Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
ABSTRACT
The existence of iron and steel industry occupy vital role in the development process and become
strategically for the progress of a nation, because almost all metal equipment that are used by people
made of steel. This research is aim to study structure and performance also competitive power of
Indonesian national iron and steel industry that is below the note and not as firm as the name. This study
endured by the way of literature research based from the primary data of BPS during the last five years
that was since years 2004 until the beginning of year 2010. Based on the result of the research it is
concluded that structure and performance of Indonesian iron and steel industry are still weak
contradictive. The main reason that faced by this industry is the high import dependencies of raw
material, especially at head steel industry. The low level of consumption per capita that at 33 kg per
capita cannot be fulfilled by the level of national production that always under the level of the
consumption, with the result that this lag must be fulfilled with import. The next consequence, national
iron and industry are not become standalone and low at competition power, with the result that the
problem of consumption that always be bigger than the production become more dependent at the
condition of world iron and steel market. Because the lack of raw material, and the international price of
raw material highly increased. In the other side, the chaos at the industry cannot be released from the
uncertain policy of the government during the time, with the result that national iron and steel industry’s
structure can’t stand alone and their competitive power are low. For that reason, investment policy to
support this industry and local resource wielding are very strategic opportunity to build self-employment
and performance of iron and steel industry competitive power including related industry and the lower at
Indonesia recently and the future.
Keywords: Structure of iron and steel industry, performance productivity, and competitive power of the
industry, investment policy and local resources.
12 Struktur dan Kinerja Industri Besi dan Baja Indonesia... (Prasetyo: 12 – 27)
nikasi di Indonesia, maka kebutuhan akan produk adanya industri baja yang lebih mandiri dan
besi dan baja nasional akan terus mengalami kompetitif. Pemberdayaan potensi sumber daya lokal
peningkatan yang signifikan. terutama bijih besi dan sumber daya energi merupa-
Pokok permasalahannya adalah bagaimana kan salah satu peluang strategis untuk membangun
dengan kondisi industri besi dan baja nasional di fundamental kemandirian dan daya saing industri
Indonesia, khususnya bagaimana struktur dan kinerja baja nasional. Karena itu, setiap negara khususnya
industri besi dan baja Indonesia. Apakah memiliki Indonesia harus melindungi industri besi dan baja
struktur industri yang kokoh dan memiliki kinerja agar tetap eksis dan berkembang. Misalkan China,
produktivitas serta daya saing yang kuat dan adalah sangat memperhatikan terhadap keberadaan
sekokoh namanya. Nampaknya, dalam kurun waktu industri besi dan baja di dalam negerinya. Pada saat
sepuluh tahun terakhir ini, kondisi struktur dan kinerja ini, China adalah negara produsen baja terbesar di
industri besi dan baja masih memprihatinkan, karena dunia yang mampu menguasai lebih dari 34%
belum menunjukkan kinerja produktivitas dan daya produksi baja dunia sejak pada tahun 2006 hingga
saing yang membanggakan. Dalam percaturan bisnis sekarang. Meskipun, China telah menjadi produsen
perbajaan global, kinerja daya saing produksi baja terbesar dunia, Ia masih tetap merasa perlu terus
Indonesia menempati peringkat 37 dengan indeks untuk memberikan berbagai insentif bagi industri besi
konsumsi yang tergolong relatif rendah yaitu hanya dan bajanya. Berkat berbagai kebijakan insentif ini,
sekitar 33 kg per kapita per tahun (lihat gambar 1). maka biaya produksi (production cost) industri ini
Ironisnya, meski bangsa ini memiliki sejumlah besar bisa menjadi lebih murah, sehingga industri besi dan
sumber daya alam (SDA) yang bisa menjadi andalan, baja dari China menjadi lebih rentan terkena tuduhan
namun pemanfaatannya masih kurang optimal dan dumping di mana produk besi dan baja China
potensinya lebih besar dikuasai perusahaan asing. tersebut dipasarkan termasuk di Indonesia.
Karena itu, diperlukan kebijakan pemerintah yang Pada saat ini, pokok masalah yang lebih serius
strategis untuk memberdayakan industri besi dan adalah konsumsi besi dan baja di Indonesia masih
baja nasional serta untuk merperbaiki sejumlah iklim sangat rendah, yakni hanya sekitar 33 kg perkapita,
investasi untuk mendongkrak daya saing industri dan masih di bawah konsumsi negara-negara di Asia
tersebut. Tenggara. Selain itu, pada saat ini tingkat produksi
Untuk menjadikan industri besi dan baja besi dan baja nasional Indonesia juga belum mampu
nasional mampu berperan dalam memajukan dan memenuhi seluruh kebutuhan besi dan baja nasional.
mensejahterakan bangsa Indonesia, maka perlu Misalkan, pada Tahun 2006, kebutuhan baja
14 Struktur dan Kinerja Industri Besi dan Baja Indonesia... (Prasetyo: 12 – 27)
Progressiveness
Profitability
Technology Structure
Strategy Performance
Demand Conduct
Sales efforts
Sumber: Stephen Martin (1994, 7)
Biji besi dan baja merupakan material logam berperan menjadi penompang utamanya yang
yang memegang peranan sangat penting dalam sangat fundamental dan substansioanal dalam
kehidupan manusia di dunia ini, sehingga semakin proses pembangunan tersebut. Persoalanya adalah
maju tingkat pembangunan berarti semakin banyak apakah Indonesia sudah mencapai tingkat konsumsi
dibutuhkan sumber daya besi dan baja dalam proses besi dan baja sebesar itu?
pembangunan tersebut. Dengan kata lain, semakin Hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan
maju pembangunan suatu negara semakin banyak dengan permasalahan ini telah dilakukan oleh IISI
dibutuhkan produk besi dan baja sebagai sumber (2005). Hasil riset terakhir dari International Iron and
daya pembangunannya. Dengan demikian, untuk Steet Institute (IISI) atau Institute Besi dan Baja
menjadikan industri baja nasional mampu berperan Internasional (IBBI) dan laporan Steel Statistical
dalam memajukan dan mensejahterakan bangsa Yearbook, 2004 and KS analysis menyebutkan
Indonesia, maka diperlukan adanya industri besi dan bahwa tingkat konsumsi baja nasional Indonesia
baja yang lebih mandiri dan kompetitif serta memiliki pada tahun 2004 baru mencapai 24,4 kg per kapita.
daya saing yang tangguh. Karena daya saing industri Pada tahun berikutnya (2005) tingkat konsumsi baja
besi baja yang buruk menyebabkan sebuah pereko- nasional hanya naik tipis menjadi 26,2 kg per kapita.
nomian sangat rentan terhadap gejolak eksternal dan Selanjutnya, pada tahun 2006 tingkat konsumsi besi
mudah didera krisis yang berkepanjangan. Sebalik- baja nasional Indonesia hanya sebesar 33 kg per
nya, fundamental perekonomian suatu negara yang kapita, (lihat tabel-1). Angka tersebut masih jauh di
baik yang bertumpu pada kemadirian dan kemam- bawah konsumsi negara pesaing terdekat di Asean
puan daya saing industri besi baja, akan lebih mam- yakni seperti; Singapura (691 kg per kapita),
pu segera pulih dari krisis bahkan bangkit kembali Malaysia (279 kg per kapita), Thailand (204 kg per
untuk menjadi perekonomian yang tangguh dan
terhormat.
Tabel 1. Konsumsi Baja Per Kapita (2006)
Sebagai contoh, jika konsumsi besi dan baja di
No. Negara Konsumsi Kg per Kapita
suatu negara dapat mencapai 100kg per kapita,
1 Indonesia 32,9
maka tingkat pertumbuhan ekonominya bisa men-
2 Philipina 35,8
capai 7% per tahun dengan lebih mudah. Artinya,
3 Vietnam 65,9
tingginya pertumbuhan ekonomi tersebut dapat 4 Thailan 204
dicapai dengan lebih mudah karena didorong oleh 5 Malaysia 278,9
kegiatan investasi dan pembangunan infrastuktur di 6 Singapura 691
negara tersebut, di mana komponen besi dan baja Sumber: Republika, 13 Desember, 2007, Rubik, hal. 15
16 Struktur dan Kinerja Industri Besi dan Baja Indonesia... (Prasetyo: 12 – 27)
ngunan yang diharapkan sebagai pemacau utama manusia. Argumentasi pemikiran strategis tersebut
pertumbuhan ekonomi seperti infrastruktur dan adalah bahwa dunia saat ini dan ke depan sedang
properti bisa terhenti, industri otomotif terancam, dan berkembang sangat dinamis dan menuju keperu-
masih banyak lagi dampaknya. Upaya pemerintah bahan, maka kita harus mengikuti perubahan jaman
menghapus bea masuk impor memang dapat mem- yakni dunia sendang berubah dari maasyarakat
buat harga besi-baja sedikit menurun, tetapi belum industri (industrial society) menuju masyarakat
menyelesaikan masalah utamanya: kelangkaan aki- berpengetahuan (knowledge society) dan dari
bat meningkatnya permintaan baja oleh China ekonomi industri (industrial economy) menuju ke
selama beberapa tahun terakhir hingga akhir tahun ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge-base
2008 pernah menggoncang kondisi industri baja economy) dan ekonomi berbasis sumber daya alam
dunia dan Indonesia. Negeri Tirai Bambu itu ibarat maupun manusia yang berkualitas (resource-base
raksasa lapar, yang melahap baik bahan baku baja, economy quality).
baja lembaran (slab), besi bekas (scrab), baja Dalam kaitannya dengan konteks penelitian ini
lembaran canai panas (hot rolled coil, HRC), dan yang terkait dengan struktur dan daya saing industri
baja lembaran canai dingin (cold rolled coil, CRC). besi dan baja nasional Indonesia, maka dasar
Dampaknya, pembangunan infrastruktur yang besar- pemikiran ini cukup bermanfaat untuk dijadikan dasar
besaran di sana yang membuat pertumbuhan solusi yang strategis. Artinya, untuk membangun
ekonomi negeri itu semakin melejit sampai 10%, dan struktur dan kinerja industri besi dan baja nasional
bahkan sebagai salah satu yang pertumbuhannya Indonesia secara kolektif, dengan mencermati modal
tetap positip dan terbesar ketika dilanda krisis global dasar sumber daya lokal bangsa Indonesia, maka
akhir 2008-2009. penggabungan dan perpaduan dua konsep tersebut
Sejak tahun 2002 hingga sekarang, kebutuhan di atas (knowledge based economy dan resource-
konsumsi industri besi-baja di Indonesia selalu lebih base economy quality), mutlak untuk segera dilaku-
tinggi daripada kemampuan produksi. Sebenarnya, kan guna mencapai winning strategies for value
permasalahan ini sangat menguntungkan bagi creation. Oleh karena itu, perpaduan dua konsep
industri besi-baja Indonesia. Selain itu, total volume dasar teori ini yang digunakan sebagai pengukuran
produksi besi-baja di beberapa negara produsen daya saing industri besi dan baja nasional serta
utama untuk tahun 2002 baru mencapai 531,21 juta untuk merumuskan rekomendasi rencana strategis
ton. Jadi, jauh di bawah tingkat konsumsinya. China kebijakan pemerintah. Argumentasi ini cukup bera-
adalah produsen dan sekaligus konsumen utama lasan karena struktur industri dan pemain baja di
besi-baja dunia. Dengan tingginya permintaan dunia pada saat ini cenderung sedang mengami
domestik, maka seluruh produksi besi-baja China konsolidasi ke dalam untuk menjadikan dirinya
bakal diserap oleh pasar lokal. Jika kondisi pasar sebagai produsen baja terbesar di dunia, sebab
dunia sudah sedemikian rupa, mampukah industri dengan menjadikan negaranya sebagai industri besi
baja dalam negeri melayani kebutuhan domestik? baja terbesar dunia, maka ia akan dapat mengatur
Tantangan terbesar industri baja dunia adalah nega- dunia ini bagaikan raja melalui price maker, (lihat
ra raksasa produsen baja, seperti China, Jepang, gambar-1 dan tabel-1 di atas).
Amerika Serikat (AS), dan Rusia.
Sedangkan, menurut Menperidag (Fahmi Idris, METODE PENELITIAN
2009) strategi pembangunan industri ke depan perlu
memperhatikan kecenderungan pemikiran-pemikiran Penelitian ini didesain dengan model penelitian
baru dalam konsep penciptaan daya saing yang kajian pustaka (liberary research). Untuk kepentingan
terus berkembang sangat dinamis. Konsep pencip- analisis dibutuhkan data khususnya melalui data
taan daya saing internasional yang dominan pada BPS dan berbagai intansi terkait termasuk (web).
saat ini masing-masing adalah, pertama, knowledge Teknik pengukuran struktur industri digunakan
based economy atau ekonomi berbasis pengeta- pendekatan konsentrasi industri terutama melalui
huan; dan kedua, resource-based economy atau pendekatan indeks concentration ratio (CR) dan
ekonomi berbasis sumber daya baik alam maupun indeks struktur pasar industri yang lainnya termasuk
18 Struktur dan Kinerja Industri Besi dan Baja Indonesia... (Prasetyo: 12 – 27)
Tabel 2. Kondisi Industri Besi dan Baja di Indonesia (dalam ton)
Kondisi 2004 2005 2006 2007
Besi-Baja Kasar:
Produksi 3.717.049 2.728.528 3.804.504 4.159.923
Konsumsi 6.383.000 6.385.000 7.414.200 7.892.200
Ekspor 19.002 12.797 31.866 7.668
Impor 1.706.892 1.750.013 1.922.543 2.036.798
% Utilitas 58.2 58.4 51.3 52.7
Besi Canai Panas:
Produksi 1.529.772 1.420.150 1.658.588 1.817.887
Konsumsi 2.207.648 2.172.522 1.946.127 2.596.498
Ekspor 194.834 176.795 280.458 93.040
Impor 872.710 929.267 567.997 871.652
% Utilitas 69.2 64.6 75.4 82.6
Besi Canai Dingin:
Produksi 823.220 722.250 761.974 788.643
Konsumsi 1.202.404 1.336.246 1.105.405 1.416.060
Ekspor 183.641 97.895 166.250 91.870
Impor 562.824 711.891 509.682 719.287
% Utilitas 61 53.5 56.4 58.4
Sumber: Dirjen Industri Logam, Mesin dan Aneka, Departemen Perindustrian, 2008 (diolah).
rendah. Kebutuhan baja di Indonesia yang saat ini otomotif nasional yang telah berkembang sejak 35
baru hanya sekitar 6 juta ton per tahun, dipasok dari tahun lalu hingga sekarang masih harus mengan-
dalam negeri hanya 4 juta ton dan sisanya sekitar 2 dalkan pelat baja impor sebagai bahan baku utama.
juta ton impor. Hal ini sangat ironis mengingat Karena itu, kebijakan pembangunan industri baja
pasokan baja domestik kelebihan sampai 2,5 juta ton harus diperioritaskan.
atau 50 persen dari produksi riil sekitar 4 juta ton per
Berdasarkan data Departemen Perindustrian,
tahun. Kelebihan pasokan tersebut menyebabkan
produksi nasional industri baja tahun 2008 sebesar
industri baja memasuki fase sangat rawan. Produk
8,9 juta ton per tahun dengan tingkat utilisasi 59,8
baja yang tidak terserap pasar, adalah jenis long
persen. Namun, krisis ekonomi menyebabkan
product dan flat product segala ukuran. Tidak
produksi baja kian turun, dari 4,16 juta ton menjadi
terserapnya pasokan baja domestik diakibatkan oleh:
4,08 juta ton. Artinya, di saat krisis global tahun 200,
(a) rendahnya penyerapan baja pada proyek infra-
industri baja merupakan salah satu sektor industri
struktur, (b) serbuan baja impor illegal, dan (c)
yang terkena dampak krisis ekonomi global.
praktek dumping negara lain.
Maraknya impor produk besi dan baja menyebabkan
Proyek infrastruktur seharusnya mengutama- 14 pabrik paku bangkrut pada akhir tahun 2008.
kan produk baja nasional. Pemerintah berjanji akan Pabrik-pabrik itu mengurangi produksi karena
segera mengeluarkan tata niaga impor baja. Dalam permintaan menurun. Tahun 2009 utilisasi pabrik
materi pokok tata niaga impor baja, disepakati bahwa besi dan baja cukup tinggil yakni 20-40 persen.
impor baja hanya bisa dilakukan oleh importir http://www.korantempo.com, 20 Februari, 2009.
produsen dan importir terdaftar. Ada 202 pos tarif Sementara itu, tingkat produski baja Indonesia
yang dicantumkan dalam tata niaga tersebut. Impor melalui BUMN PT Krakatau Steel (KS) juga tidak lagi
baja yang diperketat adalah yang sudah diproduksi di dapat diharapkan, karena sumbangan industri KS ini
Indonesia, misalnya baja lembaran canai panas atau hanya sekitar 1-3 juta ton/tahun. Padahal kebutuhan
hot rolled coil (HRC), baja lembaran atau hot rolled
dalam negeri sekitar 6-7 juta ton/tahun. Karena itu,
plate (HRP), dan besi beton. Tata niaga impor baja
itu juga membatasi impor baja dilakukan di harus ada upaya keras untuk mendongkrak industri
pelabuhan tertentu. Sedangkan, untuk jenis baja yang sangat vital ini. Permasalahannya justru sema-
yang belum bisa diproduksi di Indonesia tidak diatur kin kompleks, karena pada saat ini industri KS
dalam tata niaga. Jenis baja yang harus diimpor sebagai industri baja terbesar di Indonesia justru
adalah stainless steel atau baja untuk komponen sedang banyak menghadapi masalah internal yang
otomotif. Menurut Menperin (Fahmi Idris), industri sangat rumit dan terancam kebangkrutan. Salah satu
20 Struktur dan Kinerja Industri Besi dan Baja Indonesia... (Prasetyo: 12 – 27)
Dampak multiplier efek dari keberadaan potensi penelitian menunjukkan bahwa biji besi yang ada di
bahan baku besi-baja di Indonesia yang masih Indonesia sebagai bahan baku baja belum ekonomis
rendah baik secara kualitas dan kuantitas, ternyata untuk diolah, karena perlu teknologi yang padat
menjadi faktor utama rendahnya daya saing produksi modal untuk mengolahnya. Sementara itu, jumlahnya
besi-baja nasional Indonesia yang tidak sekuat dan masih sedikit dan terpencar-pencar seperti di
sekokoh namanya. Rendahnya kulitas dan kuantintas Kalimantan. Akibatnya, untuk dapat memenuhi kapa-
bahan baku dalam negeri berdampak pada proses sitas produksi, maka bahan baku tersebut lebih
produksi yang harus dicampur terlebih dahulu banyak diimpor (lihat gambar-3).
dengan teknologi yang tinggi dan mahal sebelum Dengan demikian, tantangan utama dan pe-
diolah. Padahal persediaan modal dana terus luang untuk dapat membangun dan mengembang-
semakin menipis akibat terus meningkatnya harga kan industri besi-baja nasional Indonesia agar
bahan baku internasional yang berkualitas dari tahun memiliki kinerja daya saing yang kuat dan mandiri
ketahun belakangan ini. Padahal, kebijakan investasi adalah masalah pengadaan bahan baku dan
untuk menambah modal usaha juga bukan merupa- terbatasnya sumber energi listrik. Misalnya, bahan
kan hal yang mudah untuk segera dilakukan. Semen- baku biji besi dan scrap hampir seluruhnya masih
tara itu, kebijakan pemerintah yang terintegrasi untuk diimpor. Di sisi lain, ketersediaan energi listrik
membantu menyelesaikan permasalahan tersebut nasional saat ini masih sangat terbatas, sehingga
tidak segera dilakukan, “bahkan ada kesan membiar- industri besi-baja tidak dapat beroperasi secara
kan” seperti kasus indosat pada saat itu yang akhir optimal, yang secara langsung dapat mengakibatkan
penyelesaiannya dijual ke pihak asing dengan harga turunnya kinerja produktivitas dan kenaikan indeks
yang sangat murah. Inilah contoh buruk kebodohan biaya produksi dari waktu ke waktu. Sebenarnya,
bangsa Indonesia yang mungkin akan dapat terulang masih ada potensi keunggulan komparatif dari
kembali. potensi geologi bahan-bahan tambang seperti; batu
Rendahnya potensi bahan baku berdampak bara, gas alam, bijih mangan, nikel, krom kapur, dan
kepada tetap rendahnya tingkat produksi yang pada dolomit yang selama ini belum didayagunakan oleh
gilirannya menjadi tetap rendahnya kinerja produk- industri besi-baja nasional Indonesia, bahkan
tivitas dan daya saing industri besi baja nasional ironisnya, keberadaan sumber daya energi tersebut
Indonesia dan juga tidak mandiri. Selanjutnya, hasil sekarang banyak yang diekspor. Potensi sumber
ENERGI
Gas, Lilstrik, BBM,
Batu Bara
INDUSTRI PRODUK
BESI BAJA BAJA
ALLOY NASIONAL KASAR
FeMn, Fe-Sl, SlMn,
CaSl, FeSr, FeNb,
FeV, FeTl, FeMo
FeNi, Al
B. PENUNJANG Produk dalam negeri
REFRAKTORI C-Riser Impor
Gambar 3. Kebutuhan Material Bahan Baku dan Kemandirian Industri Baja Indonesia
22 Struktur dan Kinerja Industri Besi dan Baja Indonesia... (Prasetyo: 12 – 27)
konsumsi produk baja per kapita ini mengindikasikan kodisi industri baja dunia menjadi semakin sulit
bahwa proses pembangunan bangsa Indonesia diprekdisikan. Sebagai contoh, ketika tahun 2008
semakin jauh ketinggalan dengan negara-negara China sebagai tuan rumah Olimpiade, hampir seba-
anggota Asean tersebut. Hal ini berarti dapat gian besar bahan baku baja dunia tersedot ke China
dinyatakan bahwa daya saing industri besi-baja sejak beberapa tahun sebelumnya. Begitu juga yang
nasional Indonesia juga tetap lebih rendah daripada terjadi di Irak, dampak pembangunan kembali
daya saing industri besi-baja negara-negara Asean. infrastruktur Irak yang rusak akibat perang juga
Secara umum, kondisi kinerja produktiivitas dan menjadi pesaing utama China dalam mengkonsumsi
daya saing produk baja nasional Indonesia masih produk baja dunia.
tetap rendah dan bahkan semakin tertinggal serta Kondisi pasar baja internasional yang demikian,
kalah efisien jika dibanding dengan negara-negara mau tidak mau juga berdampak terhadap industri
lain termasuk Asean. Hasil kajian menunjukkan baja nasional Indonesia yang masih tergantung
bahwa nilai utilitisasi kapasitas produksi industri besi- kepada bahan baku dan produk baja impor. Karena,
baja nasional Indonesia masih sangat rendah, rata- pokok permasalahan untuk mencari bahan baku
rata hanya sekitar 56%. Berbagai faktor yang menye- besi-baja bukan hanya sulit, tetapi juga mahal
babkan masalah kondisi tersebut terjadi adalah; (a) harganya. Permasalahan ini menjadi semakin sulit
industri peyedia bahan baku belum berkembang, (b) dan kompleks karena tidak didukung pasokan bahan
kurangnya ketersediaan dan meningkatnya harga baku lokal yang cukup baik secara kualitas maupun
energi industri baja hulu, (c) ketergantungan perma- kuantitas. Argumentasi lainnya adalah, karena
nen industri baja nasional pada bahan baku impor, negara produsen terbesar sekalipun seperti China
(d) rendahnya jumlah investasi pembangunan juga akan melindungi industri baja nasionalnya.
industri baja dan industri terkait turunannya, (e) Misalkan China dan Malaysia masing-masing mem-
rendahnya pertumbuhan konsumsi industri baja berikan bea masuk HCR 39% dan 50%. Padahal di
nasional, (f) rendahnya daya saing dari berbagai sisi Indonessia, mengharapkan pedagang yang loyal
yang lain (g) regulasi yang kurang efektif, sehingga terhadap produk domestik agaknya sangat mustahl
perlu ada penataan kembali terutama dari sisi dilakukan. Karena itu, perlu dialkukan harmonisasi
pengawasan, dan sebagainya. tarif dari hulu ke hilir. Cara ini juga pernah dilakukan
Pada prinsipnya, kebutuhan baja nasional akan pada industri pipa baja di Indonesia (Prasetyo, 2006).
semakin terus meningkat sesuai dengan peningkatan Berdasarkan Tabel-4, bahwa dari 11 jenis pro-
pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk. Pada duk baja nampak telah terjadi peningkatan sekitar
tahun 2025 diproyeksikan konsumsi baja nasional 1,07% sampai 12,50%, di mana kenaikan terkecil
Indonesia dapat mencapai 100 kg per kapita. Hal ini sebesar 1,07% terjadi pada jenis Plate, dan kenaikan
merupakan tantangan yang tidak mudah bagi industri terbesar sebesar 12,50 terjadi pada jenis Tin Plate.
besi-baja nasional Indonesia untuk dapat memenu- Walaupun demikian, masih ada 7 jenis produk besi
hinya jika mengingat kondisi struktur dan kinerja dan baja yang masih mengalami penurnan hingga
industri tersebut masih rendah dan kekurangan sampai sekitar 0,27%-20.86%, dan penurunan
bahan baku yang berkualitas. Oleh karena itu, sangat terbesar adalah jenis besi spon (20,86%) sedangkan
dibutuhkan kebijakan pemerintah yang sangat serius penurunan terkecil adalah jenis produk HRC.
untuk mengatasii permasalahana tersebut. Sebab, Sementara itu, tingkat utilitas industri besi-baja
dengan pada saat ini ada indikasi terjadinya nasional pada tahun 2008 juga meningkat sebesar
deindustrialisasi di Indonesia, sehingga pemerintah 1,1% yakni dari 60.5% pada tahun 2007 menjadi
sebagai pemegang regulator dan pemilik terbesar 61,6% di tahun 2008.
industri besi-baja KS harus segera turun tangan Hasil penelitian menjelaskan lebih lanjut bahwa,
dengan benar, arif dan bijaksana. Selain itu, juga ada penurunan tersebut banyak disebabkan oleh adanya
indikasi bahwa dengan semakin meningkatnya harga perbaikan mesin-mesin produksi yang sudah tua,
bahan baku dunia yang makin mahal, ada kencen- pemogokan buruh, dan tingginya persediaan produk
derungan industri baja dunia mulai mengutamakan tahun-tahun sebelumnya serta menurunnya permin-
kebutuhan pasar negaranya masing-masing. Artinya, taan dalam negeri akibat krismon. Sementara itu,
kecenderungan adanya peningkatan persediaan ini sional lebih murah daripada produk besi-baja nasio-
terutama disebabkan adanya kekwatiran pada harga nal (dalam negeri Indonesia).
sebelum naik, sehingga kenaikan terbesar ini hanya Dalam situasi pasar baja yang abnormal itu,
dapat dilihat dari meningkatnya produk Tin Plate perlindugan industri besi-baja dalam negeri dengan
(12,50%). kebijakan tariff barriers saja sebenarnya tidak cukup,
apalagi pengaturan tarif di Indonesia belum
Kebijakan Program Pembangunan Industri Besi harmonis. Oleh karena itu, pemerintah harus segera
Baja dan Persoalannya menuntaskan masalah harmonisasi tarif bagi produk
baja dari hulu hingga hilir terlebih dahulu. Kebijakan
Kebijakan program pembangunan sektor ini harus ditempuh agar tidak terjadi beban ganda
industri manufaktur pada RPJMN (2004-2009) difo- bagi produsen baja, sekaligus untuk menekan harga
kuskan untuk memperkuat struktur dan daya saing di pasar domestik. Selanjutnya, agar industri baja
perekonomian Indonesia. Pembangunan industri ini nasional menjadi ”percaya diri”, maka pemerintah
sebenarnya merupakan bagian dari upaya untuk juga perlu menjaga eksistensi mereka dengan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang kebijakan perlindungan nontarif. Kebijakan non tarif
mengacu kepada 3 pilar utama (pro growth, pro job ini misalkan ada keharusan penggunaan Standard
dan pro poor). Namun demikian, industri besi baja Nasional Indonesia (SNI), ijin impor, anti dumping,
sekarang dan ke depan masih menghadapi perso- subsidi atau safequard, penguatan modal, dan
alan besar, yakni faktor eksternal terberat yang sebagainya. Selain itu, juga perlu ada pengendalian
dihadapi industri ini adalah serbuan produk impor kebijakan impor baja yang cenderung spekulatif dan
akibat kelebihan produksi baja internasional, khusus- merusak harga domestik, dan perlindungan terhadap
nya dari China dan India. Surplus industri baja free trade area (FTA) terutama dari serbuan China
internasional ini sebenarnya telah terjadi sejak 2005 dan India.
dan akan berlangsung hingga 2010. Kondisi kele-
Persoalan internal program pembangunan
bihan pasokan internasional ini sekilas mengun-
industri besi-baja nasional terberat saat ini adalah
tungkan kebutuhan baja Indonesia yang masih lebih
kekurangan modal untuk pemenuhan bahan baku
besar tingkat konsumsinya daripada tingkat produk-
yang berkualitas dalam jumlah yang memadahi.
sinya. Namun, di sisi lain justru mematikan industri
Sekalipun, dalam era globalisasi, perangkat World
baja nasional, karena harga produk besi-baja interna-
24 Struktur dan Kinerja Industri Besi dan Baja Indonesia... (Prasetyo: 12 – 27)
Trade Organization (WTO) yang dapat digunakan Strategi kebijakan melalui penjualan KS ke
untuk melindungi industri domnestik memang hanya pihak asing (jika ada rencana ini) juga bukan solusi
kebijakan nontarif. Namun demikian, keberadaan yang tepat bila dikaitkan untuk meningkatkan
industri besi-baja nasional tetap harus dilindungi kapasitas produksi baja KS dan nasional. Jika KS
dengan cara diberi kekuatan, karena industri ini dijual ke asing dalam kondisi masih merugi (distress),
memerlukan padat modal, sehingga tidak bisa hanya maka harganya pasti akan jatuh. Di luar ini, banyak
dipecahkan oleh industriawan saja. Kebijakan inves- kasus akuisisi baja mengalami kegagalan karena
tasi terhadap industri besi-baja nasional dalam waktu masalah incompatible motive, incompatible culture,
dekat ini mutlak harus segera dilakukan agar kebe- overpromising, cheating, minimum commitment on
radaan industri besi-baja nasional mampu bertahan. development, dan sebagainya yang perlu menjadi
Karena, jika kebijakan investasi yang memihak pelajaran bagi bangsa Indonesia. Sebagai aset
industri baja nasional tidak dilakukan, maka industri strategis, semestinya KS jangan dijual dan harus
besi-baja nasional tidak akan sekuat namanya jika tetap dipertahkan jika sewaktu-waktu dibutuhkan
bersaing dengan produk baja impor diera globalisasi dalam rangka sebagai penjaga gawang kekuatan
ini. Selain itu, perlu dilakukan riset secara terus keberadaan industri baja nasional Indonesia. Salah
menerus terhadap permasalahan bahan baku biji- satu strategi kebijakan yang dibutuhkan untuk
besi sebagai bahan dasar produksi industri baja meningkatkan kapasitas produksi baja nasional
nasional kita yang selama ini belum berkualitas dan adalah dengan membuka investasi baru yang seluas-
jumlahnya belum memadahi. Sebab, cara yang luasnya bagi pemain baru (lokal dan asing). Dengan
paling baik dari sisi internal untuk mengurangi impor demikian, sejumlah hambatan regulasi di sektor
adalah dengan memperbesar hasil produksi besi investasi baja perlu dibenahi. Inilah langkah strategi
baja dalam negeri sendiri, maka industri besi-baja kebijakan yang tepat untuk mengatasi berbagai
nasional harus dibantu dan terus dipacu untuk problema yang ada pada industri baja nasional
memperbesar produksinya. Indonesia.
Selain itu, menginggat kelemahan fundamental
Strategi Kebijakan Industri Besi Baja Indonesia yang terjadi pada industri besi baja nasional
ke Depan Indonesia adalah masih sedikitnya bahan baku
produksi baik secara kualitas dan kuantitas, maka
Berdasarkan analisis hasil penelitian di atas, perlu dilakukan strategi kebijakan yang lebih memiliki
semakin jelas bahwa industri besi baja nasional keterkaitan ke belakang (backward linkage) kepada
Indonesia sangat membutuhkan peningkatan kapa- industri logam dasar terkait. Misalkan terhadap
sitas untuk memenuhi defisit baja nasional. Namun, keberadaan industri logam dasar besi dan baja,
langkah ini akan sulit terealisasi bila industri baja seperti logam non ferro (aluminium, tembaga dan
nasional Indonesia terus dibiarkan bertarung dengan nikel). Ada beberapa strategi kebijakan yang harus
pemain global yang sudah kuat. Oleh karena itu dilakukan terkait dengan industri logam dasar
diperlukan strategi kebijakan proteckting, enabling tersebut yakni; (a) mengembangkan jindustri logam
dan empowering agar keberadaan Industri besi baja non ferro dengan memanfaatkan potensi dan sumber
nasional Indonesia mampu bersaing dengan industri daya lokal untuk meningkatkan nilai tambah di dalam
baja Internasional. Langkah pemerintah membiarkan negeri. (b) mendorong tumbuhnya industri logam non
tarif impor bagi baja luar negeri lebih rendah ferro hulu dan hilir antara, (c) mendorong pening-
dibandingkan negara lain (seperti Thailand dan katan utilitas pada industri yang ada dan diikuti
Malaysia) dalam jangka pendek memang dapat peningkatan kapasitas dan kualitas produksi melalui
dibenarkan bila dilihat dari kepentingan konsumen. penerapan standarisasi nasional dan internasional,
Namun, dalam jangka panjang, strategi kebijakan ini dan (d) memberikan kemudahan perizinan untuk
akan menyebabkan matinya industri baja dalam memperoleh kuasa pengembangan (KP) bagi
negeri yang ujungnya akan merugikan kepentingan investor baru yang akan membangun industri besi
konsumen dan kepentingan nasional bangsa baja di Indonesia.
Indonesia.
26 Struktur dan Kinerja Industri Besi dan Baja Indonesia... (Prasetyo: 12 – 27)
tersebut terjadi yaitu; (a) industri peyedia bahan baku kemandirian dan daya saing industri besi baja
belum berkembang, (b) kurangnya ketersediaan dan nasional Indonesia ke depan.
meningkatnya harga energi industri baja hulu, (c)
ketergantungan permanen industri baja nasional
DAFTAR PUSTAKA
pada bahan baku impor, (d) rendahnya jumlah
investasi pembangunan industri baja dan industri Ansari Bukhari, 2009, Produksi Baja, Dumping dan
terkait atau turunannya, (e) rendahnya pertumbuhan Peranan Pemerintah dalam Persaingan Bebas,
konsumsi industri baja nasional, (f) rendahnya daya makalah seminar nasional, 17 Januari 2009,
saing dari berbagai sisi yang lain (g) kebijakan Jakarta: Pusat Pengembangan Manajemen
Tunas.
regulasi yang kurang efektif, sehingga perlu ada
penataan kembali terutama dari sisi pengawasan, Gorg, Holger, (2000), Analysing Foreign Market
Entry, Journal of Economic Studies, Vol, 27, No.
dan sebagainya.
3 p.165-181 MCB, University Press.
Jika kita menyimak lebih dalam, sebenarnya Koesnohadi dan Ahmad Sobandi, 2008, Potensi
semua problem di atas tak ada yang baru, semua Sumber Daya Lokal Untuk Membangun
pekerjaan rumah ini harus segera dikerjakan dengan Kemandirian dan Daya Saing Industri Baja
sangat serius jika Indonesia ingin maju. Sebenarnya, Nasional, Bandung: Tek Mira ITB.
Indonesia sangat kaya akan sumber daya alam Krouse, Clement G., 1990, Theory of Industrial
termasuk bahan baku biji besi dan logam dasar, Economics, Cambridge: Basil Blackwell, Inc.
sebagai bahan baku pemandu dan pendukung Martin, Stephen, 1994, “Industrial Economics:
industri baja. Potensi ini harus dapat dimanfaatkan Economic Analysis and Public Policy”, Second
dengan baik agar terjadi nilai tambah yang edition, Macmilan Publishing Company, New
menguntungkan untuk membangun kemampuan York.
industri nasional dalam negeri. Oleh karena itu, Prasetyo P. Eko, 2006, Economies of Scale dan
strategi kebijakan pemberdayaan yang sinergi antara Concentration Ratio sebagai Diterminan dalam
pusat dan daerah untuk memperkuat struktur dan Struktur Pasar Pada Industri Pipa Baja di
meningkatkan kinerja daya saing industri besi baja Indonesia, Jurnal Dinamika Ekonomi, Sema-
nasional Indonesia pada saat ini mutlak sangat rang: FE Unnes
dibutuhkan. Permberdayaan yang dimaksud dalam Shepherd, William G., 1990, “The Economics of
hal ini adalah pemberdayaan potensi sumber daya Industrial Organization”, International Editions,
lokal yang strategis serta kebijakan peluang investasi Prentice Hall, 3 rd Ed, p.6.
untuk memperkokoh struktur serta membangun Sunarsip dan Nursanita Nasution, 2007, Republika;
Rubik Pareto, hal. 15., Kamis 13 Desember,
2007, Jakarta: Republika.