Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
A. DEFINISI
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruksi intermiten, reversible dimana trachea dan
bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Obstruksi jalan nafas
umumnya bersifat reversible, namun dapat menjadi kurang reversible bahkan relative non
reversible tergantung berat dan lamanya penyakit. Asma dapat menyerang pada sembarang
usia. Jenis-jenis asma yaitu asma alergik, asma non alergik atau asma idiopatik dan asma
gabungan antara keduanya.
Asma adalah gangguan jalan nafas reaktif kronis termasuk obstruksi jalan nafas
episodik dan obstruksi jalan nafas reversible akibat bronkospasme, peningkatan sekresi
mucus, dan edema mukosa (kapita selekta penyakit, 2002).
Pada individu tertentu, peradangan menyebabkan beberapa kondisi seperti wheezing,
sulit bernafas, retraksi dinding dada, dan batuk sering terutama di malam hari, pagi hari,
atau ketika melakukan aktifitas. Beberapa gejala ini dihubungkan dengan penyakit yang
menetap tetapi obstruksi saluran pernafasan dan sering reversible secara spontan atau
dengan perawatan (Michele Geiger, Bronsky Donna J.W; 2008).
Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran nafas yang
menyebabkan hipereaktifitas bronkus terhadap berbagi rangsanan yang ditandai dengan
gejala epidosik berulang berupa mengi, batuk, sesak nafas dan rasa berat didada terutama di
malam hari dan atau dini hari yang umumnya bersifat reversible baik dengan atau tanpa
pengobatan (Pedoman pengendalian asma, Depkes; 2009)
B. ETIOLOGI
1. Zat allergen
Adalah zat-zat tertentu yang bila diisap atau dimakan dapat menimbulkan serangan
asma misalnya debu rumah, tengau debu rumah( dermatophagoides pteronissynus),
spora, jamur, bulu kucing, bulu binatang , beberapa makanan laut, dan sebagainya.
C. MANIFESTASI KLINIS
1. Serangan tiba-tiba yang diawali dengan batuk-batuk dan sesak nafas
2. Wheezing
3. Ekspirasi lebih panjang
4. Kontraksi otot-otot bantu pernapasan
5. Hypoksemia dan sianosis
6. Keletihan
D. PATOFISIOLOGI
Suatu serangan asma timbul karena seseorang yang atopi terpapar dengan allergen
yang ada di lingkungan dan membentuk immunoglobulin (Ig) E, allergen yang masuk
akan ditangkap oleh makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting sel (APC),
allergen tersebut dipresentasikan ke sel Th. Sel Th memberikan signal kepada sel B
dengan dilepaskannya interlukin 2 (IL-2) untuk berproliferasi menjadi sel plasma dan
membentuk IgE.
IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil
yang ada dalam sirkulasi. Bila proses ini terjadi pada seseorang, maka orang itu sudah
disensitisasi atau baru menjadi rentan. Jika terpapar 2 kali atau lebih dengan allergen
yang sama allergen tersebut akan diikat oleh IgE yang sudah ada dalam permukaan
mastosit dan basofil. Ikatan ini akan menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan
perubahan di dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
E. PATHWAYS
F. KOMPLIKASI
Berbagai komplikasi menurut Mansjoer (2008) yang mungkin timbul adalah :
1. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang dicurigai
bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat menyebabkan kolaps
paru yang lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kegagalan napas.
2. Pneumomediastinum
Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma “udara”, juga dikenal sebagai
emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimana udara hadir di mediastinum.
Pertama dijelaskan pada 1819 oleh Rene Laennec, kondisi ini dapat disebabkan oleh
trauma fisik atau situasi lain yang mengarah ke udara keluar dari paru-paru, saluran
udara atau usus ke dalam rongga dada.
3. Atelektasis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan
yang sangat dangkal.
4. Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh jamur dan
tersifat oleh adanya gangguan pernapasan yang berat. Penyakit ini juga dapat
menimbulkan lesi pada berbagai organ lainnya, misalnya pada otak dan mata.
Istilah Aspergilosis dipakai untuk menunjukkan adanya infeksi Aspergillus sp.
5. Gagal napas
Gagal napas dapat tejadi bila pertukaran oksigen terhadap karbodioksida dalam
paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan pembentukan
karbondioksida dalam sel-sel tubuh.
6. Bronkhitis
Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan bagian dalam dari
saluran pernapasan di paru-paru yang kecil (bronkhiolis) mengalami bengkak.
Selain bengkak juga terjadi peningkatan produksi lendir (dahak). Akibatnya
penderita merasa perlu batuk berulang-ulang dalam upaya mengeluarkan lendir
yang berlebihan, atau merasa sulit bernapas karena sebagian saluran udara menjadi
sempit oleh adanya lendir.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Analisa Gas Darah ( AGD / astrup ).
Hanya dilakukan pada serangan asma berat karna terdapt hipoksia, hiperkapnea, dan
asidosis respiratorik.
2. Sputum
Pewarnaan gram penting untuk melihat adanya bakteri, cara tersebut kemudian
diikuti kultur dan uji resistensi terhadap beberapa antibiotik.
3. Sel eosinofil
Sel eosinofil pada klien dengan status asma dapat mencapai 1000 – 1500 / mm3 .
sedangkan hitung eosinofil normal antara 100 – 200/mm3. Perbaikan fungsi paru
disertai penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukan pengobatan telah tepat.
7. Pemerikasaan kulit
Untuk menunjukan adanya antibody IgE hipersensitif yang spesifik dalam tubuh.
8. Pemeriksan radiologi
Hasil pemeriksan radiologi dari klien dengan asma biasanya normal, tetapi prosedur
ini tetap dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya proses patologi di
paru atau komplikasi asma seperti pneumatoraks, pneumomediastinum, atelektasis,
dan lain – lain
H. PENATALAKSANAAN
1. Farmakologi
Menurut Long(1996) pengobatan Asma diarahkan terhadap gejalagejala yang
timbul saat serangan, mengendalikan penyebab spesifik dan perawatan pemeliharaan
keehatan optimal yang umum. Tujuan utama dari berbagai macam pengobatan adalah
pasien segera mengalami relaksasi bronkus. Terapi awal, yaitu:
a. Memberikan oksigen pernasal
b. Antagonis beta 2 adrenergik (salbutamol mg atau fenetoral 2,5 mg atau terbutalin
10 mg). Inhalasi nebulisasi dan pemberian yang dapat diulang setiap 20 menit
sampai 1 jam. Pemberian antagonis beta 2 adrenergik dapat secara subcutan atau
intravena dengan dosis salbutamol 0,25 mg dalam larutan dekstrose 5%
c. Aminophilin intravena 5-6 mg per kg, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12
jam sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.
d. Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg intravena jika tidak ada respon segera
atau dalam serangan sangat berat25
e. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk didalamnya
golongan beta adrenergik dan anti kolinergik.
A. PENGKAJIAN
1. Pola pemeliharaan kesehatan
Gejala Asma dapat membatasi manusia untuk berperilaku hidup normal sehingga
pasien dengan Asma harus mengubah gaya hidupnya sesuai kondisi yang
memungkinkan tidak terjadi serangan Asma
3. Pola eliminasi
Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup warna, bentuk,
konsistensi, frekuensi, jumlah serta kesulitan dalam pola eliminasi.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN