Sunteți pe pagina 1din 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Corynebacterium diphtheria merupakan bakteri yang menginfeksi saluran pernapasan,
terutama bagian tonsil, nasofaring ( bagian antara hidung dan faring/ tenggorokan ) dan laring.
Infeksi yang dihasilkan oleh bakteri ini disebut difteri, merupakan salah satu penyakit toksik akut
yang sangat menular (cobtagious disease). Difteri dapat menular melalui beberapa hal seperti
kontak hubungan dekat, melalui udara yang tercemar oleh penderita yang akan sembuh, serta
melalui batuk dan bersin dari penderita. Kebanyakan anak yang mengalami difteri adalah anak-
anak yang berusia di bawah 15 tahun dengan usia rentan 2-10 tahun, dan dalam beberapa
kejadian kasus difteri berakibat fatal hingga menimbulkan kematian (Alfina & Isfandiari, 2015:
Rusmil, Chairulfatah, Fadlyana, & Dhamayanti, 2011).
Data WHO tahun 2012 menunjukkan bahwa pada tahun 2011 Indonesia merupakan Negara
tertinggi kedua setelah india yaitu 806 kasus. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun 2010
dimana Indonesia juga merupakan Negara tertinggi kedua dengan kasus difteri yaitu 385 kasus.
Pada tahun 2009 sebanyak 189 kasus, dan 219 kasus pada tahun 2008.
Data kementrian kesehatan tahun 2017 menunjukkan, ada 11 provinsi yang melaporkan
terjadinya kejadian luar biasa (KLB) difteri periode oktober dan November 2017 yakni Sumatra
Barat, Jawa Tengah, Aceh, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Riau,
Banten, DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Puluhan anak meninggal sepanjang 2017.
Sebanyak 116 kasus difteri telah terjadi di Jawa Barat hingga 3 Desember 2017 ini,
dengan jumlah kasus kematian sebanyak 13 kasus. Dengan jumlah tersebut, sebenarnya sudah
lebih dari sebagai kejadian luar biasa (KLB) karena menurut pedoman epidemilog Kementrian
Kesehatan RI tahun 2017, satu kasus difteri positif sudah dinyatakan sebagai KLB.
Kepala Seksi Surveilan dan Pencegahan Penyakit Dinas Kesehatan Jawa Barat dr Yus Ruseno
mengatakan, penyebaran kasus difteri di Jabar saat ini sudah menerpa 18 kota dan kabupaten.
Purwakarta merupakan wilayah dengan kasus difteri tertinggi di Jabar yaitu dengan 21 kasus
selama 2017 ini dengan satu kasus kematian. Selain itu, di antaranya Kabupaten Karawang pun
terdapat 13 kasus difteri, Kota Depok dan Kota Bekasi masing-maisng 12 kasus, Garut 11 kasus,

1
dan Kota Bandung 7 kasus. Dibanding kasus tahun lalu, tahun ini hingga 3 Desember jelas alami
penurunan karena tahun lalu ada 121 kasus, sedangkan sekarang 116 kasus dan diharapkan tidak
ada lagi tambahan,"
Dalam jumlah kasus tersebut kebanyakan kasus klinis (probable) atau belum positif difteri.
Namun tetap saja penangananya sama dengan yang sudah positif karena gejalanya muncul.
Sementara yang sudah konfirmasi atau positif sudah disertai dengan pemeriksaan laboratoirum
yang menyatakan positif difteri.
Provinsi Jawa Barat ditetapkan sebagai salah satu provinsi dengan kejadian luar biasa (KLB)
difteri pada 2017. Salah satunya, Kabupaten Cirebon yang mencatat lima kasus difteri dan
menyebabkan satu orang meninggal. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon Mengatakan
bahwa kejadian yang Meninggal pada bulan Juni Tahun 2017 ada empat Wilayah yang
Warganya terkena Difteri, yaitu Kecamatan Astanajapura, Sindanglaut, Pangenan dan
Waruroyom. Sedangkan korban yang meninggal dunia berasal dari Waruroyom. Yang berumur
16 tahun sedangkan yang lainnya diatas 17 Tahun.
Untuk mengantisipasi adanya warga yang kembali terkena difteri, dari pihak Dinas
Kesehatan Kabupaten cirebon sudah mengintruksikan kepada jajarannya untuk menyukseskan
program imunisasi, dan menetapkan SOP Puskesmas agar segera melaporkan ke Dinas
Kesehatan jika ada pasien yang memiliki gejala seperti difteri.
Difteri merupakan salah satu penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi. Sejak
diperkenalkan vaksin DPT ( Dyphtheria, pertusis, dan tetanus ), penyakit difteri mulai jarang di
jumpai. Vaksin imunisasi difteri diberikan pada anak-anak untuk meningkatkan sistem kekebalan
tubuh agar tidak terserang penyakit berbahaya ini ( Muryani, Machfoedz, & Hasan, 2013).
Jadi, dapat disimpulkan sebagai tenaga kesehatan yang professional perawat memiliki peran
penting dalam memberikan pengetahuan akan bahaya difteri serta membantu meningkatkan
kewaspdaan pada penularan penyakit difteri. Kolaborasi perawat dengan tenaga kesehatan lain
juga sangat penting, terutama dalam perawatan pasien yang telah terjangkit difteri agar dapat
segera di rawat dengan standar operasional prosedur (SOP) yang telah ditetapkan serta perawat
juga harus menegakkan diagnosa dalam asuhan keperawatan untuk mengatasi permasalahan
yang di alami pasien, dengan dibuatnya asuhan keperwatan yang baik dan tepat pasien dapat
terobati.

2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat disimpulkan bahwa rumusan masalah dari
pembahasan ini adalah “ Bagaimana Asuhan keperawatan pada pasien anak dengan difteri?”

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk memahami konsep dan asuhan keperawatan pada pasien anak dengan difteri.
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus dibuatnya makalah ini yaitu untuk memahami:
a. Menjelaskan konsep pengertian Difteri
b.Melakukan Pengkajian
c. Menentukan Diagnosa
d.Menentukan Intervensi
e. Menentukan Evaluasi
f. Pencegahan dan Prognosis Penyakit
g.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Anak Dengan Difteri

3
BAB II
PEMBAHASAN
“Konsep dan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Difteri”

A. Definisi Difteri
Corynebacterium diphtheria merupakan bakteri yang menginfeksi saluran pernapasan,
terutama bagian tonsil, nasofaring ( bagian antara hidung dan faring/ tenggorokan ) dan laring.
Infeksi yang dihasilkan oleh bakteri ini disebut difteri, merupakan salah satu penyakit toksik akut
yang sangat menular (cobtagious disease) dan menjadi fenomena penyakit yang negatif. Difteri
dapat menular melalui beberapa hal seperti kontak hubungan dekat, melalui udara yang tercemar
oleh penderita yang akan sembuh, serta melalui batuk dan bersin dari si penderita. Kebanyakan
penderita difteri adalah anak-anak yang berusia di bawah 15 tahun dengan usia rentan 2-10
tahun, dan dalam beberapa kejadian kasus difteri berakibat fatal hingga menimbulkan kematian
(Alfina & Isfandiari, 2015: Rusmil, Chairulfatah, Fadlyana, & Dhamayanti, 2011).
Sudoyo (2009) mendefenisikan difteri sebagai suatu penyakit infeksi yang sangat menular
yang terjadi secara lokal pada mukosa saluran pernapasa atau kulit, yang disebabkan oleh basil
gram potitif Corynebacterium Diphtheriae. ditandai oleh terbentuknyaeksudat yang terbentuk
membran pada tempat infeksi, dan diikuti oleh gejala-gejala umum yang di timbulkan oleh
eksotoskin yang diproduksi oleh basil. Ciriyang khusus pada difetri ialah terbentuknya lapisan
yang khas selaput lendir pada saluran nafas, serta adanya kerusakan otot jantung dan saraf.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa difteri adalah penyakit infeksi
menular berbahaya pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh bakteri Corynebacteriun
Diphtherium.

B. Etiologi
Penyebab penyakit difteri adalah jenis bakteri yang diberi nama Corynebacteriun
Diphtherium dan bakteri ini bersifat Polimorf, tidak bergerak dan tidak membentuk
spora,aerobik dan dapat memproduksi eksotoksin (Sudoyo, 2009).
Klasifikasi difteri secara klinis menurut lokasinya ( Sudoyo, 2009 ) :
1. Difteri nasal anterior
2. Difteri nasal posterior

4
3. Difteri faousial ( farink )
4. Difiteri laryngeal
5. Difteri konjungtiva
6. Difteri kulit
7. Difteri fulfa / vagina.
Klasifikasi difteri secara klinis menurut lokasinya ( Sudoyo, 2009 ) :
1. Infeksi ringan, jika pseudomembrani hanya terdapat pada mukosa hidung dengan gejala
hanya pilek dan nyeri waktu menelan.
2. Infeksi sedang, jika pseudomembrani telah menyerang sampai faring dan laring sehingga
keadaan pasien terlihat lesu dan agak sesak.
3. Infeksi berat, jika terjadi sumbatan nafa yang berat dan adanya gejala-gejala yang
ditimbulkan oleh eksotoksin seperti miokarbitis, parahlisis, dan nefritis.

C. Patofisiologi
Kuman masuk melalui mukosa/kulit melekat serta berbiak pada permukaan mukosa saluran
nafas bagaian atas dan mulai memproduksi toksin yang merembes ke sekeliling serta selanjutnya
menyebar ke seluruh tubuh melalui pembulu limfe dan darah. Setelah melalui masa inkubasi
selama 2 – 4 hari, kuman difteri membentuk racun atau toksin yang mengakibatkan timbulnya
panas dan sakit tengorokan. Kemudian berlanjut dengan terbentuknya serabut putih
ditenggorokan akan menimbulkan gagal nafas kerusakan jantung dan saraf. Difteri ini akan
berlanjut pada kerusakan kelenjar limfe, selaput putih mata, vagina. Komplikasi lain adalah
kerusakan otot jantung dan ginjal (Sudoyo, 2009).

5
D. Pathway Difteri
Corynebacterium diphteriae
Kontak langsung dengan orang yang
Terinfeksi atau barang-barang yang terkontaminasi

Masuk kedalam tubuh


melalui saluran pencernaan atau pernapasan
aliran sistemik
masa inkubasi 2 -5 hari
mengeluarkan toksin (eksotoksin)

peradangan mukosa hidung tenggorakan sakit demam,anorexia demam,


( flu, sekret, hidung mukosa ) , lemah, membrane bewarna putih suara sesak
Atau abu-abu, limfadenitis (bull’s neck) , batuk,
Taxomia, syok septic obstruksi
Hipertermi
Resiko gagal jantung Saluran
Napas,
Nyeri Akut Sesak napas,
sianosis
(Suriadi & Rita, 2010)
Bersihan jalan napas
tidak efektif
E. Cara penularan
Difteri dapat menular dengan cara kontak langsung maupun tidak langsung. Air ludah yang
beterbangan saat penderita berbicara, batuk atau bersin membawa serta kuman-kuman difteri.
melalui pernapasan kuman masuk kedalam tubuh orang disekitarnya, maka terjadilah penularan
penyakit difteri dari seorang penderita kepada orang-orang disekitarnga (Rusmil et al., 2011).
Biasanya difteri berkembang biak pada atau disekitar permukaan selaput lendir mulut atau
tenggorokan dan menyebabkan peradangan. Beberapa jenis bakteri ini menghasilkan toksin yang
sangat kuat, yang dapat menyeruskbabkan kerusakan pada jantung dan otak (pasarpolis,2017).

6
F. Manifestasi klinis
Gejala dhiphteria (sudoyo, 2009):
1. Demam, suhu tubuh meningkat sampai 38° celsius
2. Batuk dan pilek yang ringan
3. Sakit dan pembengkakan pada tenggorokan
4. Mual,muntah sakit kepala
5. Adanya pembentukan selaput ditenggorokan berwarna putih keabuabuan kotor
6. Rinorea, berlendir kadang-kadang bercampur darah
Keluhan serta gejala lain tergantung pada lokasi penyakit diphtheria (difoto, 2009) ;
1. Dhiphteria hidung
Pada permulaan mirip common cold, yaitu pilek ringan tanpa atau disertai gejala distrik
ringan. Sekret hidung berangsur menjadi serosanguinous dan kemudian mukopurulen
mengadakan lecet dan nares dan bibir atas. Pada pemeriksaan tampak membran putih
pada daerah septum nasi.
2. Diptheria Tonsil-Faring
Gejala anoreksia, malaise, demam ringan, nyeri menelan. Dalam 1-2 hari timbul
membran yang melekat, berwarna putih-kelabu dapat menutup tonsil dan dinding faring,
meluas ke uvula dan palatum molle atau ke distal ke laring dan trachea.
3. Diptheria Laring
Pada diptheria laring primer gejala toksik kurang nyata, tetapi lebih berupa gejala
obstruksi saluran nafas atas.
4. Diptheria Kulit, Konjuntiva, Telinga
Diptheria kulit berupa tukak di kulit, tetapi jelas dan terdapat membran pada konjungtiva
palpebra. Pada telinga berupa otitis eksterna dengan sekret purulen dan berbau.

G. Komplikasi
Racun difteri dapat menyebabkan kerusakan pada jantung, sistem saraf, ginjal ataupun organ
lainnya(Manjoer et al.,2007)
1. Saluran nafas : obstruksi jalan nafas, bronkopneumonia, atelektasis paru
2. Kardiovaskular :miokarditis akibat toksin kuman
3. Urogenital : nefritis

7
4. Susunan saraf : paralisis/peresis palatum mole ( minggu I dan II), otot mata (minggu III),
dan umum (setelah minggu IV).

H. Pencegahan dan Prognosis Penyakit


Ada beberapa cara yang dapat di lakukan dalam menangani atau mencegah penyebaran
maupun penularan difteri (Manjoer et al., 2007) :
1. Isolasi pasien. Isolasi di hentikan jika hasil pemeriksaan terhadap bakteri
Cornyebacterium Diptheriae di nyatakan negatif setelah melewati dua hari pemeriksaan.
2. Pemberian imunisasi. Biasanya imunisasi ini bersamaan dengan imunisasi polio, hepatitis
B, sedangkan imunisasi Difteri tergabung dalam imunisasi DPT atau Difteri,Pertusis dan
Tetanus. Untuk bayi umur sembilan bulan di lengkapi dengan imunisasi Campak
(Morbili). Imunisasi pada bayi umur 2 bulan sebanyak tiga kali dengan selang satu
bulan.
3. Pencarian dan pengobatan pasien. Dilakukan dengan uji schick. Bila hasil negatif,
dilakukan asupan tenggorokan. Jika di temukan bakteri Cornyebacterium Diptheriae
maka harus di obati.
4. Biasakan hidup bersih dan selalu menjaga kebersihan lingkungan (Kartono,2007).

Prognosis lebih buruk pada pasien dengan usia yang lebih muda,perjalanan penyakit yang
lama,letak lesi yang dalam,gizi kurang,dan pemberian antitoksin yang terlambat.

8
I. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Anak Dengan Difteri
a. Pengkajian
1. Biodata
Nama, umur, agama , alamat, Nama penanggung jawab klien, umur penanggung
jawab, status penanggung jawab, pekerjaan, alamat, dan lain sebagainya.
2. Keluhan utama
Klien merasakan demam yang tidak terlalu tinggi, lesu, pucat, sakit kepala, anoreksia,
lemah
3. Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengalami demam yang tidak terlalu tinggi, lesu, pucat, sakit kepala, anoreksia
4. Riwayat kesehatan dahulu
Klien mengalami peradangan kronis pada tonsil, sinus, faring, laring, dan saluran
nafas atas dan mengalami pilek dengan secret bercampur darah.
5. Riwayat penyakit keluarga
Adanya keluarga yang mengalami difteri
6. Riwayat Imunisasi
Imunisasi DPT 1, 2, 3 pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan yang kurang memadai.
7. Riwayat tumbuh kembang
Pertumbuhan dan perkembangan motorik, sensorik klien dengan difteri biasanya
terganggu pernapasan sehingga sulit menelan.
8. Pola fungsi kesehatan
1) Pola nutrisi dan metabolism. Jumlah asupan nutrisi kurang disebabkan oleh
anoreksia.
2) Pola aktivitas. Klien mengalami gangguan aktivitas karena malaise dan demam
3) Pola istirahat dan tidur. Klien mengalami sesak napas sehingga mengganggu
istirahat dan tidur
4) Pola eliminasi. Klien mengalami penurunan jumlah urin dan feses karena jumlah
asupan nutrisi kurang disebabkan oleh anoreksia.

9
9. Pemeriksaan fisik
1) Tanda-tanda vital
- Nadi : meningka
- Tekanan darah : menurun
- Respirasi rate : meningkat
- Suhu : kurang dari 380C
2) Inspeksi
Lidah kotor, anoreksia, ditemukan pseudomembran
3) Auskultasi
Napas cepat dan dangkal
10. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan terhadap apus tenggorokan dan uji schick di laboratorium.
Uji Schick atau tes kulit ini digunakan untuk menentukan status imunitas
penderita. Tes ini tidak berguna untuk diagnosis dini karena baru dapat dibaca
beberapa hari kemudian. Untuk pemeriksaan ini digunakan dosis 1/50 MED.
Yang diberikan intrakutan dalam bentuk larutan yang telah diencerkan sebanyak
0,1 ml bila orang tersebut tidak mengandung antitoksin akan timbul vesikel pada
bekas suntikan akan hilang setelah beberapa minggu. Pada orang yang
mengandung titer antitoksin yang rendah uji schick dapat positif, pada bekas
suntikan akan timbul warna merah kecoklatan dalam 24 jam. Uji schick dikatakan
negatif bila tidak didapatkan reaksi apapun pada tempat suntikan dan ini terdapat
pada orang dengan imunitas atau mengandung antitoksin yang tinggi. Positif
palsu dapat terjadi akibat reaksi alergi terhadap protwin antitoksin yang akan
menghilang dalam 72 jam.
2) Untuk melihat kelainan jantung, bisa dilakukan pemeriksaan EKG.
3) Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan darah terdapat penurunan kadar hemoglobin dan leukositosis
polimorfonukleus, penurunan jumlah eritrosit, dan kadar albumin. Pada urin
terdapat albumin ringan.
4) Pemeriksaan Diagnostik
- Pada pemeriksaan darah terdapat penurunan kadar hemoglobin dan
leukositosis, penurunan jumlah eritrosit dan kadar albumin.

10
- Pada urine terdapat albuminuria ringan.
11. Penatalaksanaan
Penderita diisolasi sampai biakan negative 3 kali berturut-turut setelah masa akut
terlampaui. Kontak penderita diisolasi sampai tindakan-tindakan berikut terlaksana:
1) Biakan hidung dan tenggorokan.
2) Sebaiknya dilakukan tes schick ( tes kerentanan terhadap diphtheria ).
3) Diikuti gejala klinis setiap hari sampai masa tunas terlewati.
4) Anak yang telah mendapat imunisasi dasar diberikan booster dengan toksoid
diphtheria.
b. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut berhubungan dengan tenggorokan sakit dan demam.
2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan napas.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d dengan penurunan intake
makanan.
4. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit.

c. Rencana Asuhan Keperawatan


NO. DX TUJUAN INTERVENSI
1. Nyeri Akut b.dtenggorokan TUM : 1.Kaji tingkat Nyeri
sakit dan demam. Setelah diberikan askep selama … 2.Monitor Tanda-
x… jam diharapkan Nyeri tanda vital
Berkurang. 3.Kolaborasi terapi
TUK : farmakologi
1.Nyeri dapat terkontrol
2.Tanda-tanda vital dalam batas
normal
3.Skala nyeri berkurang

2. Bersihan jalan napas tidak TUM : 1. Berikan pasien


efektif b.d obstruksi jalan Setelah diberikan askep selama … posisi semi fowler.
napas. x… jam diharapkan bersihan jalan 2. Ajarkan cara

11
napas pasien efektif. batuk efektif.
TUK : 3. Catat
1.Orang tua klien mengatakan kemampuan untuk
sesak anaknya mulai berkurang. mengeluarkan
2.Tidak ada retraksi dada. sekret, catat
3.RR : 15-30x/menit . karakter, jumlah
4.Penurunan produksi sputum. sputum, ada atau
5.Tidak sianosis. tidaknya
6.Batuk efektif. hemoptisis.
4. Kaji fungsi
pernapasan klien.
5.Kolaborasi
dengan dokter
pemberian obat
bronkodilator dan
mukolitik.
6.Bersihkan sekret
dari saluran
pernapasan dengan
suction bila perlu.

3. Ketidakseimbangan nutrisi TUM : 1. Berikan kalori


kurang dari kebutuhan Setelah diberikan askep selama … sesuai kebutuhan
tubuh b.d dengan penurunan x… jam diharapkan kebutuhan nutrisi.
intake makanan. nutrisi klien terpenuhi. 2. Kaji BB klien.
TUK : 3. Monitor turgor
1. Adanya peningkatan berat kulit.
badan sesuai tujuan. 4. Monitor kalori
2. Nafsu makan pasien meningkat. dan intake nutrisi.
3. Berat badan ideal sesuai tinggi 5. Monitor nafsu
badan. makan klien.

12
4. Tidak terjadi penurunan berat 6. Monitor
badan yang berarti. pertumbuhan dan
5. Mampu mengidentifikasi perkembangan.
kebutuhan nutrisi. 7. Kolaborasi
6.Kolaborasi dengan ahli gizi dengan ahli gizi
untuk pemberian makanan yang untuk menentukan
tepat. jumlah kalori dan
7. Turgor kulit elastic. nutrisi yang
diperlukan klien.
4. Hipertermi b.d proses TUM : 1.Monitor suhu
penyakit. Setelah diberikan askep selama … klien.
x… jam diharapkan suhu badan 2.Pantau keadaan
klien dalam rentang normal. klien.
TUK : 3.Monitorperubaha
1.Suhu badan klien dalam rentang n kulit klien.
normal yaitu 36-380C.
2.Badan klien sudah tidak hangat
lagi.
3.Warna kulit klien normal, yaitu
tidak kemerahan.
d. Evaluasi Keperawatan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan,maka evaluasi perawat kepada klien yaitu :
1. Nyeri yang dialami klien dapat terkontrol.
2. Bersihan jalan napas klien / anak efektif.
3. Nutrisi klien / anak dapat terpenuhi dan berat badan bertambah.
4. Suhu klien/anak dalam rentang normal.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Difteri merupakan salah satu penyakit toksik yang berbahaya dan menular ( contagious
disease). Penyakit ini diakibatkan oleh infeksi bakteri terutama bagian tonsil, nasofaring ( bagian
antara hidung dan faring / tenggorokan ) dan laring.
Difteri dapat menular melalui beberapa hal seperti kontak hubungan dekat, melalui udara
yang tercemar oleh penderita yang akan sembuh, serta melalui batuk dan bersin dari si penderita.
Kebanyakan penderita difteri adalah anak- anak yang berusia di bawah 15 tahun dengan usia

14
rentan 2-10 tahun, dan dalam beberapa kejadian kasus difteri berakibat fatal hingga
menimbulkan kematian. Selain menjaga kebersihan lingkungan pemberian vaksin difteri saat
imunisasi merupakan salah satu upaya dari menghindari serangan virus ini.

B. Saran
Karena difteri adalah penyebab kematian pada anak-anak, maka disarankan untuk anak-nak
wajib diberikan imunisasi yaitu vaksin DPT yang merupakan wajib pada anak. Selain itu juga
kita menyarankan untuk mengurangi minum es karena minum-minuman yang terlalu dingin
secara berlebihan dapat mengiritasi tenggorokan terasa sakit. Juga menjaga kebersihan diri,
lingkungan, dan mengkonsumsi makanan yang bergizi.
Sedangkan untuk mahasiswa keperawatan atau perawat, harus mampu memahami dan
mempelajari tentang konsep dan asuhan keperawatan pada pasien difteri serta memberikan
asuhan keperawatan yang baik dan tepat. Gunakan prosedur terlindungi infeksi jika melakukan
kontak langsung dengan anak ( APD ) dan lakukan tindakan sesuai SOP yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudyono, A. W., 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 2 (5 ed.). Internal Publishing.
2. Suriadi & Rita, 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta. Katalog dalam Terbitan
(KDT).
3. T. H. Herdman & Kamitsuru, Ed., B. A. Keliat, H. D.Windarwati, A. Pawirowiyono, & A.
Subu, Penerj, 2015. NANDA Internasional Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klsifikasi
2015-2017 (10 ed). Jakarta: EGC
4. Pediatri, Jurnal. 2017.Gejala Dan Penanganan Difteri.

15
Diakse 28 Februari 2019, Dari https://jurnal pediatric.com/2017/12/09/gejala-dan-
penanganan-difteri/.

16

S-ar putea să vă placă și