Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
katarinadewisartika@gmail.com
Pendahuluan
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit obstruksi jalan napas
karena bronkitis kronik atau emfisema. Gejala utama Penyakit Paru ObstruktifKronik adalah
sesak napas memberat saat aktivitas, batuk dan produksi sputum.Gejalanya bersifat progresif
lambat kronis ditandai oleh obstruksi saluran pernapasan yang menetap atau sedikit
reversibel, tidak seperti obstruksi saluran pernapasan reversibel pada asma. Penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK) diperkirakan mempengaruhi 32 juta orang di Amerika Serikat dan
merupakan penyebab utama keempat kematian di negara ini. Pasien biasanya memiliki
gejala-gejala dari kedua penyakit yaitu bronkitis kronis dan emfisema, tetapi triad klasik juga
termasuk asma. Penyakit Paru Obstruktif Kronik di Indonesia juga akan meningkat akibat
faktor pendukungnya yaitu kebiasaan merokok yang masih merupakan perilaku yang sulit
dihentikan disamping polusi udara dan lingkungan yang belum dapat dikendalikan dengan
baik. Hal ini membuat PPOK menjadi salah satu penyakit yang menjadi tantangan di masa
yang akan datang.
Anamnesis
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara dengan pasien (autoanamnesis), keluarga pasien atau
dalam keadaan tertentu dengan penolong pasien (alloanamnesis). Berbeda dengan wawancara
biasa, anamnesis dilakukan dengan cara yang khas, yaitu berdasarkan pengetahuan tentang
penyakit dan dasar-dasar pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta
bertolak dari masalah yang dikeluhkan oleh pasien.
Pada anamnesis penyakit PPOK, ada beberapa hal yang harus ditanyakan kepada orang
yang diwawancara untuk mendapat informasi, seperti :
1
1) Identitas yang meliputi nama, usia, pekerjaan dan tempat tinggal;
2) Keluhan utama yang meliputi keluhan apa yang dirasakan pasien sehingga menjadi alasan
pasien datang ke dokter seperti :
- Sesak nafas yang memberat dan terus-menerus sejak 5 jam yang lalu
3) Riwayat penyakit sekarang yang meliputi cerita kronologis, terinci dan jelas mengenai
keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat :
Berapa lama pasien merasa sesak napas? Kapan pasien merasa sesak napas: saat
istirahat atau aktivitas?
Apa yang dilakukan pasien sebelum merasa sulit bernapas? Apakah pasien
mengalami keterbatasan olahraga yang progresif?
Apakah pasien batuk? Jika ya, sejak kapan, adakah sputum, berapa banyak, dan apa
warnanya?
Apakah terdapat mengi? Jika ya, kapan?
Apakah pasien mengalami nyeri dada atau sesak napas saat berbaring?
Apakah terdapat penurunan berat badan?
4) Riwayat penyakit dahulu seperti sudah berapa lama pasien mengalami keadaan nafas
terasa berat? Kira-kira apa pemicunya?Apakah ada anggota keluarga yang mengalami
asma?
5) Riwayat penyakit keluarga seperti apakah ada riwayat sakit diabetes/jantung/alergi?
6) Riwayat pribadi seperti adakah kebiasaan merokok? Jika ya, sejak kapan, berapa batang
sehari?
7) Riwayat sosial seperti keadaan lingkungan tempat tinggal pasien padat penduduk/tidak,
adakah orang sekitar yang merokok, adakah aktifitas pembakaran sampah, penggunaan
kayu bakar sebagai kompor,adakah tetangga yang menderita keluhan yang sama.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum1-2
2
Pemeriksaan tanda-tanda vital yaitu terdiri dari tekanan darah, denyut nadi, frekuensi
pernapasan dan suhu tubuh.
Pemeriksaan fisik thoraxyang dapat dilakukan meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi.1-3
1. Inspeksi
Inspeksi dilakukan dari kepala, leher, thorax, abdomen dan ekstremitas. Inspeksi
dilakukan untuk mengetahui adanya lesi pada dinding dada, kelainan bentuk dada,
menilai frekuensi, sifat dan pola pernafasan.
a) Kelainan dinding dada
Kelainan-kelainan yang bisa didapatkan pada dinding dada yaitu parut bekas
operasi, pelebaran vena-vena superfisial akibat bendungan vena, spider nevi,
ginekomastia tumor, luka operasi, retraksi otot-otot interkostal dan lain-lain.
b) Kelainan bentuk dada
Dada yang normal mempunyai diameter latero-lateral yang lebih besar dari diameter
anteroposterior. Kelainan bentuk dada yang bisa didapatkan yaitu:
- Dada emfisema (barrel chest) yaitu dada menggembung, diameter
anteroposterior lebih besar dari diameter latero-lateral; tulang punggung
melengkung (kifosis), angulus costae >900, terdapat pada pasien dengan
bronkitis kronis, PPOK.
c) Frekuensi pernapasan
Frekuensi pernapasan normal 14-20 kali per menit. Pernapasan kurang dari 14 kali
per menit disebut bradipneu, misalnya akibat pemakaian obat-obat narkotik,
kelainan serebral. Pernapasan lebih dari 20 kali per menit disebut takipneu, misalnya
pada pneumonia, anksietas, asidosis.
d) Jenis pernapasan
- Abdominal misalnya pasien PPOK lanjut.
- Kombinasi (jenis pernapasan ini terbanyak).
Pada perempuan sehat umumnya pernapasan torakal lebih dominan dan disebut
torako-abdominal. Sedangkan pada laki-laki sehat, pernapasan abdominal lebih
dominan dan disebut abdomino-torakal. Keadaan ini disebabkan bentuk anatomi
dada dan perut perempuan berbeda dari laki-laki. Perhatikan juga apakah terdapat
pemakaian otot-otot bantu pernapasan misalnya pada pasien tuberkulosis paru
lanjut atau PPOK. Di samping itu adakah terlihat bagian dada yang tertinggal
3
dalam pernapasan dan bila ada, keadaan ini menunjukan adanya gangguan pada
daerah tersebut.
- Jenis pernapasan lain yaitu pursed lips breathing (pernapasan seperti
menghembus sesuatu melalui mulut, didapatkan pada pasien PPOK) dan
pernapasan cuping hidung, misalnya pada pasien pneumonia.
e) Pola pernapasan
- Takipnea: napas cepat dan dangkal.
- Hiperpnea/hiperventilasi: napas cepat dan dalam.
2. Palpasi
Palpasi dilakukan pada bagian leher, thorax, abdomen dan ekstremitas.Palpasi dinding
dada dapat dilakukan pada keadaan statis dan dinamis.
a) Palpasi dalam keadaan statis.
Pemeriksaan palpasi yang dilakukan pada keadaan ini adalah:
- Pemeriksaan kelenjar getah bening. Kelenjar getah bening yang membesar di
daerah supraklavikula dapat memberikan petunjuk adanya proses di daerah paru
seperti kanker paru. Pemeriksaan kelenjar getah bening ini dapat diteruskan ke
daerah submandibula dan kedua aksila.
- Pemeriksaan palpasi selanjutnya diteruskan ke daerah dada depan dengan jari
tangan untuk mengetahui adanya kelainan dinding dada misalnya tremor, nyeri
tekan pada dinding dada, krepitasi akibat emfisema subkutis, dan lain-lain.
b) Palpasi dalam keadaan dinamis.
Pada keadaan ini dapat dilakukan pemeriksaan unutk menilai ekspansi paru serta
pemeriksaan vokal fremitus.
- Pemeriksaan ekspansi paru. Dalam keadaan normal kedua sisi dada harus sama-
sama mengembang selama inspirasi biasa maupun dengan inspirasi maksimal.
Berkurangnya gerakan pada salah satu sisi menunjukan adanya kelainan pada sisi
tersebut. untuk menilai pengembangan paru bagian bawah dilakukan pemeriksaan
dengan meletakkan kedua telapak tangan dan ibu jari secara simetris pada
masing-masing tepi iga, sedangkan jari-jari lain menjulur sepanjang sisi lateral
lengkung iga. Kedua ibu jari harus saling berdekatan/hampir bertemu di garis
tengah dan sedikit diangkat ke atas sehingga bergerak bebas saat bernafas. Pada
saat pasien menarik napas dalam keadaan kedua ibu jari menjadi tidak simetris
dan ini memberikan petunjuk adanya kelainan pada sisi tersebut.
4
- Pemeriksaan vokal fremitus. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara meletakkan
kedua telapak tangan pada permukaan dinding dada, kemudian pasien diminta
menyebut angka 77 atau 99, sehingga getaran suara yang ditimbulkan akan lebih
jelas. Pemeriksaan ini disebut tactile fremitus. Bandingkan secara bertahap tactile
fremitus secara bertahap dari atas ke tengah dan seterusnya ke bawah baik pada
paru bagian depan maupun belakang. Pada saat pemeriksaan kedua telapak
tangan harus disilang secara bergantian. Hasil pemeriksaan fremitus ini
dilaporkan sebagai normal, melemah, atau mengeras. Fremitus yang melemah
didapatkan pada penyakit empiema, hidrotoraks, atelektasis. Fremitus yang
mengeras terjadi karena adanya infiltrat pada parenkim paru (misalnya pada
pneumonia, tuberkulosis paru aktif).
3. Perkusi
Berdasarkan patogenesisnya, bunyi ketokan yang terdengar dapat bermacam-macam
yaitu:
- Hipersonor (hiperresonant): terjadi bila udara dalam paru /dada menjadi jauh lebih
banyak, misalnya pada emfisema paru, kavitas besar yang letaknya superfisial,
pneumotoraks, dan bula yang besar
4. Auskultasi
Auskultasi merupakan pemeriksaan yang paling penting dalam menilai aliran udara
melalui sitem trakeobronkial.
a) Suara napas pokok yang normal terdiri dari:
- Vesikular: suara napas pokok yang lembut dengan frekuensi rendah di mana fase
inspirasi langsung diikuti dengan fase ekspirasi tanpa diselingi jeda, dengan
perbandingan 3:1. Dapat didengarkan pada hampir kedua lapangan paru.
- Bronkovesikular: suara napas pokok dengan intensitas dan frekuensi yang sedang di
mana fase ekspirasi menjadi lebih panjang sehingga hampir menyamai fase inspirasi
dan diantaranya kadang-kadang dapat diselingi jeda. Dalam keadaan normal bisa
didaptkan pada dinding anterior setinggi sela iga 1 dan 2 serta daerah interskapula.
- Bronkial: suara napas pokok yang keras dan berfrekuensi tinggi, di mana fase
ekspirasi menjadi lebih panjang dari fase inspirasi dan diantaranya diselingi jeda.
Terjadi perubahan kualitas suara sehingga terdengar seperti tiupan dalam tabung.
Dalam keadaan normal dapat didengar pada daerah manubrium sterni.
- Trakeal: suara napas yang sangat keras dan kasar, dapat didengarkan pada daerah
trakea.
5
- Amforik: suara napas yang didapatkan bila terdapat kavitas besar yang letaknya
perifer dan berhubungan dengan bronkus, terdengar seperti tiupan dalam botol
kosong.
b) Suara nafas tambahan terdiri dari:
- Rongki kering: suara napas kontinu, yang bersifat musical, dengan frekuensi yang
relatif rendah, terjadi karena udara mengalir melalui saluran napas yang menyempit,
misalnya akibat adanya sekret yang kental.
- Wheezing adalah ronki kering yang frekuensinya tinggi dan panjang yang biasanya
terdengar pada serangan asma.
Pada pasien PPOK pada pemeriksaan fisik:
- Pasien biasanya tampak kurus dengan barell shaped chest (diameter anteroposterior
dada meningkat).
- Fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada.
- Perkusi dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih rendah, pekak
jantung berkurang.
- Suara nafas berkurang dengan ekspirasi memanjang.
Pemeriksaan Penunjang
6
Perbandingan foto thorax normal dan hiperinflasi
7
Pewarnaan gram dan kultur diperlukan untuk mengetahui kuman dan untuk memilih
antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab utama PPOK.
6. Uji coba kortikosteroid4
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau
metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan VEP
1 pasca bronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat
kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid.
Working Diagnosis
Differential Diagnosis
1. Bronkiektasis3,4
Bronkiektasis merupakan infeksi kronik dengan nekrosis pada bronkus dan bronkiolus
yang menyebabkan dilatasi permanen yang abnormal pada saluran napas ini. Gambaran
klinisnya meliputi batuk-batuk, demam dan produksi sputum purulen yang berlebihan.
Pada kasus yang berat dapat terlihat insufisiensi respiratorius obstruktif. Komplikasinya
meliputi kor pulmonale, abses metastatic dan amiloidosis sistemik.
Bronkiektasis disertai dengan :
8
Kelainan congenital atau herediter (misalnya kistik fibrosis, keadaan imunodefisiensi)
Keadaan pasca-infeksi (pneumonia bakteri, virus atau fungus dengan nekrotisasi)
Obstruksi bronkus (misalnya oleh tumor atau benda asing)
Keadaan lain (misalnya arthritis rematoid atau penyakit graft-versus-host yang
kronik)
Obstruksi dan infeksi merupakan penyebab utama bronkiektasis. Pada obstruksi terjadi
inflamasi, nekrosis, fibrosis dan dilatasi saluran napas yang irreversibel.
Morfologi
Perubahan paling berat terjadi dalam saluran napas distal pada lobus paru sebelah bawah;
dilatasi yang terjadi memiliki bentuk yang berbeda-beda (silindris, fusiformis atau
sakuler). Pemeriksaan histologik memperlihatkan spectrum inflamasi yang ringan hingga
inflamasi yang akut dan kronik dengan nekrotisasi pada saluran napas besar yang disertai
fibrosis bronkiolus.
Manifestasi Klinik
9
3. Peningkatan desakan vena pulmonal dapat menyebabkan cairan mengalir dari
kapiler paru kealveoli, akibatnya terjadi edema paru, ditandai oleh batuk dan sesak
nafas
4. Peningkatan desakan vena sistemik seperti yang terlihat pada edema perifer umum
dan penambahan berat badan.
5. Penurunan curah jantung dengan disertai pening, kekacauan mental, keletihan,
intoleransi jantung terhadap latihan, ekstremitas dingin dan oliguria.
6. Tekanan perfusi ginjal menurun mengakibatkan pelepasan rennin dari ginjal
menyebabkan sekresi aldosteron, retensi Na dan cairan, serta peningkatan volume.
3) Asma bronkiale6
Kelainan inflamasi kronik yang kambuhan ini ditandai oleh serangan bronkospasme yang
paroksismal tetapi reversible pada saluran napas trakeo bronkial; serangan ini disebabkan
oleh hiperreaktivitas otot polos. Insidennya meningkat secara signifikan dalam 3
dasawarsa terakhir ini di dunia Barat. Penyakit asma dapat dipilah menurut intensitas
klinik, respon terhadap terapi dan agen pemicunya. Secara patofisiologi dikenal dua tipe
yang utama:
Asma atopic (alergik; regain-mediated) merupakan tipe yang sering ditemukan; tipe
asma ini dipicu oleh antigen lingkungan (misalnyadebu, serbuk sari, makanan)
dansering disertai riwayat atopi dalam keluarga. Pada fase akut, pengikatan antigen
pada sel-sel mast yang terselubung IgE menyebabkan pelepasan mediator sitokin yang
primer (misalnya, leukotriene) dan sekunder (misalnya, sitokin,
neuropeptide).Mediator fase akut menyebabkan bronkospasme, edema, sekresi mucus
dan rekrutmen leukosit.Reaksi fase lanjut dimediasi oleh leukosit yang direkrut
(misalnya eosinophil, limfosit, neutrophil, monosit); reaksi ini ditandai oleh
bronkospasme yang persisten serta edema, infiltrasi leukosit dan kerusakan serta
kehilangan epitel.
Asma non atopik (non reagenik, non imun) kerapkali dipicu oleh infeksi saluran
napas, zat-zat iritan kimia atau obat-obatan dan biasanya tanpa riwayat keluarga dan
tanpa keterlibatan IgE yang nyata. Penyebab peningkatan reaktivitas saluran napas
tidak diketahui.
Morfologi
10
Paru-paru berkembang secara berlebihan dengan disertai bercak-bercak atelektasis dan
oklusi saluran napas oleh sumbat mucus. Secara mikroskopik, paru-paru memperlihatkan
edema, infiltrate radang pada bronkiolus dengan sejumlah eosinofil, fibrosis pada
sebmembran basalis dan hipertrofi otot polos dinding bronkus serta kelenjar submukosa.
Sumbat mucus yang berpilin (spiral Curschmann) dan debris granul eosinofil yang
berbentuk kristaloid (Kristal Charcot-Leyden) mengendap di dalam saluran napas.
4) Aspergillosis7
Penyakit jamur disebabkan oleh spesies Aspergillus fumigatus dan Aspergillus flavus.
Cara penularannya adalah inhalasi konidia dari udara bebas. Pada penderita penyakit
paru kronis (terutama asthma, juga penyakit gangguan paru kronis atau “cystic fibrosis”)
dan penderita yang alergi terhadap jamur ini dapat menyebabkan kerusakan bronchus
dan penyumbatan bronchus intermiten. Keadaan ini disebut sebagai allergic
bronchopulmonary aspergillosis (ABPA).Invasi kedalam pembuluh darah berupa
trombosis dan menyebabkan infark adalah ciri dari infeksi jamur ini pada pasien dengan
kekebalan rendah.Diagnosis ABPA ditegakkan antara lain adanya reaksi benjolan merah
di kulit jika dilakukan skarifikasi atau suntikan intradermal dengan antigen Aspergillus,
adanya sumbatan bronchus yang menahun, eosinofilia, terbentuknya antibodi presipitasi
serum terhadap Aspergillus, peningkatan kadar IgE dalam serum dan adanya infiltrat
paru yang bersifat transien (dengan atau tanpa bronkiektasis sentral). Kolonisasi
endobronkial saprofitik didiagnosa dengan kultur atau ditemukannya Aspergillus mycelia
pada sputum atau pada dahak ditemukan hyphae. Serum precipitin terhadap antigen
spesies Aspergillus biasanya juga muncul. Bola jamur (fungus ball) dari paru biasanya
dapat didiagnosa dengan foto toraks dan dari catatan medis. Diagnosa aspergillosis
invasif ditegakkan dengan ditemukannya Mycelia Aspergillus dengan mikroskop dari
jaringan yang terinfeksi; konfirmasi diagnosa dilakukan dengan kultur untuk
membedakan dengan penyakit jamur lain yang gambaran histologinya mirip.
Epidemiologi
11
yang terus meningkat.Data di Indonesia PPOK merupakan penyakit paru no. 2 setelah
tuberkulosis yang datang ke rumah sakit, karena itu pada saat ini yang penting adalah
menemukan kasus ini dalam keadaan dini sehingga hasil pengobatan dan prognosis menjadi
lebih baik.Di Amerika kasus kunjungan pasien PPOK di instalasi gawat darurat mencapai
angka 1,5 juta, 726.000 memerlukan perawatan di rumah sakit dan 119.000 meninggal
selama tahun 2000. Sebagai penyebab kematian, PPOK menduduki peringkat ke empat
setelah penyakit jantung, kanker dan penyakit serebrovaskular. Biaya yang dikeluarkan untuk
penyakit ini mencapai 24 miliar per tahunnya. World Health Organization (WHO)
memperkirakan bahwa menjelang lensi tahun 2020 prevalensi PPOK akan meningkat.3-5
Etiologi
Setiap orang dapat terpapar dengan berbagai macam jenis yang berbeda dari partikel
yang terinhalasi selama hidupnya, oleh karena itu lebih bijaksana jika kita mengambil
kesimpulan bahwa penyakit ini disebabkan oleh iritasi yang berlebihan dari partikel-partikel
yang bersifat mengiritasi saluran pernapasan. Setiap partikel, bergantung pada ukuran dan
komposisinya dapat memberikan kontribusi yang berbeda, dan dengan hasil akhirnya
tergantung kepada jumlah dari partikel yang terinhalasi oleh individu tersebut.4,5
Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih penting dari faktor
penyebab lainnya. Merokok merupakan > 90% risiko untuk PPOK dan sekitar 15 %
perokok menderita PPOK. Beberapa perokok dianggap “peka” dan mengalami
penurunan fungsi paru secara cepat. Pajanan asap rokok dari lingkungan telah dikaitkan
dengan penurunan fungsi paru dan peningkatan resiko penyakit paru obstruktif pada
anak.
Faktor resiko genetik yang paling sering dijumpai adalah defisiensi alfa-1 antitripsin,
yang merupakan inhibitor sirkulasi utama dari protease serin.
Faktor resiko PPOK bergantung pada jumlah keseluruhan dari partikel-partikel iritatif
yang terinhalasi oleh seseorang selama hidupnya : polusi tempat kerja (bahan kimia, zat
iritan, gas beracun), Indoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan dan Polusi di luar
ruangan, seperti gas buang kendaraan bermotor dan debu jalanan merupakan faktor risiko
independen untuk PPOK.
Infeksi saluran nafas berulangpada masa kanak-kanak berhubungan dengan rendahnya
tingkat paru maksimal yang bisa dicapai dan peningkatan resiko terkena PPOK pada saat
12
dewasa. Infeksi saluran nafas kronis seperti adenovirus dan klamidia mungkin berperan
dalam terjadinya PPOK.
Jenis kelamin
Dahulu, PPOK lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding wanita. Karena dahulu,
lebih banyak perokok laki-laki dibanding wanita. Tapi dewasa ini prevalensi pada laki-
laki dan wanita seimbang. Hal ini dikarenakan oleh perubahan pola dari merokok itu
sendiri. Beberapa penelitian mengatakan bahwa perokok wanita lebih rentan untuk
terkena PPOK dibandingkan perokok pria.
Status sosioekonomi dan status nutrisi
Asma
Usia>40 tahun
Patogenesis6,8
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa faktor resiko utama dari PPOK ini adalah
merokok. Komponen-komponen asap rokok ini merangsang perubahan-perubahan pada sel-
sel penghasil mukus bronkus dan silia. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami
kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia.Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil
mukus dan sel-sel silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan
penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran nafas.
Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi
sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema dan pembengkakan jaringan.
Ventilasi, terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang
memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan.Obstruksi
saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan struktural pada
saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos
penyebab utama obstruksi jalan napas.
13
Gambar 1. PPOK Terkait Partikel Inhalasi
Ada beberapa karakteristik inflamasi yang terjadi pada pasien PPOK, yakni : peningkatan
jumlah neutrofil (didalam lumen saluran nafas), makrofag (lumen saluran nafas, dinding
saluran nafas, dan parenkim), limfosit CD 8+ (dinding saluran nafas dan parenkim). Yang
mana hal ini dapat dibedakan dengan inflamasi yang terjadi pada penderita asma.7
Inhalasi asap rokok dan partikel berbahaya lainnya menyebabkan inflamasi di saluran
napas dan paru seperti yang terlihat pada pasien PPOK. Respon inflamasi abnormal ini
menyebabkan kerusakan jaringan parenkim yang mengakibatkan emfisema dan mengganggu
mekanisme pertahanan yang mengakibatkan fibrosis saluran napas kecil. Perubahan patologis
menyebabkan udara terperangkap dan keterbatasan aliran udara uang bersifat progresif
Gejala Klinis
Emfisema paru adalah suatu penyakit menahun, terjadi sedikit demi sedikit bertahun-
bertahun. Pada awal penyakit emfisema tidak memberi gejala sampai 1/3 parenkim paru tidak
mampu berfungsi. Pada penyakit selanjutnya, pada awalnya ditandai oleh sesak napas. Gejala
lain adalah batuk, wheezing, berat badan menurun. Tanda klasik dari emfisema adalah dada
seperti tong (barrel chest) dan ditandai dengan sesak napas disertai ekspirasi memanjang
karena terjadi pelebaran rongga alveoli lebih banyak dan kapasitas difus gas rendah. Biasanya
mulai pada pasien perokok berumur 15-25 tahun. Pada umur 25-35 tahun mulai timbul
perubahan pada saluran nafas kecil dan fungsi paru. Umur 35-45 tahun timbul batuk yang
produktif. Pada umur 45-55 tahun terjadi sesak nafas, hipoksemia dan perubahan
spirometri.Pada umur 55-60 tahun sudah ada kor-pulmonal, yang dapat menyebabkan
kegagalan nafas dan meninggal dunia.9
Dalam spectrum PPOK, dikenal dua gambaran klinis yang ekstrem: tipe A (pink
puffer) dan tipe B (blue bloaters). Dulu dianggap bahwa tipe ini berkolerasi dengan jumlah
relatif emfisema dan bronchitis kronik, khususnya dalam paru, tetapi keadaannya lebih rumit.
Walaupun demikian, penjelasan kedua pola gambaran klinis ini masih berguna karena mereka
mewakili patofisiologi yang berbeda. Dalam praktik, kebanyakan pasien memiliki gambaran
keduanya.8,9
15
Tipe A = pink puffer (pp) Tipe B = Blue bloater (BB)
Predominan Emfisema Predominan Bronkitis
kronik
Riwayat perokok ada/tidak ada ada
Riwayat keluarga ada pada defisiensi alfa 1 ada pada fibrokistik
antitripsin dan fibrokistik
Riwayat batuk Batuk kering disertai dispnue Batuk kronik sputum
progresif produktif
Pemeriksaan fisik malnutrisi, torak hipersonor, gisi baik, kadang-kadang
suara nafas melemah, sela iga obes, polisitemia, sianosis,
melebar, jantung kecil. ronki basah +/-, jantung
besar, cenderung menjadi
corpulmonale.
Foto torak Diafragma mendatar corakan bronkovaskuler paru
hiperlusen, jantung kecil bertambah, jantung
membesar.
Respons bronkodilator tidak ada perbaikan VEP1 ada perbaikan
walaupun sedikit
16
Diagnosis
Diagnosis PPOK dipertimbangkan bila timbul tanda dan gejala seperti terlihat pada tabel.
Gejala Keterangan
Progresif (sesak bertambah berat seiring berjalannya waktu)
Bertambah berat dengan aktivitas
Sesak Persisten (menetap sepanjang hari)
Pasien mengeluh berupa “ Perlu usaha untuk bernapas”
Berat,sukar bernapas, terengah engah
Batuk kronik Hilang timbul dan mungkin tidak berdahak
Batuk kronik berdahak Setiap batuk kronik berdahak mengindikasikan PPOK
Riwayat terpajan faktor
Asap rokok,debu,bahan kimia, di tempat kerja,asap dapur
resiko
Pertimbangkan PPOK dan lakukan uji spirometri jika salah satu indikator ini ada pada
individu diatas usia 40 tahun. Indikator ini bukan merupakan diagnosis pasti tetapi
keberadaan beberapa indikator kunci meningkatkan kemungkinan diagnosis PPOK.
Spirometri dilakukan untuk memastikan diagnosis PPOK.10
Klasifikasi PPOK11
Terdapat ketidaksesuaian antara nilai VEP1 dan gejala pasien , oleh sebab itu perlu
diperhatikan kondisi lain. Gejala sesak napas mungkin tidak bisa diprediksi dengan VEP1.
17
gejala ringan pada latihan sedang (misal :
berjalan cepat, naik tangga)
Derajat II Gejala sesak mulai dirasakan saat aktivitas FEV1 / FVC< 70%
PPOK dan kadang ditemukan gejala batuk dan 50% <FEV1< 80% prediksi
Sedang produksi sputum . Pada derajat ini biasanya
pasien mulai memeriksakan kesehatannya.
Tidak ada gejala waktu istirahat tetapi mulai
terasa pada latihan / kerja ringan (misal :
berpakaian)
Gejala ringan pada istirahat
Derajat III Gejala sesak lebih berat, penurunan FEV1 / FVC< 70%
PPOK Berat aktivitas , rasa lelah dan serangan 30% <FEV1< 50% prediksi
eksaserbasi semakin sering dan berdampak
pada kualitas hidup pasien
Gejala sedang pada waktu istirahat
Derajat IV Gejala diatas ditambah tanda tanda gagal FEV1 / FVC< 70%
PPOK napas atau gagal jantung kanan dan FEV1< 30% prediksi atau
Sangat Berat ketergantungan oksigen. Pada derajat ini FEV1< 50% prediksi disertai
kualitas hidup pasien memburuk dan jika gagal napas kronik.
eksaserbasi dapat mengancam jiwa.
Gejala berat pada saat istirahat
Penatalaksanaan10,11
18
Meningkatkan kualitas hidup penderita,
Menurunkan angka kematian.
Penatalaksanaan menurut derajat PPOK di antaranya adalah :
- Berhenti merokok/mencegah pajanan gas/partikel berbahaya,
- Menghindari faktor pencetus,
- Vaksinasi Influenza,
- Rehabilitasi paru,
- Pengobatan/medikamentosa di antaranya penggunaan bronkodilator kerja singkat
antikolinergik kerja singkat), penggunaan bronkodilator kerja lama (antikolinergik kerja
lama), dan obat simtomatik. Pemberian kortikosteroid dapat digunakan berdasarkan derajat
PPOK,
- Pada PPOK derajat sangat berat diberikan terapi oksigen,
- Reduksi volume paru secara pembedahan atau endoskopi (transbronkial).
1. Medical Mentosa10-12
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan
disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat
diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang.
Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau
obat berefek panjang ( longacting ).
Macam - macam bronkodilator :
Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator
juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ).
Golongan agonis beta - 2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah
penggunaandapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat
pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk
nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan
untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk
mengatasi eksaserbasi berat.
Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2
19
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi,
karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu
penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.
Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang,
terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk
mengatasi sesak (pelega napas, bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi
eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar
aminofilin darah.
b. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena
berfungsimenekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau
prednison.Bentukinhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji
kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat
> 20% dan minimal 250 mg.
c. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :
Lini I : amoksisilin, makrolid
Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon, makrolid bar
Perawatan di Rumah Sakit :
Amoksilin dan klavulanat
Sefalosporin generasi II & III injeksi
Kuinolon per oralditambah dengan yang anti pseudomonas
Aminoglikose per injeksi
Kuinolon per injeksi
Sefalosporin generasi IV per injeksi
d. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N -
asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak
dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.
20
e. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat
perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous.
Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai
pemberian rutin.
f. Antitusif
Diberikan dengan hati – hati
2. Non-Medical Mentosa10-12
a. Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut,
gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan
napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di
rumah. Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan cara :
ventilasi mekanik dengan intubasi
ventilasi mekanik tanpa intubasi
b. Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan
energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan
hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan
menambah mortality PPOK karena berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru
dan perubahan analisis gas darah. Malnutrisi dapat dievaluasi dengan :
Keseimbangan antara kalori yang masuk dengan kalori yang dibutuhkan, bila
perlu nutrisi dapat diberikan secara terus menerus (nocturnal feedings) dengan
pipa nasogaster.
Dianjurkan pemberian nutrisi dengan komposisi seimbang, yakni porsi kecil
dengan waktu pemberian yang lebih sering.
c. Rehabilitasi PPOK
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki
kualitas hiduppenderita PPOK dengan cara : latihan fisik, latihan endurance, latihan
pernapasan, rehabilitasi psikososial. Penderita yang dimasukkan ke dalam program
rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal yang disertai
simptom pernapasan berat, beberapa kali masuk ruang gawat darurat dan kualitas
hidup yang menurun
21
PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan nonreversibel, sehingga
penatalaksanaan PPOK terbagi atas : penatalaksanaan pada keadaan stabil dan
penatalaksanaan pada eksaserbasi akut.
Penatalaksanaan PPOK stabil13
22
Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut13
23
digunakan dari bentuk inhaler, oral dengan bentuk nebuliser,
- Menggunakan oksigen bila aktivitas dan selama tidur,
- Menambahkan mukolitik,
- Menambahkan ekspektoran.
1 Terapi Pembedahan :
* Bertujuan untuk
- Bedah reduksi volume paru (BRVP) / lung volume reduction surgery (LVRS)
- Transplasntasi paru
Komplikasi
Cor Pulmonal
Cor pulmonal disebabkan oleh peningkatan tekanan darah di arteri paru-paru, pembuluh
yang membawa darah dari jantung ke paru-paru. Hal ini menyebabkan pembesaran dan
kegagalan berikutnya dari sisi kanan jantung.9,10
Hipertensi pulmonal
Hipertensi pulmonal terjadi ketika ada abnormal tekanan tinggi dalam pembuluh darah
paru-paru. Normalnya, darah mengalir dari jantung melewati paru-paru, di mana sel-sel
darah mengambil oksigen dan mengirimkannya ke tubuh. Pada hipertensi paru, arteri
paru menebal. Ini berarti darah kurang mampu mengalir melalui pembuluh darah.11
Pneumotoraks
Pneumotoraks didefinisikan sebagai akumulasi udara atau gas di ruang antara paru dan
dinding dada. Pneumotoraks terjadi karena lubang yang berkembang di paru-paru, yang
memungkinkan udara untuk melarikan diri dalam ruang di sekitar paru-paru,
menyebabkan paru-paru untuk sebagian atau seluruhnya runtuh. Orang yang memiliki
PPOK berada pada risiko lebih besar untuk pneumotoraks karena struktur paru-paru
mereka lemah dan rentan terhadap perkembangan spontan dari jenis lubang.11
Polisitemia sekunder
Polisitemia sekunder diperoleh dari kelainan langka yang ditandai oleh kelebihan
produksi sel darah merah dalam darah. Ketika terlalu banyak sel darah merah yang
25
diproduksi, darah menjadi tebal, menghalangi perjalanan melalui pembuluh darah kecil.
Pada pasien dengan COPD, polisitemia sekunder dapat terjadi sebagai tubuh mencoba
untuk mengkompensasi penurunan jumlah oksigen dalam darah.10,11
Kegagalan pernafasan
Kegagalan pernapasan terjadi ketika paru-paru tidak dapat berhasil mengekstrak oksigen
yang cukup dan / atau menghapus karbon dioksida dari tubuh. Kegagalan pernapasan
dapat disebabkan oleh sejumlah alasan, termasuk PPOK atau pneumonia.11,12
Malnutrisi
Malnutrisi menjadi komplikasi PPOK yang dapat disebabkan karena dispneu, yang
merupakan gejala utama PPOK membuat penderita sangat sulit untuk menyelesaikan
makannya, dan penderita menjadi kehilangan nafsu makan. Tanda dan gejala bisa
bermacam-macam mulai dari yang ringan sampai sangat berat. Gejala umum berupa
kelelahan, pusing, penurunan berat badan, dan kelemahan sistem imun.12
Pencegahan10-12
Berhenti Merokok
Polusi udara dapat membuat PPOK buruk. Ini dapat meningkatkan risiko terjadinya flare-up,
atau eksaserbasi PPOK. Ada beberapa hal yang dapat anda lakukan :
cobalah untuk tidak berada di luar ketika tingkat polusi udara tinggi.
memakai masker polusi udara untuk meminimalkan paparan anda.
memiliki ventilasi yang baik di rumah
menjauhkan karpet kering dan dibersihkan secara rutin untuk membantu pengendalian
debu.
26
Jika pekerjaan anda menghadapkan anda pada asap kimia atau debu, gunakan peralatan
keselamatan seperti masker untuk mengurangi jumlah asap dan debu yang anda hirup.
Edukasi13
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil. Karena
PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah
menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru.
Tujuan edukasi pada pasien PPOK :
- Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan,
- Melaksanakan pengobatan yang maksimal,
- Mencapai aktivitas optimal,
- Meningkatkan kualitas hidup.
Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah
- Pengetahuan dasar tentang PPOK,
- Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya,
- Cara pencegahan perburukan penyakit,
- Menghindari pencetus (berhenti merokok),
- Penyesuaian aktivitas.
Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan skala prioriti
bahan edukasi sebagai berikut :
- Berhenti merokok.
Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK ditegakkan
karena ini merupakan usaha yang mudah dan ekonomis dalam rangka mengurangi
progesivitas penyakit.
Waktu penggunaan yang tepat (rutin dengan selangwaku tertentu atau kalau perlu
saja)
27
- Penggunaan oksigen
Berapa dosisnya,
- Tanda eksaserbasi :
Sputum bertambah,
Ringan
Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus, antara lain berhenti
merokok,
Sedang
Berat
28
Prognosis
Semakin dini diagnosis bisa ditegakkan, semakin baiklah prognosis penderita, dengan
catatan bahwa etiologinya bisa ditiadakan. Bila etiologi tidak dapat disingkirkan, penderita
bukan saja akan mendapatkan kekambuhan dalam waktu dekat, tetapi juga perjalanan
penyakitnya akan melaju terus dengan pesat. Semakin lambat diagnosis ditegakkan, makin
jelek prognosis penderita. Hal ini disebabkan oleh sudah semakin berkurangnya elastisitas
paru, semakin luasnya kerusakan silia secara ireversibel, dan semakin tebalnya mukosa
saluran pernapasan.9-11
Kesimpulan
Penatalaksaan yang tepat pada PPOK meliputi beberapa program, yaitu evaluasi dan
monitoring penyakit, mengurangi faktor resiko, tatalaksana PPOK yang stabil, dan
tatalaksana PPOK dengan eksaserbasi.Selain pendekatan farmakologis, edukasi dan nasihat
pada pasien, diperlukan juga konseling untuk penghentian rokok, olahraga, kebutuhan nutrisi,
dan perawatan untuk pasien. Manajemen yang tepat dapat menurunkan morbiditas dan
mortalitas pada pasien PPOK, serta sangat berperan dalam meningkatkan kualitas hidup
pasien.
29
Daftar Pustaka
30