranya


imunisasi DPT1+HB1, DPT3+HB3, MR (Measles Rubella), BCG dan
Polio 3/IPV. Cakupan imunisasi DPT/HB, dan BCG didasarkan pada
jumlah bayi lahir hidup, sedangkan DPT/HB3 polio dan campak
didasarkan pada jumlah bayi. Jumlah bayi lahir hidup sebesar 16.872
dan jumlah bayi (Surviving Infant) sebesar 17.065. Cakupan imunisasi
Hb < 7 hari sebesar 16.441 (97,45%), imunisasi BCG sebesar 17.066
(101,15 %), Cakupan imunisasi DPT-HB3/DPT-HB-Hib316.534 (96,89
%), imunisasi Polio 4 sebesar 16.242 (95,18 %), dan Campak sebesar

25
10.747 (62,98 %). Jumlah imunisasi dasar lengkap di Kabupaten
Mojokerto tahun 2017 sebanyak 16.777 (98,31 %) (Tabel 42 dan 43).
i. Pemberian Vitamin A Pada Bayi, Anak Balita, dan Ibu Nifas

Cakupan bayi mendapat vitamin A adalah Cakupan bayi 6-11 bln


mendapat kapsul vitamin A dosis 100 μA 1 kali per tahun di suatu
wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Cakupan anak balita
mendapat vitamin A adalah Cakupan anak balita umur 12-59 bln
mendapat kapsul vitamin A dosis tinggi 200μA 2 kali per tahun di suatu
wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Pemberian vitamin A
dilaksanakan pada bulan Februari dan Agustus. Tujuan pemberian kapsul
vitamin A pada balita adalah untuk menurunkan prevalensi dan mencegah
kekurangan vitamin A pada balita. Dari seluruh jumlah balita yang ada
yaitu sebesar 84.155, cakupan distribusi kapsul vitamin A selain pada
kebutaan juga berperan pada tingginya kematian bayi dan balita. Jumlah
bayi (usia 6 – 11 bulan) sebanyak 18.046 (105,75 %) bayi yang
mendapatkan Vitamin A, anak balita (12 – 59 bulan) yang mendapatkan
Vitamin A sebanyak 63.164 (94,15 %) dan balita (6 – 59 tahun) yang
mendapatkan vitamin di Kabupaten Mojokerto tahun 2017 sebanyak
81.210 (96,50 %) (Tabel 44). Ibu nifas yang ada di Kabupaten Mojokerto
sebesar 17.715 yang mendapatkan Vitamin A sebanyak 15.033 (84,85%) (
Tabel 29 ).
j. Status Gizi Balita

Salah satu inidkator kesehatan yang dinilai keberhasilan pencapainnya


dalam MDGs adalah status gizi balita. Status gizi balita dapat diukur berdasarkan
umur, berat badan (BB), tinggi badan (TB). Ketiga variabel ini disajikan dalam
bentuk antopometri yaitu berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan
menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).

Status gizi balita dapat diketahui melalui pemantauan tumbuh kembang


anak. Kekurangan gizi terutama pada anak-anak balita dapat menyebabkan
meningkatnya risiko kematian, terganggunya pertumbuhan fisik dan
perkembangan mental serta kecerdasan. Dalam beberapa hal dampak kekurangan

26
gizi bersifat permanen yang tidak dapat diperbaiki walaupun pada usia berikutnya
kebutuhan gizinya terpenuhi.

Jumlah balita yang dilaporkan (S) di Kabupaten Mojokerto tahun 2017


sebanyak 84.155. Yang ditimbang sebanyak 69.866 dan yang mengalami BGM
(Bawah Garis Merah) sebanyak 682 (1 %) (Tabel 47). Balita gizi buruk yang
ditemukan di Kabupaten Mojokerto tahun 2017 sebanyak 217, dan seluruhnya
mendapatkan perawatan (100 %) (Tabel 48). Jumlah baduta yang dilaporkan (S)
di Kabupaten Mojokerto tahun 2017 sebanyak 33.907. Yang ditimbang sebanyak
29.943 dan yang mengalami BGM (Bawah Garis Merah) sebanyak 147 (0,5 %)
(Tabel 45).
Jumlah balita gizi buruk menurun dari tahun 2016, hal ini dikarenakan ada
balita gizi buruk yang sudah lulus atau sudah terbebas dari gizi buruk. Masih
terdapat pasien lama yang masih mengalami gizi buruk yang dikarenakan ada
penyakit bawaan seperti down sindrome atau kelainan bawaan dari lahir. Usaha
yang dilakukan yaitu dengan pemberian PMT bagi balita gizi buruk dan dilakukan
pemantauan secara berkala. Sudah ada beberapa Puskesmas di Kabupaten
Mojokerto memberikan inovasi dalam menurunkan angka gizi buruk.
k. Cakupan Penjaringan Kesehatan Siswa SD dan Setingkat

Pelayanan kesehatan (penjaringan) siswa SD/setingkat adalah


Pemeriksaan kesehatan umum, kesehatan gigi dan mulut siswa SD dan setingkat
melalui penjaringan kesehatan terhadap murid kelas 1 SD dan Madrasah
Ibtidaiyah yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bersama tenaga kesehatan
terlatih (guru dan dokter kecil) di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
Jumlah SD/setingkat di Kabupaten Mojokerto sebanyak 607. Murid kelas
1 SD/setingkat di Kabupaten Mojokerto tahun 2017 sebanyak 21.693, yang
mendapatkan pelayanan kesehatan (penjaringan) adalah seluruh siswa SD kelas 1
(101,3 %) (Tabel 49). Persentase yang dihasilkan melebihi target 100%
dikarenakan angka jumlah murid SD/setingkat menggunakan angka proyeksi.
Penjaringan dilakukan tidak hanya pada anak SD/setingkat saja tetapi SMP dan
SMA setingkat. Penjaringan ini dilakukan oleh tim dari Puskesmas, yang mana
diantaranya terdiri dari Dokter, Dokter Gigi, Bidan, Perawat, Petugas Promkes,
dan Petugas Gizi.

27
l. Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut

Pemeriksaan Gigi dan Mulut diartikan Pelayanan kesehatan gigi dan mulut
dalam bentuk upaya promotif, preventif dan kuratif sederhana seperti pencabutan
gigi tetap, pengobatan dan penambalan sementara yang dilakukan di sarana
pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Kabupaten
Mojokerto pada tahun 2017 meliputi pelayanan tumpatan gigi tetap dan
pencabutan gigi tetap. Dengan jumlah tumpatan gigi tetap 6.739, rasio
tumpatan/pencabutan 1,1 (Tabel 50).
Pelayanan kesehatan gigi dan mulut juga dilakukan pada anak SD dan
setingkat. Dimana dilakukan upaya promotif dan preventif. Jumlah murid SD/MI
sebanyak 86.195 yang diperiksa kesehatan gigi dan mulut sebanyak
81.590 yang memerlukan perawatan 10.294, dan siswa yang mendapatkan
perawatan 7.203 (70 %) (Tabel 51).
m. Pelayanan Kesehataan Usia Lanjut (Lansia)

Pelayanan kesehatan usia lanjut (usia 60 th+) merupakan Pelayanan


kesehatan sesuai standar yang ada pada pedoman usia lanjut (60 tahun ke atas) di
fasilitas pelayanan kesehatan pada satu wilayah kerja dan kurun waktu. Cakupan
pelayanan kesehatan usila (60 tahun +) di kabupaten Mojokerto tahun 2017 dari
total 117.309 yang mendapat pelayanan kesehatan sebesar 75.741 (64,57 %)
(Tabel 52). Cakupan pelayanan kesehatan lansia mengalami peningkatan dari
tahun 2016, hal ini dikarenakan adanya upaya dari Dinas Kesehatan seperti
adanya kakek nenek asuh yang berperan aktif dalam Posyandu Lansia, dan adanya
peningkatan pembetukan Posyandu

28
3.1.2 Analisa Data
1. Tahap Analisa Data
ANALISA DATA PRAKTIK KEPERAWATAN KOMUNITAS
MAHASISWA STIKES INSAN CENDEKIA MEDIKA JOMBANG
DI KELURAHAN JAPAN KEC. SOOKO KAB. MOJOKERTO

NO DATA SUBYEKTIF DATA OBYEKTIF MASALAH

1 (KIA)
Jumlah ibu hamil : 3 orang
Pemeriksaan kehamilan
Teratur : 3 orang (100%)
Tidak teratur : -orang (0%)

Keikutsertaan PUS pada program


KB
Ikut program KB : 48 orang (69,5%)
Belum ikut program KB : 21 orang
(30,4%)

Jenis kontrasepsi yang diikuti


DS : IUD :1 orang (1,4%)
dari hasil wawancara dengan PIL: 7 orang (10,1%)
warga, mayoritas dari PUS tidak Kondom : 6 orang (8,7%)
ikut KB karena takut dengn Suntik : 34 orang (49,3%)
efek/dampak dari kontrasepsi itu Tdak KB : 21 orang (30,4%)
sendiri. Alasan lain karena ingin
memiliki anak lagi, serta malas DO :
melakukn KB karena merasa rumit Dari jumlah PUS tersebut 67 %
kurang mengerti tentang KB dan 33
% cukup mengerti tentang KB

2 (Anak dan remaja)


Kelengkapam Imunisasi
Lengkap: 8 orang (94,74%)
Belum lengkap :1 orang (5,26 %)
Jumlah balita: 19 orang

Pemeriksaan balita ke posyandu /


puskesmas
Teratur :16 orang (84,2 %)
Tidak teratur : 3 orang (15,8 %)

29
DS : Kelengkapan imunisasi sesuai usia
Hasil wawancara dengan orang tua balita
balita menyatakan imunisasi Lengkap: 16 orang (84,2%)
anaknya belum lengkap (pada usia Belum lengkap : 3 orang (15,8 %)
yang seharusnya sudah lengkap)
dan tidak teratur karena takut
dengan efek imunisasi yaitu demam
dan merasa rumit untuk mengurus
semuanya

Status Gizi Balita Menurut KMS


DS : Dari hasil wawancara dengan Garis hijau : 10orang (52,6 %)
orang tua balita , mengatakan tidak Garis kuning : 9 orang (47,3 %)
ada balita yang pernah berada di Garis merah : - orang (0%)
garis merah pada status gizinya
3 (Lansia) (Lansia) Keadaan Kesehatan
DS : D0 : Lansia
Masyarakat yang menderita TB warga yang memiliki pengetahuan Ada masalah : 17
tentang TB paru sebanyak 23% orang (44,7%)
Paru tidak memeriksakan /
Warga yang tidak memilki cukup HT, Gout Atritis,
mengontrol kesehatannya ke pengetahuan TB paru Jantung, RPD : Strok,
puskesmas. Dan bahkan mereka sebanyak 57% Paru-Paru
tidak rutin mengambil obat TB ke Tidak ada masalah :
Puskesmas sehingga sebagian 21 orang (55,26%)
warga banyak yang mengalami Distribusi penyakit
putus obat dan kambuh akibat di masyarakat
1. TB Paru : 23 orang
pengobatan yang tidak tuntas atau
(43,5%)
juga karena bosan/ lupa tidak 2. ISPA : 5 orang
minum obat TB akibat kesibukan (11,3%)
kerja. Mayoritas masyarakat tidak 3. Tuberculos : 21
tahu tentang perawatan TB Paru orang (47,7%)
sehingga mereka kadang-kadang 4. DM : 8
meludah/ berdahak di sembarang orang (18,18%)
5. Asma : 2 orang
tempat (kadang di got, di jalan
(4,5%)
umum), Tidak ada pengkhususan 6. Vertigo : 1 orang
alat tenun dan alat makan antara (2,27%)
penderita dengan orang yang sehat 7. Gastritis: 2 orang
(4,5%)
8. Otot Dan Tulang :
11 orang (25%)
9. Hipotensi : 1 Orang
(2,27%)
10. Faringitis : 1
Orang (2,27%)
11. Batu Ginjal : 2
orang (4,5%)

30
Data Sub system meliputi
1. Lingkungan Fisik
a. Sumber air dan air minum
a. Penyediaan air bersih
i. PAM : 136 KK(99,3%)
ii. Sumur : 1 KK(0,7%)
b. Penyediaan air minum
i. PAM : 75 KK(54,7%)
ii. Aqua : 62 KK(45,3%)
c. Pemanfaatan air minum
i. PAM :75KK (54,7%)
ii. Air minum steril :62 KK (45,3%)
d. Pengelolaan air minum
i. Selalu dimasak : 118 KK (86,1%)
ii. Kadang dimasak dimasak :14 KK (10,2%)
iii. Tidak pernah dimasak : 5 KK (3,6%)
b. Saluran pembuangan air/ sampah
1) Kebiasaan membuang sampah
Diangkut petugas : 137 KK (100%)
2) Pembuangan air limbah
Got :137 KK (100%)
3) Keadaan pembuangan air limbah
a) Meluber kemana – mana : 1 KK (0,73%)
b) Lancar : 136 KK (99,27%)
c. Kandang ternak
1) Kepemilikan kandang ternak
a) Ya : 7 KK (5,1%)
b) Tidak : 130 KK (94,9%)
2) Letak kandang ternak
Diluar rumah : 7 KK (100%)
d. Jamban
1) Kepemilikan jamban

31
Memiliki jamban : 137 KK (100%)
2) Macam jamban yang dimiliki
a) Septi tank :129 KK (94,2%)
b) Sumur cemplung :8 KK(5,9%)
3) Keadaan jamban
a) Bersih : 132 KK (96,4%)
b) Kotor : 5 KK (3,6%)
DS: sebagian warga membersihkan jambannya tiap seminggu sekali
4) Bila tidak mempunyai jamban berak di
a) WC umum : -KK (%)
b) Jamban tetangga : -KK (%)
c) Sungai : -KK (%)
d) Sawah : -KK (%)
e. Keadaan rumah
1) Type rumah
a) Type A (tembok) : 134 KK (97,8%)
b) Type B ( ½ tembok) : 3 KK (2,2%)
2) Status rumah
a) Milik Rumah sendiri : 135 KK (98,5%)
b) Kontrak : 2 KK (1,5%)
3) Lantai Rumah
Tegel / semen : 137 KK (100%)
4) Ventilasi
a) Ada : 90 KK (65,69%)
b) Tidak ada : 47 KK (34,31%)
DS=hasil wawancara menunjukan bahwa sebanyak 60 % dari warga yang
memiliki ventilasi, tidak pernah membuka jendela nya
5) Luas kamar tidur
a) Memenuhi syarat :115 KK (83,9%)
b) Tidak memenuhi syarat :22 KK (16,1%)

32
6) Penerangan rumah oleh matahari
a) Baik : 70 KK (51,1%)
b) Cukup : 23 KK (16,79%)
c) Kurang : 44 KK (32,10%)
DO= hasil survey menunjukan bahwa sekitar 32% rumah warga kurang
pencahayaan sehingga tampak gelap dn ruangan di dalam rumah tampak
gelap
7) Halaman rumah
a) Kepemilikan pekarangan
1. Memiliki : 18 KK(13,1%)
2. Tidak memiliki : 119 KK(86,9%)
b) Pemanfaatan pekarangan
Ya : 18 KK(100%)
c) Jenis pemanfaatan pekarangan rumah
Tanaman : 18 KK(100%)
d) Keadaan pekarangan
Bersih :18 KK (100%)

2. Fasilitas Umum Dan Kesehatan


a. Fasilitas umum
1) Sarana Pendidikan Formal
a) jumlah TK : 1 Buah
b) Jumlah SD/sederajat : 2 Buah
c) Jumlah SLTP/sederajat : 1 Buah
d) Jumlah SMU/sederajat : 1 Buah
e) Jumlah PT/sederajat : - Buah
b. Fasilitas kegiatan kelompok
1) Karang taruna : 1 Kelompok
2) Pengajian : 1 Kelompok
3) Ceramah Agama : 2 X/Bulan
4) PKK : 2 X / Bulan

33
c. Sarana ibadah
1) Jumlah masjid :1 Buah
2) Mushola : 6 Buah
3) Gereja : 1 Buah
4) Pura/vihara : - Buah
d. Sarana olahraga
1) Lapangan sepak bola : 1 Buah
2) Lapangan bola voli : - Buah
3) Lapangan bulu tangkis : - Buah
4) Lain-lain : - Buah
e. Fasilitas kesehatan
Jenis fasilitas kesehatan
1) Puskesmas pembantu :1 buah
Jarak dari desa : 1 Km
Puskesmas : 1 Buah
Jarak dari desa : - Km
Rumah sakit : 2 buah
Jarak dari desa : - Km
Praktek Dokter Swasta : - Buah
Praktek Bidan : 1 Buah
Praktek Kesehtan Lain (Klinik) : 1 Buah
Tukang gigi : - Buah
2) Pemanfaatan fasilitas kesehatan
Puskesmas pembantu : 1 Buah
Puskesmas : Buah
Rumah Sakit : - Buah
Praktek Dokter swasta : Buah
Praktek Bidan : Buah
Praktek Kesehtan Lain (Klinik) : - Buah
Tukang Gigi : Buah

34
3. Sosial ekonomi
a. Karakteristik pekerjaan
1) Jenis pekerjaan
a) PNS / ABRI : 9 jiwa (4,1%)
b) Pegawai swasta : 28 jiwa (12,8%)
c) Wiraswasta : 17 jiwa (7,8%)
d) Buruh tani/ pabrik : 162 jiwa (74,3%)
e) Pensiun : 2 jiwa (0,9%)
2) Status pekerjaan penduduk > 18 tahun < 65 tahun
a) Penduduk bekerja : 218 jiwa (52,9%)
b) Penduduk tidak bekerja : 194 jiwa (47,08%)
3) Pusat kegiatan ekonomi
a) pasar tradisional : 1 buah
b) Pasar swalayan : - buah
c) Pasar kelontong : - buah
4) Penghasilan rata – rata perbulan
a) < dari 450.000/bulan :7 KK(4,8%)
b) Rp450.000-Rp 600.000 :28 KK(19,0%)
c) Rp 600.000-Rp 800.000 :60 KK(40,8%)
d) >Rp 800.000/bulan :52 KK(35,4%)
5) Pengeluaran rata – rata perbulan
a) Rp150.000-Rp 300.000 :6 KK(4,5%)
b) 300.000-500.000 :23 KK(17,3%)
c) >Rp 500.000/bulan :104 KK(78,2%)
b. Kepemilikian industry
Ada
c. Jenis industri kecil
Makanan

35
4. Keamanan dan transportrasi
a. Keamanan
1) Sarana keamanan
a) Poskamling : 1 Buah
b) Pemadam Kebakaran : Buah
c) Instansi Polisi : Buah
b. Transportasi
1) Fasilitas Tranportasi
a) Jalan raya :500 m
b) Jalan tol :-m
c) Jalan setapak : 300 m
2) Alat transportasi yang dimiliki
a) Tidak Punya : 13jiwa (9%)
b) Sepeda Pancal : 31 Jiwa (21,7%)
c) Mobil : 10 Jiwa (6,9%)
d) Sepeda Motor : 85 Jiwa (59,4 % )
e) Becak : 4 Jiwa (2,8%)
3) Penggunaan sarana transportasi oleh masyarakat
a) Angkutan / kendaraan umum : 13 jiwa (9,5%)
b) Kendaraan pribadi : 124 jiwa (90,5%)

5. Politik dan Pemerintahan


a. Stuktur organisasi pemerintahan
Ada
b. Kelompok pelayanan kepada masyarakat ( PKK, karang taruna, panti, LKMD,
posyandu)
Ada
c. Kebijakan pemerintah dalam pelayanan kesehatan
Ada
d. Peran serta partai politik dalam pelayanan kesehatan
Tidak ada

36
6. Komunikasi
a. Fasilitas komunikasi yang ada di masyarakat
1) Radio : 54 jiwa (39,4%)
2) TV : 129 jiwa (94,2%)
3) Telepon : 137 jiwa (100%)
4) Majalah / Koran : 31 jiwa (22,6%)
b. Teknik penyampaian komunikasi kepada masyarakat
Papan pengumuman (100%)

7. Rekreasi
a. Tempat Wisata Alam : - Buah
b. Kolam Renang : - Buah
c. Taman Kota : - Buah
d. Bioskop : - Buah

37
3.1. Tahap Penapisan Masalah
SELEKSI ( PENAPISAN )
DIAGNOSA KEPERAWATAN KOMUNITAS
DI KELURAHAN JAPAN KEC. SOOKO KAB. MOJOKERTO
KRITERIA PENAPISAN

Tersedia sumber

Relevan Dengan
MASALAH KESEHATAN / DIAGNOSA

Kesehatan (He)
Peran Perawat
Sesuai Dengan

Kemungkinan
Potensi Untuk
Resiko Tinggi

Resiko Parah

Pendidikan
JUMLAH

Komunitas

Komunitas
KEPERAWATAN KOMUNITAS

Program
Interest

Diatasi
SKORE

Fasilitas

Sumber
Tempat
Waktu

Dana

Daya
Resiko penularan penyakit TB paru Kelurahan Japan 5 4 5 5 2 4 5 4 3 4 3 2 46
Kec. Sooko

Bersihan Jalan Nafas tidak efektif di Kelurahan 5 5 5 5 4 3 5 4 4 4 4 3 49


Japan Kec. Sooko

Kurang pengetahuan tentang perawatan TB paru di 5 4 4 5 4 4 5 3 3 2 2 2 43


Kelurahan Japan Kec. Sooko

KETERANGAN :
1= SANGAT RENDAH
2 = RENDAH
3 = SEDANG
4 = TINGGI
5 = SANGAT TINGGI

38
PRIORITAS MASALAH

NO MASALAH SKOR

Bersihan Jalan Nafas tidak efektif Kelurahan


1 46
Japan Kec. Sooko

Resiko terjadi peningkatan prevalensi penyakit TB


2 49
Paru di Kelurahan Japan Kec. Sooko

Kurang pengetahuan tentang perawatan TB paru di


3 43
Kelurahan Japan Kec. Sooko

39
BAB IV
DIAGNOSA KEPERAWATAN KOMUNITAS
4.1 Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif di Kelurahan Japan Kec. Sooko berhubungan
dengan ketidakmauan keluarga mengambil keputusan dalam melakukan
tindakan yang tepat untuk mengatasi masalah
2. Resiko penularan penyakit TB paru di Kelurahan Japan Kec. Sooko
berhubungan dengan Kurang pengetahuan tentang perawatan penyakit TB paru
3. Kurang pengetahuan tentang perawatan TB paru di Kelurahan Japan Kec. Sooko
berhubungan dengan Kurangnya peranan fasilitas pelayanan kesehatan

40
BAB V
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS / PLAN OF
ACTION (POA)
5.1 Rencana Keperawatan
Tujuan jangka pendek Tujuan jangka panjang Intervensi
Setelah dilakukan tindakan Setelah diberikan intervensi keluarga 1. Berikan penyuluhan tentang
keperawatan selama 15 mampu mengenal tentang bersihan jalan pengertian, penyebab, tanda dan
menit minggu diharakan nafas : tidak efektif, dengan kriteria gejala tidak efektifnya bersihan
mampu batuk secara efektif 1. Keluarga dapat menjelaskan jalan nafas.
pengertian tidak efektifnya bersihan 2. Kaji ulang pengetahuan
jalan nafas. keluarga setelah diberikan
2. Keluarga dapat menjelaskan penyuluhan.
penyebab tidak efektifnya bersihan 3. Beri reinforcement bila jawaban
jalan nafas.. benar.
3. Keluarga dapat menjelaskan tanda 4. Diskusikan dengan keluarga
dan gejala tidak efektifnya bersihan cara membandingkan keadaan
jalan nafas. fisik penderita TB paru dengan
4. Keluarga dapat menerima keadaan keadaan fisik yang normal.
anggota keluarga yang sakit/ kurang
sehat.
Setelah dilakukan tindakan Setalah dilakukan tindakan keperawatan 1. Berikan penyuluhan tentang
keperawatan selama 4 masyarakat dapat: perawatan penyakit TB pru
minggu diharakan tidak 1. Masyarakat tahu tentang perawatan 2. Jelaskan kepada masyarakat
terjadi penyakit TB paru TB Paru untuk mengkususkan alat tenun
2. Masyarakat dapat mengkhususan dan makan antara penderita TB
alat tenun dan alat makan antara dan orang sehat
penderita dengan orang yang sehat. 3. Jelaskan kepada masyarakat
3. Warga yang memilki pengetahuan pentingnya penerangan rumah
tentang TB paru oleh matahari
4. Warga memilki cukup pengetahuan 4. Anjurkan masyarakat untuk
TB paru meiliki pencahayaan dalam
5. Penerangan rumah oleh matahari rumah yang terang
cukup
6. Pencahayaan dalam rumah tampak
terang
Setelah dilakukan tindakan Setalah dilakukan tindakan keperawatan 1. Identifikasi pengetahuan
keperawatan selama 2 masyarakat dapat: masyarakat tentang TB Paru
minggu diharapkan 1. Pengetahuan masyarakat tentang TB 2. Lakukan penyuluhan kesehatan
pengetahuan masyarkat Paru meningkat (80%) tentang TB paru(pengertian,
meningkat tentang TB Paru 2. Masyarakat mengetahui tentang TB penyebab, cara pencegahan dan
serta peranan fasilitas paru, penyebab, cara pencegahan penularan)
pelayanan kesehatan dan penularan 3. Anjurkan untuk meningkatkan
meningkat 3. Adanya penyuluhan dari tenaga fasilitas pelayanan kesehatan
kesehatan tentang TB Paru
4. Fasilitas pelayanan kesehatan di
daerah tersebut meningkat

41
BAB VI
PELAKSANAAN (IMPLEMETASI Kep)
6.1 Implementasi

1. Mengidentifikasi pengetahuan keluarga tentang TB paru


Respon: Tn.I mengatakan TB paru adalah penyakit batuk
2. Memberi penjelasan pada keluarga khususnya Tn.I tentang TB paru
Respon: Tn.I mendengarkan penjelasan yang diberikan.
3. Mengidentifikasi pengetahuan keluarga tentang penyebab TB Paru
Respon: Tn.I mengatakan penyebabnya karena merokok.
4. Memberi penjelasan pada keluarga khususnya Tn.I tentang penyebab TB paru
5. Respon: Tn.I mendengarkan penjelasan yang diberikan.
6. Mengidentifikasi pengetahuan keluarga tentang tanda dan gejala TB Paru
Respon: Tn.I mengatakan tanda dan gejala TB paru adalah sesak nafas dan
batuk-batuk.
7. Memberi penjelasan pada keluarga khususnya Tn.I tentang tanda dan gejala TB
Paru
Respon: Tn.I mendengarkan penjelasan yang diberikan.
8. Mengidentifikasi pengetahuan keluarga tentang cara penularan TB Paru
Respon: Tn.I mengatakan cara penularan TB paru yaitu jika kita minum pada
gelas yang sama.
9. Memberi penjelasan pada keluarga khususnya Tn.I tentang cara penularan TB
Paru
Respon: Tn.I mendengarkan penjelasan yang diberikan.
10. Mengidentifikasi pengetahuan keluarga tentang cara mengetahui seseorang
terkena TB Paru
Respon: Tn.I mengatakan cara mengetahui seseorang terkena TB paru yaitu
dengan cara berobat ke Puskesmas.
11. Memberi penjelasan pada keluarga khususnya Tn.I tentang cara mengetahui
seseorang terkena TB Paru
Respon: Tn.I mendengarkan penjelasan yang diberikan.

42
12. Mengidentifikasi pengetahuan keluarga tentang cara pencegahan agar tidak
menular kepada orang lain
Respon: Tn.I mengatakan cara mencegah agar tidak menular kepada orang lain
yaitu jangan minum pada gelas yang sama, nanti bisa menular penyakit TB paru.
13. Memberi penjelasan pada keluarga khususnya Tn.I tentang cara pencegahan agar
tidak menular kepada orang lain
Respon: Tn.I mendengarkan penjelasan yang diberikan.
14. Mengidentifikasi pengetahuan keluarga tentang cara mencegah dan mengobati
TB Paru
Respon: Tn.I mengatakan cara mencegahnya dengan cara minum jangan pada
gelas yang sama dan cara mengobatinya dengan berobat ke Puskesmas.
15. Memberi penjelasan pada keluarga khususnya Tn.I tentang cara mencegah dan
mengobati TB Paru
Respon: Tn.I mendengarkan penjelasan yang diberikan.
16. Mengidentifikasi pengetahuan keluarga tentang obat-obatan TB Paru dan efek
sampingnya
Respon:Tn.I mengatakan tidak nafsu makan dan air kencingnya berwarna
kuning saat minum obat OAT.
17. Memberi penjelasan pada keluarga khususnya Tn.I tentang obat-obatan TB Paru
dan efek sampingnya
Respon: Tn.I mendengarkan penjelasan yang diberikan.
18. Mengidentifikasi pengetahuan keluarga tentang akibat bila minum obat tidak
teratur atau terputus
Respon: Tn.I mengatakan akibat bila tidak minum obat tidak teratur atau
terputus yaitu nanti bisa kambuh lagi dan makin parah penyakitnya.
19. Memberi penjelasan pada keluarga khususnya Tn.I tentang akibat bila minum
obat tidak teratur atau terputus
Respon: Tn.I mendengarkan penjelasan yang diberikan

43
BAB VII
HASIL KEGIATAN (EVALUASI)
7.1 Evaluasi
S O A P

Tn.I mengatakan
· Tn. I dapat menyimak Masalah Lanjutkan
sudah mengetahui penjelasan yang diberikan teratasi intervensi
masalah TB paru, dengan penuh perhatian. sebagian
dan akan periksa
· Tn. I dapat menjelaskan
dahak ke Puskesmas kembali tentang TB paru baik
mengenai tanda dan gejala,
penyebab, maupun akibat
penyakit TB paru, serta Tn. I
akan memeriksakan dahak
kembali untuk mengetahi
apakah Tn. I terkena TB paru
lagi atau tidak.
· Tn. I mengatakan akan
membuka jendela kamar setiap
pagi dan akan meningkatan
penerangan di kamarnya agar
matahari dapat masuk ke dalam
kamar.

44
BAB VIII
PENUTUP

8.1 Kesimpulan
Dengan menyimak pada permasalahan yang terjadi di Kelurahan
japanKec. Sooko dapat kita tarik kesimpulan bahwa Keluarahan Japan Kec.
Sooko masih memerlukan perhatian yang serius dari pemerintah baik oleh
pemerintah daerah maupun oleh pemerintah provinsi terutama di bidang
pendidikan dan bidang kesehatan yang perlu di berikan perhatian lebih
begitupun dengan bidang-bidang lainnya yang memerlukan tindakan nyata dan
perhatian juga dari semua pihak.
8.2 Saran
1. Untuk puskesmas
a. Lebih memaksimalkan program pelayanan kesehatan
b. Adanya pembinaan pola hidup bersih dan sehat
2. Untuk masyarakat
a. Masyarakat desa Inobonto hendaknya lebih menyadari akan pentingnya
kesehatan dan pendidikan bagi kelangsungan masa depan putra-putri desa.
b. Masyarakat desa lebih meningkatkan partisipasinya dalam kegiatan-
kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah desa, termasuk program yang
berhubungan dengan kesehatan dan pendidikan

45
DAFTAR PUSTAKA

Efendi Ferry, Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas. Salemba Medika


: Jakarta
Fallen R., Dwi Budi R. (2010). Keperawatan Kommunitas. Nuha Medika : Yogyakarta
Mubarak
Faisalado Candra widyanto (2014) Keperawatan komunitas dengan pendekatan praktis
Nuha medika : Yogyakarta
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta:
EGC

46

S-ar putea să vă placă și