Sunteți pe pagina 1din 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi yang menyerang

paru-paru yang secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan

menimbulkan nekrosi jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat

menular dari penderita kepada orang lain. (Manurung, dkk, 2017). Penyakit

yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yakni kuman aerob yang

dapat hidup terutama diparu atau diberbagai organ tubuh yang lainnya yang

mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi. Kuman ini juga mempunyai

kandungan lemak adalah yang tinggi pada membrane selnya sehingga

menyebabkan bakteri ini menjadi tahan terhadap asam dan pertumbuhan dari

kumannya berlangsung dengan lambat. Bakteri ini tidak tahan terhadap

ultraviolet, karena itu penularannya terutama terjadi pada malam hari (Rab,

2010).

Menurut WHO penyakit tuberkulosis menduduki peringkat di atas

HIV/AIDS. Pada tahun 2016 diperkirakan terdapat 10,4 juta kasus baru

tuberkulosis atau 142 kasus/100.000 populasi, dengan 480.000 kasus

multidrug-resistant. Indonesia merupakan sebanyak 1,3 juta kematian

ditambahkan 374.000 kematian akibat tuberkulosis pada orang dengan HIV

positif. Meskipun jumlah kematian akibat tuberkulosis menurun dari 1,7 juta

menjadi 1,3 juta antara tahun 2000 dan 2015, tuberkulosis tetap menjadi 9

penyebab kematian tertinggi di dunia pada tahun 2016 (WHO, Global

Tuberkulosis Report, 2017).

1
2

Berdasarkan Kementerian Kesehatan RI (2016) Prevalensi TB Paru

menurut kelompok umur 25-34 (19,61%) laki-laki dan perempuan umur 35-34

(19,12%) umur 45-54 (19,82%). Riset Kesehatan Dasar (2013) prevalensi TB

Paru yang pernah didiagnosis, Indonesia 0,4% prevalensi tertinggi di Jawa

Barat 0,7% daerah Papua diikuti DKI Jakarta 0,6% daerah Gorontalo 0,5%

daerah Aceh diikuti Bangka Belitung diikuti Nusa Tenggara Timur 0,3% daerah

Maluku Utara diikuti Sulawesi Tenggara diikuti Sulawesi Tengah diikuti

Kalimantan Timur diikuti Kalimantan Barat diikuti Jawa Timur diikut Kepulauan

Riau diikuti Bengkulu diikuti Sumatera Selatan diikuti jambi diikuti Sumatera

Barat dan Sumatera Utara 0,2% daerah Bali diikuti Lampung diikuti Riau 0,1%.

Kasus di Provinsi Jawa Barat menduduki rangking pertama jumlah

terbesar penderita TB. Untuk itu, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, tahun 2010

menargetkan dapat menanggulangi penyakit TB dan menempatkan penyakit

tersebut sebagai program unggulan Dinas Kesehatan Jawa Barat.

TB Paru disebabkan karena seseorang menghirup basil

Mycobacterium Tuberculosis dimana setelah itu terjadi peradangan dan

menumpuknya eksudat di dalam alveoli, lalu tubuh tidak mampu untuk

memobilisasi sekresi sehingga menimbulkan penumpukan sekret. Normalnya

sekret pada saluran pernapasan dapat dikeluarkan dengan perubahan posisi

serta dengan batuk. Pada kondisi imobilisasi, sekret terkumpul pada jalan

napas akibat gravitasi sehingga mengganggu proses difusi oksigen dan

karbondioksida di alveoli. Upaya batuk untuk mengeluarkan sekret juga

terhambat karena melemahnya tonus otot-otot pernapasan (Mubarak, 2007).

Ketidakmampuan pasien dalam mengeluarkan dahak dapat menyebabkan


3

ketidakefektifan bersihan jalan nafas sehingga pasien menjadi sesak napas

yang ditandai dengan peningkatan frekuensi napas.

Ketidakefektifan bersihan jalan napas ialah ketidakmampuan untuk

membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernapasan untuk

mempertahankan kebersihan jalan napas yang ditandai dengan adanya suara

napas tambahan, perubahan frekuensi napas, perubahan irama napas, dan

sputum dalam jumlah berlebihan. Beberapa teknik yang dapat dilakukan dalam

mengatasi ketidakefektifan bersihan jalan nafas yaitu fisioterapi dada, batuk

efektif, latihan nafas dalam, inhalasi mekanik dan obat bronkodilator (Somantri,

2009). Salah satu teknik sederhana yang dapat di aplikasikan di pelayananan

kesehatan maupun di rumah ialah fisioterapi dada.

Fisioterapi dada merupakan kumpulan teknik atau tindakan

pengeluaran sputum yang digunakan, baik secara mandiri maupun kombinasi

agar tidak terjadi penumpukan sputum yang mengakibatkan tersumbatnya

jalan nafas dan komplikasi penyakit lain sehingga menurunkan fungsi ventilasi

paru-paru, dengan cara membuang sekresi bronkial, memperbaiki ventilasi,

dan meningkatkan efisiensi otot-otot pernapasan. Teknik ini terdiri dari teknik

kombinasi untuk memobilisasi sekresi pulmonary ini yaitu drainage postural,

perkusi dada, dan vibrasi (Hidayati dkk, (2014, dalam Aryayuni, 2015) Potter

dan Perry, 2006, Muttaqin, 2008).

Fisioterapi dada yang digunakan dalam peneltian ini yaitu dengan

teknik drainage postural, perkusi dada, dan vibrasi karena lebih mudah dan

efektif dilakukan di ruang perawatan maupun di rumah untuk mencegah

terjadinya sumbatan jalan napas. Teknik tersebut bertujuan untuk membantu

mengeluarkan sputum sehingga klien dapat bernapas dengan bebas dan


4

tubuh mendapatkan oksigen yang cukup ditandai dengan frekuensi napas

normal. Mencegah pasien mengalami sesak akibat TB Paru yang jika tidak

ditangani dengan tepat akan berakibat kematian.

Teknik fisioterapi dada berhasil dalam pengeluaran sputum pada

pasien dengan gangguan penyakit pernapasan seperti yang sudah dilakukan

dalam penelitian Marlina Lumbantoruan dkk (2019) menunjukan bahwa ada

pengaruh yang bermakna antara pemberian intervensi fisioterapi dada

terhadap frekuensi pernafasan pada pasien TB paru. Fisioterapi dada yang

menggunakan teknik postural drainase, vibrasi dan perkusi sangat berguna

dan bermanfaat untuk mengatasi gangguan bersihan jalan nafas terutama

pada anak yang belum dapat melakukan batuk efektif secara sempurna. Pada

anak yang mengalami gangguan bersihan jalan napas terjadi penumpukan

sekret sehingga anak menjadi sesak yang ditandai dengan frekeunsi napas

cepat. Dengan adanya ketiga teknik fisioterapi dada tersebut mempermudah

pengeluaran sekret dan memperbaiki ventilasi pada klien sehingga frekuensi

napas klien menjadi normal.

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan peneliti di ruang D3 diperoleh

data bawah penderita TB paru sebanyak 7 orang 4 orang di ruang 12 (isolasi

pria) dan 3 orang di ruang 11 (isolasi wanita). Selain itu, peneliti melakukan

wawancara kepada 7 orang pasien dengan TB paru. 4 orang pasien mengeluh

sering sesak nafas, batuk, kelelahan biasa terjadi pada malam hari dan saat

melakukan aktivitas. Pasien yang mengeluh sesak nafas berusaha mengubah

posisi tidur yang nyaman agar tidak sesak nafas. Berdasarkan hal tersebut

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh fisioterapi dada

terhadap frekuensi pernafasan pasien TB paru di RSUD Cibabat.


5

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang pengaruh fisioterapi dada terhadap frekuensi nafas pada

pasien TB Paru di Ruang D3 RSUD Cibabat.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas maka

dapat dirumuskan masalahnya dalam penelitian ini adalah “Adakah pengaruh

fisioterapi dada terhadap frekuensi nafas pada pasien TB Paru di Ruang D3

RSUD Cibabat?”.

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh fisioterapi dada terhadap frekuensi nafas pada

pasien TB Paru di Ruang D3 RSUD Cibabat.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui frekuensi nafas sebelum diberikan fisioterapi dada

pada pasien TB Paru di Ruang D3 RSUD Cibabat.

b. Untuk mengetahui frekuensi nafas setelah diberikan fisioterapi dada

pada pasien TB Paru di Ruang D3 RSUD Cibabat.

c. Untuk mengetahui pengaruh frekuensi nafas pada pasien TB Paru di

Ruang D3 RSUD Cibabat.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk pengembangan ilmu

keperawatan khususnya intervensi keperawatan mengenai

fisioteraoi dada dalam lingkup keperawatan untuk menurunkan

frekuensi nafas pada pasien TBC di RSUD Cibabat.


6

b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi ilmiah di

bidang keperawatan dalam intervensi keperawatan mengenai

penanganan hipertensi non farmakologis.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Perawat

Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan kepada profesi

perawat untuk melaksanakan dan meningkatkan peran mandirinya

dalam upaya mengatasi TB Paru.

b. Bagi institusi pendidikan keperawatan

Hasil penelitian ini dimaksudkan untuk menambah literatur atau

referensi yang berkaitan dengan intervensi keperawatan yang

dapat secara mandiri diberikan oleh perawat khususnya untuk

menangani TB Paru.

c. Bagi peneliti dan peneliti lainnya

Penelitian ini merupakan kesempatan untuk memperoleh dan

menerapkan ilmu yang didapatkan selama perkuliahan, menambah

informasi, referensi dan dasar melakukan penelitian selanjutnya.

d. Bagi Ruang D3 RSUD Cibabat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan

sebagai bukti nyata akan efek fisioterapi dada terhadap penurunan

frekuensi nafas sehingga dapat dijadikan sebagai suatu SOP untuk

menurunkan frekuensi nafas pada pasien TB Paru.


7

e. Bagi Pasien

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada

lansia dengan hipertensi tentang pengaruh fisioterapi dada

terhadap penurunan frekuensi nafas pada pasien TB Paru.

S-ar putea să vă placă și