Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
FFB (Fresh Fruit Bunch) process in the oil palm factory in addition yield
primary products both of CPO (Crude Palm Oil) and the kernel, also yield by
products in the form of solid waste (shells, fibers, and empty fruit bunch/EFB)
and liquid waste or commonly known as POME (Palm Oil Mill effluent).
Waste materials are potentially be pollutant for the environment (water,
soil, dan air). On the other hand it is contain organic matter and nutrients that can
be used to improve soil fertility in an effort to increase of plant productivity (from
EFB and POME applications). Utilization of waste as a form of waste
management is directed to reduce blackened power waste and to increase plant
production as well as the application of zero waste concept in an efforts to achieve
sustainable agriculture and environment friendly industry.
Purpose of this internship are to learn about waste products management
of palm oil, to analyze waste product utilization as an organic fertilizer, and to
improve the profesional ability both technical and managerial in the management
of palm oil plantation. This internship was conducted at Angsana Estate, PT
Ladangrumpun Suburabadi, Minamas Plantation Group, South Kalimantan from
February to June 2011. Activities that undertaken are include the activities that
related to technical and managerial aspects both in the field and in the office,
doing observation about the utilization of waste product as an organic fertilizer in
the field, and collecting data and informations.
The analysis result showed that empty fruit bunch (EFB) application can
increase the amount of nutrient on palm oil leaf especially Potassium and increase
palm oil productivity. EFB application basically more leads to increased soil
fertility and increase water holding capacity in soil and nutrient elements for the
better. In particular the EFB application at Angsana Estate has not been made as a
substitution for the use of inorganic fertilizers, it just as a supplement only.
Liquid waste (POME) is potential as a pollutant to the receipient media
(water, soil, and air) so it must be processed to conform to quality standards that
are allowed before it is disposed. POME treatment at PT LSI is done by using
ponding system. Ponding system were considered effective, it can reduce the
BOD values (Biological oxygen Demand) to <1000 mg/L. Basically, the
utilization of POME as organic fertilizer preferred to suppress the negative effects
that may be incurred if it discharged directly into open water. BOD values that are
permitted for land application is <5000 mg/L, while if discharged directly into
open water then the value of BOD should be taken down to <100 mg/L. BOD
values showed the amount of organic material on POME. POME with low BOD
values (<1000 mg/L) mean it poor of organic matter and nutrients for plant so that
their impact on growth and crop production.
POME application in Angsana Estate provide a positive impact to soil
fertility improvement that seen from the soil texture improvements, repair of
weight per volume, porosity, and permeability of the soil, improve soil pH and
increase cation exchange capacity of the soil. POME application significantly
influenced the increase crop produtivity from increase total bunch/hectare/year
but has not shown a significant effect to the increase leaf nutrient status. POME
application does not provide negative impact of water surface quality.
Key words: By Products, EFB application, Palm oil, POME application, Waste
management
RINGKASAN
Menyetujui
Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
penyertaan dan anugerah yang diberikan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Secara khusus penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua (Bitner Benediktus Silalahi dan Suarsi Hutapea), abang
Eko Mateus, dan adik-adik; Paskalis, Biwambri, Paris, dan Ocky serta
segenap keluarga besar yang telah memberi dukungan doa, motivasi dan
biaya kepada penulis selama menjalani pendidikan.
2. Ir. Supijatno, M.Si. sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama menjalani
magang sampai dengan penyusunan skripsi ini.
3. Dr. Ir. Ade Wachjar, MS dan Dr. Ir. Iskandar Lubis, MS. yang telah
bersedia menjadi dosen penguji. Terima kasih atas saran-saran yang
diberikan untuk perbaikan skripsi.
4. Dr.Ir. Ni Made Armini Wiendy sebagai dosen pembimbing akademik
penulis selama menjalani perkuliahan.
5. Direksi PT Minamas Plantation yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk melakukan kegiatan magang.
6. Bapak Puji Sasmito selaku Estate Manajer ASE, Bapak Iwan Dharmawan,
serta kepada staf-staf kebun lainnya; Bapak Agus Setiawan, Bapak Jaka
Istiarta, Bapak Ali Syafii, dan Bapak Ahmad Isa Almasih yang sekaligus
menjadi pembimbing lapang yang telah memberi bimbingan, masukan,
motivasi, serta fasilitas selama kegiatan magang.
7. Segenap supervisi (Mandor dan Kerani) divisi I Angsana Estate: Bapak
Eko, Bapak Yudho, Ibu Devi, Bapak Wahyudi, Bapak Sukarmi, Bapak
Zulman, Bapak Jiono, Bapak Sulhadi, Bapak Slamet, Bapak Turlim,
Bapak Rais, Bapak Herman, Bapak Rudi, Bapak Saminu, dan Bapak
Zulkaryadi atas kebersamaanya selama 4 bulan.
8. Bapak Sugiyono selaku manager ASF serta segenap karyawan dan sample
boy Lab. ASF.
9. Teman-teman magang: Winda, Rano, Midian dan Walad atas kebersamaan
dan kerjasamanya selama magang.
10. Edhita Maria Ferdinanda yang telah memberi semangat selama magang
dan membangunkan hampir setiap pagi hari.
11. Teman-teman AGH angkatan 44 yang selama ini menjadi teman
seperjuangan selama menempuh pendidkan di IPB.
12. Sahabat-sahabat tercinta (Adit; teman sekamar tempat berbagi suka duka,
juga Anton dan Leo) serta seluruh penghuni Perwira 43 (abang-abang,
kakak-kakak, dan adik-adik) atas dukungan dan kenangan yang tak
terlupakan.
13. Tim Pendamping IPB secara khusus Densus 08 (Anton, Bambang, Manta,
Rio, Dika, Isak, Leo42, Lisa, Ayu, Lusi, Chisy, Eny, Adian, Ulin, Sari,
Ela, Arianti), terima kasih atas kebersamaan dan kenangan indah yang
sangat berkesan.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan
semua pihak yang berkepentingan, khususnya bagi penulis sendiri.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................ 4
Botani dan Morfologi Kelapa Sawit ...................................................... 4
Ekofisiologi Kelapa Sawit ..................................................................... 5
Limbah dan Potensinya .......................................................................... 6
Limbah Padat........................................................................... 6
Limbah Cair(POME) ............................................................... 8
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Area Buffer Zone (kiri) dan Alat Pelindung Diri (kanan) ................. 21
15. Aplikasi Limbah Cair: (A) Flat bed (B) Sumur Pantau ................... 51
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman kelapa sawit berasal dari Afrika dan Amerika Selatan, tepatnya
dari Brasilia. Di Brasilia tanaman ini tumbuh secara liar atau setengah liar di
sepanjang tepi sungai. Saat ini tanaman kelapa sawit telah ditanam di banyak
negara dan menjadi tanaman industri. Tanaman kelapa sawit termasuk dalam
family Araceae dengan sub family Cocoidae dan genus Elaeis, dan pada tahun
1763 diklasifikasikan oleh Jacquin sebagai Elaeis guineensis Jacq. (Pahan, 2007).
Sistem perakaran kelapa sawit merupakan sistem perakaran serabut yang
terdiri dari akar primer, sekunder, tersier, dan kuartener. Akar primer umumnya
berdiameter 6-10 cm, berasal dari pangkal batang dan menyebar secara horizontal
dan menghujan ke dalam tanah dengan sudut yang beragam. Akar primer
bercabang membentuk akar sekunder dengan diameter 2-4 mm dan panjang 10-15
cm. Sebagian akar-akar primer mengarah ke atas mendekati permukaan tanah.
Akar sekunder bercabang membentuk akar tersier dengan diameter 0,7-12 mm
dan panjang 10-15 cm yang berada dekat dengan permukaan tanah. Akar tersier
umumnya bercabang lagi membentuk akar kuartener dengan diameter 0,1-0.3 mm
dengan panjang hanya 1-4 mm dan tidak mengandung lignin (Lubis, 1992). Akar
kuartener diasumsikan sebagai akar absorbsi utama (feeding root) yang berada
dekat dengan permukaan tanah bersama akar tersier. Sebagian besar perakaran
yang aktif berada dekat pada permukaan tanah pada kedalaman 5-35 cm.
Batang kelapa sawit berbentuk bulat dengan diameter 25-75 cm serta tidak
bercabang. Tinggi batang dapat mencapai 25 meter. Umumnya pertambahan
tinggi batang bisa mencapai 35-75 cm per tahun bergantung pada lingkungan dan
keragaman genetiknya tetapi karena pertimbangan ekonomis hanya sampai 25-35
tahun atau mencapai ketinggian 10-11 meter. Batang diselimuti oleh pangkal
pelepah daun tua sampai umur sekitar 11-15 tahun, setelah itu bekas daun/pelepah
mulai rontok.
Daun kelapa sawit tersusun majemuk menyirip yang terdiri atas beberapa
bagian yaitu; 1) kumpulan anak daun (leaflets) yang mempunyai helaian (lamina)
dan tulang anak daun; 2) rachis, merupakan tempat anak daun melekat, 100-160
5
pasang anak daun linear; 3) tangkai daun (petiole - pelepah), merupakan bagian
antara daun dan batang serta berduri; 4) seludang daun (sheath) yang berfungsi
memberi kekuatan pada batang. Laju pertumbuhan daun adalah 2 daun/bulan, satu
helai daun yang telah membuka mempunyai umur inisiasi sekitar 2 tahun dan
umur fungsional (berfotosintesis secara aktif) selama sekitar 2 tahun.
Kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu (monoecious), artinya
bunga jantan dan bunga betina terdapat pada satu pohon, tetapi tidak pada tandan
yang sama. Bunga muncul dari ketiak daun. Setiap ketiak daun hanya dapat
menghasilkan satu infloresen (bunga majemuk). Jenis kelamin bunga ditentukan
±9 bulan setelah masa inisiasinya, selang 24 bulan inflor bunga akan berkembang
sempurna. Bunga kelapa sawit merupakan bunga majemuk yang terdiri dari
kumpulan spikelet dan tersusun dalam infloresen yang berbentuk spiral. Panjang
infloresen betina ±30 cm atau lebih sedangkan infloresen jantan memiliki tangkai
yang lebih panjang dari betina. Sistem penyerbukannya adalah penyerbukan
silang, terjadi dengan bantuan serangga dan angin. Bunga betina yang telah
anthesis akan menjadi buah/brondolan.
Secara botani buah kelapa sawit digolongkan sebagai buah drupe, terdiri
atas pericarp yang terbungkus oleh kulit (exocarp), daging buah (mesocarp), dan
cangkang (endocarp) yang membungkus inti (kernel). Inti memiliki kulit (testa),
endosperm yang padat, dan embrio. Kandungan minyak yang terdapat pada
mesocarp berbeda dengan kandungan minyak yang ada pada endosperm matang.
Limbah Padat
dan cangkang dapat digunakan untuk mengoperasikan ketel uap PKS yaitu 85%
sabut dan 15% cangkang dari hasil pengolahan TBS (Purba, 2008).
Janjangan kosong (JJK) merupakan produk sampingan (by product) dari
pabrik pengolahan yang berasal dari sistem pembantingan (thresher)/pemipilan
(stripper) setelah TBS diproses di stasiun perebusan (sterilizer) (Pahan, 2007).
Setiap ton TBS diolah dihasilkan 19-24 % janjangan kosong (Irvan, 2009). JJK
kaya akan kandungan materi organik dan nutrisi bagi tanaman. Aplikasi JJK dapat
meningkatkan proses dekomposisi sehingga kandungan fisik, biologi, dan kimia
pada tanah meningkat. Aplikasi JJK sangat efektif sebagai mulsa, dapat
menurunkan temperatur tanah, mempertahankan kelembaban tanah, memperkecil
pencucian hara tanah dan pupuk anorganik serta meminimalisasi resiko erosi
akibat aliran permukaan.
Aplikasi JJK dapat meningkatkan unsur hara dalam tanah dan diikuti
dengan peningkatan produksi TBS (Andayani, 2008). Aplikasi JJK sangat sesuai
dalam menggantikan sebagian pupuk anorganik, asalkan jumlah pasokan hara dari
JJK yang diaplikasikan sebanding dengan kandungan unsur hara dalam pupuk
anorganik tersebut. Persentase kandungan hara pada JJK disajikan pada Tabel 1.
Solid basah (wet decanter solid) merupakan produk akhir dari proses
pengolahan TBS di PKS yang menggunakan sistem decanter pada stasiun
pemurnian. Stasiun pemurnian adalah stasiun pengolahan yang bertujuan untuk
melakukan pemurnian MKS (minyak kelapa sawit) dari kotoran-kotoran seperti
padatan (solid), lumpur (sludge), dan air sehingga diperoleh kualitas minyak
sebaik mungkin. Sistem decanter digunakan untuk memisahkan fase cair (minyak
8
dan air) dari fase padat sampai partikel-partikel terakhir. Sludge merupakan fase
campuran yang masih mengandung minyak. Sludge diolah kembali untuk
mengambil minyak yang masih terkandung di dalamnya. Pada pengolahan sludge
dengan sistem decanter diperoleh tiga fase yaitu light phase, heavy phase, dan
solid. Kandungan solid basah yang diperoleh dari pengolahan TBS selama
setahun ada sekitar 5%. Kandungan hara pada WDS hampir sama dengan JJK
akan tetapi kandungan Kalium pada WDS lebih rendah (Pahan, 2007).
METODE MAGANG
Metode Pelaksanaan
Data hasil analisis status hara dalam daun kelapa sawit dan perolehan
produksi tanaman kelapa sawit antara lahan aplikasi dan kontrol dianalisis dengan
uji statistik Independent t-test (uji t-student). Jumlah blok sebagai ulangan diambil
masing- masing tiga blok ( tiga blok untuk lahan aplikasi dan tiga blok untuk lahan
kontrol. Data dan informasi lainnya dianalisis secara deskriptif.
11
Keterangan:
t = statistik t
= rata-rata perolehan produksi kelompok perlakuan (lahan aplikasi)
= rata-rata perolehan produksi kelompok kontrol
S1 = standart deviasi kelompok perlakuan (lahan aplikasi)
S2 = standart deviasi kelompok kontrol
n = jumlah pengamatan (ulangan)
12
Angsana Estate (ASE) merupakan salah satu kebun yang dikelola oleh unit
usaha PT Ladangrumpun Suburabadi (LSI) dibawah naungan PT Minamas
Plantation (sebelumnya Minamas Gemilang) yang masih merupakan bagian dari
Sime Darby Group. Pada tahun 2001 terjadi perpindahan asset dari perusahaan
Salim Group ke pihak PT Minamas Plantation yang merupakan anggota dari
Kumpulan Guthrie Berhard (KGB), sebuah perusahaan swasta Malaysia dan pada
tahun 2008 bergabung dengan Sime Darby Group. Selain ASE, PT
Ladangrumpun Suburabadi juga mengelola Gunung Sari Estate (GSE) dan
Angsana Factory (ASF). PT Ladangrumpun Suburabadi dirintis pada tahun 1988
dengan luas total 5 909 ha. ASE memilki luas lahan ± 3 250 ha dan selebihnya
ditangani oleh GSE.
Berdasarkan pengukuran curah hujan dan hari hujan selama sepuluh tahun
terakhir (2001-2009), ASE memiliki rata-rata curah hujan tahunan sebesar 2 664
mm/tahun dengan hari hujan rata-rata 131 hari/tahun. Berdasarkan klasifikasi
iklim menurut Schmidt dan Ferguson, iklim di ASE termasuk tipe iklim B (daerah
basah dengan vegetasi hutan hujan tropis) dengan nilai Q sebesar 23.90%.
Distribusi curah hujan di ASE tidak merata sepanjang tahun dengan rata-rata
curah hujan terendah terjadi sebanyak 4 bulan berturut-turut yaitu pada bulan
Agustus sampai dengan November. Data curah hujan dan hari hujan sepuluh
tahun terakhir disajikan pada Lampiran 5.
Berdasarkan hasil survei tanah semi detil pada tahun 2006 yang dilakukan
oleh Departemen Riset Minamas diketahui bahwa sebagian besar tanah di ASE
didominasi oleh jenis tanah Oxisol. Oxisol merupakan jenis tanah tua yang
mengalami pelapukan lanjut dan terbentuk pada daerah dengan topografi
berombak sampai berbukit, yang dicirikan oleh kandungan basa-basa (N, P, K,
Ca, Mg, K,dan Na) rendah karena pencucian yang intensif, KTK efektif yang
rendah, pH tanah yang cenderung masam serta kandungan Al- tertukar cukup
tinggi. Gambar satuan peta lahan (SPL) ASE dapat dilihat pada Lampiran 6.
Secara detail jenis tanah di ASE digolongkan hingga tingkat seri yang
terdiri dari: 1) Oxisol seri MM-18 (Petroferric Hapludox): merupakan tanah yang
mengalami pelapukan sangat lanjut, pH tanah tergolong masam (pH <5.5), pada
kedalaman ≤125 cm terdapat kontak petroferik (lapisan hasil akumulasi
sesquioksida atau Fe-oksida yang mengeras seperti batu), memiliki regim
kelembaban udik (tidak pernah kering selama 90 hari setiap tahun pada
kedalaman 10-90 cm dari permukaan. Areal yang termasuk jenis tanah ini
memiliki luas 1 855 ha (59%) pada SPL1 (slope 8-15%) dan 389 ha (12%) pada
SPL2 (slope 15-30%) dan tergolong dalam kelas lahan S3 (kurang sesuai); 2)
Oxisol seri MM-19 (Plinthic Hapludox): merupakan tanah yang mengalami
pelapukan sangat lanjut dengan pH tanah masam (pH <5,5), pada kedalaman ≤125
cm mempunyai satu atau lebih horizon yang mengandung plintit (karata-karatan
besi yang telah mengeras seperti kerikil) sebesar 0.5% volumenya atau lebih.
Areal di ASE yang termasuk jenis tanah ini memiliki luas 903 ha (29%) pada
SPL3 (slope 3-8 %) dan tergolong kelas lahan S2 (sesuai).
14
Tanaman kelapa sawit di ASE saat ini terdiri dari tanaman menghasilkan
(TM) dan tanaman belum menghasilkan (TBM) yang ditanam pada beberapa
tahun tanam. Areal TM untuk tahun tanam 1996 (629.55 ha), tahun tanam 1998
(1 622.53 ha), tahun tanam 1999 (167.38 ha), tahun tanam 2000 (84.04 ha), dan
tahun tanam 2006 (325.54 ha) sedangkan untuk TBM tahun tanam 2007 luasnya
181.90 ha dan TBM tahun tanam 2008 seluas 36.62 ha. Populasi tanaman kelapa
sawit berdasarkan tahun tanam di ASE disajikan pada Tabel 2.
Status tenaga kerja di ASE terdiri atas karyawan staf dan non staf.
Manajer, asisten, kasie, dan dokter kebun merupakan karyawan staf. Karyawan
non staf terdiri atas SKU harian (pekerja harian tetap) dan SKU bulanan (mandor
dan kerani). Total tenaga kerja di ASE sebanyak 466 orang dengan ITK sebesar
0.143 HK/ha (Tabel 3). Hal ini bisa dikatakan baik, karena norma ITK untuk
kebun kelapa sawit adalah 0.25 HK/ha (Irvan, 2009).
Aspek Teknis
Pengendalian Gulma.
(300 ml/10 liter air). Gulma sasaran yang tumbuh dominan dan harus
dikendalikan antara lain Ageratum Conyzoides, Borreria alata, Axonopus
compresus, Cynodon dactylon, paspalum conjugatum, Euphorbia valerianifolia,
dan kentosan.
Prestasi kerja tenaga semprot sangat bergantung pada kondisi blok.
Prestasi kerja pada blok dengan banyak area rendahan atau berbukit serta kondisi
gulma lebat akan lebih kecil dibandingkan pada blok dengan areal datar dan
gulmanya tidak lebat. Prestasi kerja standar yang ditetapkan oleh kebun untuk tim
MHS adalah 5 ha/HK, pada saat pengamtan prestasi kerja karyawan adalah 5
ha/HK dan prestasi kerja penulis 1 ha/HK sedangkan untuk tim TSK standar
kerjanya adalah 3 ha/HK (TM) dan 2 ha/HK (TBM), pada saat pengamatan
prestasi kerja karyawan mencapai 3 ha/HK untuk areal TM dan TBM dan prestasi
kerja penulis 0.5 ha/HK. Premi lebih borong untuk tim MHS sebesar Rp 5 500/ha
dan untuk tim TSK sebesar Rp 11 000/ha.
Angsana Estate sebagai kebun yang hidup berdampingan dengan
masyarakat dituntut untuk memperhatikan kelestarian lingkungan sekitar. Dalam
program RSPO (Rountable and Sustainable of Palm Oil) ASE memberlakukan
dan melaksanakan peraturan dalam pengendalian gulma secara kimia yaitu
dilarang menyemprot pada area buffer zone. Buffer zone merupakan area yang
berada pada radius 50 meter dari tepi sungai induk (anak sungai). Hal ini
ditujukan agar vegetasi yang ada tetap hidup sehingga erosi dapat dicegah serta
meminimalkan pencemaran ke badan air yang mungkin masih digunakan oleh
penduduk.
Gambar 1. Area Buffer Zone (kiri) dan Alat Pelindung Diri (kanan)
22
(TS) yang populasi hamanya paling dominan (untuk menentukan pelepah yang
akan diambil). Jika jenis hama yang dominan adalah Setora nitens, Thosea
asigna, Susica sp., pelepah yang diambil adalah pelepah ke 9-24, sedangkan jika
jenis hama yang dominan adalah Darna trima, Thosea bisura, Thosea vetusta,
Ploneta diducta dan golongan ulat kantong, pelepah yang diambil adalah pelepah
ke 25-40. Spesies ulat api dan ulat kantong yang sering ditemukan pada tanaman
kelapa sawit disajikan pada Gambar 2.
oleh adanya lorong rayap (sarang) yang terbuat dari tanah pada permukaan batang
yang mengarah ke bagian atas kemudian dikorek untuk mengetahui keberadaan
rayap. Serangan tikus dan tupai dapat dilihat dari bekas gigitan pada
buah/berondolan. Tikus hanya memakan mesocarp (daging buah) baik pada
tandan muda maupun yang sudah matang, sedangkan tupai memakan mesocarp
buah sampai pada inti buah kelapa sawit. Beberapa spesies tikus yang dijumpai
banyak merusak tanaman kelapa sawit antara lain Rattus exulans, Rattus
argentiventer. dan R. tiomanicus. Spesies yang paling dominan ditemukan di ASE
adalah R. tiomanicus. Dari hasil penelitian diketahui bahwa satu ekor tikus
dapat mengkonsumsi mesokarp +4 gram/hari, sehingga kehilangan produksi
dapat mencapai +5 % dari produksi normal (Manual Referensi Agronomi, 2004).
Pengendalian hama. Prinsip pengendalian hama di ASE mengacu pada
pengendalian hama terpadu dimana tindakan pengendalian bersifat preventif dan
secara biologis dengan memanfaatkan musuh alami dan predator serta
meminimalisir penggunaan pestisida (pestisida adalah alternatif terakhir).
Pengendalian hama ulat api dan ulat kantong dilakukan dengan menanam
beneficial plant. Tanaman yang digunakan merupakan tanaman yang dapat
menyediakan madu (nectariferous) sebagai makanan bagi musuh alami serta
tempat hidup bagi predator (Sycanus sp.) dan parasitoid (Chaetexorista javana).
Jenis beneficial plant yang ditanam di ASE adalah Cassia cobanensis, Euphorbia
heterophylla, Turnera sp. dan Antigonon leptopus.
Kastrasi
Sensus Vegetatif
Pemupukan Anorganik
penambah unsur hara yang kurang atau tidak dapat disediakan oleh tanah.
Rekomendasi dosis pemupukan adalah hasil diagnosa jaringan daun (visual &
kimia/LSU), analisis kimia tanah, curah hujan, umur tanaman, sejarah/historis
pemupukan sebelumnya, analisa produksi tahun-tahun sebelumnya, serta faktor
daya dukung lingkungan lainnya (persen pencucian).
Secara visual kekurangan unsur hara pada tanaman kelapa sawit dapat
dilakukan dengan melihat gejala defisiensi pada daun tanaman dan
membandingkannya dengan foto tanaman yang mengalami defisiensi. Beberapa
gejala kekurangan unsur hara yang terlihat pada daun tanaman kelapa sawit
disajikan pada Gambar 5.
dipotong-potong lagi menjadi bagian yang lebih kecil (2-3 cm) dan dibuang
lidinya dan di keringkan dengan oven selama 5-7 jam pada suhu 80-1000 C untuk
mengetahui berat keringnya. Sampel daun kemudian dikirim ke Minamas
Research Center (MRC) untuk dianalisis.
benar, seharusnya tidak ada sisa stok pupuk). Jenis dan jumlah pupuk harus
tersedia di kebun pada waktunya, sehingga pembelian pupuk harus sudah
dilakukan 2 bulan sbelumnya.
Kendaraan pengangkut pupuk dari gudang sentral ke lapngan harus sudah
dipastikan kesiapannya sehari sebelum pemupukan. Pagi harinya pupuk harus
sudah dimuat dan segera diecer ke lapangan dan diletakkan pada tempat yang
telah ditentukan oleh mandor pupuk. Pupuk yang sudah diecer harus segera
diaplikasi pada hari itu juga, Jika pemupukan tidak selesai karena hujan atau
lainnya, maka pupuk harus segera dibawa ke gudang divisi. Kebutuhan tenaga
penabur harus sesuai dengan luas areal yang akan dipupuk tergantung dari jenis
dan dosis pupuk per pokopk, topografi lahan, dan kemampuan penabur.
Pelaksanaan Pemupukan. Pelaksanaan pekerjaan pemupukan dilakukan
blok per blok. Kegiatan dimulai dari rumah tim pupuk (penabur mengambil
peralatan kerja serta alat pelindung diri) kemudian apel pagi dengan mandor
pupuk di lapangan. Mandor pupuk memberikan instruksi akan pekerjaan yang
akan dilakukan (jenis pupuk yang diaplikasikan, dosis/takaran, blok yang akan
diaplikasi), mengalokasikan tenaga penabur sesuai KKP masing- masing, absensi
karyawan, mengecek kelengkapan peralatan kerja (bin pupuk, mangkuk/takaran)
termasuk alat pelindung diri (baju lengan panjang, kerudung/topi, masker, apron,
sepatu boots, dan sarung tangan).
Penabur menempati hancak masing- masing kemudian membuka karung
pupuk secara hati-hati agar tidak tumpah dan memasukkan pupuk ke dalam bin
masing- masing. Penaburan dimulai dari pasar tengah menuju collection road
(arah timur-barat blok) dengan dosis per pokok sesuai rekomendasi. Penaburan
dilakukan melingkar merata di bibir piringan atau diatas rumpukan pelepah.
Setiap penabur wajib menyelesaikan hancaknya rintis per rintis dan
menyelesaikan hancak KKP nya (hanca per KKP 23-25 jalur atau 12-13 rintis)
sesuai dengan ketentuan, serta mengumpulkan goni bekas pupuk dan mengikatnya
setiap 10 goni untuk memudahkan kontrol.
33
Pemanenan
Parameter Standar
1. OER (Oil Extraktion Rate) > 25 %
Mutu Produk 2. KER (Kernel Extraktion Rate) > 4,5 %
3. FFA (Free Fatty Acid) <3%
1. Unripe 0,0 %
2. Under Ripe < 8,0 %
3. Ripe/Over Ripe > 90 %
Mutu TBS 4. Empty Bunch <2%
5. Abnormal <5%
6. Old Crop < 10 %
7. Long/Cut Stalk <5%
8. Kontaminasi (sampah, pasir, tanah) 0%
1. Berondolan tidak terkutip < 2 butir/janjang
2. Janjang matang tidak dipanen 0%
Mutu Hancak 3. Pokok tidak dipanen 0%
4. Pusingan normal ≤ 9hari 100%
1. BJR > 25 kg > 1 400 kg/HK
Produktivitas 2. BJR 18 - 24 kg (ton/ha 20 - 25 ) >1 200–1 400 kg/HK
Tenaga kerja 3. BJR 15 - 18 kg (ton/ha 16 – 20) > 1 000–1 200 kg/HK
4. BJR < 15 (ton/ha < 15) min 1 000 kg/HK
Krite ria matang panen. Buah dikatakan mentah (unripe) jika tidak ada
brondolan yang lepas alami (0 brondol/kg janjang) dan masih berwarna hitam.
Buah kurang matang/mengkal (under ripe) adalah buah dengan jumlah brondolan
kurang dari 2 brondolan/kg (12,5-25% buah luar memberondol) dan berwarna
kemerahan. Buah matang (ripe) adalah buah dengan brondolan lepas alami 2
brondol/kg (25-50 % buah luar memberondol) dan berwarna kemerahan. Buah
dikategorikan over ripe (lewat matang) jika 51-100% buah luar atau sebagian
35
buah dalam memberondol. Empty bunch adalah buah dengan brondolan lepas
alami >95% dan belum ada tanda-tanda busuk pada permukaan potong buah.
Buah dikategorikan mempunyai gagang panjang (long stalk) jika hasil potongan
gagang panjang lebih dari 5 cm yang diukur dari permukaan buah sampai sisi
potongan yang miring (bagian yang terpendek). Old crop adalah buah yang tidak
terangkut >2 hari. Kriteria matang panen ditunjukkan oleh Gambar 7.
Sistem dan organisasi panen. Sistem panen di ASE dikenal dengan BHS
(Block Harvesting System), yaitu sistem panen yang terkonsentrasi pada
pergerakan yang teratur, sistematis dan diselesaikan blok per blok. Target
penyelesaian satu seksi panen adalah satu hari untuk menjamin kesinambungan
penyelesaian hancak di hari berikutnya. Satu seksi dikerjakan dengan titik awal
dan arah gerakan yang sama (searah dengan main road), masing- masing mandor
dan tenaga potong buah mengerjakan hancak blok dan seksi panen yang sama.
Dalam pelaksanaannya sistem BHS dikelompokan lagi menjadi: 1) BHS
Non DOL (Non Division Of Labour) dan 2) BHS by DOL (Division Of Labour)
yang terdiri dari BHS DOL-2 dan BHS DOL-3. Kedua sistem BHS ini digunakan
pada kondisi yang berbeda yang mengacu pada hectare cover pemanen dan
produksi blok atau seksi. Pada TM1-TM6 yang panennya menggunakan dodos
36
biasanya masih menggunakan BHS Non DOL sedangkan untuk tanaman dengan
umur >9 tahun (≥TM 7) yang panennya sudah menggunakan egrek digunakan
system BHS DOL-2. Dalam sistem BHS Non DOL satu orang tenaga bekerja
sebagai cutter, carrier, dan picker. Pada sistem BHS DOL-2 cutter berfungsi
sekaligus carrier sedangkan picker adalah orang yang berbeda. Pada BHS DOL-3
tenaga panen terdiri atas tiga orang yang masing- masing sebagai cutter, carrier,
dan picker. Tujuan diterapkanya sistem BHS adalah untuk meningkatkan
spesialisasi pekerjaan panen, menunjukkan tanggung jawab serta wewenang
dengan jelas serta memperbaiki sistem pembayaran untuk kegiatan panen.
Organisasi pelaksana kegiatan panen di ASE terdiri dari pemanen, mandor
panen, kerani panen, kerani transport, mandor I, asisten divisi dan manager.
Jumlah mandoran dan tenaga kerja di masing- masing divisi berbeda tergantung
luasan yang harus dipanen. Jumlah mandoran di divisi I ada 3 mandoran, divisi II
ada 2 mandoran, dan divisi III ada 3 mandoran serta masing- masing mandoran
memiliki 1 orang kerani panen. Tiap mandoran membawahi 20-25 pemanen. Tiap
divisi memiliki satu orang kerani transport yang bertanggung jawab terhadap
pengangkutan TBS dan berkoordinasi dengan kerani panen.
Persiapan dan pe rencanaan panen. Persiapan panen merupakan
pekerjaan yang mutlak dilakukan sebelum TBM beralih menjadi TM. Secara
sistematis sebelum melangkah pada tahap pelaksanaan, proses perencanaan harus
dilakukan secara detail, dengan garis besar 1) persiapan kondisi areal, 2)
penetapan seksi panen, 3) penetapan luas hancak kerja pemanen dan mandoran,
dan 4) penyediaan peralatan kerja.
Beberapa hal yang harus dikerjakan dalam persiapan areal sebelum TBM
menjadi TM adalah perbaikan jalan dan jembatan baik di main road maupun di
collection road. Perbaikan pasar rintis dan pembuatan titi panen, pembersihan
piringan dengan jari-jari 2-3 meter, serta pembuatan TPH (4 m x 7 m) pada setiap
tiga pasar rintis atau enam baris tanaman dengan ukuran lebar 1.2-1.5 meter.
Permukaan TPH dibuat rata dan harus bersih dari gulma dan kotoran atau sampah
serta pemberian alas berupa goni bekas untuk tempat peletakan berondolan. Hal
ini dimaksudkan untuk meminimalkan kontaminasi. Setiap TPH berisi keterangan
tentang nomor TPH dan blok tempat TPH berada.
37
Seksi panen berfungsi sebagai kerangka area kerja yang harus diselesaikan
dalam satu hari panen. Luas seksi panen ditentukan sedemikian rupa agar dapat
diselesaikan dalam satu hari, mempermudah pindah hancak dari satu blok ke blok
lain, mempermudah kontrol asisten, mandor I dan mandor panen, transport TBS
lebih efisien serta output pemanen lebih tinggi. Penentuan seksi panen adidasrkan
pada luas areal TM, potensi produksi (ton/ha) per blok, jumlah dan sebaran pokok
produktif, kondisi topografi, dan jumlah jam kerja. Peta seksi panen di ASE
disajikan pada Lampiran 10.
Penetapan luas hancak mandor berfungsi sebagai kerangka kerja tetap
untuk mempertajam proses supervisi, sehingga diharapkan timbulnya rasa
tanggung jawab atas pemeliharaan mutu hancak dan siklus buah dalam jangka
panjang, membangun budaya kompetisi yang sehat antar mandor panen. Hancak
mandor panen terkonsentrasi pada 1-2 blok menyamping dan memanjang 2-3 blok
sesuai luas seksi panen divisi. Penentuan luas hancak mandor panen tergantung
dari jumlah tenaga kerja potong buah dan keseragaman waktu penyelesaian
hancak dengan mandoran lain. Luas hancak pemanen ditentukan berdasarkan
target output yang hendak dicapai (ton per hektar), hectare cover pemanen, serta
topografi areal. Jumlah baris atau rintis untuk hancak pemanen adalah 3-4 rintis
per pemanen dan 2-3 blok ke depan.
Dalam sistem BHS dikenal istilah KKP (kelompok kecil pemanen). KKP
terdiri dari 3-4 orang pemanen yang diharapkan dapat mengantisipasi adanya
ketidakhadiran salah satu tenaga potong buah, tenaga potong buah tidak sanggup
menyelesaikan hancak akibat adanya kecelakaan kerja atau alat panen yang rusak,
serta fluktuasi kenaikan kematangan buah yang cukup tinggi.
Pelaksanaan. Kegiatan panen dimulai dari lingkaran pagi dengan mandor
panen (mandor menghancakan pemanen dan pemberondol serta mengecek
kelengkapan alat kerja dan pelindung diri). Setelah lingkaran pagi pemanen
diikuti pemberondol segera memasuki hancak tetap masing- masing sesuai batas
hancak yang telah ditentukan. Pelepah yang menjadi penyangga buah matang
dipotong (tidak boleh sengkleh) dijaga agar tidak over pruning atau sebaliknya,
kemudian disusun pada gawangan mati. Buah diangkut dan disusun TPH (tempat
pengumpulan hasil) secara teratur (kelipatan lima) kemudian diberi nomor
38
Kapasitas kebun yang melebihi kapasitas oleh pabrik dalam satu hari atau
kerusakan di pabrik akan menyebabkan antrian buah di PKS dan hal ini akan
menghambat pengangkutan TBS shingga jam kerja alat angkut menjadi
berkurang. Jika kondisi seperti ini terjadi maka perlu adanya tambahan
transportasi untuk pengangkutan TBS agar tidak terjadi restan di kebun.
Sistem pre mi dan denda. Penetapan sistem premi harus didasarkan pada
biaya potong buah per kg TBS sesuai anggaran tahun berjalan dan sistem premi
sebelumnya. Sistem premi bertujuan untuk memberikan penghargaan pada
pekerja pada saat hasil kerja di atas standar (basis), merangsang pekerja untuk
berupaya mencapai out put di atas standart, mendorong kenaikan out put dengan
biaya yang lebih rendah, dan memupuk tanggung jawab pekerja pada tugasnya.
Penentuan standar basis borong ditetapkan dengan pertimbangan, hectare
cover dan rata-rata out put pemanen selama 7 jam/hari kerja biasa dan 5 Jam pada
hari jumat, kondisi topografi areal panen, kondisi tanaman (umur tanaman-tinggi
pokok, BJR, homogenitas tanaman, dan persentase pokok produktif), total output
(Kg/HK) dan biaya panen (Rp/kg upah dan premi panen) dalam anggaran/budget
pada tahun berjalan.
Premi pemanen terdiri atas premi siap borong dan premi lebih borong.
Premi basis borong adalah premi yang di berikan pada pemanen ketika jumlah
janjang dipotong telah melebihi dan atau sama dengan jumlah janjang yang telah
ditentukan sebagai basis borong. Premi lebih borong adalah premi yang diberikan
jika pemanen memperoleh jumlah janjang melebihi janjang basis, Besarnya premi
lebih borong dihitung berdasarkan selisih antara total perolehan janjang dengan
total janjang basis, pada setiap tahun tanamnya. Premi pemberondol hanya
diberikan berupa premi lebih borong. Premi lebih borong brondolan diberikan
pada saat perolehan berondolan minimal lebih besar dari basis brondolan. Premi
untuk supervisi dihitung berdasarkan persentase terhadap total premi
karyawannya. Premi panen di Angsana Estate disajikan pada Tabel 7.
41
Pengolahan TBS
inti sawit dari cangkangnya dengan berkurangnya daya ikat karena turunnya kadar
air. Produk sampingan (by products) dari stasiun ini berupa air kondensat yang
kemudian dialirkan ke kolam limbah.
Proses perebusan dilakukan dalam bejana tertutup rapat dan berbentuk
silinder horizontal yang dilengkapi pipa dan katup-katup pemasukan uap,
pengeluaran uap, pengeluaran kondensat, pengukuran tekanan, pintu masuk dan
keluar serta rail band. Metode dasar perebusan adalah memasak atau merebus
buah dengan uap bertekanan 2.5-2.8 kg/cm2 pada temperatur 120-130 o C. Waktu
yang dibutuhkan dalam satu kali rebusan adalah 80-90 menit. Jumlah bejana
rebusan yang terpasang di ASF sebanyak 4 unit lengkap dengan instalasi otomatis,
semi otomatis atau manual untuk pengoperasiannya.
screen berfungsi untuk menyaring kotoran seperti fibre, lumpur, dan pasir.
Kotoran yang tidak lolos saringan masuk kembali ke digester melalui conveyor
dan elevator yang terhubung. COT berfungsi untuk menampung sementara
minyak kasar sebelum dialirkan ke CST (Countinous Settling Tank) dan di COT
ini sebagian kotoran (padatan dan pasir) juga diendapkan dan dipisahkan dari
minyaknya. COT dilengkapi dengan pipa injeksi steam untuk menaikkan
temperatur minyak kasar menjadi 95o C dengan tujuan supaya memudahkan
pemisahan minyak pada proses selanjutnya.
Nut/biji akan dikirim ke ripple mill yang dilengkapi dengan batang baja
dimana pada saat rotornya berputar menggerakkan/melempar nut sehingga nut
dapat pecah. Kemudian kernel, cangkang, dan kotoran halus dari pemecahan nut
di ripple mill dikirim ke LTDS 1 dan 2 untuk dipisahkan. Pertama pemisahan
kering, yaitu dengan hisapan udara, dengan memanfaatkan perbedaan berat kernel
dengan cangkang (LTDS 1 dan2). Kedua pemisahan basah dengan hydrocyclone,
yaitu pemisahan yang didasari pada perbedaan berat jenis antara kernel dan
cangkang dengan cara pusingan dan bantuan gaya sentrifugal. Selanjutnya kernel
yang sudah siap (matang) dikirim ke bulk silo untuk siap dikirim.
48
Pengelolaan Limbah
Gambar 13. Pengangkutan JJK dari Hopper JJK di PKS dan Penumpukan
JJK di Collection Road
JJK dari PKS ditumpuk di collection road pada titik yang diberi pancang
berupa bambu di barisan gawangan mati (tiap tumpuk JJK sebanyak 6-8 ton)
kemudian diaplikasikan ke setiap titik aplikasi di dalam blok secara manual
menggunakan kereta sorong (angkong) dengan dosis 37.5 ton/ha atau (275
49
kg/titik) dan rotasi satu kali setahun. Tiap angkong mampu mengangkut 50-60 kg
JJK sehingga untuk aplikasi satu titik dibutuhkan 5-6 angkong JJK. Aplikasi JJK
dilakukan dengan teknik mulching (JJK diaplikasikan sebagai mulsa), untuk TBM
diberikan di piringan dan untuk TM di gawangan mati (antara pohon). JJK disebar
menjadi satu lapis (tidak ditumpuk) untuk menghindari perkembangan hama
kumbang tanduk (Oryctes rhinoceros).
Aplikasi JJK di ASE dikerjakan oleh pekerja harian lepas (bukan
karyawan SKU). Penggunaan tenaga kerja harian lepas dinilai lebih tepat
dibandingkan karyawan SKU karena target aplikasi JJK adalah teraplikasinya JJK
tidak lebih dari tiga hari. Tiap mandor JJK membawahi 5-7 orang pekerja. Standar
kerja aplikasi JJK yang ditetapkan oleh perusahaan adalah 5 HK/ha atau sama
dengan 27 titik/HK (dosis 37.5 ton/ha atau 275 kg/titik). Prestasi kerja karyawan
rata-rata sebanding dengan standar yang ditetapkan oleh perusahaan sedangkan
prestasi kerja penulis saat mengikuti kegiatan aplikasi JJK adalah 15 titik/HK.
Metode aplikasi JJK di ASE selain dengan teknik mulching yang
diaplikasikan di antara pokok (TM) dan piringan (TBM) juga dikenal aplikasi
dengan teknik focal feeding yaitu aplikasi JJK yang ditumpuk pada pits atau
lubang-lubang buatan. Lubang buatan untuk focal feeding dibuat di gawangan
mati dengan ukuran panjang 4 meter, lebar 1 meter, dan dalamnya 0.75 meter
secara mekanis dengan menggunakan mini excavator. Lubang dibuat tegak lurus
dengan arah baris tanaman dan tegak lurus dengan arah kemiringan lahan untuk
mengurangi laju aliran permukaan (run off). Tiap lubang mampu menampung
sekitar 2 ton JJK untuk aplikasi pertama dan akan terus berkurang untuk aplikasi
kedua dan berikutnya karena penyusutan volume lubang.
Metode focal feeding merupakan suatu pendekatan inovatif untuk
meminimalkan kehilangan unsur hara yang terkandung dalam JJK sekaligus
memaksimalkan penyerapan unsur hara oleh tanaman. Lubang yang dibuat juga
dapat digunakan untuk menangkap air dan berfungsi sebagai konservasi air hujan
untuk mencegah defisit air pada musim kemarau. Aplikasi JJK di lapangan
dengan teknik mulching dan focal feeding ditunjukkan pada Gambar 14.
50
Gambar 14. Aplikasi JJK di Lapangan dengan Teknik Mulching (A) dan
Teknik Focal Feeding (B).
bed dibuat tanggul untuk mencegah kebocoran flat bed dan 1-2 parit pengaman
untuk menampung luapan limbah dari dalam flat bed saat hujan lebat. Jumlah flat
bed per hektar adalah 150–160 flat bed. Volume dan jumlah flat bed di blok
aplikasi secara aktual lebih rendah dari yang seharusnya (aktual rata-rata 140 buah
flat bed/ha). Hal ini disebabkan oleh topografi ASE yang bergelombang yaitu
antara 20-30% dan jenis tanah oxisol yang cenderung berpasir sehingga sering
terjadi pendangkalan flat bed. Pada blok aplikasi dibuat sumur pantau untuk
pengamatan adanya dampak aplikasi terhadap kualitas air tanah.
Blok untuk aplikasi limbah cair dipilih blok yang tidak terlalu jauh dari
areal PKS (berkaitan dengan pemakaian instalasi dan kekuatan tekanan pompa),
topografi tidak terlalu datar karena pada prinsipnya aliran limbah cair
menggunakan konsep gravitasi, dan tidak terlalu banyak areal rendahan sehingga
penyebaran aplikasi dalam satu blok maksimal. Pembuatan flat bed tergantung
kepada potensi produksi yang dihasilkan setiap tahun, perencanaannya
dimaksudkan agar pembuatan flat bed dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin dan
menghindari flat bed yang tidak terisi.
Gambar 15. Aplikasi Limbah Cair: (A) Flat bed (B) Sumur Pantau
Aplikasi limbah cair dilakukan dengan mengalirkan limbah dari kolam
N0.8 di stasiun IPAL ke blok-blok aplikasi di kebun menggunakan sistem pompa
dan pipa. Pompa yang digunakan berkapasitas 70.33 ton/jam. Pipa yang
digunakan adalah pipa utama jenis PVC berdiameter 6 inch, pipa sekunder PVC
berdiameter 4 inch, dan pipa distribusi adalah pipa PVC berdiameter 2 inch.
Limbah cair yang akan diaplikasikan dipompakan melalui pipa-pipa kemudian
52
dialirkan ke flat bed. Limbah cair mengalir antar flat bed secara grafitasi melalui
pipa penghubung maupun melalui parit kecil penghubung antar flat bed. Aplikasi
limbah dilakukan dengan dosis 750 ton/ha/tahun dengan rotasi 3 (tiga) kali
setahun atau empat bulan sekali sehingga dosis tiap aplikasinya sebesar 250
ton/ha, maka untuk setiap rotasi aplikasi limbah cair pada flat bed cukup setinggi
37.5 cm dari dasar flat bed.
Aplikasi limbah cair harus disupervisi secara ketat sehingga dapat
dicegah terjadinya luapan limbah cair dari blok aplikasi ke parit/sungai. Aplikasi
tidak boleh dilakukan di saat hujan. Secara periodik dilakukan rehabilitasi atau
pengurasan lumpur yang kemudian dibuang ke kanan kiri flat bed di luar piringan.
Pekerjaan aplikasi dilakukan selama 24 jam, baik kegiatan pengaliran limbah
maupun kegiatan perawatan kolam limbah di IPAL dan flat bed di kebun.
Pengaliran limbah dihentikan jika persediaan limbah di IPAL mencapai batas
minimum akibat pabrik tidak berproduksi, terjadi kerusakan pompa atau
kebocoran pipa.
Pelaksanaan aplikasi limbah cair merupakan koordinasi antara pihak
PKS dan kebun. PKS berperan memenuhi instalasi pemasangan pompa dan pipa-
pipa serta pemeliharaannya, memelihara dan merawat serta mengatur penggunaan
pompa aplikasi sesuai jadwal aplikasi serta melakukan pengawasan terhadap
kualitas limbah. Tenaga kerja pabrik yang mengatur pembukaan pompa terdiri
dari dua orang yang terbagi menjadi dua shift, satu orang pagi sampai sore dan
satu lainnya dari sore sampai pagi lagi esok hari sehingga biaya tenaga kerja dan
lain- lain dibebankan ke pihak PKS. Pengambilan sampel air limbah untuk
pengujian kualitas air limbah dilakukan oleh petugas laboratorium (sample boy)
setiap hari untuk mengamati pH, total alkali (TA), volatile fatty acid (VFA) dan
BOD limbah yang akan diaplikasikan. Pengujian terhadap baku mutu limbah cair
oleh penguji dari instansi lain dilakukan setiap bulan.
Kebun berperan dalam pelaksanaan pendistribusian limbah cair pada
setiap flat bed sesuai jadwal aplikasi. Kegiatan aplikasi limbah cair di kebun
dilakukan oleh enam orang yang terbagi menjadi dua shift, dua orang untuk shift
pertama dari pagi sampai sore dan dua orang untuk shift kedua dari sore sampai
pagi esok hari bertugas untuk membuka dan menutup kran serta mengawasi
53
pengaliran, sedangkan dua orang lagi melakukan perawatan flat bed bertugas
membersihkan gulma dan menggali flat bed yang mengalami pendangkalan.
Kegiatan aplikasi di kebun dikoordinir oleh seorang mandor effluent yang
bertugas mengawasi pekerjaan karyawan serta mencatat lama aplikasi dan
mencatat jumlah flat bed yang teraplikasi.
Standar kerja untuk aplikasi limbah cair adalah 7 jam/HK aplikasi diluar
jam kerja dihitung sebagai lembur (pekerja pabrik) dan lebih borong (pekerja
kebun). Prestasi kerja yang diperoleh karyawan rata-rata di atas standar yang
ditetapkan sedangkan prestasi kerja penulis adalah 7 jam/HK.
Aspek Manajerial
Pendamping Mandor
Kerani panen. Kerani panen bertugas menjaga mutu TBS, menjaga mutu
brondolan, berkoordinasi dengan kerani transport dan mandor I (memberitahukan
posisi buah yang belum terangkut) serta mengisi administrasi panen. Selama
menjadi pendamping kerani panen, penulis bersama kerani panen melakukan
pengecekan mutu buah di TPH (unripe, under ripe, over ripe, empty bunch,
partenocarpy) dan melakukan penimbangan berondolan. Administrasi yang diisi
oleh kerani divisi adalah laporan potong buah (output tenaga potong buah dan
pemberondol) dan mengisi administrasi dinding (laporan potong buah yang berisi
nama pemanen dan buah mentah yang terpanen).
Kerani trans port. Kerani transport bertugas mengkoordinir pengangkutan
buah dari lapangan ke PKS dan mengkoordinir pengangkutan karyawan. Kerani
transport berkoordinasi dengan sopir untuk kesiapan unit transport dan kenek
angkut buah. Kerani panen wajib mengawasi unit yang mengangkut buah dan
menghitung buah yang diangkut serta membuat surat pengantar buah ke pabrik,
berkoordinasi dengan mandor I dan kerani panen, serta mengisi laporan harian.
Mandor pupuk. Kegiatan pemupukan merupakan pekerjaan yang paling
mahal dalam operasional kebun sehingga pelaksanaan dan pengawasan terhadap
aplikasi pupuk di lapangan harus benar-benar diperhatikan. Losses atau
kehilangan pupuk harus diusahakan sekecil mungkin. Mandor pupuk bertugas
mengkoordinir pelaksanaan pemupukan mulai dari penentuan blok yang akan
dipupuk, pengangkutan pupuk dari gudang sentral ke lapangan, mengawasi
pelaksanaan penaburan pupuk, serta membuat administrasi pemupukan.
Setelah mengikuti apel pagi dengan asisten, mandor pupuk
menginstruksikan pengangkutan pupuk ke pengecer dan operator angkutan.
Kemudian mandor mengadakan apel pagi bersama karyawan dan
menginstruksikan pekerjaan yang akan dilakukan (pupuk yang akan ditabur,
dosis, takaran, blok, dan hanca penabur), mengisi absensi karyawan, serta
mengecek kelangkapan alat kerja (bin, takaran, pisau) dan alat pelindung diri
(APD). Selama penaburan berlangsung mandor mengawasi karyawan dan
mengumpulkan goni bekas pupuk yang telah digulung oleh karyawan (10
karung/gulungan).
56
Pendamping Asisten
Jumlah limbah (baik padat maupun cair) yang di hasilkan oleh pabrik
kelapa sawit (PKS) bergantung pada kapasitas olah pabrik, rencana jam olah,
sistem pengolahan dan keadaan peralatannya (efisiensi alat). Pabrik kelapa sawit
(PKS) yang beroperasi di PT LSI (Angsana Factory/ASF) memiliki kapasitas 60
ton TBS/jam dengan rencana jam olah pabrik 20 jam per hari, mulai beroperasi
sejak tahun 2004.
Berdasarkan pengamatan selama bulan april 2011, rata-rata total TBS yang
diolah oleh ASF mencapai 887.523 ton per hari nya dan menghasilkan produksi
berupa CPO sebesar 200.326 ton/hari atau sekitar 22.6% dari TBS diolah,
59
janjangan kosong 182.36 ton/hari atau sekitar 20.57% dari TBS diolah, dan
limbah cair (POME) sebesar 571 m3 /hari atau sekitar 64.35% dari TBS diolah.
Pengelolaan limbah pabrik kelapa sawit (PKS) mengacu pada empat
pendekatan yaitu, mengurangi volume dan daya cemar limbah pada sumbernya
(reduce), mendaur ulang limbah sebagai masukan pada proses yang sama
(recycle), menggunakan kembali limbah pada proses yang berbeda (reuse), dan
mengolah limbah untuk mengambil komponen yang dapat dimanfaatkan
(recovery) (Darnoko dan L. Emingpraja, 2005).
Pengelolaan hasil samping (by products) dilakukan berlandaskan pada
komitmen untuk menjaga kelestarian lingkungan. Cangkang dan serabut (fiber)
dimanfaatkan kembali untuk bahan bakar boiler untuk pengolahan TBS di PKS,
janjangan kosong (JJK) dan limbah cair (POME) diaplikasikan sebagai pupuk
organik ke lapangan dengan metode dan dosis yang tepat sesuai dengan
rekomendasi Departemen Riset.
Janjangan kosong (JJK) adalah sisa buah tandan kelapa sawit yang berasal
dari stasiun bantingan (thresher) di (PKS). Produksi JJK cukup besar yaitu
sekitar 23 % dari tiap ton TBS yang diolah, sehingga pemanfaatan JJK ditinjau
dari segi ekonomis dinilai dapat meningkatkan profit margin perusahaan melalui
peningkatan produksi dan dari segi efektifitas penting untuk menjaga
kebersihan/kelestarian lingkungan dan kelancaran proses pengolahan di PKS.
Dekomposisi JJK akan menghasilkan hara N, P, K, Mg dan hara mikro
serta mampu memperbaikai sifat fisika dan kimia tanah yaitu melalui perbaikan
struktur tanah, meningkatkan retensi air tanah, meningkatkan kapasitas tukar
kation tanah (KTK) dan lain- lain. Aplikasi JJK ke tanah bukan saja dapat
memenuhi kebutuhan hara tanaman dalam jangka pendek, tetapi dalam jangka
panjang akan meningkatkan kesuburan tanah sehingga meningkatkan
produktivitas tanah. Selain itu, aplikasi JJK juga bermanfaat sebagai mulsa utnuk
meminimalkan erosi pada areal lerang serta dapat menekan pertumbuhan gulma.
Aplikasi JJK ke areal pertanaman dilakukan sedemikian rupa sehingga
manfaatnya sebagai pupuk organik dapat maksimal serta biaya aplikasi tidak
60
terlalu mahal. JJK yang diaplikasikan adalah JJK segar yang diangkut langsung
dari PKS dan segera di ecer (diaplikasi). JJK yang sudah lama menumpuk di
lapangan sebelum diecer (lebih dari 1 minggu) akan kehilangan banyak hara
terutama Kalium (hilang tercuci) dan manfaatnya sebagai bahan pupuk akan jauh
berkurang. Di ASE aplikasi JJK yang telah ditumpuk di collection road rata-rata
tidak lebih dari satu minggu meskipun ASE sendiri telah menetapkan JJK yang
dari PKS tidak boleh ditumpuk lebih dari tiga hari.
Aplikasi JJK ke lapangan sebagai alternatif pengelolaan limbah yang
ekonomis dan efektif sekaligus sebagai bahan pengganti pupuk telah rutin
dilakukan di perkebunan-perkebunan di Indonesia. Namun di Minamas Plantation
khususnya di ASE, aplikasi JJK ke lapangan masih bersifat sebagai suplemen
untuk meningkatkan produktivitas tanah saja, secara luas belum sebagai substitusi
pupuk anorganik.
Dari total JJK yang dihasilkan ASF, hanya 45% saja yang diaplikasikan ke
ASE, sisanya dikirim ke kebun-kebun tetangga (GSE, PBE, dan MTE).
Berdasarkan perkiraan produksi total JJK sebesar 54 708.576 ton/tahun (dihitung
dari produksi JJK bulan April 2011 sebesar 4 559.048 ton), maka jumlah JJK
yang diterima ASE sebesar 24 618.859 ton/tahun sehingga total luas lahan yang
dapat diaplikasi JJK adalah sebesar 656.502 ha/tahun (dosis 37.5 ton/ha dengan
rotasi satu kali setahun) atau hanya sekitar 1/6 dari total luas plant area ASE
(3047.56 ha).
Organisasi pekerjaan aplikasi JJK harus efisien karena biayanya cukup
mahal. Prestasi kerja aplikasi JJK di lapangan sekitar 5 HK/ha/rotasi (dosis
aplikasi 37.5 ton JJK/ha atau 275 kg JJK/titik) dengan kisaran upah per HK Rp
48 600.00 (per titik Rp 1 800.00) sehingga biaya tenaga kerja aplikasi per hektar
untuk satu kali rotasi sebesar Rp 243 000.00.
Organisasi pengangkutan JJK di ASE diatur sedmikian rupa dan
merupakan koordinasi antara pihak kebun dan PKS. Manajer kebun berkoordinasi
dengan manajer pabrik dalam hal jumlah JJK yang dapat diangkut (45% dari total
produksi JJK dikirim ke ASE). Senior asisten bertanggung jawab dalam hal
penyediaan alat transportasi dan berkoordinasi dengan asisten divisi untuk
peletakan JJK di blok aplikasi. Mandor JJK mengkoordinir pengaplikasian JJK di
61
Baku mutu limbah cair yang diambil dari kolam aplikasi (kolam No.8) di
PKS Angsana (ASF) pada pengamatan bulan Februari 2011dapat dilihat pada
Tabel 10.
Titik Sampel
Parameter Satuan
Land Aplication Kolam no.8
pH 7.4 7.62
BOD mg/L 825 525
COD mg/L 1749.9 1199.2
Amoniak mg/L 109.5 86.75
TSS mg/L 721 439
Minyak/Lemak mg/L 32 17
N-Total mg/L 225.85 144.37
Kadmium (Cd) mg/L <0.001 <0.001
Tembaga (Cu) mg/L <0.001 <0.001
Timbal (Pb) mg/L <0.001 <0.001
Seng (Zn) mg/L 0.163 0.121
Su mber: Angsana Factory (2011): Hasil analisa sampel di Lab. Pengujian Ko moditi dan
Lingkungan Baristand Banjarbaru, Februari 2011
Kolam yang terpasang pada stasiun IPAL di ASF terdiri dari 8 kolam.
Desain kolam limbah masing- masing dibuat dengan volume limbah maksimal,
masa retensi, dan aspek-aspek keamanan. Kapasitas tiap kolam dihitung 60% dari
ukuran total kolam, yang berarti kolam tidak terisi penuh (hanya terisi 60%).
Masa retensi (masa penahanan) limbah sampai siap liaplikasikan berkisar antara
89–147 hari. Selain itu untuk menjaga keamanan, dibuat juga satu kolam safety
(safety pound) untuk menahan limpahan atau rembesan air limbah dari kolam-
kolam limbah sehingga tidak mencemari perairan bebas. Adapun spesifikasi
kolam limbah di IPAL ASF dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 12. Luas Lahan dan Blok Aplikasi Limbah Cair PT LSI
Luas Total Luas Aplikasi Pokok Teraplikasi Jumlah Flat Bed
Blok
(ha) (ha) (pokok) (buah)
B21 31 19.6 2 319 2 640
B20 30 23.0 2 988 3 380
B19 31 23.5 3 072 3 510
B18 30 21.5 2 863 3 210
C21 30 21.5 2 831 3 210
C20 30 20.5 2 729 3 030
C19 31 20.9 2 796 3 135
C18 30 19.5 2 255 2 580
C17 34 18.0 2 176 2 400
D21 29 24.0 3 204 3 600
D20 29 21.7 2 926 3 255
D19 30 24.5 3 259 3 680
D18 31 18.0 2 073 2 400
D17 33 15.7 1 904 2 100
Total 429 291 37 395 42 130
Sumber: Kantor Besar ASE (2011)
Analisis dampak aplikasi limbah terhadap status hara pada daun dilakukan
dengan membandingkan hasil analisa daun antara lahan yang mendapat aplikasi
dengan lahan yang tidak mendapat aplikasi (kontrol) masing- masing diambil 3
(tiga) blok sebagai ulangan. Parameter yang dibandingkan antara lain adalah
unsur N, P, K, Mg, dan Ca yang masing- masing dinyatakan dalam % on dry
matter. Hasil analisa daun pada lahan aplikasi dan lahan kontrol untuk aplikasi
effluent dan janjangan kosong disajikan pada Tabel 13 dan 14.
Tabel 13. Hasil Analisa Daun pada Blok Aplikasi JJK dan Blok Kontrol
N 2.7233 a 2.9400 a
P 0.1683 a 0.1760 a
K 1.1633 a 0.9873 b
Mg 0.2357 a 0.2457 a
Ca 0.5420 a 0.5860 a
Sumber: Minamas Research Centre (2009)
Keterangan: Angka pada baris yang sama dan diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil tidak
berbeda nyata berdasarkan uji t-student pada taraf nyata 5%.
67
Tabel 14. Hasil Analisa Daun pada Blok Aplikasi Limbah Cair dan
Blok Kontrol
diaplikasikan secara maksimal (full blok) dan tidak merata sepanjang tahun.
Sebagai contoh pada Blok C24, aplikasi JJK tidak dilakukan pada tahun
2006/2007, pada tahun 2007/2008 luas yang diaplikasi JJK seluas 29.59 ha dari
luas blok 31 ha tetapi di tahun 2008/2009 pada blok yang sama luas yang
diaplikasi JJK berkurang menjadi 10.90 ha. Aplikasi yang tidak maksimal ini
disebabkan karena kontur lahan yang tidak datar dan sarana dalam blok yang
kurang memadai (seperti titi panen dan pasar rintis) sehingga menyulitkan aplikasi
yang dilakukan secara manual.
limbah cair. Perbandingan antara partikel penyusun tanah (pasir, debu, dan liat)
pada lahan kontrol, lahan aplikasi, dan dalam flat bed relatif sama (Tabel 17).
Tabel 17. Tekstur Tanah pada Lahan Kontrol (LK), Lahan Aplikasi (LA),
dan Dalam Flat bed (DF).
Kedalaman (cm)
Perlakuan Tekstur
0-20 20-40 40-60 60-80 80-100 100-120
Tabel 18. Bobot per Volume (B/V), Porositas, dan Permeabilitas Tanah
di Lahan Kontrol (LK), Lahan Aplikasi (LA), dan Dalam
Flat bed (DF).
Kedalaman (cm)
LK LA DF LK LA DF
Nilai bobot per volume B/V tanah pada lahan aplikasi dan dalam flat bed
lebih tinggi dibandingkan pada lahan kontrol (Tabel 18). Hal ini menunjukkan
bahwa penambahan aplikasi limbah cair meningkatkan bobot per volume tanah,
yang berarti kemampuan tanah untuk menahan air dan unsur hara menjadi lebih
baik. Porositas tanah di lahan lahan aplikasi dan dalam flat bed lebih rendah
dibandingkan di lahan kontrol. Hal ini berarti aplikasi limbah cair dapat
menurunkan porositas tanah sehingga kemapuan tanah untuk menahan air dan
unsur hara menjadi lebih baik. Permeabilitas tanah di lahan aplikasi, kontrol, dan
flat bed tergolong sedang tetapi permeabilitas tanah di dalam flat bed lebih rendah
dibandingkan pada lahan kontrol dan lahan aplikasi. Hal ini menunjukkan bahwa
kondisi tanah di dalam flat bed sudah jenuh air akibat penambahan limbah cair.
Sampel tanah untuk menentukan sifat kimia tanah diambil pada kedalaman
0-20 cm, 20-40 cm, 40-60 cm, 60-80 cm, 80-100 cm, dan 100-120 cm.
Pengambilan sampel tanah dilakukan pada tiga lokasi yaitu di lahan kontrol, lahan
aplikasi (satu meter dari pinggir flat bed), dan dalam flat bed (Tabel 19).
Reaksi tanah (pH tanah). Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman
atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan nilai pH. Nilai pH penting sebagai
indikasi ketersediaan dan penyerapan unsur hara oleh tanaman (mudah tidaknya
unsur hara diserap oleh tanaman), menunjukkan adanya unsur- unsur yang dapat
74
Tabel 19. Sifat Kimia Tanah pada Berbagai Kedalaman di Lahan Kontrol
(LK), Lahan Aplikasi (LA), dan Dalam Flat bed (DF).
P2O5 Ca- Mg- Na- Al-
Kode pH C N
bray dd dd dd K-dd dd KTK
Sampel
(H2O) _%_ Ppm _me/100g_
LK
0-20 4.47)1 4.35)4 0.55)4 8.62)1 0.2)1 0.1)1 0.77)4 0.76)4 0)1 13.83)2
)1
20-40 4.4 3.25)4 0.51)4 15.81)2 0.1)1 0.1)1 0.73)4 0.58)3 1.18)1 11.95)2
40-60 4.39)1 3.82)4 0.56)4 15.09)2 0.42)1 0.11)1 0.47)3 0.51)3 0.26)1 13.62)2
60-80 4.77)1 3.67)4 0.4)3 11.81)2 0.21)1 0.21)1 0.51)3 0.4)3 0.82)1 19.03)3
80-100 4.29)1 3.97)4 0.47)3 5.93)1 0.11)1 0.11)1 0.48)3 0.48)3 0)1 17.8)3
100-120 4.36)1 3.45)4 0.4)3 15.21)2 0.11)1 0.11)1 0.56)3 0.56)3 1.9)1 20)3
LA
0-20 4.9)1 5.38)5 0.58)4 14.74)2 1.35)1 0.1)1 0.91)4 0.85)4 0.36)1 20.68)3
20-40 4.48)1 3.95)4 0.54)4 11.58)2 0.1)1 0.2)1 0.68)3 0.52)3 0.91)1 23.31)3
40-60 4.54)1 3.33)4 0.59)4 14.67)2 0.21)1 0.21)1 1.09)5 1.28)5 2.57)1 35.36)4
60-80 4.58)1 3.31)4 0.37)3 5.84)1 0.21)1 0.21)1 0.65)3 0.51)3 3.66)1 20.5)3
80-100 4.53)1 3.54)4 0.51)4 5.74)1 0.52)1 0.52)2 0.46)3 0.47)3 2.46)1 23.38)3
100-120 4.54)1 3.64)4 0.46)3 8.85)1 0.11)1 0.11)1 0.51)3 0.54)3 1.4)1 18.59)3
DF
0-20 6.59)3 5.05)5 0.49)3 20.75)3 1.33)1 0.21)1 2.56)5 0.42)3 0)1 29.85)4
20-40 5.01)1 3.73)4 0.64)3 18.73)3 0.93)1 0.1)1 1.91)5 2.18)5 0)1 17.45)3
40-60 4.5)1 3.79)4 0.47)3 21.09)3 0.73)1 0.42)2 1.74)5 2.09)5 2.24)1 22.53)3
60-80 4.87)1 3.62)4 0.42)3 11.85)2 1.05)1 0.84)2 2.29)5 2.17)5 0.16)1 41.76)5
80-100 4.82)1 3.78)4 0.4)3 11.88)2 0.52)1 1.26)3 2.06)5 0.56)3 0)1 21.12)3
100-120 4.53)1 3.84)4 0.56)4 8.82)1 0.52)1 0.1)1 1.1)5 1.05)5 1.75)1 18.35)3
Sumber: Kantor Besar ASE (2011); Hasil analisa tanah di Lab. PPLH Lembaga Penelit ian
Universitas Lambung Mangkurat, September 2010
Keterangan: )1sangat rendah; )2 rendah; )3sedang; )4 tinggi; )5sangat tinggi berdasarkan kriteria sifat-
sifat kimia tanah (Hardjowigeno & Wid iat maka, 2001)
75
Kandungan logam berat (Cu, Pb, Cd, dan Zn) pada lahan kontrol terlihat
lebih tinggi dibandingkan pada lahan aplikasi dan dalam flat bed untuk setiap
kedalaman. Hal ini disebabkan karena di lahan aplikasi dan dalam flat bed terjadi
ikatan kompleks organik yang membentuk khelat, yaitu ikatan antara kation
logam dengan bahan organik dalam struktur cincin (Hardjowigeno, 2003). Ikatan
ini menyebabkan kation-kation logam tersebut terlindungi oleh bahan organik dan
dalam reaksi kimia tidak berfungsi lagi sebagai kation, sehingga ketersediaannya
pada lahan aplikasi dan dalam flat bed menjadi lebih rendah dibandingkan dengan
di lahan kontrol (Tabel 20).
77
Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang
banyak sehingga perlu dilindungi agar dapat tetap bermanfaat bagi hidup dan
kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya. Air yang kualitasnya buruk
(tercemar) akan memperngaruhi kondisi kesehatan dan keselamatan manusia serta
kehidupan makhluk hidup lainnya. Air limbah dari pengolahan TBS di PKS yang
dimanfaatkan untuk pupuk organik dengan cara aplikasi pada tanah (land
application) dapat menyebabkan terjadinya pencemaran air sehingga perlu
dilakukan pemantauan secara berkala terhadap kualitas air di lingkungan sekitar
pabrik dan area sekitar pemanfaatan limbah cair. Pemantaun kualitas air bertujuan
untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh atau dampak aplikasi limbah cair
terhadap kualitas air.
Pemantauan kualitas air untuk menganalisa dampak aplikasi limbah cair
terhadap kualitas air dilakukan dengan mengambil sampel air pada beberapa titik
yaitu sumur pantau I dan II pada lahan aplikasi, sumur penduduk (perumahan
karyawan divisi III ASE) dan air sungai (hulu dan hilir) kemudian
membandingkan baku mutunya dengan baku mutu standar (kadar maksimum)
yang ditetapkan pemerintah (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82
tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air).
Dalam PP No. 82 tahun 2001 pada pasal 8 disebutkan klasifikasi dan
kriteria mutu air menjadi empat kelas yaitu: kelas satu, air yang peruntukannya
dapat digunakan untuk air minum atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan
baku mutu air yang sama; kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan
untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan,
pengairan tanaman atau peruntukan lain yang mempersyaratkan baku mutu air
yang sama; kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, pengairan tanaman atau peruntukkan
lain yang mempersyaratkan baku mutu air yang sama; kelas empat, air yang
peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukkan
lain yang mempersyaratkan baku mutu air yang sama.
78
Penilaian kualitas air tanah dangkal dilakukan pada sumur pantau I (blok
B21), sumur pantau II (blok B22), dan sumur penduduk (perumahan karyawan
divisi III ASE) kemudian dibandingkan dengan baku mutu air kelas satu
berdasarkan PP No. 82 tahun 2001. Karakteristik kimia air tanah dangkal (SPI,
SPII, dan sumur penduduk) disajikan pada Tabel 21.
Kandungan BOD dan COD pada sumur pantau I dan II serta sumur
penduduk melebihi baku mutu (kadar maksimum) air yang dipersyaratkan.
Artinya air sumur penduduk yang digunakan sebagai sampel berdasarkan baku
mutu air kelas satu peruntukannya tidak cocok digunakan untuk air minum. Hal
ini dapat disebabkan oleh adanya rembesan air limbah dari dalam flat bed pada
saat terjadi hujan.
79
Tabel 22. Karakteristik Kimia Air Permukaan (Hulu dan Hilir Sungai)
Berdasarkan hasil analisa, baku mutu air sungai hulu maupun hilir sungai
menunjukkan baku mutu yang relatif sama serta tidak melebihi baku mutu (kadar
maksimum) yang dipersyaratkan dalam PP No. 82 Tahun 2001 untuk golongan air
kelas empat (Tabel 22). Artinya aplikasi limbah cair tidak berdampak negatif bagi
air permukaan (air sungai) jika peruntukannya sesuai dengan golongan air kelas
empat. Hal ini menunjukkan bahwa penagawasan terhadap kemungkinan
rembesan dan atau limpahan air limbah baik dari kolam limbah di sataiun IPAL
maupun dari dalam flat bed di lahan aplikasi mengalir ke sungai sudah dilakukan
dengan baik dan harus tetap dipertahankan.
80
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Balai Riset dan Standardisasi Industri. 2011. Laporan Hasil Uji (LHU). Balai
Riset dan Standardisasi Industri, Badan Penelitian dan Pengembangan
Industri, Departemen Perindustrian RI. Banjarbaru. 2 hal.
Departemen Riset, Minamas Plantation. 2006. Laporan Akhir Survei Tanah Semi
Detil di Kebun Angsana PT Ladangrumpun Suburabadi. Departemen
Riset, Minamas Plantation. Teluk Siak. 23 hal.
Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Presindo. Jakarta. 286 hal.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai KHL
85
22 03-07-11 Panen (Potong Buah) 1 ha/HK 6 ha/HK 5 ha/HK A29-31 A. Isa Almasih Egrek
Lampiran 1. (Lanjutan)
86
Lampiran 2. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Pendamping Mandor
87
Lampiran 2. (Lanjutan)
88
42 30-04-2011 Mandor Kastrasi 10 30 7 A033 A. Isa Almasih
Lampiran 3. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Pendamping Asisten
89
Lampiran 3. (Lanjutan)
90
44 13-06-2011 Persiapan pulang - - - - -
91
92
Lampiran 6. Satuan Peta Lahan (SPL) di ASE
93
Lampiran 7. Peta Luas Areal dan Tata Guna Lahan ASE
94
Lampiran 8. Data Produksi dan Produktivitas ASE 5 Tahun Terakhir (2005/2006 - 2009/2010)
95
Lampiran 9. Struktur Organisasi ASE
ANGSANA ESTATE 02
EST. MANAGER
Staf = 1
KEPALA SEKSI
(KASI)
Staf = 1
KEPALA - Tukang : 3 MANDOR MANTRI MANTRI MANTRI MANTRI KANTOR KEPALA KEPALA
BANGUNAN - Pandai Besi : 0 SEMPROT HAMA SENSUS BUAH TANAMAN BESAR POLIKLINIK KEAMANAN
SKU-B = 1 - Tukang Titi : 0 SKU - B = 2 SKU-B = 1 SKU-B 0 SKU-B = 1 SKU-B = 0 SKU-B = 23 SKU-B = 0 SKU-B = 0 0
SKU-H = 0 - Panen/Beton : 0 SKU-H = 19 SKU-H = 0 SKU-H = 0 0
- Pembukuan : 1 - Perawat : 1
KEPALA - Mekanik : Sku-B = 0 MANDOR I - Mandor Panen = 7 - Kasir : 1 - Kerani : 1
BENGKEL : Sku-H = 1 - Mandor Perawatan = Sku-B = 12 - Personalia : 0 - Sopir : 0
SKU-B = 1 - Tk. Las/Ban : Sku-H = 0 SKU-B = 3 Sku-H =4 - Pembelian : 1 - Amblnce : 1
SKU-H = 0 Instalasi : Sku-B = 1 - Pay-roll : 1
Listrik/Air : Sku-H = 0 - Adm. Tnmn : 1
MANDOR - Supir : Sku-B = 5 KERANI - Opr. Komp. : 1
TRAKSI : Sku-H = 3 AFDELING - Opr. Ratel : 0
SKU-B = 1 - Opr. Ford : 3 SKU-B = 2 - Opr.Foto Copy : 0
SKU-H = 0 - Opr. Al. Brt. : 3 SKU-H = 0 - Tukang kebun : 0
- Opr. List./Air : 3 - Pemb. Mess : 4
- Opr. Pompa Ai : 2 MANDOR
KERANI EMPL DAN GRADING BIBITAN 89 KEPALA - Kerani : 1
TRAKSI SKU-B = 0 GUDANG - Pembantu : 0
SKU-B = 1 SKU-B = 2 SKU-H = 0 SKU - B = 1 Gudang
SKU-H = 0 SKU-H = 11 SKU - H = 0
I. Luas Areal Total Afdeling II.A. KARYAWAN Jumlah II.B. KARYAWAN Jumlah Ratio /
Yang Diusahakan I II III STAF NON STAF Ha
TM 2,829 931 826 1,073 1. Est.Manager 1 1. SKU-B Kantor 26 0.0080
TBM 219 219 0 0 2. Senior Asisten 1 2. SKU-B Traksi 32 0.0098
TB 0 0 0 0 3. Asisten 2 3. SKU-B Afdeling 31 0.0095
LC 0 0 0 0 4. Staf QA 0 4. SKU-B Bibitan 0 0.0000
Bibitan 0 0 0 0 5. Kasi 1 5. SKU- Harian 377 0.1160
Prasarana 122 52 33 36 6. Ast EMS 1
Pabrik 35 7 0 27 7. Dokter 1
Lain - Lain 46 46 0 0
Total Areal 3,250 1,255 859 1,136 Total 7 Total 466 0.1434
96
Model : 97 / EST / 021
Lampiran 10. Peta Seksi Panen (Potong Buah) ASE
97
Lampiran 11. Denah Kolam Limbah di Stasiun IPAL ASF
98