Sunteți pe pagina 1din 17

Formulation Product of Restructuritation of White Oyster Mushroom Jelly:

The Role of Palm Suiker Substitution of Sugar

Herawati Pamungkas, 1 Yohana S.K.D dan Dwi Raharjo2


1
Mahasiswa and 2 Lecturer Staf of Faculty Agriculture
Tanjungpura University, Pontianak

ABSTRACT

This study aims to determine the concentration of mushroom optimization and best
palm suiker in the manufacture of white oyster mushrooms jelly based on the
physicochemical properties and sensory. This research used Completely
Randomized Design (CRD) with one factor consisting of two stages of research.
Phase I is the white oyster mushroom formulations consisting of four treatments are
25g, 50g, 75g and 100g. Each treatment was repeated five times. Best formulation
of phase I continued on phase II which is substituted palm suiker to sugar which
consists of six treatments are 0g, 15g, 30g, 45g, 60g and 75g. Each treatment was
repeated three times. Observation variables include moisture content, pH, total
sugar content, low ash content of vitamin C and sensory tests that are include
sweetness, acidity, firmness, color, and flavor preferences. The results of the best
phase I is 50g mushrooms with the results of the analysis are water content :
23.45%, pH : 3.62, total sugars : 33.1%, ash content : 4.74% and vitamin C :
6.34 mg/100g, and sensory characteristics of sweetness : 3.64 (slightly sweet),
acidity : 3.40 (slightly acidic), elasticity : 3.24 (slightly chewy), color : 2.96
(yellow) and a favorite : 3.64 (rather preferred). In phase II, it is best to substitute
15g of palm suiker with the results of the analysis are water content : 28.22%, pH :
4.32, total sugar : 16.80%, ash content : 5.00% and vitamin C : 7.04 mg / 100g, and
sensory characteristics of sweetness : 3.32 (slightly sweet), acidity : 3.28 (slightly
acidic), plasticity : 2.8 (not rubbery), color : 3.36 (slightly brown), favorite : 3.12
(rather like) and flavor : 2.84 (not scented).

Keywords: sugar, palm suiker, white oyster mushrooms, mushrooms jelly

1
Formulasi Produk Restrukturisasi Jelly Jamur Tiram Putih : Peran
Substitusi Gula Semut Aren Terhadap Gula Pasir

Herawati Pamungkas, 1 Yohana S.K.D dan Dwi Raharjo2


1
Mahasiswa dan 2Staf Pengajar Fakultas Pertanian
Universitas Tanjungpura, Pontianak

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui optimasi konsentrasi jamur dan gula
semut aren terbaik pada pembuatan jelly jamur tiram putih berdasarkan sifat
fisikokimia dan sensori. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan satu faktor yang terdiri dari dua tahap penelitian. Tahap I adalah
formulasi jamur tiram putih yang terdiri dari empat perlakuan yaitu 25g, 50g, 75g
dan 100g. Setiap perlakuan diulang sebanyak lima kali. Formulasi terbaik tahap I
dilanjutkan pada tahap II yaitu substitusi gula semut aren terhadap gula pasir yang
terdiri dari enam perlakuan yaitu 0g, 15g, 30g, 45g, 60g dan 75g. Setiap perlakuan
diulang sebanyak tiga kali. Variabel pengamatan meliputi kadar air, pH, kadar
gula total, kadar abu, kandungan vitamin C dan uji sensori yang meliputi
kemanisan, keasaman, kekenyalan, warna, kesukaan dan aroma. Hasil penelitian
terbaik tahap I adalah 50g jamur dengan hasil analisis kadar air : 23,45%,
pH : 3,62, gula total : 33,1%, kadar abu : 4,74% dan vitamin C : 6,34mg/100g,
dan karakteristik sensori kemanisan : 3,64 (agak manis), keasaman : 3,40
(agak asam), kekenyalan : 3,24 (agak kenyal), warna : 2,96 (kuning muda) dan
kesukaan : 3,64 (agak disukai). Pada tahap II yang terbaik adalah substitusi 15g
gula semut dengan hasil analisis kadar air : 28,22%, pH : 4,32, gula
total : 16,80%, kadar abu : 5,00% dan vitamin C : 7,04mg/100g, dan karakteristik
sensori kemanisan : 3,32 (agak manis), keasaman : 3,28 (agak asam),
kekenyalan : 2,8 (tidak kenyal), warna : 3,36 (agak coklat), kesukaan : 3,12
(agak disukai) dan aroma : 2,84 (tidak wangi).

Kata kunci : gula pasir, gula semut aren, jamur tiram putih, jelly jamur

2
PENDAHULUAN
Menurut Nunung dan Djarijah (2001), jamur tiram putih merupakan jenis
jamur kayu yang memiliki kandungan nutrisi lebih tinggi dibandingkan dengan
jenis jamur kayu lainnya. Selama ini proses penanganan pasca panen jamur tiram
masih sangat sederhana hanya sebatas dikemas dalam styrofoam dan dibungkus
dengan plastik wrapping. Tekstur jamur tiram yang lunak membuat jamur tiram
mudah rusak dan hanya bertahan selama 3 sampai 7 hari dalam penyimpanan.
Oleh karena itu, diperlukan upaya alternatif pengolahan yang dapat menghasilkan
produk bermutu, awet, aman dan memiliki nilai ekonomi tinggi.
Jamur tiram putih dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan seperti
sosis, sate, nugget, abon dan jelly. Jelly merupakan permen yang dibuat dari
bahan pembentuk gel, karakter fisik yang diinginkan berpenampilan jernih
transparan serta mempunyai tekstur dan kekenyalan tertentu. Jelly mempunyai
karakteristik umum, yaitu kenyal yang bervariasi dari agak lembut sampai agak
keras (Hidayat dan Ken, 2004).
Gula berkemampuan mereduksi ikatan pelarut dengan polimer, dan
menyebabkan penurunan homogenisitas dalam gel pada konsentrasi tinggi
(Nussinovitch dkk., 1991). Konsentrasi gula terbaik dalam pembuatan fruity jelly
dari sari jeruk siam Pontianak adalah 50% (b/b) terhadap sari jeruk (Pausan,
2010). Gula yang digunakan pada umumnya gula pasir, namun tidak menutup
kemungkinan gula pasir disubstitusi dengan gula lain, seperti gula semut aren
sehingga mendapatkan cita rasa serta kandungan dan manfaat yang lebih. Saat ini
di Pontianak belum pernah diteliti pembuatan jelly yang berbahan baku jamur
tiram putih sehingga belum diketahui komposisi jamur yang baik untuk
mendapatkan tekstur yang optimal. Demikian juga penggunaan gula semut aren
sebagai substitusi gula pasir dalam pembuatan jelly belum diketahui sehingga
perlu dilakukan penelitian untuk menghasilkan karakteristik fisikokimia dan rasa
yang terbaik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui optimasi konsentrasi jamur dan
gula semut aren terbaik pada pembuatan jelly jamur tiram putih berdasarkan sifat
fisikokimia dan sensori.

METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura Pontianak serta Laboratorium Balai
Riset dan Standardisasi Industri Pontianak dari tanggal 25 Juni 2012 sampai
dengan tanggal 19 September 2012.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi jamur tiram putih,
agar, gula pasir, gula semut aren, asam sitrat, aquades, (CH3COO)2 Pb, Na2HPO4
10%, HCl 25%, KI 20%, H2SO4 25%, Na2S2O3 0,1 N, NaOH, glukosa, yodium,
amilum, alkohol 70%. Alat yang digunakan dalam penelitian meliputi talenan,
panci, kompor, pisau, penjepit, oven, buret dan statif, desikator, gelas beker, pH
meter, loyang 10x10 cm, botol timbang, timbangan analitik, pipet 50 ml dan
100ml , tabung reaksi, labu ukur 250 ml dan 100 ml, gelas ukur 250 ml, water
bath 100°C, dan peralatan uji sensori.

3
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) (Gasperz,
1991) dengan satu faktor yang terdiri dari dua tahap penelitian. Tahap pertama
adalah formulasi jamur tiram putih dalam sistem (j), yang terdiri dari empat
perlakuan.
j1 : 25g jamur dalam 75g gula pasir
j2 : 50g jamur dalam 75g gula pasir
j3 : 75g jamur dalam 75g gula pasir
j4 : 100g jamur dalam 75g gula pasir
Setiap perlakuan diulang sebanyak lima kali. Variabel pengamatan tahap
pertama yaitu kadar air, pH, kadar gula total, kadar abu, kandungan vitamin C dan
uji sensori seperti kemanisan, keasaman, kekenyalan, warna, dan kesukaan. Data
hasil penelitian dianalisis secara statistik dengan uji F (ANOVA) dengan taraf uji
0,05. Jika berpengaruh nyata, dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Jujur
(BNJ) dengan taraf 5% (Hanafiah, 2003). Hasil perlakuan yang terbaik
ditentukan dengan uji indeks efektifitas (De Garmo dkk.,1984). Formulasi yang
terbaik tahap pertama digunakan sebagai penelitian tahap kedua.
Pada tahap kedua menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
(Gasperz, 1991) yaitu substitusi gula semut aren terhadap gula pasir (s) yang
terdiri dari enam perlakuan.
s0 : 75g gula pasir + 0g gula semut aren (kontrol)
s1 : 60g gula pasir + 15g gula semut aren
s2 : 45g gula pasir + 30g gula semut aren
s3 : 30g gula pasir + 45g gula semut aren
s4 : 15g gula pasir + 60g gula semut aren
s5 : 0g gula pasir + 75g gula semut aren (tanpa gula pasir)
Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali. Masing-masing perlakuan
dilakukan uji kadar air, pH, kadar gula total, kadar abu, kandungan vitamin C dan
uji sensori metode Hedonic Scale Scoring dengan panelis sebanyak 25 orang yang
meliputi kemanisan, keasaman, kekenyalan, warna, kesukaan dan aroma. Hasil uji
sensori dianalisis dengan menggunakan metode Kruskall-Wallis (Pudjirahaju dan
Astutik, 1999). Selanjutnya, untuk menentukan perlakuan terbaik dilakukan uji
indeks efektifitas (De Garmo dkk., 1984).

Pelaksanaan Penelitian
Tahap pertama : tudung jamur tiram diambil sesuai perlakuan kemudian
dicuci bersih dan potong menjadi beberapa bagian, rebus jamur selama 2 menit
lalu angkat dan diamkan hingga dingin. Selanjutnya digiling dengan air 100 ml.
Pembuatan produk jelly jamur tiram dilakukan dengan cara mencampurkan jus
jamur dengan 3,5g agar serta 75g gula pasir ke dalam panci. Semua bahan diaduk
hingga homogen kemudian dilakukan pemanasan selama 5 menit. Setelah gula
dan agar larut , ditambahkan asam sitrat sebanyak 2g. Aduk terus selama 7 menit
dengan suhu 80oC. Angkat dan setelah agak dingin tuangkan ke dalam loyang
ukuran 10x10 cm. Biarkan selama semalam pada suhu ruangan.

4
Berikut ini adalah komposisi setiap perlakuan tahap pertama disajikan
pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Bahan Pembuatan Jelly Tahap Pertama
Jamur Gula pasir Agar Asam sitrat Air
Perlakuan
(gram) (gram) (gram) (gram) (ml)
j1 25 75 3,5 2 100
j2 50 75 3,5 2 100
j3 75 75 3,5 2 100
j4 100 75 3,5 2 100

Tahap kedua : peran dari konsentrat jus jamur terbaik dari tahap satu
melalui uji indeks efektifitas kemudian dilanjutkan dengan substitusi gula sesuai
dengan perlakuan. Pembuatan produk jelly jamur tiram dilakukan dengan cara
mencampurkan jus jamur dari hasil perlakuan terbaik tahap satu dengan
menambahkan 3,5g agar serta gula pasir dan gula semut (sesuai perlakuan pada
Tabel 4) ke dalam panci. Semua bahan diaduk hingga homogen kemudian
dilakukan pemanasan selama 5 menit. Setelah gula dan agar larut, kemudian
tambahkan asam sitrat sebanyak 2g. Aduk terus selama 7 menit dengan suhu 80 oC.
Angkat dan setelah agak dingin tuangkan ke dalam loyang ukuran 10x10 cm.
Biarkan selama semalam pada suhu ruangan.
Berikut ini adalah komposisi setiap perlakuan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi Bahan Pembuatan Jelly Tahap Kedua
Gula Asam
Jamur Gula pasir Agar Air
Perlakuan semut sitrat
(gram) (gram) (gram) (ml)
(gram) (gram)
s0 a 75 0 3,5 2 100
s1 a 60 15 3,5 2 100
s2 a 45 30 3,5 2 100
s3 a 30 45 3,5 2 100
s4 a 15 60 3,5 2 100
s5 a 0 75 3,5 2 100
Keterangan a = hasil perlakuan terbaik penelitian tahap 1
Variabel Pengamatan
1. Kadar air menggunakan metode gravimetric berdasarkan AOAC (1990).
2. pH dilakukan dengan pH meter (Apriyantono dkk., 1989).
3. Kadar gula total metode Luff Schrool (SNI 01-2892-1992).
4. Kadar abu metode AOAC (1990).
5. Kandungan vitamin C metode titrasi yodium (Sudarmadji dkk., 1989).
6. Uji Sensori metode Hedonic Scale Scoring (Kartika dkk., 1998).
7. Penentuan perlakuan terbaik metode Uji Indeks Efektifitas (De Garmo dkk.,
1984).
Analisis Statistik
Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang
terdiri dari dua tahap. Pada tahap I terdiri dari 4 taraf perlakuan dan 5 ulangan.
Pada tahap II terdiri dari 6 taraf perlakuan dan 3 ulangan. Data yang diperoleh dari

5
analisis fisikokimia dilakukan analisis statistik dengan menggunakan analisis uji F
(ANOVA) dengan taraf uji 0,05. Jika berpengaruh nyata, dilanjutkan dengan uji
Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan taraf 5% (Hanafiah, 2003). Masing-masing
perlakuan dilakukan uji sensori dengan panelis sebanyak 25 orang. Hasil uji
sensori dianalisis dengan menggunakan metode Kruskall-Wallis (Pudjirahaju dan
Astutik, 1999). Selanjutnya, untuk menentukan perlakuan terbaik dilakukan uji
indeks efektifitas (De Garmo dkk., 1984).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Analisis Fisikokimia Jelly Jamur Tiram Putih Tahap I
Nilai rerata hasil analisis fisikokimia jelly jamur tiram putih pada tahap I
disajikan pada tabel 3.
Tabel 3. Nilai Rerata Hasil Analisis Fisikokimia Jelly Jamur Tiram Putih pada
Tahap I
Konsentrasi
Karakteristik Fisikokimia (Rerata ± SD)
jamur
Kadar Abu
(g/100ml) Kadar air (%) pH Gula Total (%) Vitamin C
(%)
25 23,62a ± 1,33 3,50a ± 0,09 18,7 3,90a ± 0,68 8,45a ± 1,93
50 23,45a ± 1,27 3,62ab ± 0,12 23,8 4,74ab ± 0,61 6,34a ± 1,57
75 29,24b ± 1,20 3,87bc ± 0,10 33,1 5,65b ± 0,45 5,63a ± 1,93
100 32,80c ± 1,11 3,93c ± 0,08 44,7 5,45b ± 0,74 4,93a ± 1,93
BNJ 5% 3,15 0,26 - 1,62 4,73
KK (%) 4,51 2,68 - 12,78 29,13
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama berarti berbeda tidak nyata pada uji BNJ
taraf 5%

Kadar air jelly jamur tiram putih pada berbagai konsentrasi jamur masih
kurang memenuhi standar mutu permen jelly dalam SNI 3547.2-2008 karena
rerata kadar air yang dihasilkan lebih dari 20% yaitu antara 23,45–32,80%.
Perlakuan 25g jamur berbeda tidak nyata terhadap perlakuan 50g jamur, akan
tetapi berbeda nyata terhadap perlakuan 75g dan 100g jamur. Hubungan antara
konsentrasi jamur dengan kadar air jelly jamur tiram putih disajikan pada Gambar
1.

Gambar 1. Grafik Hubungan antara Konsentrasi Jamur dengan Kadar Air Jelly
Jamur Tiram Putih

6
Gambar 1, analisis regresi menunjukkan kecenderungan kadar air
meningkat dan hasil korelasi menunjukkan hubungan kuat antara konsentrasi
jamur dengan kadar air jelly jamur tiram putih.
pH jelly jamur tiram putih pada berbagai konsentrasi jamur
menghasilkan rerata 3,50–3,93. Pada perlakuan 100g jamur berbeda nyata
terhadap perlakuan 25g dan 50g jamur sedangkan dengan perlakuan 75g jamur
berbeda tidak nyata. Perlakuan 25g jamur berbeda tidak nyata terhadap perlakuan
50g jamur tiram. Peningkatan konsentrasi jamur menyebabkan peningkatan kadar
air sehingga pH jelly jamur tiram putih juga meningkat. Menurut Salamah dkk.,
(2006) derajat keasaman (pH) merupakan parameter yang menentukan mutu dari
jelly. Keasaman diakibatkan adanya penambahan asam sitrat. Asam sitrat selain
menambahkan rasa juga dapat menstabilkan warna makanan, mengurangi
kekeruhan, mengubah sifat mudah mencair atau meneningkatkan pembentukan
gel serta mencegah pengkristalan gula.Hubungan antara konsentrasi jamur dengan
pH jelly jamur tiram putih disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Grafik Hubungan antara Konsentrasi Jamur dengan pH Jelly Jamur


Tiram Putih
Gambar 2, analisis regresi menunjukkan kecenderungan pH meningkat
dan hasil korelasi menunjukkan hubungan sangat kuat antara konsentrasi jamur
dengan pH jelly jamur tiram putih.
Gula total yang memenuhi standar mutu SNI 01-3552-1994 terdapat
pada 25g, 50g dan 75g jamur karena kandungan gula total lebih dari 20%. Dari
tabel terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi jamur yang diberikan, maka
semakin kecil gula total jelly jamur tiram putih. Hal ini disebabkan karena kadar
air berbanding lurus dengan gula total sehingga semakin tinggi kadar air maka
semakin banyak gula yang terhidrolisis pada saat pemanasan. Sukrosa yang
ditambahkan dalam proses pembuatan jelly akan terhidrolisis menjadi glukosa dan
fruktosa karena adanya pemanasan dan pH yang rendah. Hubungan antara
konsentrasi jamur dengan gula total jelly jamur tiram putih disajikan pada Gambar
3.

7
Gambar 3. Grafik Hubungan antara Konsentrasi Jamur dengan Gula Total Jelly
Jamur Tiram Putih
Gambar 3, analisis regresi menunjukkan kecenderungan gula total
menurun dan hasil korelasi konsentrasi jamur menunjukkan hubungan sangat kuat
antara konsentrasi jamur dengan gula total jelly jamur tiram putih.
Kadar abu jelly jamur tiram putih pada berbagai konsentrasi jamur
menghasilkan rerata 3,90–5,65%. Pada perlakuan 50g jamur berbeda tidak nyata
terhadap perlakuan 25g, 75g dan 100g jamur. Akan tetapi perlakuan 25g jamur
berbeda nyata terhadap perlakuan 75g dan 100g jamur tiram. Hubungan antara
konsentrasi jamur dengan kadar abu jelly jamur tiram putih disajikan pada
Gambar 4.

Gambar 4. Grafik Hubungan antara Konsentrasi Jamur dengan Kadar Abu Jelly
Jamur Tiram Putih
Gambar 4, analisis regresi menunjukkan bahwa kecenderungan kadar abu
meningkat dan hasil korelasi menunjukkan hubungan kuat antara konsentrasi
jamur dengan kadar abu jelly jamur tiram putih.
Vitamin C jelly jamur tiram putih pada berbagai konsentrasi jamur
menghasilkan rerata 4,93–8,45mg/100g. Nilai rerata vitamin C terkecil terdapat
pada perlakuan 100g dan yang tertinggi pada perlakuan 25g jamur. Setiap perlakuan
berbeda tidak nyata, semakin tinggi konsentrasi jamur maka kecenderungan vitamin
C jelly jamur tiram putih akan menurun karena pH dan kadar air meningkat.
Oksidasi akan terhambat jika vitamin C dalam keadaan asam atau suhu rendah.
Menurut Almatsier (2004) sifat-sifat vitamin C yaitu mudah larut dalam air dan
rusak oleh pemanasan. Stabilitas vitamin C dipengaruhi udara dan faktor lain

8
seperti pemasakan. Pengadukan yang merata juga dapat menyebabkan penguapan
air yang besar. Hubungan antara konsentrasi jamur dengan vitamin C jelly jamur
tiram putih disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Grafik Hubungan antara Konsentrasi Jamur dengan Vitamin C Jelly


Jamur Tiram Putih
Gambar 5, analisis regresi menunjukkan bahwa kecenderungan vitamin C
menurun dan hasil korelasi menunjukkan hubungan sangat kuat antara konsentrasi
jamur dengan vitamin C jelly jamur tiram putih.
Karakteristik Sensoris Hasil Jelly Jamur Tiram Putih Tahap I
Hasil pengamatan karakteristik sensori jelly jamur tiram putih disajikan
pada Tabel 4.
Tabel 4. Karakteristik Sensoris Jelly Jamur Tiram Putih
Konsentrasi Kemanisan Keasaman Kekenyalan Warna Kesukaan
(Rerata ±
(g/100ml) (Rerata ± SD) (Rerata ± SD) (Rerata ± SD) (Rerata ± SD)
SD)
25 3,16 ± 0,55 3,76 ± 0,78 2,64 ± 0,86 2,24 ± 0,78 3,00 ± 1,00
50 3,64 ± 0,57 3,40 ± 0,82 3,24 ± 0,72 2,96 ± 0,61 3,64 ± 0,86
75 3,68 ± 0,48 3,36 ± 0,99 3,48 ± 0,82 3,96 ± 0,79 3,12 ± 0,83
100 4,00 ± 0,00 3,04 ± 0,68 3,64 ± 1,19 4,08 ± 0,57 3,40 ± 0,65
Khi 0,05
Kw = 28,22 Kw = 8,79 Kw = 19,47 Kw = -24,58 Kw = 7,62
(3) = 7,82

Hasil uji sensori menunjukkan bahwa KW kemanisan : 28,22, chi


quadrat: 7,82 karena KW ≥ x2 0,05 (3) yaitu 28,22 > 7,82 maka konsentrasi jamur
mempengaruhi kemanisan jelly jamur tiram putih. KW keasaman : 8,79 karena
KW ≥ x2 0,05 (3) yaitu 8,79 > 7,82 maka konsentrasi jamur mempengaruhi
keasaman jelly jamur tiram putih. KW kekenyalan : 19,47 karena KW ≥ x 2 0,05
(3) yaitu 19,47 > 7,82 maka konsentrasi jamur mempengaruhi kekenyalan jelly
jamur tiram putih. KW warna : -24,58 karena KW ≤ x 2 0,05 (3) yaitu -24,58 <
7,82 maka konsentrasi jamur tidak mempengaruhi warna jelly jamur tiram putih.
KW kesukaan : 7,62 karena KW ≤ x2 0,05 (3) yaitu 7,62 < 7,82 maka konsentrasi
jamur tidak mempengaruhi kesukaan jelly jamur tiram putih.
Berdasarkan hasil uji sensori diperoleh kisaran rerata nilai terhadap
kemanisan yaitu 3,16 sampai 4,00 (agak manis sampai manis), rerata nilai
terhadap keasaman yaitu antara 3,04 sampai 3,76 (agak asam), rerata nilai
terhadap kekenyalan yaitu antara 2,64 sampai 3,64 (tidak kenyal sampai agak

9
kenyal), rerata nilai terhadap warna yaitu antara 2,24 sampai 4,08 (kuning muda
sampai kuning tua) dan nilai rerata terhadap kesukaan yaitu antara 3,00 sampai
3,64 (agak disukai).
Berdasarkan hasil perhitungan Kruskall-Wallis maka pada uji sensori
konsentrasi jamur mempengaruhi rasa dari kemanisan, keasaman dan kekenyalan
jelly jamur tiram putih yang dihasilkan. Rasa merupakan salah satu faktor yang
paling menentukan diterima atau tidaknya suatu produk. Rasa dinilai dengan
ransangan kimiawi oleh indera pencicip (lidah), dimana akhirnya kesatuan
interaksi antara sifat-sifat rasa dan tekstur merupakan penilaian keseluruhan rasa
makanan yang dinilai. Selain rasa, warna juga memiliki peranan penting dalam
menilai suatu produk makanan yang dapat mengikat selera konsumen. Suatu
produk makanan yang dinilai bergizi, enak dan tekstur yang sangat baik tidak
akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau
memberikan kesan yang menyimpang dari warna yang seharusnya (Winarno,
1997). Karena konsentrasi jamur yang tidak selisih jauh disetiap perlakuan
menyebabkan perbedaan warna serta kesukaan tidak terlalu terdeteksi oleh panelis
pada saat uji sensori.
Penentuan Perlakuan Terbaik Tahap I dengan Uji Indeks Efektifitas
Berdasarkan karakteristik fisikokimia dan sensori diatas, dilakukan
analisis penentuan perlakuan terbaik dengan uji indeks efekifitas (De Garmo dkk.,
1984). Hasil perhitungan ditunjukkan dengan Nilai Perlakuan (NP) tertinggi yaitu
0,5574 terdapat pada konsentrasi jamur sebanyak 50g, oleh karena itu hipotesis
yang diajukan yaitu diduga konsentrasi jamur tiram 50g dengan substitusi 15g
gula semut aren dan 60g gula pasir akan memberikan pengaruh terhadap kualitas
fisik, kimia dan sensori jelly yang dihasilkan sementara diterima karena masih ada
uji lanjutan pada tahap dua untuk menentukan substitusi gula terbaik.
Karakteristik Fisikokimia Jelly Jamur Tiram Putih Tahap II
Nilai rerata hasil analisis fisikokimia jelly jamur tiram putih pada tahap II
disajikan pada tabel 5.
Tabel 5. Nilai Rerata Hasil Analisis Fisikokimia Jelly Jamur Tiram Putih pada
Tahap II
Karakteristik Fisikokimia (Rerata ± SD)
Substitusi
Gula Kadar air Gula Total
pH Kadar Abu Vitamin C
(%) (%)
s0 23,75a ± 3,89 4,19a ± 0,05 34,83f ± 0,06 3,95c ± 1,22 5,87a ± 0,03
s1 28,22a ± 1,98 a
4,32 ± 0,2 16,80 ± 0,10 5,00c ± 0,44 7,04a ± 0,06
a

s2 29,69a ± 1,48 4,42ab ± 0,11 19,37b ± 0,06 4,06c ± 0,07 9,39a ± 0,05
s3 30,26a ± 2,03 4,64c ± 0,07 21,17c ± 0,23 1,30a ± 1,35 10,56a ± 0,05
s4 32,79b ± 1,70 4,71d ± 0,04 22,77d ± 0,06 0,95a ± 0,36 12,91b ± 0,03
s5 30,25a ± 0,93 4,81 ± 0,12 23,90 ± 0,10 1,38ab ± 0,63 19,95c ± 0,08
d e

BNJ 5% 8,55 0,27 0,35 2,46 0,15


KK (%) 7,56 2,00 0,51 29,52 17,78
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama berarti berbeda tidak nyata pada uji
BNJ taraf 5%

Kadar air jelly jamur tiram putih pada berbagai substitusi gula semut
aren terhadap gula pasir belum memenuhi standar mutu permen jelly dalam SNI

10
3547.2-2008 karena rerata yang dihasilkan lebih dari 20% yaitu antara 23,75–
32,79%. Perlakuan s4 berbeda nyata dengan perlakuan s0, s1, s2, s3 dan s5.
Sedangkan perlakuan s0 berbeda tidak nyata dengan perlakuan s1, s2, s3 dan s5.
Dengan pemberian jamur yang sama ternyata kadar air tetap meningkat. Menurut
Kardiyono (2010) gula semut aren per 100g mengandung 2,77% air. Semakin
banyak gula semut aren yang disubstitusi maka semakin sedikit gula pasir yang
digunakan sehingga kadar air jelly yang dihasilkan meningkat. Faktor lain diluar
kandungan jamur maupun gula adalah pengadukan yang kurang merata. Menurut
Salamah dkk., (2006) kadar air yang rendah dalam permen jelly disebabkan
karena proses pengadukan yang merata sehingga penguapan besar. Menurut
Winarno (1997) dalam bahan makanan, air merupakan komponen yang penting,
karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan.
Disamping itu kandungan air didalam bahan makanan ikut menentukan daya tahan
bahan tersebut. Hubungan antara substitusi gula semut aren terhadap gula pasir
dengan kadar air jelly jamur tiram putih disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Grafik Hubungan antara Substitusi Gula Semut Aren terhadap Gula Pasir
dengan Kadar Air Jelly Jamur Tiram Putih
Gambar 6, analisis regresi menunjukkan bahwa kecenderungan kadar air
meningkat dan hasil korelasi menunjukkan hubungan sedang antara substitusi gula
semut aren terhadap gula pasir dengan pengaruh kadar air jelly jamur tiram putih.
pH berpengaruh terhadap mutu bahan pangan. pH digunakan untuk
menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh jelly jamur tiram
putih. Tabel 5 menunjukkan pH jelly jamur tiram pada berbagai substitusi gula
semut aren terhadap gula pasir menghasilkan rerata antara 4,19-4,81. Perlakuan s0
dan s1 berbeda tidak nyata dengan perlakuan s2, begitu juga perlakuan s4 berbeda
tidak nyata dengan perlakuan s5. Akan tetapi perlakuan s0, s1 dan s2 berbeda
nyata dengan perlakuan s3, s4 dan s5. Substitusi gula semut aren terhadap gula
pasir berpengaruh dengan pH jelly jamur tiram putih karena keasaman menurun
sehingga pH akan semakin tinggi. Hubungan antara substitusi gula semut aren
terhadap gula pasir dengan pH jelly jamur tiram putih disajikan pada Gambar 7.

11
Gambar 7. Grafik Hubungan antara Substitusi Gula Semut Aren terhadap Gula Pasir
dengan pH Jelly Jamur Tiram Putih
Gambar 7, analisis regresi menunjukkan bahwa kecenderungan pH
meningkat dan hasil korelasi menunjukkan hubungan sangat kuat antara substitusi
gula semut aren terhadap gula pasir dengan pH jelly jamur tiram putih.
Gula total jelly jamur tiram pada berbagai substitusi gula semut aren
terhadap gula pasir menghasilkan rerata antara 16,80 - 34,83%. Gula total terkecil
terdapat pada perlakuan s1 dan gula total terbesar terdapat pada perlakuan s0.
Semua perlakuan berbeda nyata. Gula total terus meningkat dari s1 (16,80%)
sampai s5 (23,90%) diduga karena semakin banyak gula semut aren yang
disubstitusi terhadap gula pasir maka semakin tinggi gula totalnya. Menurut
Kardiyono (2010) dalam 100g gula semut aren mengandung 90,28% gula total.
Hubungan antara substitusi gula semut aren terhadap gula pasir dengan gula total
jelly jamur tiram putih disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8. Grafik Hubungan antara Substitusi Gula Semut Aren terhadap Gula Pasir
dengan Gula Total Jelly Jamur Tiram Putih
Gambar 8, hasil korelasi dari regresi polinomial menunjukkan
hubungan sangat lemah antara substitusi gula semut aren terhadap gula pasir
dengan gula total jelly jamur tiram putih.
Kadar abu jelly jamur tiram pada berbagai substitusi gula semut aren
terhadap gula pasir menghasilkan rerata antara 0,95-5,00%. Perlakuan s0 berbeda
tidak nyata dengan perlakuan s1 dan s2. Perlakuan s3 berbeda tidak nyata dengan
perlakuan s4 dan s5, akan tetapi berbeda nyata dengan perlakuan s0, s1 dan s2.
Tingginya kadar abu diduga karena adanya kontribusi mineral yang terdapat

12
didalam sediaan jamur tiram ataupun gula pasir dan gula semut aren yang
ditambahkan dalam pembuatan jelly. Menurut Sudarmaji dkk., (1989) kadar abu
yang terkandung pada suatu bahan berhubungan dengan kandungan mineral pada
bahan tersebut. Menurut Kardiyono (2010) kadar abu dari gula semut aren adalah
2,76% dalam 100g gula semut aren. Hubungan antara substitusi gula semut aren
terhadap gula pasir dengan kadar abu jelly jamur tiram putih disajikan pada
Gambar 9.

Gambar 9. Grafik Hubungan antara Substitusi Gula Semut Aren terhadap Gula Pasir
dengan Kadar Abu Jelly Jamur Tiram Putih

Gambar 9, analisis regresi menunjukkan bahwa kecenderungan kadar abu


menurun dan hasil korelasi menunjukkan hubungan kuat antara substitusi gula
semut aren terhadap gula pasir dengan kadar abu jelly jamur tiram putih.

Vitamin C jelly jamur tiram putih berbagai substitusi gula semut aren
terhadap gula pasir menghasilkan rerata 5,87–19,95mg /100g. Nilai rerata vitamin
C terkecil terdapat pada perlakuan s0 dan yang tertinggi pada perlakuan s5.
Perlakuan s5 berbeda nyata dengan perlakuan s0 sampai s4. Perlakuan s0 berbeda
tidak nyata dengan perlakuan s1 Sampai s3. Penambahan substitusi gula semut aren
terhadap gula pasir menyebabkan kecenderungan vitamin C meningkat karena
jamur tiram dan gula semut aren mengandung serat sehingga vitamin C terikat dan
oksidasi menjadi terhambat. Hubungan antara substitusi gula semut aren terhadap
gula pasir dengan vitamin C jelly jamur tiram putih disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10. Grafik Hubungan antara Substitusi Gula Semut Aren terhadap Gula
Pasir dengan Vitamin C Jelly Jamur Tiram Putih

13
Gambar 10, analisis regresi menunjukkan bahwa kecenderungan vitamin
C meningkat dan hasil korelasi menunjukkan hubungan kuat antara substitusi gula
semut aren terhadap gula pasir dengan vitamin C jelly jamur tiram putih.

Karakteristik Sensoris Hasil Jelly Jamur Tiram Putih Tahap II


Uji karakteristik sensori jelly jamur tiram putih tahap II meliputi
kemanisan, keasaman, kekenyalan, warna, kesukaan dan aroma. Hasil pengamatan
karakteristik sensori jelly jamur tiram putih disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Karakteristik Sensoris Jelly Jamur Tiram Putih
Kemanisan Keasaman Kekenyalan Warna Kesukaan Aroma
Substitusi
Gula (Rerata ± (Rerata ± (Rerata ± (Rerata ± (Rerata ±
(Rerata ± SD)
SD) SD) SD) SD) SD)
3,36 ± 0,76 3,36 ± 0,70 2,56 ± 0,96 1,16 ± 0,37 3,64 ± 0,81 2,96 ± 0,93
s0
3,32 ± 0,63 3,28 ± 0,68 2,80 ± 0,87 3,36 ± 0,76 3,12 ± 0,78 2,84 ± 0,69
s1
3,08 ± 0,86 3,20 ± 0,58 2,48 ± 0,59 3,80 ± 0,87 3,00 ± 0,50 3,16 ± 0,75
s2
3,24 ± 0,72 3,64 ± 0,95 2,96 ± 0,79 4,48 ± 0,51 3,08 ± 0,70 3,08 ± 0,57
s3
3,04 ± 0,84 4,08 ± 0,86 3,08 ± 0,70 4,68 ± 0,69 2,80 ± 0,76 3,12 ± 0,73
s4
2,96 ± 0,84 3,68 ± 0,75 2,76 ± 0,88 4,84 ± 0,37 3,00 ± 0,87 3,24 ± 0,72
s5
Khi 0,05 (5) = Kw = Kw = Kw = Kw = Kw = Kw =
11,071 -118,85 -205,15 -173,38 -227,10 -93,37 -170,39

Hasil uji sensori menunjukkan bahwa KW kemanisan : -118,85, chi


quadrat : 11,071 karena KW ≤ x2 0,05 (5) yaitu -118,85 < 11,071 maka substitusi
gula semut aren tidak mempengaruhi kemanisan jelly jamur tiram putih. KW
keasaman : -205,15 karena KW ≤ x2 0,05 (5) yaitu -205,15 < 11,071 maka
substitusi gula semut aren tidak mempengaruhi keasaman jelly jamur tiram putih.
KW kekenyalan : -173,38 karena KW ≤ x2 0,05 (5) yaitu -173,38 < 11,071 maka
substitusi gula semut aren tidak mempengaruhi kekenyalan jelly jamur tiram
putih. KW warna : -227,10 karena KW ≤x2 0,05 (5) yaitu -227,10 < 11,071 maka
substitusi gula semut aren tidak mempengaruhi warna jelly jamur tiram putih. KW
kesukaan : -93,37 karena KW ≤ x2 0,05 (5) yaitu -93,37 < 11,071 maka substitusi
gula semut aren tidak mempengaruhi kesukaan jelly jamur tiram putih. KW aroma
: -170,39 karena KW ≤ x2 0,05 (5) yaitu -170,39 < 11,071 maka substitusi gula
semut aren tidak mempengaruhi aroma jelly jamur tiram putih.
Menurut Chapman and Chapman (1980) agar-agar merupakan senyawa
ester asam sulfat dari senyawa galaktan, tidak larut dalam air dingin, tetapi larut
dalam air panas dan membentuk gel. Fungsi utama agar-agar adalah sebagai
bahan pemantap, penstabil, pengemulsi, pengisi, penjernih, pembuat gel dan lain-
lain. Agar-agar merupakan polisakarida dan sangat mudah terhidrolisis menjadi
monosakarida dalam suasana asam karena larutan asam bersifat katalisator.
Penambahan asam dalam pembuatan jelly berguna untuk menurunkan pH
karena struktur gel dalam pembuatan jelly hanya terbentuk pada pH rendah.
Menurut (Buckle dkk., 1987), Penambahan asam yang berlebihan akan
menyebabkan pH menjadi rendah, sehingga air keluar dari gel (sinersis)
sebaliknya jika pH tinggi, akan menyebabkan gel pecah. Menurut Winarno
(1997), asam dapat mempertegas rasa karena asam dapat mengintensifkan

14
penerimaan rasa-rasa lain. Unsur yang menyebabkan rasa asam adalah ion H + atau
ion hidrogenium H3O+. Proses pengolahan jelly dengan kadar gula tinggi serta
kondisi asam juga akan membantu terbentuknya gula invert dan gula invert inilah
yang mempengaruhi warna jelly dan menghambat terjadinya kristalisasi sukrosa.
Menurut Pennington dan Charles (1990), sukrosa adalah gula
nonpereduksi dan stabil terhadap panas, larutan netral sampai suhu 100°C.
Sukrosa yang ditambahkan dalam proses pembuatan jelly akan terhidrolisis
menjadi glukosa dan fruktosa karena adanya pemanasan dan pH yang rendah.
Menurut deMan (1997), Peningkatan penambahan gula cenderung menyebabkan
warna jelly semakin gelap. Semakin tinggi konsentrasi gula yang diberikan maka
akan meningkatkan pigmen sebagai hasil reaksi pencoklatan nonenzimatik tanpa
senyawa nitrogen dan tingkat keasaman semakin berkurang. Sebaliknya, semakin
rendah konsentrasi gula diberikan maka tingkat keasaman semakin tinggi.
Menurut Winarno (1997), rasa dipengaruhi beberapa faktor yaitu senyawa kimia,
suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komposisi rasa yang lain.
Berdasarkan hasil uji sensori diperoleh kisaran rerata nilai terhadap
kemanisan yaitu 2,96 sampai 3,36 (tidak manis sampai agak manis), rerata nilai
terhadap keasaman yaitu antara 3,20 sampai 4,08 (agak asam sampai asam), rerata
nilai terhadap kekenyalan yaitu antara 2,48 sampai 3,08 (tidak kenyal sampai agak
kenyal), rerata nilai terhadap warna yaitu antara 1,16 sampai 4,84 (kuning sampai
coklat), nilai rerata terhadap kesukaan yaitu antara 2,80 sampai 3,64 (tidak disukai
sampai agak disukai), dan nilai rerata terhadap aroma yaitu antara 2,84 sampai
3,24 (tidak wangi sampai agak wangi).
Berdasarkan hasil perhitungan Kruskall-Wallis maka pada uji sensori
substitusi gula semut aren terhadap gula pasir tidak mempengaruhi kemanisan,
keasaman, kekenyalan, warna, kesukaan dan aroma jelly jamur tiram putih yang
dihasilkan.
Penentuan Perlakuan Terbaik Tahap II dengan Uji Indeks Efektifitas
Berdasarkan hasil perlakuan terbaik dapat disimpulkan bahwa perlakuan
terbaik yang memiliki rerata tertinggi adalah pada s1 yaitu substitusi 15g gula
semut aren dan 60g gula pasir dengan nilai perlakuan 0,6982 sehingga hipotesis
yang diajukan diterima.

PENUTUP
Kesimpulan
Formulasi jelly jamur tiram putih terbaik adalah 50g jamur dengan 15g
gula aren dan 60g gula pasir. Hasil analisis kadar air : 28,22%, pH : 4,32, gula
total : 16,80%, kadar abu : 5,00% dan vitamin C : 7,04mg/100g. Karakteristik
sensori kemanisan : 3,32 (agak manis), keasaman : 3,28 (agak asam), kekenyalan :
2,8 (tidak kenyal), warna : 3,36 (agak coklat), kesukaan : 3,12 (agak disukai) dan
aroma : 2,84 (tidak wangi).

Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menurunkan kadar air jelly jamur
tiram putih sehingga dapat memperpanjang daya simpan dan ketahanan jelly.

15
DAFTAR PUSTAKA
AOAC. 1990. Official Methods of Analysis. AOAC International.

Almatsier. 2004. Prinsip Dasar Ilmu gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Apriyantono, A., D. Fardiaz, N.L. Puspitasari, Sedarnawati, dan S. Budiyanto.


1989. Analisis Pangan. IPB Press. Bogor.

Buckle K.A., Edwards R.a., Fleet G.H dan Wooton M. 1987. Ilmu Pangan. Hari
Purnomo dan Andiono. Penerjemah. Universitas Indonesia. Jakarta.

Chapman, V.J., Chapma, C.J. 1980. Seaweed and Their Uses. 3rd ed. Chapman and
Nall Ltd. London

De Garmo, E.P., W.G. Sullivan., dan C.R. Candra. 1984. Engineering Economi.7th
edition. Mc Millan Publ. Co. New York.

deMan J.M. 1997. Kimia Makanan. Kosasih Padmawinata. Penerjemah. ITB.


Bandung.

Gaspersz, V. 1991. Metode Rancangan Percobaan. Armico. Bandung.

Hanafiah, K.A. 2003. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Rajagrafindo


Persada. Jakarta.

Hidayat, N. dan Ken, I. 2004. Membuat Permen Jeli. Trubus Agrisarana.


Surabaya.

Kardiyono. 2010. Menuai Berkah Aren. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian


Banten, 2010. http://banten.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?
option=com_content&view=article&id=229&Itemid=11 diakses Tanggal
22 Februari 2012.

Kartika, B.P, Hastuti, dan W. Supartono. 1998. Pedoman Uji Bahan Pangan. PAU
Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.

Nunung dan M. Djarijah. 2001. Budi Daya Jamur Tiram. Yogyakarta: Kanisius.

Nussinovitch, A., I. J. Kopelman dan S. Mizrahi. 1991. Mechanical Properties of


Composite Fruit Products Based on Hydrocolloid Gel, Fruit Pulp and
Sugar. Lebensmittel-Wissencharft and-Technologie.

Pausan, G.M. 2010. Karakteristik Fisikokimia dan Sensori Fruity Jelly dari Sari
Jeruk Keprok siam (Citrus nobilis var. microcarpa): Peran Pektin dan
Gula. Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura Pontianak (tidak
dipublikasikan).

Penington, N.L and C.W. Baker. 1990. Sugar A User’s Guide to Sucrose. Van
Nostrand Reinhold. New York.

16
Pudjirahaju, A. dan Astutik. 1999. Penilaian Kualitas Makanan Secara
Organoleptik. Universitas Brawijaya. Malang.

Salamah, E., A. C. Erungan, Y. Retnowati. 2006. Pemanfaatan Gracilaria sp.


Dalam Pembuatan Permen Jelly. Buletin Teknologi Hasil Perikanan.Vol
IX Nomor 1 Tahun 2006.

Sudarmadji,S., B. Haryono dan Suhardi. 1989. Analisa Bahan Makanan Hasil


Pertanian. Liberty. Yogyakarta.

Winarno, F.G. 1996. Teknologi Pngolahan Rumput Laut. Pustaka Sinar Harapan.
Jakarta.

____________ 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Cetakan kedelapan. Gramedia.


Jakarta

17

S-ar putea să vă placă și