Sunteți pe pagina 1din 10

WARTA ARDHIA

Jurnal Perhubungan Udara

Metoda Short Takeoff Landing (Studi Kasus Prestasi Terbang Takeoff-Landing


Pesawat Udara Turbo Prop CN235)

The Short Takeoff Landing Method (CN235 Turbo Prop Field Performance Test Case
Study)

Sayuti Syamsuar
Pusat Teknologi Industri dan Sistem Transportasi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
email: sayuti.syamsuar@bppt.go.id

INFO ARTIKEL ABSTRACT / ABSTRAK

Histori Artikel: The aircraft category of Short Take-Off Landing, in general, including
Diterima: 7 Mei 2015 lightweight aircrafts with take-off weight between 20.000 lb (9.072 kg) and
Direvisi: 30 Mei 2015 50.000 lb (22.680 kg) and capable in exceeding 50 ft (15 m) obstacle height
Disetujui: 10 Juni 2015 with only 1.500 ft (450 m) of take-off and landing distance. Thera are, at least,
three general requirements that have to be considered in order to develop this
category of aircraft; high aerodynamic performance, powerful engine,
Keywords:
qualified skill of pilot, and also the strength of aircraft structure that can
short take-off landing, height,
sustain heavy load.As for the study case, the author used the flight
distance, performance, engine,
performance data of CN235-100 (serial N-16) Short Field Landing with 230
pilot, flap
flap that was tested in Indonesian Aerospace Industry in 1996 for its trade-off
performance. There was also rejected take-off or accelerate stop distance test
Kata kunci:
with 100 flap and full throttle where one of the engine, then suddenly, shut
short takeoff landing, tinggi,
down in order to achieve critical condition and later the power of the another
jarak, performance, engine, pilot,
engine being reduced by the pilot so that the aircraft can stop at the end of the
flap
runway. Several pilot recommendations are given in the conclusion chapter.

Pesawat dengan kategori Short Take-Off Landing pada umumnya adalah


pesawat ringan yang mempunyai berat take-off antara 20.000 lb (9.072 kg)
hingga 50.000 lb (22.680 kg) dengan kemampuan melewat irintangan
setinggi 50 ft (15 m) untuk jarak take-off dan landing sejauh 1.500 ft (450
m). Pengembangan pesawat dengan kategori tersebut perlu
memperhatikan tiga persyaratan umum yaitu kemampuan aerodinamika
yang tinggi, tenaga mesin yang besar, dan teknik pilot yang baik yang
disertai dengan kekuatan struktur yang mampu menahan beban berat.
Pada studi kasus ini, penulis menggunakan data prestasi terbang Short Field
Landing pesawat CN235-100 (serial N-16) dengan menggunakan flap 230
pada saat pengujian performance trade-off di PT Dirgantara Indonesia pada
tahun 1996. Pengujian tersebut juga termasuk uji rejected take-off atau
accelerate stop distance dengan menggunakan flap 100 pada tenaga penuh
dimana kemudian salah satu mesin dimatikan untuk mencapai kondisi
kritis dan pilot mengurangi daya propulsi mesin lainnya untuk dapat
berhenti di ujung landasan. Beberapa rekomendasi pilot diberikan pada
bagian kesimpulan.

Metoda Short Takeoff Landing (Studi Kasus Prestasi Terbang Takeoff-Landing Pesawat Udara Turbo
Prop CN235 )(Sayuti Syamsuar) 49
PENDAHULUAN
Pada awalnya PT. Industri Pesawat Terbang standar regulasi keselamatan penerbangan.
Nusantara, Bandung telah melakukan kerja- Pada daerah Asia dan Afrika, sangat diminati
sama dalam pembuatan pesawat udara angkut pesawat udara jenis C212 dan dalam waktu
penumpang dan barang dengan pihak CASA, dekat, adalah kemunculan pesawat N-219. Pada
Spanyol, sehingga menghasilkan pesawat udara dekade 1995, diperkenalkan pesawat udara
CN235 pada tahun 1983. Setelah 12 tahun baru dengan versi militer, yaitu pesawat udara
kemudian, asosiasi perusahaan penerbangan ini CN235-100 dengan kemampuan STOL yang
mengembangkan kemampuan prestasi terbang lebih baik. Pesawat ini telah dipesan untuk
pesawat udara CN235 menjadi pesawat udara mengangkut pasukan militer oleh TNI-AU
CN235-100, dimana dengan ada penambahan Republik Indonesia dan pasukan militer Diraja
daya mesin dan penggunaan sayap dengan Malaysia. Beberapa skenario pengujian yang
karakteristik high lift akan meningkatkan terdapat dalam mission profile adalah adanya
kemampuan takeoff dan landing pada jarak beberapa pengujian terbang Short Field Landing
yang lebih pendek dari kondisi sebelumnya. dan Rejected Takeoff pada fase pengembangan
Metoda dan teknik uji terbang untuk prestasi terbang yang dilakukan 19 tahun yang
mendapatkan jarak takeoff dan landing yang lalu di Divisi Flight Test Center, PT. Industri
lebih pendek disebut dengan singkatan STOL Pesawat Terbang Nusantara, Bandung.
(Short Takeoff and Landing).
Tujuan dari penelitian ini adalah membahas TINJAUAN PUSTAKA
prestasi terbang takeoff dan landing pesawat Pada bagian ini dibahas beberapa metoda
udara CN235-100 untuk menghasilkan kinerja analisis dan praktek uji terbang di lapangan
terbang yang lebih baik dan mendapatkan jarak berdasarkan konsep Aerodinamika, Struktur
takeoff dan landing yang lebih pendek, sehingga dan Propulsi sebagai tinjauan pustaka. Sesuai
pesawat udara versi militer atau kargo ini dapat dengan kebutuhan operasional, para perancang
mendarat dan mengudara di landasan pacu akhirnya mengembangkan kemampuan
yang lebih pendek, seperti bandara Perintis di pesawat menggunakan konsep STOL. Sebagai
Tanah Air. referensi dalam penelitian ini, dipilih beberapa
Metoda yang dikembangkan untuk keperluan pesawat berukuran besar dan bermesin turbo
tersebut diatas dapat menggunakan beberapa prop, seperti pesawat udara C-130J Hercules dan
cara, misalnya dengan penggunaan flap dan slot C-160, yang di sketsa seperti Gambar 1.
yang berlapis-lapis, peralatan high lift devices
dan penggunaan sayap yang lebar. Atau,
penggunaan power yang lebih besar sehingga,
memperbesar akselerasi dan kemudian Pilot
membentuk sudut tanjakan (γ = climb gradient)
yang lebih besar saat mulai mengudara dan
sering menghasilkan drag yang lebih besar saat
terbang mendatar. Pada penelitian ini,
digunakan teknik uji terbang dari Pilot serta
menggunakan setting power dan brake.
Latar belakang penelitian ini, adalah
pengembangan kemampuan analisis khususnya Gambar 1 Pesawat udara C 130 Hercules.
dalam bidang prestasi terbang pesawat udara (Sumber: Pilot Guide to Takeoff Safety)
turbo prop dalam kebutuhan payload dan Pesawat pesawat ini terkenal sebagai pesawat
jumlah penumpang terhadap perkembangan angkut barang (cargo) dengan prestasi terbang
teknologi baru, dalam kasus ini pesawat udara yang luar biasa di lapangan. Akibat perubahan
CN235-100. Persoalan persoalan teknis di sudut sumbu x mesin mengakibatkan aliran
lapangan, seperti keberadaan landasan pacu udara ke belakang berubah drastis dan
yang pendek di daerah terpencil, membuat para menghantam sayap belakang dan memberikan
perancang berpikir keras agar memenuhi efek downwash yang tidak diinginkan. Efek

Warta Ardhia, Volume 41 No. 2 Juni 2015, hal. 49 - 58


50
aliran udara dari sayap utama ke sayap
belakang atau downwash dapat mengganggu
kestabilan pesawat udara pada matra
longitudinal. Konsep ini masih terus
dikembangkan tanpa batas waktu, dan
ditujukan hanya untuk pesawat turbo-
propeller. Metoda yang sama dilakukan juga
untuk pesawat jet cargo dan military airlift.

Contoh yang lain, adalah penggunaan


augmentor wing pada pesawat udara “Buffalo”
Gambar 3 Pesawat C 130 Hercules dengan
seperti terlihat pada Gambar 2, dimana
semburan jet.
konfigurasi landing menggunakan berlapis-
(Sumber: http//.www.E_STOL and V_STOL)
lapis slot pada flap. Sehingga, saat landing
mempunyai high lift dan kecepatan menjadi
Normal Takeoff
lebih rendah untuk mempersingkat jarak
Data evaluasi prestasi terbang pesawat udara
landing.
fase takeoff dijelaskan melalui 2 (dua) fase,
yaitu di darat dan di udara. Fase di darat
dimulai saat brake release (rem dilepaskan) dan
tenaga penuh (full power) diikuti gerak rotasi
dan kemudian ada indikasi bahwa pesawat
udara mulai mengudara (airborne).

Fase takeoff di udara, yaitu mulai saat pesawat


udara meninggalkan landasan pacu (liftoff)
sampai mencapai ketinggian terbang 50.0 feet,
dimana pesawat udara dalam keadaan stabil
dan sudut penanjakan yang konstan. Fase
mengudara ditandai dengan keadaan transisi
dan keadaan steady menanjak sampai ke
ketinggian 50.0 feet.
Gambar 2 Pesawat udara “Buffalo”
dengan augmentor wing. Pada Gambar 4 diperlihatkan fase takeoff
(Sumber: Pilot Guide to Takeoff Safety) dengan beberapa lintasan terbang dari suatu
pesawat udara. Mulai dari diam, melakukan
Pada contoh lain, adalah pembuatan bentuk gerak rotasi, liftoff dan kemudian mengudara
struktur yang komplek yang dilengkapi dengan serta terbang menanjak dengan tenaga penuh.
nozzle untuk meniup udara menuju pada pusat
channel di flap, sehingga mempengaruhi gaya
angkat aerodinamika (tidak diperlihatkan
dalam tulisan ini).
Pada Gambar 3, diperlihatkan aplikasi
semburan jet pada bagian pangkal sayap (inner
wing) pada pesawat udara C-130J Hercules.

Gambar 4 Lintasan fase takeoff pesawat


udara.
(Sumber: Gerald G. G, et al (1992), Fixed Wing
Performance)

Metoda Short Takeoff Landing (Studi Kasus Prestasi Terbang Takeoff-Landing Pesawat Udara Turbo Prop
CN235 )(Sayuti Syamsuar) 51
dimana, dimana,
S1 : jarak fase di tanah [m] g : gaya gravitasi [m det-1]
S2 : jarak fase di udara [m] S1 : jarak takeoff di darat [meter]
VR : kecepatan rotasi [KIAS]
VTO : kecepatan takeoff [KIAS] Penggambaran persamaan matematika fase
V50 : kecepatan pada ketinggian 50 feet takeoff diperlihatkan oleh Gambar 6.
[KIAS]

Gaya-gaya yang bekerja pada pesawat udara


saat melakukan takeoff pada Gambar 5
dibawah ini.

Gambar 6 Gaya Lift, Drag, Thrust versus


kecepatan pesawat saat takeoff.
Gambar 5 Gaya yang bekerja saat takeoff.
(Sumber: Gerald G. G, et al, (1992), Fixed
(Sumber: Gerald G. G, et al (1992), Fixed Wing
Wing Performance)
Performance)
Kurva variasi dari gaya-gaya seperti gaya
dimana,
Propulsi, gaya angkat aerodinamika, gaya
T : gaya Thrust (propulsi) [Newton]
hambat aerodinamika, gaya Gesek di landasan
W : gaya Berat [Newton]
pacu yang bekerja pada Tata Acuan Koordinat
L : gaya angkat Aerodinamika [Newton]
(TAK) sumbu benda pesawat udara saat takeoff
D : gaya hambat sayap terhadap udara [N]
versus kecepatan di permukaan tanah.
R : gaya hambat roda terhadap tanah [N]
Persamaan untuk menghitung jarak takeoff
Pada Gambar 5 diatas, terlihat gaya-gaya
di udara
seperti gaya angkat (L), gaya propulsi (T), gaya
Persamaan yang diperoleh dari keseimbangan
hambat oleh udara (D) dan gaya Gesek antara
gaya pada Hukum Newton kedua, adalah:
roda dengan landasan pacu.

Persamaan untuk menghitung gaya Gesek :


V502  VTO2
W(  50)
2g
S2  (3)
R   (W  L) (1) (T  D) avg .

dimana, dimana,
µ : koefisien gaya gesek S2 : jarak takeoff di udara

Persamaan untuk menghitung jarak takeoff Normal Landing


di darat Evaluasi data untuk uji prestasi terbang landing,
Persamaan menggunakan keseimbangan gaya juga mempunyai 2 (dua) fase yaitu fase saat di
pada Hukum Newton ke dua: udara yang dimulai dari ketinggian 50.0 feet
sampai pesawat udara touchdown di landasan
WVTO2 pacu sebagai final approach dan fase di darat
S1  (2)
2 g[T  D   (W  L)] avg yaitu saat touchdown di landasan pacu sampai
dengan berhenti penuh di ujung landasan pacu

Warta Ardhia, Volume 41 No. 2 Juni 2015, hal. 49 - 58


52
sebagai Landing Roll Out. Fenomena ini Pendekatan stabilisasi sudah dimulai pada
diperlihatkan oleh Gambar 7. ketinggian 500 feet AGL (Above Ground Level).
Kecepatan yang disarankan menggunakan 1.3
Vstall. Usahakan tidak ada pengaruh turbulensi.
Perhatikan dari layar kaca Pilot sebagai
pengambilan titik referensi, kemudian pesawat
touchdown dengan kecepatan minimum.

Rejected Takeoff (RTO)


Gambar 7 Fase landing dari pesawat udara. Metoda perhitungan uji Rejected Takeoff adalah
(Sumber: Gerald G. G, et al, (1992), Fixed Wing kegagalan normal Takeoff. Perhatikan Gambar 9
Performance) tentang kegagalan fase takeoff.

dimana,
S3 : jarak fase landing di udara [meter]
S4 : jarak fase landing di darat [meter]
VTD : kecepatan saat touchdown [KIAS]
Stop : berhenti Gambar 9 RTO pada AFM Amendment 25-92.
(Sumber: Pilot Guide to Takeoff Safety)
Persamaan untuk menghitung jarak di
udara saat Normal Landing Accelerate-Stop Distance atau Rejected
Persamaan yang diperoleh untuk menghitung Takeoff, adalah jarak yang diperlukan untuk
jarak landing di udara, S3 adalah: mengakselerasi semua mesin yang beroperasi
dan saat salah satu mesin tiba-tiba mati, dimana
VTD2  V502 VEVENT adalah satu detik sebelum saat V1 terjadi,
W(  50) menghasilkan konfigurasi pengereman untuk
2g
S3  (4) membuat pesawat udara berhenti dengan
(T  D) avg . menggunakan maximum wheel braking.
Persamaan untuk menghitung jarak di darat Keadaan yang terjadi saat itu, pesawat
saat Normal Landing mengalami penurunan kecepatan secara
Persamaan yang diperoleh untuk menghitung drastis.
jarak landing di darat, S4 adalah: Reverse thrust tidak digunakan ketika
mendefinisikan FAR accelerate-stop distance
 WVTD2 (seperti terlihat pada Gambar 9 di atas), kecuali
S4  (5)
2 g[T  D   (W  L)] avg ketika landasan pacu basah, untuk sertifikasi
dibawah FAR Amendment 25-92.

Short Field Landing


METODOLOGI
Metoda perhitungan uji Short Field Landing
sama dengan normal Landing. Perhatikan Waktu pelaksanaan program tradeoff
Gambar 8 tentang pendaratan di lapangan performance study uji terbang field performance
pendek dengan pengereman penuh. test oleh Divisi Flight Test Center, PT. Industri
Pesawat Terbang Nusantara, Bandung yang
telah berhasil dilaksanakan adalah pada bulan
Maret, April dan Mai tahun 1996, di Bandar
Udara Husein Satra Negara, Bandung dan
Bandar Udara Soekarno-Hatta, Cengkareng.
Pada saat uji terbang perdana pesawat prototip
CN235-100 N-16 pada tahun 1995, maka Pilot
Gambar 8 Mendarat pada lapangan pendek. melakukan uji taxiing terlebih dahulu, dan
(Sumber: Short Field Approach and Landing) kemudian, mengikuti prosedur standar sebagai
berikut:
 Pilot menginspeksi keadaan pesawat udara

Metoda Short Takeoff Landing (Studi Kasus Prestasi Terbang Takeoff-Landing Pesawat Udara Turbo Prop
CN235 )(Sayuti Syamsuar) 53
terlebih dahulu, dan kemudian memeriksa melakukan analisa data uji terbang Short
peralatan radio komunikasi. Mesin, rem dan Field Landing pesawat udara CN235-100
roda pendarat dalam keadaan baik, cuaca untuk keperluan Unpaved runway di
baik dan tidak ada cross wind (angin bandara Astra Kestra, Lampung, dan uji
menyamping) serta tidak ada lalu lintas terbang Rejected Takeoff di Bandar udara
penerbangan lain saat pengujian Hussein Sastranegara, Bandung, serta
berlangsung. Pengujian berlangsung di pagi beberapa uji lainnya.
hari dan biasanya dimulai dibawah jam  Semua data uji terbang direkam dalam pita
10:00 wib, dimana angin dan cuaca saat itu rekaman dan ditampilkan dalam bentuk
tenang. Kemiringan landasan pacu sebesar kurva time histories (t) secara quick look dan
nol derajat membuat gaya angkat kemudian dilakukan perhitungan
aerodinamika pesawat tidak bertambah atau berdasarkan model matematika persamaan
berkurang, seperti keadaan di Bandar udara gerak Hukum Newton kedua untuk
Soekarno-Hatta, Cengkareng, sedangkan menghasilkan jarak total takeoff dan landing.
landasan pacu membentuk sudut di Bandar Beberapa konfigurasi berat, posisi titik
udara Husein Sastra Negara, Bandung. pusat gravitasi, c.g dan elevasi dari landasan
 Lakukan uji taxiing dengan penambahan pacu diujikan untuk memenuhi syarat
kecepatan sebesar 5.0 knots, mulai dari sertifikasi berdasarkan Federal Aviation
kecepatan 30.0 knots dan berakhir pada Regulation (FAR), part 25. Beberapa
kecepatan 50.0 knots. Pastikan bahwa pengujian tentang Rejected Takeoff sebagai
aileron, rudder dan elevator dalam keadaan keadaan gagal melakukan takeoff dan Short
berfungsi baik pada saat itu dan semua data Field Landing sebagai penggunaan maximum
pada indicator di kokpit juga menunjukkan brake dan reverse thrust untuk pengereman
harga yang benar. Demikian juga, jika sehingga menghasilkan jarak mendarat yang
pesawat udara ini dilengkapi on board data lebih pendek di landasan pacu Perintis.
acquisition dan telemetry, semua data yang  Short Landing Field dan Rejected Takeoff ini
dikirim ke Mission Control dapat diterima diperlukan untuk memenuhi standar
dengan baik dan nilai yang benar. Pastikan Internasional Federal Aviation Airworthiness
bahwa dengan radio komunikasi antara (FAA) dimana berguna untuk keperluan
Tower dan Observer juga sudah terhubung STOL pada landasan pacu Perintis di daerah-
dengan baik saat pelaksanaan uji terbang. daerah terpencil. Terdapat beberapa metoda
Data pendukung dari Specialist berasal dari perhitungan jarak takeoff dan landing
hasil perhitungan teoritis drag polar dan seperti penggunaan metoda grid, yaitu
hasil uji terowongan angin terhadap model dengan memasang runway marker dipinggir
tiga dimensi pesawat udara. landasan pacu disertai pemotretan dan
 Test Pilot sudah mempunyai data perekaman video, sehingga diperoleh jarak
perhitungan awal dalam catatan Flight Test takeoff dan landing secara geometri grid.
Card yang selalu dibawanya saat uji terbang.  Metoda analisis yang digunakan dalam
Pelaksanaan uji terbang selalu diawali tulisan ini, adalah rumusan matematika
dengan briefing terlebih dahulu. Apabila berdasarkan data yang terukur oleh sistem
semua data seperti posisi titik pusat sensor, instrumentasi dan peralatan data
gravitasi dan berat maksimum pesawat akuisisi seperti komputer, dengan error
udara sudah terpenuhi, maka dilakukan sekecil mungkin; dan kemudian digunakan
pengujian runway hoping, dimana pada pada analisis data untuk menghitung jarak
kecepatan (45.0 – 65.0) knots membuat takeoff dan landing yang terjadi sesuai
hidung pesawat udara mulai mengalami regulasi.
rotasi.  Jarak takeoff atau landing di darat ditambah
 Pilot kemudian mengurangi power, sehingga jarak takeoff atau landing di udara
kecepatan menjadi berkurang dan akhirnya merupakan jarak total takeoff atau jarak
hidung pesawat turun lagi dan kecepatan landing. Biasanya metoda perhitungan ini
terus berkurang dan kemudian roda digunakan orang untuk fase pengembangan,
pesawat udara menyentuh dan berhenti di bukan untuk proses sertifikasi. Pada fase
ujung landasan pacu. Pada tulisan ini penulis
Warta Ardhia, Volume 41 No. 2 Juni 2015, hal. 49 - 58
54
Sertifikasi, para ahli masih menggunakan
metoda grid. Semakin pendek jarak takeoff
dan landing, maka semakin baik prestasi
terbang pesawat udara tersebut dan banyak
diminati oleh airliner. Landasan pacu yang
digunakan semakin pendek, sehingga,
pesawat udara tersebut mempunyai daya
saing tinggi. Pengujian dilakukan beberapa
run, sehingga data ini membantu dalam
pembuatan Airplane Flight Manual (AFM)
sebagai pegangan Pilot, apabila pesawat Gambar 11 Pesawat udara C295 saat belok.
sudah laik terbang. Faktor yang paling (Sumber: S. Syamsuar, 2013)
menentukan dalam memperpendek jarak
takeoff atau landing adalah teknik uji HASIL DAN PEMBAHASAN
terbang dari Test Pilot yang tidak diuraikan Pada saat melakukan takeoff, tenaga pesawat
disini, karena menyangkut kemahiran dari udara CN235-100 menggunakan power takeoff,
Pilot tersebut dalam menerbangkan pesawat dimana teknik uji terbang Pilot dalam
sebagai proses uji terbang di lapangan. menerbangkan pesawat udara menggunakan
Program uji terbang adalah untuk sudut best climb gradient (γ) saat pesawat
menentukan sudut flap optimum saat takeoff udara mulai mengudara dan menanjak,
pada uji Rejected Takeoff dan saat landing kemudian terbang mendatar. Gaya gaya dan
pada uji Short Field Landing yang momen momen yang bekerja pada pesawat
menghasilkan jarak terpendek. udara saat terbang menanjak di Tata Acuan
Pada Gambar 10 terlihat pesawat udara Koordinat di sumbu stabilitas pesawat udara
CN235-100 sedang bersiap-siap untuk CN235-100, seperti terlihat pada Gambar 12.
melakukan takeoff. Pesawat ini telah
melakukan banyak uji terbang sehubungan
dengan STOL di Indonesia.

Gambar 12 Sistem TAK stabilitas pesawat


udara
CN235.
(Sumber: S. Syamsuar, 2013)
Gambar 10 Pesawat udara CN235-100 sedang
melakukan takeoff.
Hasil analisis data berdasarkan uji terbang
(Sumber: S. Syamsuar, 2013)
pesawat udara CN235-100 untuk Field
Performance test pada tradeoff study
Pada Gambar 11 adalah pesawat udara C295
menggunakan data hasil pengukuran sensor di
buatan Spanyol berkapasitas angkut 95 orang
OBDAS. Data analisis yang disampaikan dalam
mempunyai teknik STOL seperti yang dimiliki
tulisan ini, adalah Short Field Landing dan
oleh pesawat udara CN235-100.
Rejected Takeoff, seperti pada Tabel 1 untuk
hasil uji terbang Short Field Landing dan Tabel 2
untuk hasil uji terbang Rejected Takeoff dari
pesawat udara CN235-100 versi militer.

Metoda Short Takeoff Landing (Studi Kasus Prestasi Terbang Takeoff-Landing Pesawat Udara Turbo Prop
CN235 )(Sayuti Syamsuar) 55
Tabel 1 Short Field Landing (All Engine Operative) mesin mati
pada flap = 230 ST : jarak total
CG
Weight VREF VTD VBRAKE SAT SGT
% Pada Gambar 14 diperlihatkan contoh kurva
kg KIAS KIAS KIAS m m
MAC kejadian (t) dari hasil uji terbang Rejected
14375 16
100. 91.6 71.6 498 579 Takeoff pesawat udara CN235-100 dengan
8 MTOW = 14.041 kg dan titik pusat gravitasi, C.G
14160 16 97.6 90.8 75.2 410 756 = 20 %.
14008 16 97.8 87.8 76.2 480 640
13121 16 92.8 84.6 75.4 477 936
1
12992 16 86.5 82.5 65.7 331 807

Altitude [feet]
(Sumber: S. Syamsuar, et al. 1996)
0.5

dimana,
0
SAT : jarak Landing di udara
0 500 1000
SGT : jarak Landing di darat
Distance [meter]
VREF : kecepatan Refusal

Gambar 14 Kurva kejadian (t) Rejected


Pada Gambar 13 diperlihatkan contoh kurva
Takeoff.
kejadian (t) dari hasil uji terbang Short Field
(Sumber: S. Syamsuar, 2013)
Landing pesawat udara CN235-100 dengan
MTOW = 12.801 kg dan titik pusat gravitasi, C.G
Beberapa komentar dari Pilot penguji, pada
= 16 %.
program uji terbang STOL untuk pesawat udara
CN235-100, adalah:
60  Pengujian pada fase Short Field Landing:
Altitude [feet]

40 o Respons roll control selama approach


dirasakan sangat baik oleh Pilot dan
20
tenaga untuk pitch control juga sangat
0 ringan selama minimum flare.
-20
0 200 400 600 800 o Penggunaan sudut climb gradient, γ = 30
Distance [meter] approach landing pada berat minimum,
mengalami kesulitan dalam perlambatan
Gambar 13 Kurva kejadian (t) Short Field pesawat, sehingga diperlukan airspeed
Landing. control, walaupun dengan hasil yang
(Sumber: S. Syamsuar, 2013) kurang memuaskan.
o Disarankan menggunakan posisi flap
Tabel 2 Rejected Takeoff pada flap = 100 landing sebesar 300.

CG V1  Pengujian pada fase Rejected Takeoff:


Weight VEFT VBRAKE S1 ST
% KIA o Observasi data RTO mendekati hasil
kg KIAS KIAS m m
MAC S
perhitungan teoretikal, apabila tidak ada
14951 20 89.3 98.9 93.8 503 1087
angin.
o Pada flap 150 dengan berat, MTOW 12.500
14828 20 83.3 88.5 88.5 381 881
kg dan headwind 7.5 knots pada elevasi
14774 20 85.7 90.4 90.4 431 855
2.430 feet menghasilkan jarak 725 meter
dengan full reverse dan maximum braking.
(Sumber: S. Syamsuar, et al. 1996)
KESIMPULAN
dimana, Bedasarkan hasil uji terbang Field
V1 : kecepatan saat satu mesin mati Performance test dari pesawat udara CN235-
VBRAKE : kecepatan saat pengereman 100 seri N16, diperoleh sudut Flap = 100 yang
S1 : jarak sampai dengan salah satu baik untuk fase takeoff dan sudut Flap = 230

Warta Ardhia, Volume 41 No. 2 Juni 2015, hal. 49 - 58


56
yang baik untuk fase landing. Fenomena ini UCAPAN TERIMAKASIH
mewakili atas kebutuhan pesawat berkategori Ucapan terimakasih disampaikan kepada Ir.
STOL. Hindawan Hariowibowo, M. Sc. dan rekan-
Perkembangan pesawat udara CN235 telah rekan kerja di Divisi Flight Test Center, PT.
mencapai kemajuan yang cukup berarti saat ini, Dirgantara Indonesia atas kerjasama yang
dimana pesawat udara CN235-330 telah diberikan selama kurun waktu 14 tahun (1986
mencapai berat maksimum, MTOW sebesar – 2000), dimana Penulis adalah sebagai tenaga
16.400 kg mempunyai kemampuan daya angkut perbantuan dari Badan Pengkajian dan
lebih besar, seperti yang dimiliki oleh pesawat Penerapan Teknologi.
Patroli Maritim milik Spanyol.
Berdasarkan teknik uji terbang yang DAFTAR PUSTAKA
dikembangkan oleh Pilot, maka diperoleh jarak
takeoff dan landing yang lebih pendek. David L. Kohlman, 1989, Flight Test
Perhitungan dari model matematika Principles and Practices, The University of
persamaan takeoff dan landing berdasarkan Kansas, Canada
masukan data yang diukur oleh sensor dan Short Field Approach and Landing, Private
diteruskan ke On-Board Data Acquisition System and Commercial Pilot Flight Training
(OBDAS) dan komputer secara off-line. Pilot Guide to Takeoff Safety, Section 2
Berat Maximum Takeoff Weight, MTOW saat Gerald G. G, et al, 1992, Fixed Wing
pengujian, berkisar antara 13.800 kg sampai Performance, US Naval Test Pilot School,
dengan 14.900 kg, dimana titik pusat gravitasi, Flight Test Manual, USA
c.g 16 % dan 20 % MAC. Hal ini sesuai dengan J. Peraire, S, Widnal, Lecture L29-3D Rigid
persyaratan pesawat kategori STOL. Body Dynamics
Penggunaan reverse thrust pada mesin Laurent Dala, UWE, Flight Vehicle
pesawat udara merupakan salah satu teknik Terminology
pengereman dengan menggunakan tenaga R. J Ceresuela, 1973, Aerodynamics problem
mesin untuk mengurangi kecepatan pesawat of STOL aircraft, NASA Technical
udara, khususnya untuk mesin turbo propeller. Translation, NASA TT F15 182, pp. 43-56
Pesawat udara CN235-100 dan CN235-330 S. Syamsuar, 2013, Analisis Data Uji Prestasi
telah menggunakan teknik uji terbang Short Terbang Field Performance pada pesawat
Takeoff Landing dan Rejected Takeoff sesuai udara CN235, Warta Penelitian
dengan Regulasi FAR part 25. Perhubungan, Volume 25, Nomor 5, p.p
337-343, Jakarta, Indonesia
SARAN S. Syamsuar, et al., 1996, CN-235-100M/P2
1. PT. Dirgantara Indonesia perlu melakukan Performance Trade Off Military Version,
integrasi pada program CN235-330 dan Flight Test Report, Flight Test Center
pesawat N219 pengganti Twin Otter dengan Division, PT IPTN, Bandung, Indonesia
industri penerbangan Nasional. http//.www.E_STOL and V_STOL Combat
2. Pengembangan pesawat N245 perlu untuk Talon III Airborne in_Airborne out!_files
menunjang transportasi udara di daerah
daerah propinsi di Indonesia.

Metoda Short Takeoff Landing (Studi Kasus Prestasi Terbang Takeoff-Landing Pesawat Udara Turbo Prop
CN235 )(Sayuti Syamsuar) 57
Warta Ardhia, Volume 41 No. 2 Juni 2015, hal. 49 - 58
58

S-ar putea să vă placă și