Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
PENGERTIAN
Tuberkulosis (TB) paru adalah infeksi pada paru-paru dan kadang pada struktur-struktur
disekitarnya, yang disebabkan oleh Mycrobacterium tuberculosis (Saputra, 2010). Sedangkan
menurut Rubenstein, dkk (2007), Tuberkulosis (TB) adalah infeksi batang tahan asam-alkohol
(acid-alcohol-fast bacillus/AAFB) Mycrobacterium tuberkulosis terutama mengenai paru,
kelenjar getah bening, dan usus. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang biasanya
menyerang organ parenkim paru (Brunner & Suddarth, 2002). Tuberkulosis adalah suatu
penyakit infeksius yang menyerang paru-paru biasanya ditandai oleh pembentukan granuloma
dan menimbulkan nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari
penderita kepada orang lain (Santa, dkk, 2009).
Menurut Depkes (2007) Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru,
tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. TB paru adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis suatu basil yang tahan asam yang menyerang
parenkim paru atau bagian lain dari tubuh manusia melalui droplet (bersin, batuk dan berbicara)
yang dapat menyerang lewat udara dari penderita ke orang lain.
B. ETIOLOGI
E. Pathway
F. Manifestasi Klinis
Menurut Alsagaff dan Mukty (2006) tanda dan gejala tuberkulosis dibagi atas 2 (dua)
golongan yaitu gejala sistemik dan gejala respiratorik.
a. Gejala Sistemik adalah:
1) Badan Panas
Panas badan merupakan gejala pertama dari tuberkulosis paru, sering kali panas badan
sedikit meningkat pada siang maupun sore hari. Panas badan meningkat atau menjadi lebih
tinggi bila proses berkembang menjadi progresif sehingga penderita merasakan badannya
hangat atau muka terasa panas.
2) Menggigil
Menggigil dapat terjadi bila panas badan naik dengan cepat, tetapi tidak diikuti
pengeluaran panas dengan kecepatan yang sama atau dapat terjadi sebagai suatu reaksi
umum yang lebih hebat.
3) Keringat Malam
Keringat malam bukanlah gejala yang patognomonis untuk penyakit tuberkulosis paru.
Keringat malam umumnya baru timbul bila proses telah lanjut, kecuali pada orang-orang
dengan vasomotor labil, keringat malam dapat timbul lebih dini. Nausea, takikardi dan
sakit kepala timbul bila ada panas.
4) Malaise
Karena tuberkulosis bersifat radang menahun, maka dapat terjadi rasa tidak enak badan,
pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan makin kurus, sakit kepala, mudah lelah.
b. Gejala Respiratorik
1) Batuk
Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah melibatkan bronchus. Batuk mula-mula
terjadi oleh karena iritasi bronchus, selanjutnya akibat adanya peradangan pada bronchus,
batuk akan menjadi produktif. Batuk produktif ini berguna untuk membuang produk-
produk ekskresi peradangan. Dahak dapat bersifat mukoid atau purulen.
2) Sekret
Suatu bahan yang keluar dari paru sifatnya mukoid dan keluar dalam jumlah sedikit,
kemudian berubah menjadi mukopurulen/kuning atau kuning hujau sampai purulen dan
kemudian berubah menjadi kental bila sudah terjadi pengejuan dan perlunakan.
3) Nyeri Dada
Gejala ini timbul apabila sistem persyarafan yang terdapat di pleura terkena, gejala ini
dapat bersifat lokal atau pleuritik.
4) Ronchi
suatu bunyi tambahan yang terdengar gaduh terutama terdengar selama ekspirasi disertai
adanya sekret.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Anamnesis pada pemeriksaan fisik
2. Laboratorium darah rutin ( LED normal atau meningkat,limfositosis)
3. Foto thoraks PA dan lateral.gambaran foto toraks yang menunjang diagnosis TB, yaitu :
a. Bayangan lesi terletak di lapangan atas paru atau segmen apikal lobus bawah.
b. Bayangan berawan (patchy) atau berbercak (nodular)
c. Adanya kavitas, tunggal atau ganda
d. Kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru
e. Adanya klasifikasi
f. Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
g. Bayangan milier
4. Pemeriksaan sputum BTA
pemeriksaan sputum BTA memastikan diagnosis TB paru, namun pemeriksaan ini tidak
sensitif karena hanya 30-70 persen pasien TB yang dapat didiagnosis berdasarkan
pemeriksaan ini
5. Tes PAP (peroksidase anti peroksidase)
merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen imunoperoksidase
staning untuk menentukan adanyan IgG spesifik terhadap basil TB
6. Tes mantoux / tuberkulin
7. Teknik polymerase chain reaction
deteksi DNA kuman secara spesifik melalui aplifikasi dalam berbagai tahap sehingga
dapat mendeteksi meskipun hanya ada 1 mikroorganisme dalam spesimen. Juga dapat
mendeteksi adanya retensi.
8. Becton Dickinson Diagnostik Instrumen System (BACTEC)
deteksi grouth index berdasarkan CO2 yang di hasilkan dari metabolisme asam lemak
oleh M. Tuberculosis
9. Enzyme Linked Immunosorbent Assay
deteksi respon humoral memakai antigen-antibody yang terjadi. Pelaksanaannya rumit
dan antibody dapat menetap dalam waktu lama sehingga menimbulkan masalah.
H. Penatalaksanaan
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase
lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan
tambahan.Obat utama yang dipakai dalam terapi Tuberculosis Paru antara lain sebagai berikut :
1. Rifampisin
Rifampisin ; 10 mg/ kg BB, maksimal 600mg 2-3X/ minggu atau (BB > 60 kg : 600 mg,
BB 40-60 kg : 450 mg, BB < 40 kg : 300 mg, Dosis intermiten 600 mg / kali)
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata, air liur.
Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal ini harus
diberitahukan kepada penderita agar dimengerti dan tidak perlu khawatir.
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan simtomatik ialah :
a. Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang
b. Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah kadang kadang diare
c. Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
2. Isoniazid (INH)
Dosis yang diberikan untuk obat INH adalah 5 mg/kg BB, maksimal 300mg, 10 mg /kg
BB 3 Xseminggu, 15 mg/kg BB 2 X semingggu atau (300 mg/hariuntuk dewasa. lntermiten : 600
mg / kali).
Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunanpada syaraf tepi, kesemutan,
rasa terbakar di kaki dan nyeriotot. Efek ini dapat dikurangi dengan pemberian piridoksindengan
dosis 100 mg perhari atau dengan vitamin Bkompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan
dapatditeruskan. Kelainan lain ialah menyerupai defisiensipiridoksin (syndrom pellagra).
Efek samping berat dapat berupa hepatitis yang dapat timbulpada kurang lebih 0,5%
penderita. Bila terjadi hepatitisimbas obat atau ikterik, hentikan OAT dan pengobatansesuai
dengan pedoman TB pada keadaan khusus.
3. Pirazinamid
Obat ini digunakan pada saat fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3 Xsemingggu,50
mg /kg BB 2 X semingggu atau :BB > 60 kg : 1500 mg, BB 40-60 kg : 1 000 mg, BB < 40 kg :
750 mg
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat(penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada
keadaan khusus).Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadangkadangdapat
menyebabkan serangan arthritis Gout, hal inikemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi
danpenimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksidemam, mual, kemerahan dan reaksi
kulit yang lain.
4. Streptomisin
Pada obat streptomisin ini di berikan dosis 15mg/kgBB atau (BB >60kg : 1000mg, BB 40
- 60 kg : 750 mg, BB < 40 kg : sesuai BB). Efek samping utama adalah kerusakan syaraf
kedelapanyang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran.Risiko efek samping tersebut
akan meningkat seiring denganpeningkatan dosis yang digunakan dan umur penderita.
5. Etambutol
Untuk obat ini diberikan fase intensif dengan dosis 20mg /kg BB, fase lanjutan 15 mg/kg
BB, 30mg/kg BB 3X seminggu, 45 mg/kg BB 2 Xseminggu atau : (BB >60kg : 1500 mg, BB 40
-60 kg : 1000 mg, BB < 40 kg : 750 mg, Dosis intermiten 40 mg/ kgBB/ kali).
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatanberupa berkurangnya ketajaman,
buta warna untuk warnamerah dan hijau. Meskipun demikian keracunan okulertersebut
tergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekaliterjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari
atau 30 mg/kgBB yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatanakan kembali normal
dalam beberapa minggu setelah obatdihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada
anakkarena risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi
I. Pengkajian
Tujuan dari pengkajian atau anamnesa merupakan kumpulan informasi subyektif yang
diperoleh dari apa yang dipaparkan oleh pasien terkait dengan masalah kesehatan yang
menyebabkan pasien melakukan kunjungan ke pelayanan kesehatan (Niman, 2013). Identitas
pasien yang perlu untuk dikaji meliputi:
a. Meliputi nama dan alamat
b. Jenis kelamin : TB paru bisa terjadi pada pria dan wanita
c. Umur: paling sering menyerang orang yang berusia antara 15 – 35 tahun.
d. Pekerjaan: Tidak didapatkan hubungan bermakna antara tingkat pendapatan, jenis
pekerjaan
2.1.1 Pengkajian Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang:
pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama. Lakukan pertanyaan yang
bersifat ringkas sehingga jawaban yang diberikan klien hanya kata “ya” atau “tidak”
atau hanya dengan anggukan kepala atau gelengan.
b. Riwayat Kesehatan Sebelumnya:
pengkajian yang mendukung adalah mengkaji apakah sebelumnya klien pernah
menderita TB paru atau penyakit lain yang memperberat TB Paru.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga:
secara patologi TB Paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu menanyakan apakah
penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga lainnya sebagai faktor predisposisi
penularan di dalam rumah.
d. Riwayat Tumbuh Kembang:
Kelainan-kelainan fisik atau kematangan dari perkembangan dan pertumbuhan
seseorang yang dapat mempengaruhi keadaan penyakit seperti gizi buruk.
e. Riwayat Sosial Ekonomi:
Apakah pasien suka berkumpul dengan orang-orang yang likungan atau tempat
tinggalnya padat dan kumuh karena kebanyakan orang yang terkena TB Paru berasal
dari likungan atau tempat tinggalnya padat dan kumuh itu.
f. Riwayat Psikologi:
Bagaimana pasien menghadapi penyakitnya saat ini apakah pasien dapat menerima, ada
tekanan psikologis berhubungan dengan sakitnya itu. Kita kaji tingkah laku dan
kepribadian, karena pada pasien dengan TB Paru dimungkinkan terjadi perubahan
tingkah laku seperti halnya berhubungan dengan aib dan rasa malu dan juga ada rasa
kekhawatiran akan dikucilkan dari keluarga dan lingkungan akibat penyakitnya
sehingga dapat mengakibatkan orang tersebut menjauhkan diri dari semua orang.
J. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaaan umum
Keadaan umum pada klien dengan TB Paru dapat dilakukan secara selintas
pandang dengan menilai keadaan fisik tiap bagian tubuh. Selain itu, perlu dinilai secara
umum tentang kesadaran klien yang terdiri dari compos mentis, apatis, somnolen, sopo,
soporokoma, atau koma. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan TB Paru
biasanya di dapatkan peningkatan suhu tubuh secara signifikan, frekuensi napas
meningkat apabila disertai sesak nafas, denyut nadi biasanya meningkat seirama dengan
peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernafasan dan tekanan darah biasanya sesuai
dengan adanya penyakit seperti hipertensi.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada klien TB Paru meliputi pemeriksaan fisik umum per
sistem dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breathing), B2
(Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), B6 (Bone) serta pemeriksaan yang fokus
pada B2 dengan pemeriksaan menyeluruh sistem pernafasan.
Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
1. B1 (Breathing) : pemeriksaan fisik pada klien TB Paru merupakan pemeriksaan
fokus yang terdiri atas inspeksi, palpasi,perkusi dan auskultasi.
Inspeksi
Bentuk dada dan gerakan pernafasan. Sekilas pandang klien dengan TB Paru
biasanya tampak kurus sehingga terlihat adanya penurunan proporsi diameter bentuk
dada antero-posterior dibandingkan proporsi diameter lateral. Apabila ada penyulit dari
Tb Paru seperti adanya efusi pleura yang masif, maka terlihat adanya ketidaksimetrisan
rongga dada, pelebaran intercostal space (ICS) pada sisi yang sakit. TB Paru yang disertai
etelektasis paru membuat bentuk dada menjadi tidak simetris, yang membuat
penderitanya mengalami penyempitan intercostal space (ICS) pada sisi yang sakit.
Palpasi
Palpasi trakhea. Adanya pergeseran trakhea menunjukan-meskipun tetapi tidak
spesifik-penyakit dari lobus atau paru. Pada TB Paru yang disertai adanya efusi pleura
masif dan pneumothoraks akan mendorong posisi trakhea kearah berlawanan dari sisi
sakit.
Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernafasan. TB Paru tanpa komplikasi
pada saat dilakukanpalpasi, gerakan dada saat bernafas biasanya normal dan seimbang
antara kiri dan kanan.
Getaran suara (fremitus vokal). Getaran yang terasa ketika perawat meletakkan
tangannya di dada klien saat klien berbicara adalah bunyi yang dibangkitkan oleh
penjalaran dalam laring arah distal sepanjang pohon bronkhial untuk membuat dinding
dada dalam gerakan resonan, terutama pada bunyi konsonan.
Perkusi
Pada klien dengan TB Paru minimal tanpa komplikasi, biasanya akan didapatkan
bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada klien TB Paru yang disertai
komplikasi seperti efusi pleura akan didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang
sakit sesuai banyaknya akumulasi cairan di rongga pleura.
Auskultasi
Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi nafas tambahan (ronkhi) pada sisi
yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksaan untuk mendokumentasikan hasil auskultasi
di daerah mana didapatkan adanya ronkhi. Bunyi yang terdengar melalui stetoskop ketika
klien berbicara disebut sebagai resonan vokal.
2. B2 (Blood) : pada klien dengan TB paru pengkajian yang didapat meliputi :
Inspeksi : inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan fisik
Palpasi : denyut nadi perifer melemah
Perkusi : batas jantung mengalami pergeseran pada TB Paru dengan efusi pleura
masif mendorong ke sisi sehat.
Auskultasi : tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan biasanya tidak
didapatkan.
3. B3 (Brain) : kesadaran biasanya compos mentis, ditemukan adanya sianosis perifer
apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pada pengkajian objektif, klien tampak
dengan wajah mringis, menangis,merintih, meregang, dan menggeliat. Saat
dilakukan pengkajian pada mata, biasanya didapatkan adanya konjungtiva anemis
pada TB Paru dengan hemoptoe masif dan kronis, dan sklera ikterik pada TB paru
dengan gangguan fungsi hati.
4. B4 (Bladder): pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan.
Olek karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut
merupakan tanda awal dari syok. Klien diinformasikan agar terbiasa dengan urine
yang berwarna jingga pekat dan berbau yang menandakan fungsi ginjal masih normal
sebagai ekskresi karena meminum OBAT terutama rifampisin.
5. B5 (Bowel) : klien biasanya mengalami mual,muntah, penurunan nafsu makan, dan
penurunan berat badan.
6. B6 (Bone) : aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB Paru.
Gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup menetap,
dan jadwal olahraga menjadi tak teratur.
K. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Rontgen Thoraks
2. Pemeriksaan CT Scan
3. Radiologi TB paru militer
a. TB paru militer akut
b. TB paru militer subakut (kronis)
4. Pemeriksaan Laboratorium
L. Analisa Data
Pengkajian
A. Identitas Klien
Nama : Ny. S
Umur : 65 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat :
Pekerjaan : IRT
B. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan Utama
Pada saat pengkajian pasien mengatakan sesak nafas dan batuk berdahak. Pengkajian fisik
didapatkan suara bunyi ronkhi di ½ lapang paru bawah. Frekueansi nafas 26 kali/menit.
Klien tampak susah untuk mengeluarkan dahak saat batuk. Klien juga mengatakan tidak
nafsu makan, mual, muntah. Klien kehilangan tonus otot, BB turun 11 kg, konjungtiva
anemis. P 30 x/menit, TD 90/60 mmHg, N 120 x/menit, S 37°C.
2. Riwayat Kesehatan Masalalu
Klien mengatakan bahwa dirinya tinggal dengan orang yang mengkonsumsi rokok 2
pak/hari selama 25 tahun.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak ditemukan riwayat kesehatan keluarga
D. Pemeriksaan Penunjang
Data pemeriksaan penunjang berada di lampiran
Order Dokter
Rifampicin (R) 1 x 350 mg
Isoniazid (H) 1 x 300 mg
Etambutol (E) 1 x 500 mg
Pirazinamid (Z) 1 x 500 mg
Vit B6 3 x 1 tablet
Domperidon 3 x 10 mg
OMG 1 x 40 mg
Inhalasi vent : Nacl 1 : 1
E. Analisa Data
Data Fokus:
- Klien tampak susah untuk mengeluarkan dahak saat batuk
- Bunyi ronkhi di ½ lapang paru bawah
- Klien kehilangan tonus otot
- BB menurun 11 kg
- Konjungtiva terlihat anemis
- P 30 x/menit, TD 90/60 mmHg, N 120 x/menit, S 37°C
- Klien mengatakan sesak napas
- Klien mengatakan batuk berdahak
- Klien mengatakan tinggal dengan orang yang mengkonsumsi rokok 2 pak/hari
selama 25 tahun
- Klien mengatakan tidak nafsu makan, mual dan muntah
Asidosis respiratori terkompensasi penuh
Analisa Data
No Data Masalah Keperawatan
Data Subjektif
- Klien mengatakan sesak napas dan
batuk berdahak
- Klien mengatakan saat bernapas agak
dalam
Data Ojektif
- Klien tampak susah mengeluarkan
1 dahak saat batuk Ketidakefektifan bersihan jalan napas
- Bunyi ronkhi di ½ lapang paru bawah
Data Tambahan
- Hasil rotgent paru member kesan
gambaran TB paru
- Kultur BTA (+)
- P 30 x/menit, TD 90/60 mmHg, N 120
x/menit, S 37°C
Data Subjektif
- Klien mengatakan tidak nafsu makan Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
2 - Klien mengatakan mual dan muntah
kebutuhan
Data Objektif
- BB ↓ 11 kg
- Konjungtiva klien terlihat anemis
- Klien kehilangan tonus otot
Data Subjektif
- Klien mengatakan lemas
- Klien mengatakan tidak nafsu makan,
Ketidakefektifian perfusi jaringan
3 mual dan muntah
Data Objektif (perifer)
- Konjungtiva klien terlihat anemis
- Klien kehilangan tonus otot
-
Data Subjektif
- Klien mengatakan masih sering batuk-
batuk dan susah mengeluarkan sputum
- Klien mengatakan tinggal dengan
orang yang mengkonsumsi rokok 2
pak/hari selama 25 tahun
4 Resiko penyebaran infeksi
Data Objektif
- Klien terlihat sering batuk-batuk
Data Tambahan
- Hasil rotgent paru member kesan
gambaran TB paru
- Kultur BTA (+)
F. Diagnose Keperawatan
1. Ketdakefektifan bersihan jalan napas b.d pus yang berlebihan
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual,
muntah dan batuk produktif
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan (perifer) b.d penurunan konsentrasi Hb dalam
darah
4. Resiko penyebaran infeksi b.d kerusakan jaringan atau terjadinya infeksi lanjutan
(penkes agar tidak tjd penularan infeksi)
4
Resiko
Setelah dilakukan Perawatan Pantau tanda dan
tindakan sirkulasi : gejala infeksi
penyebaran keperawatan selama insufisiensi (misalnya, suhu
infeksi b.d 1x24 jam, klien arteri : tubuh, denyut
kerusakan akan: meningkatkan jantung, drainase,
jaringan atau - Menunjukkan sirkulasi arteri penampilan luka,
terjadinya infeksi pengendalian Manajemen sekresi,
lanjutan resiko komunitas : penyakit penampilan urine,
penyakit menular menular : suhu kulit, lesi
yang, dibuktikan bekerja kulit, keletihan
Data Subjektif dengan indicator dan malaise.
bersama
- Klien gangguan (1: tidak komunitas Kaji faktor yang
mengatakan pernah, 2 : jarang, untuk dapat
masih sering 3: kadang – kadang, menurunkan meningkatkan
batuk-batuk 4 : sering, 5 : selalu) dan kerentanan
dan susah Kriteria Hasil: mengelolah terhadap infeksi
Memantau insiden dan (misalnya : usia
mengeluarkan
perilaku seksual prevalesni lanjut, usia kurang
sputum terhadap resiko penyalit dari 1 tahun, luluh
- Klien pajananan PMS menular pada imun, dan
mengatakan Mengikuti populasi malnutrisi)
tinggal strategi khusus. Pantau hasil
pengendalian Skrining laboratorium
dengan orang
pemajanan kesehatan : (hitunglah darah
yang Menggunakan mendeteksi lengkap, hitung
mengkonsum pengendalian resiko atau granulosit,
si rokok 2 penularan PMS masalah absolut, hitung
pak/hari kesehatan jenis, protein
selama 25 - Menunjukkan dengan serum, dan
keparahan infeksi memanfaatkan albumin
tahun
yang dibuktikan riwayat Amati penampilan
Data Objektif kesehatan,
oleh pengendalian praktik higiene
- Klien terlihat risiko komunitas ; pemeriksaan personal untuk
sering batuk- penyakit menular, kesehatan, dan perlindungan
batuk status imun, prosedur terhadap infeksi.
Data Tambahan keparahan infeksi : lainnya.
- Hasil rotgent bayi baru lahir, Perlindungan
pengendalian resiko infeksi :
paru member
: penyakit menular mencegahan
kesan dan
seksual dan
gambaran TB penyembuhan luka : mendeteksi
paru primer dan dini infeksi
- Kultur BTA sekunder. pada pasien
(+) Kriteria Hasil : yang beresiko.
Terbebas dari Surveilans :
tanda dan gejala komunitas :
infeksi mengumpulka
Menggambarkan n,
faktor yang menginterpreta
menunjang sikan dan
penularan infeksi menyintensis
Melaporkan data secara
tanda dan gejala teraarah dan
serta mengukuti kontinu untuk
prosedur mengambil
skrining dan keputusan di
pemantauan komunitas.
DAFTAR PUSTAKA
Anggota :
1. Muhamad Fauzi ( 1706030063)
2. Murwati (1706030067 )
3. Rianita Neni C (1706030069 )
4. Mg. Viola Kristining L ( 1706030078 )
S1 Keperawatan
Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah magelang
2019