Sunteți pe pagina 1din 17

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

ASUHAN KEPERAWATAN MENINGITIS

DISUSUN OLEH :
Dhipa Utama Yudhana (14.401.15.027)
Didin Hartiningsih (14.401.15.028)
Dimas Dwi Laksono (14.401.15.029)

AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA


PRODI STUDI D-III KEPERAWATAN
KRIKILAN – GLENMORE – BANYUWANGI
2017

1
A. Konsep Meningitis
1. Definisi Meningitis
Meningitis adalah suatu peradangan araknoid dan piamater (lepto
meningens) dari otak dan medulla spinalis. Bakteri dan virus
merupakan penyebab yang paling umum dari meningitis, meskipun
jamur dapat juga menyebabkan. Meningitis bakteri paling sering
terjadi. Deteksi awal dan pengobatan akan lebih memberikan hasil
yang baik (Suharyanto;2013:123).
Meningitis adalah radang pada meningen/membrane (selaput) yang
mengelilingi otak dan medulla spinalis. Penyebab – penyebab dari
meningitis meliputi :
a. Bakteri piogenik yang disebabkan oleh bakteri pembentukan
pus, terutama meningokokus, pneumokokus, dan basil
influenza.
b. Virus yang disebabkan oleh agen – agen virus yang sangat
bervariasi.
c. Organisme jamur (Arif muttaqin;2008:160).
2. Etiologi Meningitis
Meningitis dapat disebabkan oleh berbagai macam organisme :
haemophilus influenza, neisseria meningitis (Meningococus),
diplococus pneumonia, streptococcus grup A, pseudomonas,
staphylococcus aureus, Escherichia coli, klebsiella, proteus. Paling
sering klien memeiliki kondisi predisposisi seperti : fraktur tengkorak,
infeksi, pembadahan otak atau spinal, dimana akan meningkatkan
terjadinya meningitis (Suharyanto;2013:124).
3. Patofisiologi Meningitis
Infeksi langsung dengan adanya penetrasi trauma seperti fraktur
tengkorak dan luka tembak. Fraktur tengkorak dengan kerusakan SSP
merupakan penyebab utama meningitis. Infeksi yang dekat dengan
meningen berpotensial menimbulkan meningitis seperti, mastoiditis,
otitis media ( infeksi telinga tengah), dan osteomielitis pada tulang
tengkorak. Infeksi menyebar secara limfogen (melalui kelenjar limfa

2
ke medulla spinalis berasal dari retrofaringeal atau retroperitoneal).
(Fransisca;2008:140)
Otak dan medulla spinalis dilindungi oleh tiga lapis meningens : dura
meter, araknoid dan piamater. CSF diproduksi didalam fleksus koroid
ventrikel yang menggalir melalui ruang subaraknoid didalam system
ventrikel dan sekitar otak dan medulla spinallis. CSF diabsorbsi
melalui araknoid pada lapisan araknoid dari meningens. Organisme
penyebab meningitis masuk melalui sel darah merah pada blood brain
barrier. Cara masuknya dapat terjdi akibat trauma penetrasi, prosedur
pembedahan atau pecahnya abses serebral. Meningitis juga dapat
terjadi bila adanya hubungan antara cairan serebrospinal dan dunia
luar.Eksudat yang dihasilkan dapat menyebar melalui saraf cranial dan
spinal sehingga menimbulkan masalah neurologi. Eksudat dapat
menyumbat aliran normal cairan serebrospinal dan menimbulkan
hidrosefalus (Suharyanto;2013:123).
5. Manifestasi Klinis Meningitis
Manifestasi klinis klien meningitis meliputi : sakit kepala, mual, muntah,
demam, sakit dan nyeri secara umum, perubahan tingkat kesadaran,
bingung, perubahan pola napas, ataksia, kaku kuduk, ptechial rash, kejang
(fokal,umum), opistotonus, nistagmus, ptosis, ganguan pendengaran, tanda
brundzinski, dan kerniq positif, fotophobia (Suharyanto;2013:125).
a. Neonates : menolak untuk makan, reflex menghisap kurang, muntah,
diare, tonus otot melemah, menangis lemah.
b. Anak – anak dan remaja :demam tinggi, sakit kepala, muntah,
perubahan sensori, kejang, mudah terstimulasi, foto pobia, delirium,
halusinasi, maniak, stupor, koma, kaku kuduk, tanda kerning, dan
brudzinski positif, ptechial ( menunjukan infeksi meningococcal).
c. Cirri khas : penderita yang tampak sakit berat, demam akut yang tinggi,
kesadaran yang menurun (lethargi atau gaduh gelisah ), nyeri kepala,
muntah dan kaki kuduk (Hardi kusuma;2015;1)

3
6. Komplikasi Meningitis
Komplikasi yang sering dan banyak terjadi pada meningitis adalah sebagai
berikut :
a) Ventrikulitis atau abses intraserebral. Ventrikulitis dan abses
intraserebral dapat menyebabkan obstruksi pada CSS ( cairan
sereba spinal ) dan mengalir ke foramen antara ventrikel dan cairan
serebral sehingga menyebabkan hidrosefalus. Eksudasi purulen
yang menyebabkan penurunan CSS di dalam granulasi arakhnoid
juga dapat mengakibatkan hidrosefalus.
b) Thrombosis septic dari vena sinus dapat terjadi, mengakibatkan
peningkatan TIK yang dihubungkan dengan hidrosefalus.
c) Kelumpuhan saraf cranial merupakan komplikasi umum pada
menginitis bacterial.
d) Stroke dapat mengakibatkan gangguan atau kerusakan hemisfer
pada batang otak.
e) Subdural empiema akibat infeksi.
f) Komplikasi lanjutan yang dapat dialami oleh klien adalah menjadi
tuli akibat kerusakan saraf cranial VIII.
g) Kerusakan serebral pada anak – anak akibat meningitis, khususnya
dengan infeksi H.influenza dapat mengakibatkan reterdasi mental
(Fransisca;2008:142)
7. Klasifikasi Meningitis
a) Asepsis
Meningitis asepsis mengacu pada salah satu meningitis virus atau
menyebabkan iritasi meningen yang disebabkan oleh abses otak,
ensefalitis, limfoma, leukemia, atau darah diruang subarachnoid.
b) Sepsis
Meningitis sepsis menunjukan meningitis yang disebabkan oleh
organisme bakteri seperti meningokokus, stafikokokus,atau basilus
influenza.
c) Tuberkulosa
Meningitis tuberkulosa disebabkan oleh basilus tuberkel.

4
d) Meningitis virus
Tipe dari virus ini sering disebut meningitis aseptis. Tipe ini
biasanya disebabka oleh berbagai jenis penyakit yang disebabkan
virus seperti gondok, herpes simpleks, dan herpes zoster. Eksudat
yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak terjadi pada
meningitis virus dan tidak ditemukan organisme pada kultur cairan
otak. Peradangan terjadi pada seluruh korteks serebri dan lapisan
otak.Mekanisme atau respon dari jaringan otak terhadap virus
bervariasi bergantung pada jenis sel yang terlibat.
e) Meningitis bacterial
Meningitis bacterial adalah suatu keadaan ketika meningens atau
selaput dari otak mengalami peradangan akibat bakteri. Sampai
saat ini, bentuk paling signifikan dari meningitis adalah tipe
bacterial.Bakteri sering dijumpai pada meningitis bakteri akut,
yaitu Neiserria meningitides (meningitis meningokokus),
Streptococcus pneumonia (pada dewasa), dan Haemopbilus
influenza (pada anak-anak dan dewasa mda). Ketiga organisme ini
menyebabkan sekitar 75% kasus meningitis bakteri. Bentuk
penularanya melalui kontak langsung, yang mencakup droplet dan
secret dari hidung dan tenggorokan yang membawa kuman (paling
sering) atau infeksi dari orang lain (Arif Muttaqin;2008:160-161).

5
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Penyakit meningitis ini bisa menyerang orang dewasa dan juga
bisa menyerang anak-anak(tidak memandang usia)
(Fransisca;2008:144).
b. Alasan masuk rumah sakit
Panas badan tinggi, kejang, dan penurunan tingkat kesadaran.
(Arif Muttaqin:2008:162).
c. Keluhan utama
Sakit kepala, sakit punggung, kaku leher, fotofobia. Demam
dan muntah cenderung pada anak-anak daripada orang dewasa
(Fransisca;2008:144).
d. Riwayat kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang
Factor riwayat penyakit sangat penting diketahui untuk
mengetahui jenis kuman penyebab. Di sini harus ditanya
dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai
serangan, sembuh, atau bertambah buruk. Pada pengkajian
klien meningitis, biasanya didapatkan keluhan yang
berhubungan dengan akibat dari infeksi dan peningkatan TIK.
Keluhan gejala awal tersebut biasanya sakit kepala dan
demam. Sakit kepala dihubungkan dengan meningitis yang
selalu berat dan sebagai akibat irirtasi meningen. Demam
umumnya ada tetap tinggi selama perjalanan penyakit.
Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan
pengkajian lebih dalam, bagaimana sifat timbulnya kejang
(Arif Muttaqin;2008:160-162).
2) Riwayat penyakit terdahulu
Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang
memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi
keluhan sekarang meliputi pernahkah klien mengalami infeksi

6
jalan napas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel
sabit, dan hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf, riwayat
trauma kepala, dan adanya pengaruh immunologis pada masa
sebelumnya. Riwayat TB paru perlu ditanyakan pada klien
terutama apabila ada keluhan batuk produktif dan pernah
menjalani pengobatan obat antituberkulosis yang sangat
berguna untuk mengidentifikasi meningitis tuberkulosa.(Arif
Muttaqin;2008:160-162).
3) Pengkajian psiko-sosial-spiritual
Pengkajian psikologis klien miningitis meliputi beberapa
dimensi yang memungkinkan perawat untuk memperoleh
persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan
perilaku klien. Sebagian besar pengkajian ini dapat
diselesaikan melalui interaksi menyeluruh dengan klien
dalam pelaksanaan pengkajian lain dengan member
pertanyaan dan tetap melakukan pengawasan sepanjang
waktu untuk menentukan kelayakan ekspresi emosi dan
pikiran, (Arif Muttaqin;2008:164)
e. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
2) Tanda – Tanda vital
Pada klien meningitis biasanya didaptkan peningkatan
suhu tubuh lebih dari normal, yaitu 38-410c, dimulai
dari fase sistemik, kemerahan, panas, kulit kering,
berkeringat. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan
proses inflamasi dan irirtasi meningen yang sudah
menggangu pusat pengatur suhu tubuh. Penurunan
denyut nadi terjadi berhubungan dengan tanda-tanda
peningkatan TIK.
3) Pemeriksaan fisik
 System pernapasan

7
Pasien meningitis biasanya mengalami sesak napas,
penggunaan otot bantu pernapasan, dan ada
peningkatan frekuensi pernapasan yang sering
didapatkan. Palpasi thoraks hanya dilakukan apabila
terdapat deformitas pada tulang dada. Auskultasi bunyi
napas tambahan seperti ronkhi.
 System kardiovaskular
Pengkajian pada pasien meningitis pada tahap lanjut
seperti apabila klien sudah mengalami renjatan ( syok
). Infeksi fulminating terjadi pada sekitar 10% klien
dengan meningitis dengan tanda – tanda septicemia :
demam tinggi yang tiba-tiba muncul.
 System persyarafan
Pemeriksaan saraf cranial:
Saraf I: biasanya pada klien meningitis tidak ada
kelainan dan fungsi penciuman tidak ada kelainan.
Saraf II. Pemeriksaan ketajaman penglihatan pada
kondisi normal.
Saraf III,IV,VI : pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil
pada klien meningitis yang tidak disertai penurunan
kesadaran biasanya tanpa kelainan.
Saraf V : pada klien meningitis umumnya tidak
didapatkan paralisis pada otot wajah dan reflex kornea
biasanya tidak ada kelainan.
Saraf VII : persepsi pengecapan dalam batas normal,
wajah simetris.
Saraf VIII : tidak ditemukan tuli konduktif dan tuli
persepsi.
Saraf IX dan X : kemampuan menenlan baik
Saraf XI : tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus
dan trapezius.

8
Saraf XII : lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu
sisi dan tidak ada fasikulasi.
 System pencernaan
Mual sampai muntah karena peningkatan produksi
asam lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien
meningitis menurun karena anoreksia dan adanya
kejang.
 System integument
Pada klien meningitis didapatkan sensasi raba, nyeri,
dan suhu tidak normal, tidak ada perasaan abnormal
dipermukaan tubuh.
 System perkemihan
Pemeriksaan pada system perkemihan biasanya
didapatkan berkurangnya volume haluaran urine, hal
ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan
penurunan curah jantung ke ginjal.
 System muskuluskeletal
Ada bengkak dan nyeri pada sendi-sendi besar
(khususnya lutut dan pergelangan kaki). Petekia dan
lesi purpura yang didahului oleh ruam. Pada penyakit
yang berat dapat ditemukan ekimosis yang besar pada
wajah dan ekstermitas.
 System pendengaran
Pada pasien meningitis tidak ditemukan gangguan pada
system pendengaran.
 System pengliatan
Pada pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada klien
meningitis yang tidak disertai penurunan kesadaran
biasanya tanpa kelainan. Tanda-tanda perubahan dari
fungsi dan reaksi pupil akan didaptkan dengan alasan
pasien meningitis mengeluh mengalami fotofobia atau
sensitive yang berlebihan terhadap cahaya.

9
 System motorik
Kekuatan otot menurun, control keseimbangan dan
koordinasi pada meningitis tahap lanjut mengalami
perubahan.
f. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada pasien dengan
penyakit meningitis adalah sebagai berikut :
1) Pungsi lumbal dan kultur CSS : jumlah leukosit ( CBC
) meningkat, kadar glukosa darah menurun, protein
meningkat, tekanan cairan meningkat, asam laktat
meningkat, glukosa serum meningkat, identifikasi
organisme penyebab, kadar glukosa darah
dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak.
Normalnya, kadar glukosa cairan otak 2/3 dari nilai
serum glukosa dan pada klien meningitis kadar glukosa
cairan otaknya menurun dari normalnya.
2) Kultur darah, untuk menetapkan organisme penyebab
3) Kultur urine, untuk menetapkan organisme penyebab
4) Kultur nosofaring, untuk menetapkan organisme
penyebab
5) Elektrolit serum, meningkat jika anak dehidrasi ; Na+
naik dan K+ turun
6) Osmolaritas urin, meningkat dengan sekresi ADH
7) Foto rontgen paru, MRI, CT-scan/angiografi dengan
tanpa kontras untuk mengetahui adanya kelainan, CT
scan dilakukan untuk menentukan adanya edema
serebri atau penyakit saraf lainnya.
(Hardi kusuma;2015;1)
g. Penatalaksanaan
1) Meningitis tuberkulosa
 Isoniazid 10-20 mg/kgBB/24 jam, oral, 2x
sehari maksimal 500 mg selama 11/2 tahun.

10
 Rifampisin 10-15 mg/kgBB/24 jam, oral, 1 x
selama 1 tahun.
 Streptomisin sulfat 20-40 mg/kgBB/24 jam, IM
1-2 x sehari selama 3 bulan.
2) Obat anti infeksi ( meningitis bacterial )
 Sefalosporin generasi ketiga
 Amfisilin 150-200mg (400mg)/kgBB/24 jam,
IV, 4-6 x sehari.
 Kloramfenikol 50 mg/kgBB/24 jam IV 4 x
sehari

2. Diagnosa keperawatan
a. Perfusi jaringan serebral tidak efektif
Definisi
Penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang dapat
mengganggu metabolisme tubuh.
Penyebab
1) Hiperglikemia
2) Penurunan konsentrasi hemoglobin
3) Peningkatan tekanan darah
4) Kekurangan volume cairan
5) Penurunan aliran arteri dan vena
6) Kurang aktivitas fisik
Gejala dan tanda mayor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
1) Pengisian kapiler >3detik
2) Nadi perifer menurun atau tidak teraba
3) Akral teraba dingin
4) Warna kulit pucat
5) Turgor kulit menurun

11
Gejala dan tanda minor
Subjektif
1) Parastesia
2) Nyeri ekstremitas (klaudikasi intermiten)
Objektif
1) Edema
2) Penyembuhan luka lambat
3) Indeks ankle-brachial <0,90
4) Bruit femoral
Kondisi klinis terkait
1) Tromboflebitis
2) Dibetes melitus
3) Anemia
4) Gagal jantung kongestif
5) Kelainan jantung kongenital
6) Trombosis arteri (PPNI;2016:37)
b. Ketidakefektifan Pola napas
Definisi inspirasi atau ekspirasi yang tidak memberikan
ventilasi adekuat.
Penyebab
1) Depresi pusat pernapasan
2) Hambatan upaya napas (mis. Nyeri saat napas, kelemahan
otot pernapasan.
3) Deformitas dinding dada.
4) Deformitas tulang dada
5) Gangguan neuromuscular
6) Gangguan neurologis (mis. Elektroensefalogram (EEG)
positif, cedera kepala, gangguan kejang) (PPNI;2016:26)
Gejala dan tanda mayor
Subjektif
Dispnea
Objektif

12
1) Penggunaan otot bantu pernapasan
2) Fase ekspirasi memanjang
3) Pola napas abnormal (mis. Takipnea, bradipnea)
Gejala dan tanda minor
Subjektif
Ortopnea
Objektif
1) Pernapasan pursed-lip
2) Pernapasan cuping hidung
3) Diameter thoraks anterior posterior meningkat
4) Ventilasi semenit menurun
5) Kapasitas vital menurun
6) Tekanan ekspirasi menurun
7) Tekanan inspirasi menurun(PPNI;2016:26)
c. Hipertermi
Definisi
Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh.
Penyebab
1) Dehidrasi
2) Terpapar lingkungan panas
3) Proses penyakit (mis. Infeksi, kanker)
4) Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan
5) Peningkata laju metabolisme
6) Respon trauma
Gejala dan tanda mayor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
1) Suhu tubuh diatas nilai normal
Gejala dan tanda minor
Subjektif
(tidak tersedia)

13
Objektif
1) Kulit merah
2) Kejang
3) Takikardi
4) Takipnea
5) Kulit merasa hangat
Kondisi klinis terkait
1) Proses infeksi
2) Hipertiroid
3) Stroke
4) Dehidrasi
5) Trauma
6) Prematuritas. (PPNI, 2016:284)
3. Intervensi
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
Tujuan/kriteria hasil
NOC :
1) Mempunyai system saraf pusat dan perifer yang utuh.
2) Menunjukkan fungsi sensorimotor cranial yang utuh.
3) Terbebas dari aktivitas kejang
4) Tidak mengalami sakit kepala
Intervensi NIC
Pengkajian
a) Pantau sakit kepala
b) Pantau tekanan perfusi perifer
Kolaborasi
a) Pertahankan parameter hemodinamika (misalnya,
tekanan arteri sistemik )
b) Berikan loop diuretic dan osmotic, sesuai program
Aktivitas lain
a) Meminimalkan stimulus lingkungan

14
b) Beri interval setiap asuhan keperawatan untuk
meminimalkan peningkatan,(Wilkinson;2015:806-820)
b. Ketidakefektifan pola napas
Tujuan atau kriteria hasil
Pasien akan:
1) menunjukan pernapasan optimal pada saat terpasang
ventilator mekanis
2) mempunyai kecepatan dan irama pernapasan dalam batas
normal.
Aktivitas keperawatan
Pengkajian
1) pantau kecepatan, irama, kedalaman, dan upaya
pernapasan.
2) Pantau pernapasan yang berbunyi seperti mendengkur
3) Auskultasi suara napas, perhatikan area
penurunan/tidak adanya ventilasi dan adanya suara
napas tambahan.
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
1) Instruksikan kepada keluarga bahwa mereka harus
memberitahu perawat pada saat terjadi ketidakefektifan
pola pernapasan.
2) Informasikan kepada keluarga tentang teknik relaksasi
untuk memperbaiki pola pernapasan.
Aktivitas lain
1) Atur posisi pasien untuk mengoptimalkan pernapasan
2) Anjurkan napas dalam melalui abdomen selama
periode gawat napas.
3) Sinkronasikan antara pola pernapasan klien dengan
kecepatan ventilasi.
Aktivitas kolaboratif
1) Konsultasikan dengan ahli terapi pernapasan untuk
memastikan keadekuatan fungsi ventilator mekanis

15
2) Berikan obat (mis. Bronkodilator) sesuai dengan
program atau intruksi dokter, (Wilkinson;2015:99)
c. Hipertermia
Tujuan atau kriteria evaluasi
NOC :
1) Menunjukkan metode yang tepat untuk mengukur suhu
2) Menjelaskan tindakan untuk mencegah atau
meminimalkan peningkatan suhu tubuh
3) Melaporkan tanda dan gejala dini Hipertermia
Aktivitas Keperawatan
Pengkajian
1) Pantau aktivitas kejang
2) Pantau hidrasi (misalnya, turgor kulit, kelembapan
membran mukosa)
3) Pantau tekanan darah, denyut nadi, dan frekuensi
pernapasan
Penyuluhan untuk pasien atau keluarga
1) Ajarkan pasien atau keluarga dalam mengukur suhu
untuk mencegah dan mengenali secara dini hipertermia
(misalnya, sengat panas, dan keletihan akibat panas)
Aktivitas Kolaboratif
1) Berikan obat antipiretik, jika perlu
Aktivitas lain
1) Lepaskan pakaian yang berlebihan dan tutupi pasien
dengan selimut saja
2) Anjurkan asupan cairan oral, sedikitnya 2 liter sehari ,
dengan tambahan cairan selama aktivitas yang
berlebihan atau aktivitas sedang dalam cuaca panas.
(Wilkinson; 2015:390-394)

16
DAFTAR PUSTAKA
Judith M. wilkinson, D. (2015). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9.
Jakarta : EGC.
PPNI, T. P. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia . jakarta selatan :
Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Muttaqin, A. (2011). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Batticaca, F. B. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Suharyanto, T. (2013). ASUHAN KEPERAWATAN pada klien dengan gangguan


sistem PERSARAFAN. Jakarta: Buku Kesehatan.
Kusuma, H. (2015). APLIKASI ASUHAN KEPERAWATAN BERDASARKAN
DIAGNOSA MEDIS & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction.

17

S-ar putea să vă placă și