Sunteți pe pagina 1din 3

FAKHRI THIROFAZ ALIF

XII MIA 5

ASHABUL UKHDUD

Ashabul ukhdud adalah kaum yang dilaknat oleh Allah. . Dengan api inilah mereka
memaksa orang-orang yang beriman untuk kembali kepada agama mereka semula, agama yang
menjadikan makhluk sebagai sesembahan selain Allah. Setiap orang yang beriman kepada Allah
dan mengingkari peribadahan kepada selain-Nya, mereka lemparkan kedalam api, sebagaimana
Allah kisahkan dalam ayat-Nya,
“Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit, yang berapi (dinyalakan
dengan) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang mereka menyaksikan apa yang
mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman. dan mereka tidak menyiksa orang-orang
mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah yang Maha Perkasa
lagi Maha Terpuji.” [Q.S. Al Buruj:4-9].
Tiba giliran seorang ibu yang sedang menggendong bayi mungil. Wanita itu dipaksa untuk
memilih antara dua pilihan. Ia masuk kedalam api tersebut dalam keadaan beriman kepada Allah
ataukah jiwanya selamat namun dia harus kembali kepada kekafiran. Demi melihat kobaran api
yang menyala, timbul dari dalam dirinya keraguan dan rasa takut untuk tetap berada dalam
keimanan. Ia tidak tega melihat keadaan anaknya yang dalam gendongannya. Apakah jiwa yang
masih suci ini harus mati bersamanya. Allah pun memberikan kemampuan kepada bayi tersebut
untuk berbicara. Bayi itupun berkata, ”wahai ibuku! Bersabarlah, sesungguhnya engkau berada
di atas kebenaran”. Tatkala mendengar perkataan bayi tersebut, bulatlah tekadnya untuk masuk
ke dalam kobaran api mempertahankan keimanannya.
Memang, telah menjadi ketetapan Allah, bahwa sebagian manusia akan menjadi musuh
bagi sebagian lainnya. Tatkala ada yang membela kebenaran, ada pula orang yang menjadi
pembela kebatilan. Demikian pula ketika Allah mengutus para Rasul dan para Nabi, dengan
hikmah dan keadilan-Nya, Ia ciptakan musuh-musuh yang gigih menentang mereka. Ketetapan
Allah ini akan berlaku pula kepada para pengikut mereka, supaya jelas siapakah yang jujur dan
siapakah yang dusta dalam pengakuan keimanannya. Allah berfirman yang artinya, “Alif lam mim.
Apakah manusia menyangka bahwa mereka akan dibiarkan mengaku ‘kami beriman’ sedang
mereka tidak diuji. Sungguh kami telah menguji orang-orang sebelum mereka sehingga Allah
benar-benar mengetahui siapakah orang-orang yang jujur dan siapakah yang berdusta.” [Q.S. Al
Ankabut:1-3].
Kisah kekejian yang luar biasa ini bermula dari seorang pemuda yang diutus oleh raja
untuk belajar ilmu sihir kepada tukang sihir istana. Ia diharapkan akan dapat menggantikan tugas
tukang sihir tersebut setelah kematiannya. Pemuda tersebut tinggal pada suatu kampung yang
berbeda dengan tempat tukang sihir tersebut berada. Di tengah perjalanan antara kampung dan
tempat tukang sihir berada, tinggallah seorang Rahib yang beriman kepada Allah. Ia hidup
mengasingkan diri dari masyarakat yang telah rusak agamanya karena menjadikan raja mereka
sebagai sesembahan.
Singkat kata setiap kali pemuda tersebut melewati tempat rahib ini, ia tertarik mendengar
ajaran-ajaran yang dianut rahib tersebut. Mulailah ia singgah untuk menimba ilmu yang dibawa
oleh sang Rahib. Tiap kali berangkat dan pulang dari belajar sihir, ia menyempatkan diri untuk
belajar kepada rahib. Ia pun mempelajari dua ilmu yang tidak akan bersatu, ilmu sihir dan ilmu
agama.
Suatu ketika, pemuda tersebut melihat binatang besar yang menghalangi perjalanan
manusia. Maka timbullah keinginan dalam pikiran pemuda tersebut untuk menguji manakah
ajaran yang lebih utama, ajaran rahib ataukah tukang sihir. Berdoalah ia kepada Allah, “Ya Allah,
jika engkau lebih mencintai apa yang dibawa oleh rahib dari pada apa yang dibawa oleh tukang
sihir, maka bunuhlah binatang ini, supaya manusia bisa bebas dari gangguannya.” Ia pun
melempar binatang tersebut dengan batu yang mengakibatkan binatang itu mati seketika.
Yakinlah si pemuda tentang keutamaan dan kebenaran ajaran sang rahib.
Waktu terus berlalu, si pemuda menjadi terkenal sebagai orang yang mahir mengobati orang
yang buta, sakit belang, dan penyakit lainnya. Suatu ketika datanglah seorang pejabat dekat raja.
Dengan membawa hadiah yang banyak ia datang untuk minta disembuhkan dari kebutaan yang
dideritanya. Pejabat itu mengatakan, “Hadiah-hadiah yang aku bawa ini kuberikan kepadamu jika
engkau dapat menyembuhkanku.”Si Pemuda menjawab, “Aku tidak bisa menyembuhkan
seorang pun, Allahlah yang menyembuhkan, apabila engkau beriman kepada Allah aku akan
berdoa kepada-Nya agar menyembuhkanmu.” Maka pejabat itu pun beriman kepada Allah,
kemudian Allah menyembuhkan sakitnya.
Pulanglah sang pejabat kerumahnya dan kembali duduk bermajelis bersama raja. Demi
melihat kesembuhan pejabat tersebut, heranlah raja. Ia bertanya, “Siapakah yang
menyembuhkan penglihatanmu?” Sang Pejabat berkata, “Rabbku.” Mendengar jawaban
tersebut murkalah sang raja, dengan marah ia mengatakan, “Apakah kamu mempunyai Rabb
selain aku?” Sang pejabat menjawab, “Rabbku dan Rabbmu adalah Allah.” Seketika itu pula ia
disiksa dan terus disiksa sampai akhirnya ia menunjukkan keberadaan si pemuda.
Dicarilah si pemuda tersebut, kemudian ditangkap dan dihadapkan kepada Raja. Raja mulai
bertanya kepada si pemuda, ia tahu bahwa pemuda inilah orang yang ia utus untuk belajar
kepada tukang sihir. Dengan nada lembut ia bertanya, “wahai anakku, sungguh sihirmu itu telah
mencapai tingkatan untuk dapat menyembuhkan kebutaan, sakit belang dan lainnya.” Si pemuda
menjawab, “Aku tidak bisa menyembuhkan seorang pun, Allahlah yang menyembuhkan.” Maka
pemuda inipun disiksa sebagaimana sang pejabat sampai akhirnya si pemuda menunjukkan
keberadaan sang rahib.
Ditangkaplah sang rahib dan dipaksa untuk kembali kepada agama sang raja. Maka sang
rahib ini menolak dan memilih tetap berada di atas agama Allah. Ia enggan untuk menjadikan
makhluk sebagai tandingan bagi Allah. maka sang raja membunuh sang rahib yang beriman ini
dengan cara yang keji. Dengan angkara murka sang raja menggergajinya sehingga terbelah
menjadi dua bagian. Tidak berbeda pula nasib sang pejabat, ia pun dibunuh dengan digergaji
menjadi dua bagian, semoga Allah membalasi keteguhan iman mereka dengan surga.
Adapun nasib si pemuda, berbeda dengan dua orang yang terdahulu. Sang raja
menginginkan agar pemuda tersebut dibunuh dengan cara yang berbeda. Ia dibawa ke suatu
gunung kemudian dilemparkan dari puncaknya. Akan tetapi, Allah menyelamatkannya dari
percobaan pembunuhan ini. Usaha ini dilakukan beberapa kali dengan cara yang berbada. Setiap
mereka ingin membunuhnya, si pemuda selalu berdoa kepada Allah, “Ya Allah selamatkanlah aku
dari mereka dengan cara yang Engkau kehendaki.” Maka Allah pun menyelamatkannya sehingga
terbebas dari makar pembunuhan itu dan kembali kepada raja dalam keadaan selamat. Raja pun
merasa bingung mencari cara menghabisi si pemuda tersebut.
Dengan penuh pertimbangan, akhirnya si pemuda memberitahukan kepada raja cara
membunuh dirinya, ia berkata kepada raja, “Engkau tidak akan bisa membunuhku sampai engkau
melakukan apa yang aku perintahkan. Kumpulkan manusia dalam satu tempat yang luas, saliblah
aku pada batang pohon, lalu ambillah anak panah dari tempat anak panahku, kemudian
katakanlah ‘Dengan menyebut Nama Allah, Rabb anak ini’ dan panahlah aku dengannya.” Sang
raja pun melakukan perintah si pemuda. Ia menginginkan untuk segera menghabisinya. Pemuda
itu ibarat duri dalam daging, penghalang yang harus segera dimusnahkan. Raja tidak mengetahui
rencana Allah yang Maha Mengetahui. Dikumpulkanlah manusia pada suatu tempat, ia ambil
anak panah dari tempat anak panah si pemuda, kemudian ia panah si pemuda sembari
mengatakan, “Dengan menyebut Nama Allah, Rabb anak ini.” Anak panah melesat tepat
mengenai pelipis si pemuda. Dengan izin Allah matilah pemuda itu di tangan raja.
Namun tanpa diduga oleh raja, rakyat yang menyaksikan peristiwa ini pun serta merta beriman
kepada Allah. Mereka mengatakan, “Kami beriman dengan Rabb anak ini, kami beriman dengan
Rabb anak ini.”
Telah datang waktunya kebenaran menyusup ke dalam relung hati rakyat. Tatkala
keimanan telah menancap kokoh dalam hati, ia laksana batu karang yang tidak hancur diterpa
gelombang. Demi melihat peristiwa ini, murkalah sang raja. Ia perintahkan pengikutnya untuk
membuat parit-parit di setiap ujung jalan. Kemudian dinyalakan api di dalamnya. Sang raja
memerintahkan pengikutnya untuk membunuh siapa saja yang tetap berada dalam keimanan
kepada Allah. Satu persatu mereka digiring dan dibawa ke parit tersebut, menemui ajal dengan
mendapatkan keridhaan Allah.
Demikian sepenggal kisah dari orang-orang terdahulu yang beriman kepada Allah. Dalam
kitab-Nya yang mulia, Allah banyak mengisahkan perjalanan hidup hamba-hamba-Nya. Sebagian
mereka menentang, adapula yang tunduk dan patuh kepada perintah Allah. Allah menjadikan
kisah-kisah ini sebagai pelajaran bagi kita untuk senantiasa mengikuti kebenaran walaupun
beresiko harus mendapatkan penentangan manusia. Allah berfirman, “Sungguh dalam kisah
mereka ada pelajaran bagi orang-orang yang berakal, bukanlah (Al Qur’an ini) sebagai ucapan
yang diada-adakanakan, tetapi ia membenarkan (kitab-kitab) yang terdahulu dan sebagai
penjelas atas segala sesuatu petunjuk serta rahmat bagi kaum yang beriman.” [Q.S.
Yusuf:111]. Allahu a’lam. [Hammam].

S-ar putea să vă placă și