Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
Oleh:
Indriyane Vera Natalia
110 110 160 354
Dosen:
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS HUKUM
JATINANGOR
2019
Abstract
Comparison of law as a legal discipline as well as a branch of law, at the time understood as one
method of understanding the legal system. To open a law, the legal system of the country needs
to be launched in advance of foreign countries. Every country has its own legal system. Indonesia
itself is a nation that does not only look at normative laws or look at laws that are made by special
authorities or legislators whose essence is that law is not only an appointed rule that is
accommodated in law. Some social changes and a positivist view of customary law distinguish
the distinctive features of the Indonesian Criminal Law System. This was realized with the
Criminal Law according to Qanun Jinayat (Regional Regulation) in the Province of Nangroe Aceh
Darussalam and the Law of Indigenous Crimes in all corners of Indonesia. This problem made
the legal certainty and legal justice principle pass. The author tried to analyze the legal existence
in Jinayat Qanun and customary law in the national legal system and its position as legal
protection, legality principle, and grouping of the legal system of Law and Common Law. Jinayat
Qanun and civil law can bring the Indonesian Pidana Legal System to develop towards a better
direction.
Key words: Comparison of Criminal Law, Criminal Law System, Jinayat Qanun, Customary
Criminal Law
Abstrak
Perbandingan hukum sebagai disiplin hukum sekaligus sebagai cabang ilmu hukum, pada
awalnya dipahami sebagai salah satu metoda pemahaman sistem hukum. Untuk melakukan
perbandingan hukum, perlu terlebih dahulu mempelajari sistem hukum negaranya maupun dari
negara asing. Setiap negara mempunyai sistem hukumnya sendiri – sendiri. Indonesia sendiri
merupakan bangsa yang tidak hanya memandang hukum secara normatik atau memandang
hukum sekedar peraturan tertulis yang dibuat oleh penguasa atau badan khusus pembuat
undang-undang yang intinya hukum bukan hanya merupakan seperangkat aturan yang telah
diakomodir di dalam undang-undang. Beberapa perubahan sosial maupun pandangan positivis
mengenai keberadaan hukum adat mewarnai karakteristik yang khas dari Sistem Hukum Pidana
Indonesia. Hal tersebut terealisasikan dengan kehadiran Hukum Pidana menurut Qanun Jinayat
(Peraturan Daerah) di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam dan Hukum Pidana Adat di seluruh
pelosok Indonesia. Permasalahan ini membuat kaburnya asas kepastian hukum dan keadilan
hukum.Penulis mencoba menganalisis eksistens hukum pidana dalam Qanun Jinayat dan hukum
pidana adat dalam sistem hukum pidana nasional serta kedudukannya apabila dikaitkan
pengelompokan keluarga hukum, konsep asas legalitas, dan pengelompokan menurut sistem
hukum Cicil Law dan Common Law. Diharapkan dengan dilakukannya tinjauan terhadap
kedudukan hukum pidana dalam Qanun Jinayat dan hukum pidana adat dapat membawa Sistem
Hukum Pidana Indonesia untuk berkembang ke arah yang lebih baik.
Kata kunci: Perbandingan Hukum Pidana, Sistem Hukum Pidana, Qanun Jinayat, Hukum
Pidana Adat
1 3
Ranidar Darwis, Pendidikan Hukum dalam Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan
Konteks Sosial Budaya bagi Pembinaan Kebijakan Pidana, (Bandung : Alumni,
Kesadaran Hukum Warga Negara, 2005), hlm. 2
4
(Bandung : Departemen Pendidikan P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana
Indonesia UPI), hlm. 6 Indonesia, (Bandung : Sinar Baru, 1984),
2
O. Notohamidjojo, Soal-Soal Pokok Filsafat hlm. 1-2
Hukum, (Salatiga: Griya Media, 2011),
hlm. 121
Indonesia berdiri sebagai negara teratur dari pandangan, teori, asas dan
hukum sebagaimana ditegaskan di sebagainya. 8 Jika dikaitkan dengan
dalam Konstitusi Negara Republik hukum, maka gabungan kata sistem dan
Indonesia tahun 1945. 5 Sebagai negara hukum dapat diartikan sebagai suatu
hukum (Rechsstaat), Indonesia adalah kesatuan utuh yang teridiri dari beberapa
negara yang tunduk kepada hukum dan sub-bidang hukum di mana unsur-
berada di bawah hukum. 6 Di dalamnya, unsurnya saling berhubungan satu
kekuasaan negara dibatasi dan dengan yang lain.9 Kesemua unsur-
ditentukan oleh hukum, demikian pula unsur hukum itu perlu bekerja sama
alat-alat kelengkapannnya termasuk menurut tata dan pola yang ada.10
pemerintah harus bersumber dan Kemudian, Sistem Hukum Nasional
berakar dalam hukum. Oleh karena itu, dapat disederhanakn sebagai satu
dalam sebuah negara hukum, selain kesatuan hukum yang utuh di mana
persamaan (equality) terdapat juga segala bidang hukum bekerja saling
pembatasan (restriction). Batas-batas menopang, memiliki hierarki dan
kekuasaan ini juga berubah-ubah, bertujuan. Kesemua sub-sistem hukum
bergantung kepada keadaan. Akan Nasional bekerja di atas prinsip yang
tetapi, sarana yang dipergunakan untuk tertuang dalam UUD 1945. Prinsip dan
membatasi kedua kepentingan itu adalah sumber dari segala sumber hukum
hukum, baik negara maupun individu Nasional itu adalah Pancasila. Adapun
adalah subjek hukum yang memiliki hak mengenai Sistem Hukum Pidana
dan kewajiban. Oleh sebab itu, di dalam Nasional, seluruh kesatuan hukum
suatu negara hukum, kedudukan dan pidana yang utuh dan bermuara kepada
hubungan individu dengan negara Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
senantiasa dalam keseimbangan di (yang selanjutnya disebut KUHP).
mana keduanya memiliki hak dan Pengembangan ilmu hukum pidana
kewajiban yang dilindungi oleh hukum. khususnya Sistem Hukum Pidana dan
Berangkat dari fakta Indonesia usaha pembaruan hukum pidana perlu
merupakan negara hukum, Indonesia ditunjang dengan pengkajian yang
pun turut memiliki sistem hukum. Secara bersifat komparatif. Usaha ini dapat
bahasa, sistem merujuk pada arti disebut sebagai studi perbandingan
seperangkat unsur yang secara teratur hukum yang merupakan bagian yang
saling berkaitan sehingga membentuk sangat penting dan diperlukan bagi ilmu
suatu totalitas.7 Selain itu, sistem juga hukum serta bermanfaat untuk dapat
dapat diartikan sebagai susunan yang lebih memahami dan mengembangkan
5 9
Lihat Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Ridwan Nurdin, “Kedudukan Qanun Jinayat
1945 Aceh dalam Sistem Hukum Pidana
6
Naskah diterima: 25 Februari 2016, Direvisi: 9 Nasional), Jurnal Miqpt, Vol. XLII, Np. 2,
Juni 2016, Disetujui untuk diterbitkan: 16 Juli-Desember 2018, hlm. 362
10
Juni 2016 Fajat Nurhadianto, “Sistem Hukum dan Posisi
7
http://kbbi.web.id/sistem, yang diakses pada Hukum Indonesia”, Jurnal TAPIs, Vol. 11,
Rabu, 24 April 2019 pukul 12.34 WIB No. 1, Januari-Juni 2015, hlm. 35
8
Jasser Audah, Membumikan Hukum Islam
Melalui Maqashid Syariah, (Bandung:
Mizan, 2015), hlm. 61
11 14
Major Legal Systems in the World Today, 1978, Romli Atmasasmita, Op.Cit., hlm. 12
15
hlm. 3 – 4 dan 16 Ibid., hlm. 5
12 16
Romli Atmasasmita, Perbandingan Hukum Barda Nawawi Arief, Perbandingan Hukum
Pidana, (Bandung : Penerbit Mandar Pidana, (Jakarta : Raja Grafindo Persada,
Maju, 2000), hlm. 6 2015), hlm. 16
13
A.E. Orucu, Method and Object of Comparative
Law, (1986), hlm. 70
17 18
David Rene & John C. Brierley, Major Legal Romli Atmasasmita, Op. Cit., hlm. 21
Systems in The World Today, 1985, hlm.
20
dari barat, hukum Islam dan, hukum untuk Aceh pada tahun 1999 dengan
adat. 19 Qanun Jinayat merupakan dikeluarkannya Undang-Undang No. 44
bagian dari eksistensi hukum Islam Tahun 1999 tentang Keistimewaan
dalam sistem hukum Indonesia. Hukum Aceh. Hal ini kembali diperkuat dengan
Islam yang berlaku di Indonesia berlaku Undang-Undang No. 18 Tahun 2001
tidak saja secara yuridis formal, yakni tentang Otonomi Khusus Provinsi
menjadi hukum positif karena telah Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi
ditunjuk oleh peraturan perundang- Nangroe Aceh Darussalam. Dengan
undangan, namun juga yang berlaku dilegalisasinya Syariat Islam di Aceh,
secara normative seperti hukum yang berlaku pula hukum-hukum Islam yang
mengatur hubungan manusia dengan terkodifikasi dalam Qanun Jinayat. Hal
Tuhan. 20 Kedua, norma tersebut telah demikian juga berujung berlakunya
menjadi hukum yang hidup (living law) di Hukum Pidana Islam di Provinsi Nangroe
dalam masyakat. Hukum Islam sebagai Aceh Darussalam. Hukum Pidana Islam
salah satu sumber hukum serta tetap lahir di Provinsi Nangroe Aceh
hidup di masyarakat Indonesia, telah Darussalam berbeda dengan hukum
mengalami pasang surut sesuai dengan Pidana Indonesia yang selama ini
kondisi politik yang ada. Syariat Islam berlaku secara umum di Nusantara.
telah menjadi sejarah yang panjang. Sampai sekarang ini belum ada Qanun
Semenjak zaman kerajaan-kerajaan khusus yang mengatur tentang Hukum
bahkan sampai pada masa Pidana Islam di Nangroe Aceh
kemerdekaan penegakan Syariat Islam Darussalam tetapi Hukum pidana Islam
terus diperjuangkan khususnya di Aceh. tersebut masih tersebar pada Qanun-
21
Implementasi syariat Islam di Aceh Qanun yang ada. 22 Hal ini tentunya
merupakan suatu yang special pada membuat permasalahan karena
mada modern. Kekuatannya berada menyebabkan terjadinya dualisme
dalam sistem hukum Indonesia yakni di Hukum Pidana di Indonesia. Hukum
dalam UUD 1945 dinyatakan secara Pidana Indonesia sebagaimana tertuang
tegas tentang kebebasan beragama dalam Kitab Undang-Undang Hukum
dalam artian bebas menjalankan ajaran Pidana (yang selanjutnya disebut KUHP)
agama bagi pemeluknya. Otonomi suatu berlaku secara umum di Indonesia
provinsi dalam negara telah sesuai dengan yang diatur dalam
memperbolehkan melaksanakan sub- Undang-Undang No. 1 tahun 1946
sistem hukum secara tersendiri. Salah tentang KUHP. Dengan demikian,
satu wujudnya adalah pemberian seharusnya KUHP juga turut berlaku
otonomi khusus kepada daerah-daerah untuk Provinsi Nangroe Aceh
di seluruh Indonesia yang terbukti Darussalam karena Aceh adalah bagian
dengan diberikannya otonomi khusus integral dari Negara Kesatuan Republik
19
Kamarusdiana, “Qanun Jinayat Aceh Dalam Bunga Rampai Peradilan Agama di
Perspektif Negara Hukum Indonesia”, Indonesia, (Bandung : Ulil Albab Press,
Jurnal Ahkam: Vol. XVI, No. 2, Juli 2016, 1997), hlm. 73
21
hlm. 151 Kamarudiana, Op. Cit., hlm. 152
20 22
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam, UUPA, Ibid., hlm. 153
dan Masalahnya, dalam Cik Hasan Bisri,
23 24
Warih Anjari, “Eksistensi Delik Adat dan L. Mulyadi, “Eksistensi Hukum Pidana Adat di
Implementasi Asas Legalitas Hukum Indonesia : Pengkajian Asas, Norma,
Pidana Materiil Indonesia, Jurnal Teori, Praktek, dan Prosedurnys,” Jurnal
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 46, Hukum dan Peradilan, Vol. 2, No. 2, Juli
Oktober 2017, hlm. 329 2013, hlm. 123
25
Barda Nawawi Arief, Op. Cit., hlm. 16
26 27
Kamarusdiana, Op.Cit., hlm. 152 Sehat Ihsan, Adat dalam Dinamika Politik
Aceh, (Banda Aceh: Arti&Icaios, 2010),
hlm. 205
28
Jasser Auda, Maqasid al Syariah as Philosphy apa adanya. Pelaksanaannya ditunjukan
of Islamic Law a Systems Approach, (The untuk suatu ketaatan dan penghapusan
International of Islamic Thought, 2009), dosa (expiation). Lihat Khairil Akbar,
hlm. 59 Pidana Mati terhadap Penyalahguna
29
Deddym Ismatullah, Materi Kuliah Sejarah Psikotropika dalam Perspektif Teori
Sosial Hukum Islam, tanggal 11 Pemidanaan Islam: Studi terhadap UU
September 2007, hlm. 2 No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika
30
Rachmat Syafe’I, Materi Kuliah Qanun dan (Banda Aceh: UIN Ar-Raniry, 2014), hlm.
Syari’ah, tanggal 02 Oktober 2007, hlm. 3 53-55
31
Cambuk sebagai balasan identic dengan teori
jawabir yang cenderung melihat sanksi
32 33
Muslimin Zainuddin, Problematika Hukuman Ibid., hlm. 92-93
Cambuk di Aceh, (Banda Aceh: Dinas
Syari’at Islam, 2011), hlm. 89-90
Tindak Pidana atau Delik yang diatur dalam Qanun yang dalam readksi lama
Jinayat menyatakan bahwa Gubernur
2. Hukum Pidana Adat Jenderal berkuasa menjadikan
Hukum adat merupakan Kitab Undang-Undang Hukum
hukum asli dalam suatu Pidana yang berlaku bagi orang
masyarakat tertentu, di mana Eropa, berlaku juga bagi orang
pada masa dahulu dipergunakan bukan Eropa. 35 Pada masa
sebagai pedomana bagi seluruh Gubernur Jenderal Daendels di
aspek kehidupan dalam Indonesia (1808), terdapat suatu
masyarakat yang bersangkutan. ketentuan bahwa bagi golongan
Indonesia yang terbagi dari hukum Indonesia asli berlaku
berbagai suku bangsa membuat hukum adatnya, tetapi Gubernur
terbentuklah beberapa Jenderal berhak mengubah
masyarakat hukum adat. Akibat sistem hukuman yang telah
demikian, terdapat perbedaan ditetapkan berdasarkan hukum
konsepsi diantara masyarakat adat. Menurut plakat tanggal 22
hukum adat yang satu dengan April 1808, pengadilan
yang lainnya mengenai nilai-nilai diperbolehkan menjatuhkan
yang dianggap baik dan tidak hukuman antara lain:
baik bagi tata kehidupan mereka a. Dibakar hidup dengan terikat
masing-masing. Namun, pada suatu tiang;
disamping terdapatnya b. Dimatikan (dibunuh) dengan
perbedaan-perbedaan mengenai mempergunakan keris;
pengaturan bagi suatu aspek c. Dicap bakar, dipukul,
kehidupan yang sama di dalam
dipenjara, dan bekerja paksa.
masyarakat hukum adat, ternyata
dapat ditemukan pula suatu Selanjutnya, eksistensi
persamaan mengenai Hukum Pidana Adat diatur dalam
pengaturan bagi suatu aspek Pasal 5 ayat (3) sub b Undang-
kehidupan yang berlaku secara Undang Darurat No. 1 Tahun
universal di dalam berbagai 1951 tentang Tindakan-Tindakan
masyarakat hukum adat tersebut. Sementara untuk
Seluruh masyarakat hukum adat Menyelenggarakan Kesatuan
di Indonesia mengenal serta Susunan Kekuasaan dan Acara
melarang dilakukannya Pengadilan-Pengadilan Sipil.
perbuatan yang disebut sebagai Kriteria penerapan hukum pidana
perbuatan sumbang. 34 adat sebagai dasar pemidanaan
Sejarah eksistensi Hukum berdasarkan pasal tersebut
Pidana Adat dapat dikatakan adalah apabila suatu perbuatan
muncul sejak Pasal 75 ayat (2) hukum yang hidup harus
Regeringsreglement (RR) 1854 dianggap sebagai perbuatan
34 35
Oemar Seno Adji, Hukum Hakim Pidana, E. Utrecht, Hukum Pidana I, (Jakarta: Penerbit
(Jakarta; Erlangga, 1980). hlm. 46 Universitas, 1958), hlm. 44
36
W. Anjari, “Eksistensi Hukum Pidana Adat Jurnal Indigenious Law Review, Vol. 1,
(Delik Adat) dalam Pembaharuan KUHP”, Maret 2015, hlm. 231
37
Ibid., hlm. 18-19
38 39
Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Eddy Hiariej, Asas Legalitas dan Penemuan
(Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hlm. 59 Hukum Dalam Hukum Pidana, (Jakarta:
Erlangga, 2009), hlm. 56
40
Warih Anjari, Op. Cit., hlm. 332
41
Lihat ketentuan umum angkata 21 dan 22
Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh
42 43
Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Ibid., hlm. 58
Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1993), hlm.
59-61
44
Warih Anjari, Op. Cit., hlm. 330 Legislasi Yang Progresif,” Jurnal
45
Putuhena, “Politik Hukum Perundang- Rechvinding, Vol. 2, No. 3, Desember
Undangan: Mempertegas Reformasi 2014, hlm. 112
46
Tabiu & Hiariej, “Pertentangan Asas Legalitas Undang KUHP,” Jurnal Penelitian Hukum, Vol. 2,
Formil dan Materiil dalam Rancangan Undang- No. 1, hlm. 341
47
Romli Atmasasmita, Perbandingan Hukum
Pidana, (Bandung : Penerbit Mandar
Maju, 2000), hlm. 21
48
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT
Citra Aditya Bakti, 1991), hlm. 235
D. Publikasi Lainnya