Sunteți pe pagina 1din 36

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 . Konsep Anak Usia Sekolah


A. Definisi Kesehatan Jiwa Usia sekolah ( 5 – 12 Tahun)
Anak usia sekolah sudah mengembangkan kekuatan internal dan tingkat
kematangan yang memungkinkan mereka untuk bergaul di luar rumah. Tugas
perkembangan utama pada tahap ini adalah menanamkan interaksi yang sesuai dengan
teman sebaya dan orang lain, meningkatkan keterampilan intelektual khususnya di
sekolah, meningkatkan keterampilan motorik halus, dan ekspansi keterampilan motorik
kasar. Pertumbuhm nbhan fisik dengan pesat mulai melambat pada usia 10 hingga 12
tahun. Bentuk wajah berubah karena tulang wajah tumbuh lebih cepat dari pada tulang
kepala. Anak usia sekolah menjadi lebih kurus, kakinya lebih panjang, koordinasi
neuromotorik lebih berkembang. Gigi tetap mulai tumbuh. Keterampilan bersepeda,
memainkan alat musik, menggambar/ melukis, serta keterampilan lain yang di perlukan
untuk kegiatan kelompok serta kegiatan hidup sehari-hari sudah berkembang (Berger &
williams,1992;kozier;Erb,Blais & wilkinson, 1995).
Untuk perkembangan emosional dan sosial, anak usia sekolah perlu di berikan
kesempatan untuk belajar menerapkan peraturan dalam berinteraksi dengan orang lain di
luar keluarga. Anak juga mengamati bahwa tidak semua keluarga berinteraksi dengan
cara atau sikap yang sama bahwa setiap keluarga mempunyai perbedaan norma tentang
prilaku yang di terima atau tidak di terima.
Oleh karena itu, perlu bagi anak untuk mengembangkan kesadaran dan penghargaan
terhadap perbedaan tiap keluarga sehingga dapat berhubungan dengan orang lain secara
efektif.
Menurut Erikson, tugas perkembangan pada tahap ini adalah mengenbangkan
pola industri (produktif) versus inferioritas (rendah diri).Orang tua perlu mendukung
dan menjadi contoh peran bagi anak untuk merangsang anak agar
produktif.Perkembangan seksual dan citra diri tidak hanya berhubungan dengan
aspek fisiologis, tetapi juga perasaan kompeten, penerimaan, dan penghargaan.
Perasaan berhasil melakukan sesuatu menjadi sangat penting dalam proses
tumbuh-kembang anak usia sekolah. Mereka juga telah memahami konsep gender
bahwa anak laki akan menjadi bapak dan anak wanita akan menjadi ibu kalau sudah
dewasa. perkembangan kognitif terjadi cukup pesat pada masa ini, yaitu menerapkan
keterampilan merasionalisasikan pemahaman tentang ide atau konsep. Mereka dapat
menghubungkan antara konsep waktu dan ruang, mampu mengingat, serta
keterampilan mengumpulkn benda yang sejenis. Anak usia sekolah juga telah belajar
pentingnya memerhatikan norma di rumah, sekolah, agama, dan menghargai tokoh
otoriter, seperti orangtua atau guru.
Pengaruh pengalaman masa kecil terhadap perilaku pada saat dewasa. Freud
menyatakan bahwa masa lima tahun pertama kehidupan anak sangat penting pada usia
lima tahun karakter dasar yang dimiliki anak sangat penting dan pada usia lima tahun
karakter dasar yang dimiliki anak telah terbentuk dan tidak dan tidak dapat diubah lagi.
Freud juga mengenalkan, anatara lain, konsep transferens, ego, mekanisme koping (
coping mechanism). Sullivian memfokuskan teori perkembangan anak pada hubungan
antara manusia.Tema sentral teori Sullivian berkisar pada teori Sullivian berkisar pada
ansietas dan menekankan bahwa masyarakat sebagai pembentuk kepribadian.Anak
belajar perilaku tertentu karena hubungan interpersonal.

B. Keperawatan Jiwa Anak Secara Umum


1. Landasan teoretis perkembangan jiwa anak
Keperawatan jiwa anak merupakan bagian spesialisasi dari keperawatan
psikiatrik.Intervensi keperawatan jiwa anak mendukung pertumbuhan dan
perkembangan normal anak yang berlandaskan pada teori perkembangan fisio –
biologis, psikologogis, kognitif, sosial, sensorimotoris, moral, dan filosofi.
1. Teori perkembangan fisio – biologis
Tiga konsep utama yang melandasi teori fisiobiologis perkembangan individu
adalah kepribadian, sifat (traits), dan temperamen kepribadian di definisikan
sebagai elemen – elemen yang membentuk reaksi menyeluruh individu terhadap
lingkungan. Temperamen adalah gaya prilaku sebagai reaksinya terhadap
lingkungan dan berkaitan dengan trait, yaitu atribut kepribadian. Walaupun tidak
bersifat genetik, sifat bawaan (inborn traits) menghasilkan gaya respons social
yang berbeda yang memengaruhi pola keterikatan (attachment patterns ) dan
perkembangan psikopatologi.
Body image (citra tubuh) merupakan konsep biofisik yang juga mempunyai dimensi
biologis dan sosial dalam perkembangan seseorang.Bersifat dinamis dan berkembang
mengikuti perkembangan interpersonal, lingkungan, citra tubuh ideal, dan penyesuaian
sebagai respon terhadap pertumbuhan fisik dan pengalaman hidup.
Maturasi secara teratur dan berangsur terbentuk yang membedakan anak sebagai
bagian yang terpisah dari ibunya, dan skema tubuh mereka menjadi lebih mantap dan
stabil pada akhir masa remaja.
2. Teori perkembangan psikologis
Teori psikonalitis yang di kembangkan oleh freud, begitu pula teori interpersonal
psikiatri yang di kenalkan oleh sullivan mendasari teori psikologis perkembangan yang
akan di jelaskan berikut ini.
Freud adalah orang pertama yang menemukan teori perkembangan
kepribadian dalam pengobatan psikonoalitis pada orang dewasa.Ia menekankan
pada tahap perkembangan.
3. Teori Perkembangan Kognitif
Teori piaget menekankan bahwa cara anak berpikir berbeda dari pada orang
dewasa, bahkan anak belajar secara spontan tanpa mendapatkan masukan dari orang
dewasa. Menurut piaget, anak belajar melalui proses meniru dan bermain,
menunjukan proses kegiatan asimilasi, dan akomodasi, yang menjabarkan tiap tahap
dan usia dari kematangan kognitif anak. Perkembangan kognitif mengitegrasikan
struktur pola prilaku sebelumnya ke arah pola prilaku baru yang kompleks.
Kecepatan tiap tahap perkembangan dipengaruhi oleh perbedaan tiap individu dan
pengaruh sosial. Piaget tidak setuju dengan pendapat ilmuan lain bahwa orang
dewasa dipengaruhi oleh tingkat perkembangan sebelumnya.
4. Teori Perkembangan Bahasa
Penguasaan bahasa merupakan tugas perkembangan utama pada masa kanak-
kanak, yang mana struktur linguistik dan kognitif berkembang secara paralel. Chomsky
(1975) dalam teorinya meyatakan bahwa anak menggunakan dan menginterpretasikan
kalimat baru melalui proses kognitif internal yang disebut dengan transformasi, yaitu
penyusunan kata menjadi kalimat. Mula-mula anak memverbalisasi persepsi mereka
dengan memberi nama tentang hal yang di persepsikan, kemudian meningkat dengan
memverbalisasi emosi mereka. Pemberian nama pada objek da perasaan yang dialami,
meningkatkan rasa kontrol anak terhadap perasaannya, yang dengan sendirinya
membantu mereka untuk membedakan apa yang nyata dan yang tidak. Perkembangan
bahas memudahkan uji realitas dan sebagai dasar terhadap identitas diri dan perbedaan
semua dimensi pada anak yang sedang berkembang.
5. Teori Perkembangan Moral
Perkembangan moral diartikan sebagai konversi sikap dan konsep primitif ke
dalam standar moral yang komprehensif. Proses transformasi ini merupakan bagian
dari/dan bergantung pada kumpulan pertumbuhan kognitif anak, yang timbul sejalan
dengan hubungan anak dengan dunia luar. Teori perkembangan moral, antara lain,
dikemukakan oleh Freud, Piaget, dan Kohlberg.
6. Teori Psikologi Ego
Teori psikologi ego yang menjembatani psikoanalisis dengan psikologi
perkembangan ini menggunakan pendekatan struktural untuk memahami individu dangan
berfokus pada ego atau diri sebagai unsur mandiri.Ilmuan yang mendukung teori ini
berkeyakinan bahwa ego dan unsur rasional yang menentukan pencapaian intelektual dan
sosial terdiri dari sumber energi, motif dan rasa tertarik.
Pada dasarrnya tidak ada satu teori pun yang secara lengkap dapat menjelaskan
perkembangan jiwa anak dan menyimpulkan secara holistik tentang pennyimpangan
kesehatan jiwa pada anak termasuk landasan intervensi yang perlu dilakukan. Oleh
karena itu, dalam keperawatan jiwa pada anak dapat digunakan suatu pendekatan yang
berfokus pada keterampilan kompetensi ego anak. Menurut stuart dan sundeen (1995),
pendekatan ini sangat efektif dan sensitif secara kultural dalam merencanakan dan
mengimplementasikan intervensi keperawatan apapun diagnosis psikiatrik atau dimana
pun tatanan pelayanan kesehatan jiwa diberikan.
Sembilan keterampilan kompetensi ego yang perlu dimiliki oleh semua anak
untuk menjadi seorang dewasa yang kompeten menurut Stayhorn (1989) adalah:
1. Secara lebih terinci keterampilan kompetensi ego yang berkembang sejak awal
kehidupan, yaitu pada masa kanak-kanak dapat dijelaskan sebagai berikut:
A. Menjalin hubungan dekat yang penuh rasa percaya. Keterampilan dasar untuk tumbuh-
kembang yang positif adalah kemampuan membina hubungan dekat dan penuh rasa
percaya dengan orang lain. Untuk mengetahui keterampilan anak, kita perlu menanyakan
pertanyaan sebagai berikut.
1. Apakah anak senang berteman atau bergaul ?
2. Apakah anak sering mengganggu teman ?
3. Apakah anak tidak tahu apa yang harus dikatakan ketika berkenalan
dengan seseorang?
Untuk meningkatkan keterampilan anak dalam menjalin hubungan dekat dengan
orang lain, kita harus berupaya meningkatkan interaksi dengan anak melalui
permainan atau cara lain yang menarik bagi anak. Berbicara berhadapan dengan
penuh perhatian merupakan awal tindakan yang berarti dan terapeutik bagi anak.
Anak perlu belajar untuk dapat menerima kesalahan dan pentingnya memaafkan
orang lain dalam menjalain hubungan rasa percaya.
2. Mengatasi perpisahan dan pengambilan keputusan yang mandiri
Mampu mengidentifikasi dan mengekspresikan perasaan dan membuat keputusan
yang mandiri merupakan hal penting agar dapat menjadi individu yang kompeten.Kita
dapat mengunakan pertanyaan berikut ini untuk mengevaluasi keterampilan anak.
1) Apakah anak tampak murung atau cemas ketika tidak bersama ibunya
2) Apakah anak tampak tampak murung atau cemas jika merasa ada orang yang tidak
menyukainya ?
3) Jika murung, apakah ada yang dapat dilakukan oleh anak untuk mengatasi perasaannya ?
Kegiataan yang berfokus untuk membantu anak mengidentifikasi dan
mengklarifikasi aspek-aspek yang ada pada dirinya merupakan latihan peningkatan
kemandirian yang penting dilakukan. Hal ini dapat dilakukan dengan menggalakan
anak untuk menggambar dirinya dan meminta pendapat orang lain tentang masalah
terkait. Setiap pengalaman yang mengklarifikasi perbedaan antara individu membantu
anak untuk mengidentifikasi dirinya, sebagai individu yang unik dalam konteks sosial.
Dalam lingkungan terapeutik, dapat juga di beri kesempatan kepada anak untuk
memilih dan memutuskan, yang selanjutnya mendukung pertumbuhan dan kompetensi
ego anak.Membuat keputusan dan mengatasi konflik interpersonal secara bersama.
Anak yang tidak pernah diberi kesempatan untuk berperan dalam pengambilan
keputusan bersama atau tidak di hargai kerja sama yang di lakukannya mungkin akan
tidak terampilan dalam membuat keputusan dan mengatasi konflik interpersonal.
Pertanyaan yang dapat di ajukan antara lain, sebagai berikut:
Ketika anak mempunyai masalah, apakah ia dapat memikirkan beberapa cara
penyelesaiannya ?
1. Apakah anak menjadi marah jika tidak mendapat keinginannya ?
2. Apakah orang lain mudah dibuat marah oleh anak tersebut ?

Lingkungan yang aman dapat memberi kesempatan pada anak untuk belajar dan
mempraktikkan keterampilan membuat keputusan dan mengatasi konflik bersama,
seperti latihan membuat keputusan kelompok yang sangat memerlukan kerja sama.
Anak perlu dibantu untuk mengidentifikasi rasa takutnya yang berhubungan dengan
kerja sama dengan orang lain. Yang penting diperhatikan bukan kita selaku orang tua
yang mengatasi konflik untu anak, tetapi menggunakan situasi untuk mengajarkan
anak keterampilan bernegosiasi dan membentuk sosialisasi yang sesuai melalui
penghargaan (reinforcement).
1) Apakah ada sesuatu yang sangat disukai dilakukan anak?
2) Dapatkah anak dengan mudah menyukai sesuatu kegiatan?
3) Apakah anak senang duduk-duduk dengan santai memikirkan sesuatu?
Untuk meningkatkan keterampilan ini, anak perlu diberi cukup waktu bermain
yang tidak terstruktur sehingga mempunyai kesempatan untuk belajar dan menguasai
bakat atau kegemarannya.
Proses kognitif melalui kata-kata, simbol, dan citra. Anak yang terganggu
emosinya, mungkin kemampuan kognitifnya belum berkembang.Untuk mengatahui
keterampilan kognitif anak, perlu ditanyakan hal-hal berikut ini.
1. Apakah anak mengalami kesulitan untuk menguraikan perasaannya pada orang lain?
2. Apakah anak merasa seolah-olah ia tidak pernah tau apa yang terjadi?
3. Apakah anak dapat mengidentifikasi kelebihan yang dimilikinya?

Lingkungan yang terapeutik diperlukan untuk menstimulasi perkembangan


kognitif anak. Prawat perlu mrancang mainan, perlengkapan, komunikasi dan
interaksi, serta pertemuan yang berguna bagi proses kognitif anak.
3. Membina perasaan adaptif tentang arah dan tujuan yang diinginkan. Sejak usia pra-
sekolah, anak-anak telah mulai memikirkan tentang kehidupan mereka jika telah dewasa.
Keinginan dan gambaran mereka tentang kehidupan yang akan datang sanagat
dipengaruhi oleh kehidupan yang mereka amati disekitarnya. Pertanyaan untuk menggali
keterampilan anak ini, antara lain, sebagai berikut.
1. Apakah anak merasa bahwa hidup mereka kelak akan lebih baik?
2. Apakah anak tidak tahu apa yang harus mereka lakukan jika telah dewasa?
B. Proses Keperawatan
Sesuai dengan tahapan proses keperawatan dan dengan berorientasi pada keterampilan
kompetensi ego, pertama perawat perlu melakukan pengkajian.
1. Pengkajian
Perawat mengkaji penguasaan anak terhadap tiap area keterampilan yang
dibutuhkan anak untuk dapat menjadi seorang dewasa yang kompeten.Selain
mengkaji keterampilan yang telah diuraikan tersebut, perawat juga perlu mengkaji
data demografi, riwayat kesehatan terdahulu, kegiatan hidup anak sehari-hari,
keadaan fisik, status mental, hubungan interpersonal, serta riwayat personal dan
keluarga.
Data demografi. Pengkajian data demografi meliputi nama; usia; tempat; dan
tanggal lahir anak; nama, pendidikan, alamat orang tua; serta data lain yang dianggap
perlu diketahui. Riwayat kelahiran, alergi, penyakit da pengobatan yang pernah
diterima anak, juga perlu di kaji. Selain itu, aktifitas kehidupan sehari-hari anak
meliputi keadaan gizi termasuk berat badan. Jadwal makan, dan minat erhadap
makanan tertentu; tidur termasuk kebiasaan dan masalah kualitas tidur;; eliminasi
meliputi kebiasaan dan masalah yang berkaitan dengan eliminasi; kecacatan dan
keterbatasan lainnya.
Dalam pengkajian fisik perlu diperiksa keadaan kulit, kepala, rambut, mata,
telinga, hidung, mulut, pernapasan, kardiovaskuler, muskuloskeletal, dan neurologis
anak.Pemeriksaan fisik lengkap sangat diperlukan untuk mengetahui kemungkinan
pengaruh gangguan fisik terhadap prilaku anak.Misalnya, anak yang menderita
diabetes atau asma sering berprilaku merusak dalam usahanya mengendalikan
lingkungan.Selain itu, hasil pemeriksaan fisik berguna sebagai dasar dalam
menentukan pengobatan yang diperlukan.Bahkan untuk mengetahui kemungkinan
bekas penganiayaan yang pernah di alami anak.
Status mental.Pemeriksaan status mental anak bermanfaat untuk memberi
gambaran mengenai fungsi ego anak.Perawat membandingkan perilaku dengan
tingkat fungsi ego anak dari waktu kewaktu.Oleh karena itu, status mental anak perlu
dikaji setiap waktu dengan suasana yang santai dan nyaman bagi anak.Menggunakan
alat bermain sangat bermanfaat untuk mengalihkan fokus anak (yang menimbulkan
ansietas) ke karakter yang digunakan dalam permainannya. Data dicatat sesuai
dengan perilaku yang di amati untuk menjaga objektivitas pengkajian, kesan,
perasaan, dan pendapat perawat.Pemeriksaan status mental meliputi keadaan emosi,
proses berpikir, dan isi pikiran; halusinasi dan persepsi; cara bocara dan orientasi;
keinginan untuk bunuh diri atau membunuh. Pengkajian terhadap hubungan
interpersonal anak dilihat dalam hubungannya dengan anak sebayanya yang
penting untuk untuk mengetahui kesesuaian perilaku dengan usia. Pertanyaan yang perlu
diperhatikan perawat ketika mengkaji hubungan interpersonal anak, antara lain sebagai
beriku.
1. Apakah anak berhubungan dengan anak sebaya dan dengan jenis kelamin tertentu?
2. Apakah anak dalam struktur kekuasaan dalam kelompok?
3. Bagaimana keterampilan sosial anak ketika menjalin dan berhubungan dengan anak lain?
4. Apakah anak mempunyai teman dekat?
Kemampuan anak berhubungan dengan orang dewasa juga penting dikaji untuk
mengetahui kebutuhan anak akan tokoh panutan dan kebutuhan anak akan dukunga dan
kasih sayang.
Riwayat personal dan keluarga. Riwayat personal dan keluarga meliputi faktor
pencetus masalah, riwayat gejala, tumbuh kembang anak, yang biasanya dikumpulkan
oleh tim kesehatan. Data ini sangat diperlukan untuk mengerti prilaku anak dan
membantu menyusun tujuan asuhan keperawatan.Pengumpulan data keluarga
merupakan kebagian penting dari pengkajian melalui pengalihan fokus dari anak
sebagai individu ke sistem keluarga. Tiap anggota keluarga diberi kesempatan untuk
mengidentifikasi siapa yang bermasalah dan apa yang telah dilakukan oleh keluarga
untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Untuk menegakan diagnosis keperawatan,data yang telah dikumpulkan kemudian
di analisis sebagai dasar perencanaan asuhan keperawatan selanjutnya. Dalam
keperawatan psikiatri dapat digunakan PND(Pshyciatric Nursing Diagnosis), NANDA
(North American Nursing Diagnosis Association), dan DSM-III R (Diagnosis and
statistical Manual of Mental Disorders).
2. Perencanaan
Setelah pengkajian selesai dan masalah utama yang dialami anak telah diidentifikasi,
rencana perawatan dan pengobatan yang komprehensif di susun. Tujuan asuhan
keperawatan disusun sesuai dengan kebutuhan anak, seperti modifikasi,penyesuaian
sekolah anak dan perubhan lingkungan anak. Tujuan umum untuk anak yang dirawat di
unit perawatan jiwa adalah sebagai berikut.

a. Memenuhi kebutuhan emosi anak dan dan kebutuhan untuk dihargai


b. Mengurangi ketegangan pada anak dan kebutuhan untuk berprilaku defensif
c. Membantu anak menjalin hubungan positif dengan orang lain.
d. Membantu mengembangkan identitas anak
e. Memberikan anak kesempatan untuk menjalani kembali tahapan perkembangan
terdahulu yang belum terselesaikan secara tuntas.
f. Membantu anak berkomunuikasi secara efektif
g. Mencegah anak untuk menyakiti, baik dirinya sendiri maupun diri orang lain
h. Membantu anak memelihara kesehatan fisiknya
i. Meningkatkan uji coba realitas yang tepat
3. Implementasi
Berbagai bentuk terapi pada anak dan keluarga dapat diterapkan yang terdiri atas
sebagai berikut.
Terapi bermain. Pada umumnya merupakan media yang tepat bagi anak untuk
mengekspresikan konflik yang belum terselesaikan, selain juga berfungsi untuk;
Menguasai dan mengasimilasi kembali pengalaman lalu yang tidak dapat
dikendalikan sebelumnya;
a. Berkomunikasi dengan kebutuhan yang tidak disadari;
b. Berkomunikasi dengan orang lain;
c. Menggali dan mencoba belajar bagaimana berhubungan dengan diri sendiri, dunia luar,
dan orang lain; Mencocokan tuntutan dan dorongan dari dalam diri dengan realitas.
Semua anggota keluarga perlu diikutsertakan dalam terapi keluarga.Orang tua
perlu belajar secara bertahap tentang peran mereka dalam permasalahan yang
dihadapi dan bertanggung jawab terhadap perubahan yang terjadi pada anak dan
keluarga.Biasanya cukup sulit bagi keluarga untuk menyadari bahwa keadaan dalam
keluarga terus menimbulkan gangguan pada anak.Oleh karena itu, perawat perlu
berhati-hati dalam meningkatkan kesadaran keluarga.
Terapi kelompok.Terapi kelompok dapat berupa suatu kelompok yang melakukan
kegiatan atau berbicara.Terapi kelompok ini sangat bermanfaat untuk meningkatkan
uji realitas, mengendaikan impuls (dorongan internal), meningkatkan harga diri,
memfasilitasi pertumbuhan; kematangan dan keterampilan sosial anak.

Kelompok dengan lingkungan yang terapeutik memungkinkan anggotanya umtuk


menjalin hubungan dan pengalaman sosial yang positif dalam suatu lingkungan yang
terkendali.
Walaupun terapi obat belum sepenuhnya diterima dalam psikiatrik anak, tatapi
bermanfaat untuk mengurangi gejala (hiperaktif, depresi, impulsif, dan ansietas) dan
membantu agar pengobatan lain lebih efektif. Pemberian obat ini tetap diawasi oleh
dokter dan menggunakan pedoman yang tepat.
Terapi individu.Ada berbagai terapi individu, terapi bermain, psikoanalitis,
psikoanalitis berdasarkan psikoterapi, dan terapi bermain pengalaman.Hubungan
antara anak dengan therapist memberi kesempatan pada anak untuk mendapatkan
pengalaman mengenai hubungan positif dengan orang dewasa dengan penuh kasih
sayang dan uji realitas.
Pendidikan pada orang tua.Pendidikan terhadap orang tua merupakan hal yang
penting untuk mencegah gangguan kesehatan jiwa anak, begitu pula untuk
meningkatkan kembali penyembuhan setelah dirawat. Orang tua diajarkan tentang
tahap tumbuh-kembang abak sehingga orang tua dapat mengetahui prilaku yang
sesuai dengan usia anak. Keterampilan berkomunikasi juga meningkatkan pengertian
dan empati antara orang tua dan anak.Teknik yang tepat dalam mengasuh anak juga
diperlukan untuk mengembangkan disiplin diri anak. Hal-hal lain, seperti
psikodinamika keluarga, konsep kesehatan jiwa, dan penggunaan pengobatan, juga
diajarkan.
Terapi lingkungan.Konsep terapi lingkungan dilandaskan pada kejadian dalam
kehidupan sehari-hari yang dialami anak.Lingkungan yang aman dan kegiatan yang
teratur daan terprogram, memungkinkan anak untuk mencapai tugas terapeutik dari
rencana penyembuhan dengan berfokus pada modifikasi perilaku.Kegiatan yang
terstruktur secara formal, seperti belajar, terapi kelompok, dan terapi rekreasi.
Kegiatan rutin meliputi bangun pagi hari, makan , dan jam tidur. Program yang
berfokus pada prilaku, memungkinkan staf keperawatan untuk memberi umpan balik
terus-menerus kepada anak-anak tentang perilaku mereka sesuai jadwal
kegiatan.Untuk perilaku yang baik, mereka menrima pujian, stiker, atau nilai,
bergantung pada tingkat perkembangannya.Sebaliknya, prilaku negatif tidak di
toleransi. Peran perawat sebagai orang tua yang baik menuntut perawat mampu
menciptakan lingkungan yang terbuka, komunikasi yang jujur, dan memberi
gambaran yang jelas tentang batasan hubungan anak-orang dewasa yang bebas dari
keintiman yang pura-pura.Lingkungan yang terapeutik harus memberi perlindungan
pada anak dari ancaman dinamika keluarganya yang patologis.
4. Evaluasi
Pada umumnyaa fasilitas penyembuhan anak dengan gangguan jiwa mempunyai
program yang dirancang untuk jangka waktu tertentu. Waktu perawatan jangka
pendek biasanya berkisar antar 2 sampai 4 minggu, dan direncanak untuk diagnosis
dan evaluasi, intervensi krisis, serta perencanaan yang komprehensif.
Apabila gejala telah berkurang dan gambaran klnis anak membaik, serta rencana
jangka panjang telah disusun, anak dikeluarkan dari rumah sakit.Penentuan rencana
pemulangan anak kerumahnya, lebih sulit dilakukan pada anak dengan perawatan
jangka panjang.
Pada umumnya, pengamatan perawat berfokus pada perubahan perilaku
anak.Apakah anak menunjukan kesadaran dan penggertian tentang dirinya sendriri
melalui refleksi diri dan meningkatnya kemampuan untuk membuat keputusn secara
rasional?Anak harus mulai beradaptasi dengan lingkungan nya dan tidak
impulsif.Aspek yang perlu di evaluasi, anatar lain, sebagai berikut.
a. Keefektifan intervensi penanggulangan perilaku
b. Kemampuan untk berhubungan dengan teman sebaya, orang dewasa dan orang tua
secara wajar
c. Kemampuan untuk melakukan asuhan mandiri
d. Kemampuan untuk menggunakan kegitan program sebagai rekreasi dan proses
belajar
e. Respons terhadap peraturan dan rutinitas
f. Status mental secara menyeluruh
g. Koordinasi dan rencana pemulangan
2.2 Asuhan keperawatan gangguan jiwa remaja

A. Definisi asuhan keperawatan jiwa pada remaja

Pengertian Remaja Remaja atau adolesens adalah periode perkembangan selama


di mana individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa
dewasa, biasanya antara usia 13-20 tahun. Batasan usia remaja menurut WHO
adalah 12 s/d 24 th Namun jika pada usia remaja sudah menikah maka ia sudah
tergolong dalam kelompok dewasa. Istilah adolesens biasanya menunjukkan
maturasi psikologis individu, ketika pubertas menunjukan titik di mana reproduksi
mungkin dapat terjadi. Perubahan hormonal pubertas mengakibatkan perubahan
penampilan pada orang muda, dan perkembangan mental mengakibatkan
kemampuan untuk menghipotesis dan berhadapan dengan abstraksi.

1. Perkembangan

A. Perkembangan Kognitif Remaja

1. Abstrak (teoritis).

Menghubungkan ide,pemikiran atau konsep pengertian guna menganalisa dan


memecahkan masalah. Contoh pemecahan masalah abstrak ; aljabar.

2. Idealistik.

Berfikir secara ideal mengenai diri sendiri, orang lain maupun masalah social
kemasyarakatan yang ditemui dalam hidupnya.

3. Logika.

Berfikir seperti seorang ilmuwan, membuat suatu perencanaan


untukmemecahkan suatu masalah. Kemudian mereka menguji cara pemcahan
secara runtut, tratur dan sistematis.

B. Perkembangan Psikososial Remaja


1. Menyesuaikan diri dengan perubahan fisiologis– psikologis
2. Belajar bersosialisasi sebagai seorang laki-laki maupun wanita
3. Memperoleh kebebasan secara emosional dari orang tua dan orang dewasa lain
4. Remaja bertugas untuk menjadi warga negara yang bertanggung jawab.
5. Memperoleh kemandirian dan kepastian secara ekonomis.
C. Perkembangan Identitas Diri

1) Konsep diri
2) Evaluasi diri
3) Harga diri
4) Efikasi diri
5) Kepercayaan diri
6) Tanggung jawab
7) Komitmen
8) Ketekunan
9) Kemandirian

2. Masalah Kesehatan Spesifik Pada Adolesens

a. Kecelakaan tetap merupakan penyebab utama kematian pada adolesens (sekitar


70%). Kecelakaan kendaraan bermotor, yang merupakan penyebab umum
terbanyak, mengakibatkan hamper setengah kematian pada usia 16 sampai 19
tahun (Edelmen da Mandel, 1994). Kecelakaan ini sering dikaitkan dengan
intoksikasi alcohol atau penyalahgunaan obat.
b. Penyalahgunaan zat merupakan kenyataan masalah utama bagi mereka yang
bekerja dengan adolesens. Adolesens dapat menyakini bahwa zat yang merubah
alam persaan menciptakan perasaan sejahtera atau membuktika tingkat
penampilan. Semua adolesensberada pada risiko penggunaan zat untuk
eksperimental atau kebiasaan atau berasal dari keluarga yang tidak stabil lebih
berisiko terhadap penggunaan kronik dan ketergantungan fisik. Beberapa adolesens
percaya bahwa penggunaan zat membuat mereka lebih matur.
c. Partisipasi dalam kompetisi atletik, atau aktivitas rekreasi
d. Aktivitas seksual
3. Perubahan pemeliharaan kesehatan yang berhubungan dengan:
a. Kurangnya nutrisi yang adekuat untuk mendukung pertumbuhan
b. Melewati waktu makan; ikut mode makanan
c. Makan makanan siap saji, menggunakan makanan yang mudah atau mesin penjual
makanan
d. Kemiskinan
e. Efek penggunaan alcohol atau obat
4. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan:
a. Tidak berpengalaman dengan peralatan rekreasional yang tidak dikenal
b.Kurang informasi tentang kurikulum sekolah
5.Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan:
a. Perasaan negative tentang tubuh
b.Perubahan maturasional yang berkaitan dengan laju pertumbuhan adolesens

6. Intervensi (Perencanaan)

Keperawatan Perencanaan asuhan keperawatan komunitas disusun berdasarkan


diagnosa keperawatan komunitas yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya
kebutuhan pasien. Jadi perencanaan keperawatan meliputi: perumusan tujuan, rencana
tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan dan kriteria hasil untuk mencapai
tujuan.
A. Masalah kesehatan adolesens Intervensi promosi kesehatan
1). Cedera tidak disengaja
a). Anjurkan adolesens untuk mengikuti program pendidikan mengemudi dan
menggunakan sabuk keselamatan
b). Informasikan adolesens tentang risiko yang berkaitan dengan minum
dan berkendaraan; penggunaan obat
c). Tingkatkan penggunaan helm oleh adolesens yang menggunakan
kendaraan bermotor
d). Yakinkan adolesens mendapatkan orientasi yang tepat untuk
penggunaan semua alat olahraga
2). Penggunaan zat Periksa penggunaan zat, seperti alcohol, rokok dan obat-
obatan serta informasikan risiko penggunaannya
3). Bunuh diri
a). Berikan informasi tentang bunuh diri
b). Ajarkan metode untuk bertemu dengan sebaya yang mencoba bunuh diri
4). Penyakit menular seksual
a). Berikan adolesens informasi mengenai penyakit, bentuk penularan, dan
gejala yang berhubungan
b). Dorong pantangan terhadap aktivitas seksual; atau bila aktif seksual, tentang
penggunaan kondom
c). Berikan informasi akurat tentang konsekuensi aktivitas seksual
7. Implementasi

Keperawatan Merupakan tahap realisasi dari rencana asuhan keperawatan


komunitas yang telah disusun. Prinsip dalam pelaksanaan implementasi keperawatan,
yaitu :

a). Berdasarkan respon masyarakat.


b).Disesuaikan dengan sumber daya yang tersedia di masyarakat.
c).Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara diri sendiri serta
lingkungannya.
d). Bekerja sama dengan profesi lain.
e). Menekankan pada aspek peningkatan kesehatan masyarakat dan pencegahan
penyakit.
f). Memperhatikan perubahan lingkungan masyarakat.
g). Melibatkan partisipasi dan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan
implementasi keperawatan.
8. Evaluasi
Keperawatan Evaluasi memuat keberhasilan proses dan kerhasialn tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan membandingkan antara proses
dengan pedoman atau rencana proses tersebut.
2.3 Asuhan Keperawatan gangguan JiwaPada Lansia (depresi)
A. DEFINISI
Lansia atau lanjut usia merupakan kelompok umur (usia 60 tahun ke atas) pada
manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Pada kelompok
yang dikategorikan lansi ini akan terjadi suatu proses yang disebut aging proses.
Mental berasal dari kata latin yaitu mens, mentis yang artinya: jiwa, nyawa, sukma,
roh, semangat (Kartini Kartono, 1987:3). Sedangkan dalam kamus psikologi Kartini
Kartono, (1987:278) mengemukakan: mental adalah yang berkenaan dengan jiwa, batin
ruhaniah. Dalam pengertian aslinya menyinggung masalah: pikiran, akal atau ingatan.
Sedangkan sekarang ini digunakan untuk menunjukkan penyesuaian organisme terhadap
lingkungan dan secara khusus menunjuk penyesuaian yang mencakup fungsi-fungsi
simbolis yang disadari oleh individu.
Pengertian mental dalam kamus besar bahasa Indonesia, (1991:647)
adalah“Berkenaan dengan batin dan watak manusia, yang bukan bersifat badan atau
tenaga, Bukan bersifat badan atau tenaga: bukan hanya pembangunan fisik yang
diperhatikan melainkan juga pembangunan batin dan watak”.
Mental secara istilah dapat diartikan dengan “semangat jiwa yang tegar, yang aktif,
yang mempengaruhi perilaku hidup dan kehidupan manusia” (Mawardi Labay El-
Sulthani, 2001:2).
Melihat dari pernyataan diatas, maka mental bisa diartikan sesuatu yang berada dalam
tubuh (fisik) manusia yang dapat mempengaruhi perilaku, watak dan sifat manusia di
dalam kehidupan pribadi dan lingkungannya.
B. Aspek-aspek Mental
Manusia adalah makhluk yang pada dasarnya baik dan selalu ingin kembali pada
kebenaran yang sejati, karena pada diri manusia mempunyai. Aspek-aspek jiwa yang
bisa mempengaruhi segala sikap dan tingkah laku manusia. Bertolak dari pernyataan
maka aspek-aspek manusia dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Kartini Kartono (2000:6) mengemukakan bahwa aspek mental yang ada dalam diri
manusia adalah keinginan, tindakan, tujuan, usaha-usaha, dan perasaan.
a. Keinginan : perihal yang diinginkan
b. Tindakan : perbuatan; sesuatu yang dilakukan. Sesuatu yang dilaksanakan
untuk mengatasi sesuatu.
c. Tujuan : arah yang dituju, maksud atau tuntutan.
d. Usaha : kegiatan untuk mengarahkan tenaga, pikiran atau badan untuk
mencapai suata maksud.
e. Perasaan : hasil/ perbuatan merasa dengan panca indera. Rasa/keadaan batin
dalam menghadapi sesuatu.
2. Zakiah Darajat (1990:32) berpendapat bahwa aspek mental yang ada dalam diri manusia
adalah kehendak, sikap, dan tindakan.
a. Kehendak : kemauan, keinginan dan harapan yang keras.
b. Sikap : posisi mental (perasaan terhadap bahasa sendiri/bahasa orang lain).
c. Tindakan : perbuatan; sesuatu yang dilakukan. Sesuatu yang Dilaksanakan untuk
mengatasi sesuatu.
3. Mawardi Labay El-Shuthani (2001:3) memandang bahwa aspek mental yang ada dalam
diri manusia adalah segala sesuatu yang menentukan sifat dan karakter manusia.
a. Sifat : rupa/keadaan yang nampak pada suatu benda/lahiriah
b. Karakter : sifat-sifat kejiwaan, akhlak/budi pekerti yang membedakan seseorang dari
yang lain, tabiat, watak, dan mempunyai kepribadian.
4. Ibnu Sina (1996:116) berpendapt bahwa aspek mental yang ada dalam diri manusia
adalah kesadaran diri, amarah, dan keinginan.
a. Kesadaran diri : kesadaran seseorang/keadaan dirinya sendiri.
b. Amarah : sangat tidak senang.
c. Keinginan : perihal yang diinginkan.
5. Al Ghazali (1989:7)mengemukakan bahwa aspek mental yang ada dalam diri manusia
adalah yang merasa, yang mengetahui dan yang mengenal.
a. Merasa : mengalami rangsangan yang mengenai (menyentuh) indra (seperti yang dialamu
lidah, kulit/badan).
6. Hanna Djuhamham Bastaman (2001:64) memandang bahwa aspek mental yang ada
dalam diri manusia adalah berpikir, berkehendak, merasa, dan berangan-angan.
a. Berpikir : menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu,
menimbang-nimbang.
b. Berkehendak : kemauan, keinginan dan harapan yang keras.
c. Merasa : mengalami rangsangan yang mengenai (menyentuh) indra (seperti yang dialamu
lidah, kulit/badan).
d. Berangan-angan : mempunyai angan-angan (pikiran/ingatan).
C. Aspek-aspek Yang Mempengaruhi Perubahan Fungsi Mental Pada Lansia.
Masalah kesehatan mental pada lansia dapat berasal dari 4 aspek yaitu fisik,
psikologik, sosial dan ekonomi. Masalah tersebut dapat berupa emosi tidak labil,
mudah tersinggung, gampang merasa dilecehkan, kecewa, tidak bahagia, perasaan
kehilangan, dan tidak berguna. Lansia dengan problem tersebut menjadi rentan
mengalami gangguan psikiatrik seperti depresi, ansietas (kecemasan), psikosis
(kegilaan) atau kecanduan obat. Pada umumnya masalah kesehatan mental lansia
adalah masalah penyesuaian. Penyesuaian tersebut karena adanya perubahan dari
keadaan sebelumnya (fisik masih kuat, bekerja dan berpenghasilan) menjadi
kemunduran.

Aspek psikologi merupakan faktor penting dalam kehidupan seseorang dan menjadi
semakin penting dalam kehidupan seorang lansia. Aspek psikologis ini lebih menonjol
daripada aspek materiil dalam kehidupan seorang lansia. Pada umumnya, lansia
mengharapkan: panjang umur, semangat hidup, tetap berperan sosial, dihormati,
mempertahankan hak dan hartanya, tetap berwibawa, kematian dalam ketenangan dan
diterima di sisi-Nya, dan masuk surga. Keinginan untuk lebih dekat kepada Allah
merupakan kebutuhan lansia. Proses menua yang tidak sesuai dengan harapan tersebut,
dirasakan sebagai beban mental yang cukup berat.
Aspek sosial yang terjadi pada individu lanjut usia, meliputi kematian pasangan
hidupnya/teman-temannya, perubahan peran seorang ayah/ibu menjadi seorang
kakek/nenek, perubahan dalam hubungan dengan anak karena sudah harus
memerhitungkan anak sebagai individu dewasa yang dianggap sebagai teman untuk
dimintai pendapat dan pertolongan, perubahan peran dari seorang pekerja menjadi
pensiunan yang sebagian besar waktunya dihabiskan di rumah.
Aspek ekonomi berkaitan dengan status sosial dan prestise. Dalam masyarakat sebagai
seorang pensiunan, perubahan pendapatan karena hidupnya tergantung dari tunjangan
pensiunan. Kondisi-kondisi khas yang berupa penurunan kemampuan ini akan
memunculkan gejala umum pada individu lanjut usia, yaitu “perasaan takut menjadi
tua.”
Pada umumnya, perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal
pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun
dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan
sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status, dan harga
diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model
kepribadiannya dan sangat tergantung pada sikap mental individu dalam menghadapi
masa pensiun. Dalam kenyataan ada yang menerima, ada yang takut kehilangan, ada
yang merasa senang memiliki jaminan hari tua dan ada juga yang seolah-olah pasrah
terhadap pensiun.
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa aspek mental yang ada pada diri manusia
adalah aspek-aspek yang dapat menentukan sifat dan karakteristik manusia itu sendiri.
Perbuatan dan tingkah laku manusia sangat ditentukan oleh keadaan jiwanya yang
merupaka motor penggerak suatu perbuatan. Oleh sebab itu aspek-aspek mental tersebut
bisa manusia kendalikan melalui proses pendidikan.

D. Factor-faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Mental


A. Perubahan fisik,
a. Sel : jumlah berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh menurun, dan cairan interseluler
menurun
b. Kardiovaskuler: katup jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa darah menurun
(menurunnya kontraksi dan volume), elastisitas pembuluh darah menurun, serta
meningkatnya retensi pembuluh darah perifer sehingga tekanan darah meningkat
c. Persarafan: saraf pancaindera mengecil sehingga fungsinya menurun serta lambat dalam
merespon dan waktu bereaksi khususnya yang berhubungan dengan stres. Berkurang atau
hilangnya lapisan mielin akson, sehingga menyebabkan berkurangnya respon motorik dan
reflek
d. Pendengaran: membran timpani atrofi sehingga terjadi gangguan pendengaran. Tulang-
tulang pendengaran mengalami kekakuan.
e. Penglihatan: respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap menurun,
akomodasi menurun, lapang pandang menurun, katarak
f. Belajar dan memori: kemampuan belajar masih ada tetapi relatif menurun. Memori
menurun karena proses encoding menurun
g. Intelegensi: secara umum tidak berubah

B. Kesehatan umum
Keadaan fisik lemah dan tidak berdaya sehingga harus bergantung pada orang lain.
Terjadi banyak perubahan dalam penampilan lansia, seperti pada bagian kepala
dengan rambut yang menipis dan berubah menjadi putih atau abu-abu, tubuh yang
membungkuk dan tampak mengecil, bagian persendian dengan pangkal tangan
menjadi kendur dan terasa berat, sedangkan ujung tangan tampak mengerut. Selain itu,
fungsi pancaindera terjadi perubahan seperti ada penurunan dalam kemampuan
melihat objek, kehilangan kemampuan mendengar bunyi dengan nada yang sangat
tinggi, penurunan sensitivitas papil-papil pengecap (terutama terhadap rasa manis dan
asin), penciuman menjadi kurang tajam, dan kulit yang semakin kering dan mengeras
menyebabkan indra peraba di kulit semakin peka.
Pada kemampuan motorik, lansia mengalami penurunan kekuatan yang paling
nyata, yaitu pada kelenturan otot-otot tangan bagian depan dan otot-otot yang
menopang tegaknya tubuh, lansia pun cepat merasa lelah. Terdapat juga penurunan
kecepatan dalam bergerak dan lansia cenderung menjadi kaku. Hal ini menyebabkan
sesuatu yang dibawa dan dipegangnya tertumpah dan jatuh.

C. Lingkungan

Berkaitan dengan lingkungan sekitar, seperti keluarga dan teman. Lansia tidak
jarang merasa emptiness (kesendirian, kehampaan) ketika keluarganya tidak ada
yang memperhatikannya. Selain itu, ketika ada lansia lainnya meninggal, maka
muncul perasaan pada lansia kapan ia akan meninggal.

1. Masalah Di Bidang Psikogeratri


a. Kecemasan
b. Pengertian

Gangguan kecemasan pada lansia adalah berupa gangguan panik, fobia,


gangguan obsesif kondlusif, gangguan kecemasan umum, gangguan stress akut,
gangguan stress pasca traumatic

A. Gejala kecemasan
a. Perasaan khawatir atau takut yang tidak rasional terhadap kejadian yang akan terjadi
b. Sulit tidur sepanjang malam
c. Rasa tegang dan cepat marah
d. Sering mengeluh akan gejala yang ringan atau takut/khawatir terhadap penyakit yang
berat, misalnya kanker dan penyakit jantung yang sebenarnya tidak dideritanya
e. Sering membayangkan hal-hal yang menakutkan
f. Merasa panic terhadap masalah yang ringan

B. Tindakan untuk mengatasi kecemasan


a. Cobalah untuk mendapatkan dukungan keluarga dengan rasa kasih saying
b. Bicaralah tentang rasa khawatir lansia dan cobalah untuk menentukan penyebab
mendasar (dengan memandang lansia secara holistic).
c. Cobalah untuk mengalihkan penyebab dan berikan rasa aman dengan penuh
empati
d. Bila penyebabnya tidak jelas dan mendasar, berikan alas an-alasan yang dapat diterima
olehnya
e. Konsultasikan dengan dokter bila penyebabnya tidak dapat ditentukan atau bila telah
dicoba dengan berbagai cara tetapi gejala menetap.

2. Depresi
a. Pengertian

Depresi adalah suatu jenis keadaan perasaan atau emosi dengan komponen
psikologis seperti rasa sedih, susah, merasa tidak berguna, gagal, putus asa dan
penyesalan atau berbentuk penarikan diri, kegelisahan atau agitasi (Afda
Wahywlingsih dan Sukamto). Depresi adalah kondisi umum yang terjadi pada lansia
dan alasan terjadinya kondisi ini dapat dilihat pada saat mengkaji kondisi sosial,
kejadian hidup, dan masalah fisik pada lansia. Memang, depresi sering disalahartikan
sebagai demensia. Kemampuan mental klien dengan depresi tetap utuh, sedangkan
pada klien demensia, terjadi peningkatan kerusakan kognitif.

b. Tipe depresi
Terdapat 2 tipe depresi yaitu eksogen atau depresi reaktif dan deprsesi endogen.
1. Depresi endogen mungkin akan terjadi pada awitan awal dalam hidupnya. Individu
dengan depresi endogen betul-betul dapat mengalami gangguan mental bahkan
mengalami delusi, dan sering kali mencoba bunuh diri. Bunuh diri adalah pengalaman
yang biasa pada lansia, terutama laki-laki. Oleh karena itu, semua ancaman ini harus
ditangani dengan serius.
2. Klien dengan depresi eksogen biasanya mendapat dukungan yang cukup pada stuasi
depresi, seperti setelah berduka karena kehilangan atau selama tinggal di rumah sakit.
Kadang-kadang dapat dilakukan sesuatu terhadap penyebab depresi yang dialami lansia
yang ketakutan untuk kembali ke rumah setelah tinggal dirumah sakit. Hal yang dapat
dilakukan adalah dengan memastikan bahwa mereka mendapat cukup dukungan di
rumah.

c. Penyebab depresi pada lansia:


a. Penyakit fisik
b. Penuaan
c. Kurangnya perhatian dari pihak keluarga
d. Gangguan pada otak (penyakit cerebrovaskular)
e. Faktor psikologis, berupa penyimpangan perilaku oleh karena cukup banyak
lansia yang mengalami peristiwa kehidupan yang tidak menyenangkan atau cukup
berat.
f. Serotonin dan norepinephrine
g. Zat-zat kimia didalam otak (neurotransmitter) tidak seimbang.
Neurotransmitter sendiri adalah zat kimia yang membantu komunikasi antar sel-sel
otak.

d. Factor pencetus depresi pada lansia:


a. Faktor biologic, misalnya faktor genetik, perubahan struktural otak, faktor risiko
vaskular, kelemahan fisik.
b. Faktor psikologik yaitu tipe kepribadian, relasi interpersonal, peristiwa kehidupan seperti
berduka, kehilangan orang dicintai, kesulitan ekonomi dan perubahan situasi, stres kronis
dan penggunaan obat-obatan tertentu.
e. Gejala depresi pada lansia:
a. Secara umum tidak pernah merasa senang dalam hidup ini. Tantangan yang ada, proyek,
hobi, atau rekreasi tidak rnemberikan kesenangan.
b. Keluhan fisik biasanya terwujud pada perasaan fisik seperti: Distorsi dalam perilaku
makan.Orang yang mengalami depresi tingkat sedang cenderung untuk makan secara
berlebihan, namun berbeda jika. kondisinya telah parah seseorang cenderung akan
kehilangan gairah makan.
3. Insomnia
a. Pengertian

Kebiasaan atau pola tidur lansia dapat berubah, yang terkadang dapat
mengganggu kenyamanan anggota keluarga lain yang tinggal serumah.
Perubahan pola tidur dapat berubah tiak bisa tidur sepanjang malam dan sering
terbangun pada malam hari, sehingga lansia melakukan kegiatannya pada malam
hari.

b. Penyebab insomnia pada lansia


a. Kurangnya kegiatan fisik dan mental sepanjang hari sehingga mereka masih semangat
sepanjang malam
b. Tertidur sebentar-sebentar sepanjang hari
c. Gangguan cemas dan depresi
d. Tempat tidur dan suasana kamar kurang nyaman
e. Sering berkemih pada waktu malam karena banyak minum pada malam hari
f. Infeksi saluran kemih

4. Paranoid
a. Pengertian
Lansia terkadang merasa bahwa ada orang yang mengancam mereka,
membicarakan, serta berkomplot ingin melukai atau mencuri barang miliknya
b. Gejala Paranoid
a. Perasaan curiga dan memusuhi anggota keluarga, teman-teman, atau orang-
orang di sekelilingnya
b. Lupa akan barang-barang yang disimpannya kemudian menuduh orang-orang
di sekelilingnya mencuri atau menyembunyikan barang miliknya
c. Paranoid dapat merupakan manifestasi dari masalah lain, seperti depresi dan
rasa marah yang ditahan
d. Tindakan yang dapat dilakukan pada lansia dengan paranoid adalah
memberikan rasa aman dan mengurangi rasa curiga dengan memberikan alas an yang
jelas dalam setiap kegiatan. Konsultasikan dengan dokter bila gejala bertambah berat.

5. Demensia
a. Pengertian
Demensia ialah kemunduran fungi mental umum, terutama intelegensi, disebabkan
oleh kerusakan jaringan otak yang tidak dapat kembali lagi (irreversible) (Maramis,
1995). Demensia adalah gangguan progresif kronik yang dicirikan dengan kerusakan
berat pada proses kognitif dan disfungsi kepribadian serta perilaku (Isaac, 2004). Menurut
Roger Watson, demensia adalah suatu kondisi konfusi kronik dan kehilangan kemampuan
kognitif secara global dan progresif yang dihubungkan dengan masalah fisik.

b. Jenis demensia:
1. Demensia jenis Alzheimer
a. Patofisiologi: Otopsi menunjukkan adanya plak amiloid (plak senil atau
neuritik) di jaringan otak atau adanya kekusutan neurofibriler (akumulasi simpul
filamen saran pada neuron. Adanya plak dan kekusutan tersebut berkaitan dengan sel
saraf, hilangnya sambungan antar neuron dan akhimya atrofi serebral.

b. Penyebab

Genetika: Adanya gen abnormal saja tidak cukup untuk memprediksi demensia
jenis alzheimer. Penyakit alzheimer familial memiliki awitan sangat dini (usia 30-40 th)
dan bertanggung jawab atas 20% dari semua kasus demensia jenis ini. Penyakit ini
berkaitan denga gen¬gen abnormal dikromosom 1, 14 dan 21. Adanya apolipoprotein E 4
(apo, E 4) dikromosom 19 terjadi 2 kali lebih banyak pada penderita demensia jenis
alzheimer dibanding populasi umum.

Modal toksin: Sebagian peneliti meyakini bahwa akumulasi alumunium pada


otak akibat pajanan alat-alat dan produk alumunium dapat menyebabkan demensia jenis
alzheimer. Bukti untuk teori ini masih sedikit

Abnormalitas neurotransmiter atau reseptor : Kehilangan asetil kolin


(neurotransmiter kolinergik mayor) berkaitan dengan gejala-gejala gangguan kognitif
(demensia). (peningkatan kadar asetin kolin merupakan dasar untuk terapi obat yang
disetujui FDA untuk demensia).

1. Tahap Perilaku Afek Perubahan Kognitif Ringan


a. Sulit menyelesaikan tugas
b. Penurunan aktivitas yang mengarah pada tujuan
c. Kurang memperhatikan penampilan pribadi dan aktivitas sehari-hari
d. Menarik diri dari aktivitas social yang biasa
e. Sering mencari benda-benda karena lupa meletakannya
f. dapat menuduh orang lain telah mencurinya
g. Cemas
h. Depresi

2. Tahap perilaku afek Sedang


a. Perilakunya tidak pantas secara sosial
b. Kurang perawatan diri (misal mandi, toileting, berpakaian, berdandan)
c. Berkeluyuran atau mondar-mandir
d. Senang menimbun barang-barang
e. Hiperoralitas
f. Mengalami
g. gangguan siklus tidur-bangun
3. Tahap perilaku afek Berat
a. Penurunan kemampuan ambulasi dan aktivitas motorik lainnya
b. Penurunan kemampuan menelan
c. Sama sekali tidak bisa mengurus diri
d. Tidak mengenali lagi keberadaan pemberi asuhan Datar, apatis Reaksi
Katastropik occasional dapat berlanjut.

2. Demensia vaskular (multi-infark) ditandai dengan gejala-gejala demensia pada tahun


pertama terjadinya gejala neurologik fokal. Klien diketahui mengalami faktor resiko
penyakit vaskuler (misalnya hipertensi, fibrilasi atrium, diabetes).
3. Jenis demensia yang lain berkaitan dengan kondisi medis umum, seperti penyakit
parkinson, penyakit pick, koreahuntingtown dan penyakit Creutzfeldt-jakob. Demensia
yang disebabkan kondisi-kondisi tersebut dicatat sesuai penyakitnya yang spesifik.
c. Gejala demensia:
1. Afasia: kehilangan kemampuan berbahasa; kemampuan berbicara memburuk dan klien
sulit "menemukan" kata-kata.
2. Apraksia: rusaknya kemampuan melakukan aktivitas motorik sekalipun fungsi
sensoriknya tidak mengalami kerusakan.
3. Agnosia: kegagalan mengenali atau mengidentifikasi objek atau benda urnurn walaupun
fungsi sensoriknya tidak mengalami kerusakan.
4. Konfabulasi: mengisi celah-celah ingatannya dengan fantasi yang diyakini oleh individu
yang terkena.
5. Sundown sindrom: memburuknya disorientasi di malam hari.

d. Etiologi demensia
faktor-faktor yang berkaitan dengan demensia adalah:
1. Kondisi akut yang tidak diobati atau tidak dapat disembuhkan. Bila kondisi akut yang
menyebabkan delirium tidak atau tidak dapat diobati, terdapat kemungkinan bahwa
kondisi ini akan menjadi kronik dan karenanya dapat dianggap sebagai demensia.
2. Penyakit vaskuler, seperti hipertensi, arteriosklerosis, dan aterosklerosis dapat
menyebabkan stroke.
3. Penyakit parkinson: demensia menyerang 40% dari pasien-pasien ini.
4. Gangguan genetika: koreahuntington atau penyakit pick.
5. Penyakit prior (protein yang terdapat dalam proses infeksi penyakit Creutzfeldt-jakob).
6. lnfeksi Human Imunodefisiensi Virus (HIV) dapat menyerang Sistem saraf pusat (SSP),
menyebabkan ensefalopati HIV atau kompleks demensia AIDS
7. Gangguan struktur jaringan otak, seperti tekanan normal, hidrocephalus dan cidera akibat
trauma kepala.
e. Pendekatan Perawatan Lanjut Usia

Dalam pendekatan pelayanan kesehatan pada kelompok lanjut usia sangat perlu
ditekankan pendekatan yang dapat mencakup sehat fisik, psikologis, spiritual dan
sosial. Hal tersebut karena pendekatan dari satu aspek saja tidak akan menunjang
pelayanan kesehatan pada lanjut usia yang membutuhkan suatu pelayanan yang
komprehensif. Pendekatan inilah yang dalam bidang kesehatan jiwa (mental health)
disebut pendekatan eklektik holistik, yaitu suatu pendekatan yang tidak tertuju pada
pasien semata-mata, akan tetapi juga mencakup aspek psikososial dan lingkungan
yang menyertainya. Pendekatan Holistik adalah pendekatan yang menggunakan
semua upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan lanjut usia, secara utuh dan
menyeluruh.

1. Pendekatan fisik

Perawat mempunyai peranan penting untuk mencegah terjadinya cedera sehingga


diharapkan melakukan pendekatan fisik, seperti berdiri disamping klien,
menghilangkan sumber bahaya dilingkungan, memberikan perhatian dan sentuhan,
bantu klien menemukan hal yang salah dalam penempatannya, memberikan label
gambar atau hal yang diinginkan klien.

2. Pendekatan psikologis

Disini perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan edukatif


pada klien lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai supporter, interpreter terhadap
segala sesuatu yang asing, sebagai penampung rahasia yang pribadi dan sebagai
sahabat yang akrab. Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam
memberikan kesempatan dan waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai
bentuk keluhan agar para lanjut usia merasa puas. Perawat harus selalu memegang
prinsip “Tripple”, yaitu sabar, simpatik dan service. Hal itu perlu dilakukan karena
perubahan psikologi terjadi karena bersama dengan semakin lanjutnya usia. Perubahan-
perubahan ini meliputi gejala-gejala, seperti menurunnya daya ingat untuk peristiwa
yang baru terjadi, berkurangnya kegairahan atau keinginan, peningkatan kewaspadaan,
perubahan pola tidur dengan suatu kecenderungan untuk tiduran diwaktu siang, dan
pergeseran libido. Perawat harus sabar mendengarkan cerita dari masa lampau yang
membosankan, jangan menertawakan atau memarahi klien lanjut usia bila lupa
melakukan kesalahan . Harus diingat kemunduran ingatan jangan dimanfaatkan untuk
tujuan tertentu. Bila perawat ingin merubah tingkah laku dan pandangan mereka
terhadap kesehatan, perawat bila melakukannya secara perlahan –lahan dan bertahap,
perawat harus dapat mendukung mental mereka kearah pemuasan pribadi sehinga
seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak menambah beban, bila perlu diusahakan agar
di masa lanjut usia ini mereka puas dan bahagia.

3. Pendekatan spiritua

Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam hubungan
lansia dengan Tuhan atau agama yang dianutnya dalam keadaan sakit atau mendeteksi
kematian. Sehubungan dengan pendekatan spiritual bagi klien lanjut usia yang
menghadapi kematian. Seorang dokter mengemukakan bahwa maut sering kali
menggugah rasa takut. Rasa semacam ini didasari oleh berbagai macam faktor, seperti
ketidakpastian akan pengalaman selanjutnya, adanya rasa sakit dan kegelisahan kumpul
lagi dengan keluarga dan lingkungan sekitarnya. Dalam menghadapi kematian setiap
klien lanjut usia akan memberikan reaksi yang berbeda, tergantung dari kepribadian dan
cara dalam mengahadapi hidup ini. Adapun kegelisahan yang timbul diakibatkan oleh
persoalan keluarga, perawat harus dapat meyakinkan lanjut usia bahwa kalaupun
keluarga tadi ditinggalkan , masih ada orang lain yang mengurus mereka. Sedangkan
rasa bersalah selalu menghantui pikiran lanjut usia.

4. Pendekatan social

Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan salah satu upaya
perawat dalam pendekatan social. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama
dengan sesama klien usia berarti menciptakan sosialisasi mereka. Jadi pendekatan
social ini merupakan suatu pegangan bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya
adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain. Penyakit memberikan
kesempatan yang seluas-luasnya kepada para lanjut usia untuk mengadakan
konunikasi dan melakukan rekreasi, misal jalan pagi, nonton film, atau hiburan lain.
Tidak sedikit klien tidak tidur terasa, stress memikirkan penyakitnya, biaya hidup,
keluarga yang dirumah sehingga menimbulkan kekecewaan, ketakutan atau
kekhawatiran, dan rasa kecemasan. Tidak jarang terjadi pertengkaran dan perkelahian
diantara lanjut usia, hal ini dapat diatasi dengan berbagai cara yaitu mengadakan hak
dan kewajiban bersama. Dengan demikian perawat tetap mempunyai hubungan
komunikasi baik sesama mereka maupun terhadap petugas yang secara langsung
berkaitan dengan pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia.

1. Proses asuhan keperawatan


A. Pengkajian
1. Riwayat Pernah mengalami perubahan fungsi mental sebelumnya?
2. Kaji adanya demensia. Dengan alat-alat yang sudah distandardisasi, meliputi Mini Mental
Status Exam (MMSE) (Menurut Flostein, MS. Dkk, 1995)
a. ORIENTASI
b. REGISTRASI
c. PERHATIAN DAN PERHITUNGAN
d. DAYA INGAT
e. BAHASA
3. DATA DEMOGRAFI
a. Ras dan suku apa ?
b. Jenis kelamin laki atau perempuan
c. Pernah sekolah sampai ?
d. Strata 2
e. strata 1
f. Program diploma
g. SMA/ Sederajat
h. SMA (tidak tamat)
i. SMP ke bawah

4. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pola tidur b.d ansietas
b. Gangguan proses pikir berhubungan dengan kehilangan memori, degenerasi neuron
irreversible.
c. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis daan kognitif.
d. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi dan atau
integrasi sensori ( defisit neurologist).
e. Kurang perawatan diri : hygiene nutrisi, dan atau toileting berhubungan dengan
ketergantungan fisiologis dan atau psikologis.
f. Potensial terhadap ketidakefektifan koping keluarga berhubungan dengan pengaruh
penyimpangan jangka panjang dari proses penyakit

3.1 Askep pada gangguan jiwa dewas


A. Pengetian

Masa ini sering disebut adult, masa dewasa, masa dimana usia sudah berkisar ke
angka di atas 21 tahun. Masa dewasa merupakan periode yang penuh tantangan,
penghargaan dan krisis. Selain itu masa dimana mempersiapkan masa depan, penentu
karier dan masa usia memasuki dunia pekerjaan dan masa dunia perkarieran, masa
mempersiapkan punya keturunan dan masa usia matang, masa penentuan kehidupan, dan
prestasi kerja di masyarakat, masa merasa kuat dalam hal fisik, masa energik, masa kebal,
masa jaya dan masa merasakan hasil perjuangan .

Masa dewasa ditandai kemampuan produktif dan kemandirian. Menurut Prof. Dr. A.E
Sinolungan (1997), masa dewasa dapat di bagi dalam beberapa fase yaitu:

1. Fase dewasa awal

Fase dewasa awal (20/21-24 tahun), seorang mulai bekarya dan mulai
melepaskan ketergantungan kepada orang lain. Tugas-tugas perkembangan pada masa
dewasa awal yaitu:

a. mereka mendapat pengawasan dari orang tua


b. mereka mulai mengembangkan persahabatan yang akrab dan hubungan yang intim di luar
c. mereka membentuk seperangkat nilai pribadi
d. mereka mengembangkan rasa identitas pribadi
e. mereka mempersiapkan untuk kehidupan kerja
2. Fase Dewasa tengah
Fase dewasa tengah (25-40 tahun) ditandai sikap mantap memilih teman hidup
dan membangun keluarga. Dewasa tengah menggunakan energy sesuai kemampuannya
untuk menyesuaikan konsep diri dan citra tubuh terhadap realita fisiologis dan perubahan
pada penampilan fisik. Harga diri yang tinggi, citra tubuh yang bagus dan sikap posiif
terhadap perubahn fisiologis muncul jika orang dewasa mengikuti latihan fisik diet yang
seimbang, tidur yang adekuat dan melakukan hygiene yang baik.

A. Teori-teori tentang masa dewasa tengah


1. Teori Erikson

Menurut teori perkembangan Erikson, tugas perkembangan yang utama pada usia
baya adalah mencapai generatifitas (Erikson, 1982). Generatifitas adalah keinginan untuk
merawat dan membimbing orang lain. Dewasa tengah dapat mencapai generatifitas
dengan anak-anaknya melalui bimbingan dalam interaksi sosial dengan generasi
berikutnya. Jika dewasa tengah gagal mencapai generatifitas akan terjadi stagnasi. Hal ini
ditunjukkan dengan perhatian yang berlebihan pada dirinya atau perilaku merusak anak-
anaknya dan masyarakat.

2. Teori Havighurst

Teori perkembangan Havighurst telah diringkas dalam tujuh perkembangan


untuk orang dewasa tengah (Havighurst, 1972). Tugas perkembangan tersebut meliputi:

a. Pencapaian tanggung jawab social orang dewasa


b. Menetapkan dan mempertahankan standar kehidupan
c. Membantu anak-anak remaja tanggung jawab dan bahagia
d. Mengembangkan aktivitas luang
e. Berhubungan dengan pasangannya sebagai individu
f. Menerima dan menyesuaikan perubahan fisiologis pada usia pertengahan
g. Menyesuaikan diri dengan orang tua yang telah lansia

B. Tahap-tahap perkembangan
1. Perkembangan fisiologis

Perubahan ini umumnya terjadi antara usia 40-65 tahun. Perubahan yang paling
terlihat adalah rambut beruban, kulit mulai mengerut dan pinggang membesar. Kebotakan
biasanya terjadi selama masa usia pertengahan, tetapi juga dapat terjadi pada pria dewasa
awal. Penurunan ketajaman penglihatan dan pendengaran sering terlihat pada periode ini.

2. Perkembangan kognitif

Perubahan kognitif pada masa dewasa tengah jarang terjadi kecuali karena sakit atau
trauma. Dewasa tengah dapat mempelajari keterampilan dan informasi baru. Beberapa
dewasa tengah mengikuti program pendidikan dan kejuruan untuk mempersiapkan diri
memasuki pasar kerja atau perubahan pekerjaan.

3. Perkembangan psikosial

Perubahan psikososial pada masa dewasa tengah dapat meliputi kejadian yang
diharapkan, perpindahan anak dari rumah, atau peristiwa perpisahan dalam pernikahan
atau kematian teman. Perubahan ini mungkin mengakibatkan stress yang dapat
mempengaruhi seluruh tingkat kesehatan dewasa.

3. Fase dewasa akhir

Fase dewasa akhir (41-50/55tahun) ditandai karya produktif, sukses-sukses


berprestasi dan puncak dalam karier. Sebagai patokan, pada masa ini dapat dicapai kalau
status pekerjaan dan sosial seseorang sudah mantap.

Masalah-masalah yang mungkin timbul yaitu:


a. Menurunnya keadaan jasmaniah
b. Perubahan susunan keluarga
c. Terbatasnya kemungkinan perubahan-perubahan baru dalam bidang pekerjaan atau
perbaikan kesehatan yang lalu
d. Penurunan fungsi tubuh

Selain itu, masa dewasa akhir adalah masa pensiun bagi bagi pegawai menghadapi sepi
dan masa masamemasuki pensiun. Biasanya ada PPS ( Post Power Sindrom) misalnya
biasa seseorang menjabat kemudian tidak, rasanya ada perasaan down sindrom.

Faktor – faktor yang mempengaruhi pengawasan tugas perkembangan ini, individu


mengalami PPS. Misalnya penghalangnya adalah:

1. Tingkat perkembangan yang mundur


2. Tidak ada kesempatan untuk mempelajari tugas-tugas perkembangan
3. Tidak ada motivasi
4. Kesehatan yang buruk
5. Cacat tubuh
6. Tingkat kecerdasan yang rendah
7. Tingkat adaptasi yang jelek
8. Selain itu, masa dewasa akhir adalah masa pensiun bagi bagi pegawai menghadapi sepi
dan masa masamemasuki pensiun.
9. Tingkat kesejahteraan Perawat mengkaji status kesehatan pada klien dewasa tengah.
Pengkajian tersebut member arah untuk merencanakan asuhan keperawatan dan berguna
dalam mengevaluasi keefektifan intervensi keperawatan.
10. Membentuk kebiasaan sehat yang positif
Kebiasaan adalah sikap atau perilaku seseorang yang biasa dilakukan. Pola perilaku ini
didorong oleh seringnya pengulangan sehingga menjadi cara perilaku individu yang
biasa.

B. Masalah-masalah psikososial
1. Ansietas

Ansietas adalah fenomena maturasi kritis yang berhubungan dengan perubahan,


konflik, dan penegndalian lingkungan yang diterima (Haber at al, 1992).

2. Depresi

Depresi adalah gangguan alam perasaan yang dimanifestasikan dalam berbagai


cara. Walaupun usia yang paling banyak mengalami depresi adalah usia 24-25 tahun, tapi
juga biasa terjadi pada usia dewasa baya dan mungkin banyak memiliki penyebab (Haber
at al, 1992). Dengan memahami usia/ masa, tahapan hukum dengan ciri-ciri perilaku di
masing-masing tahapan perkembangan perawat sedini mungkin dapat mendeteksi secara
dini langkah/ upaya perawatan apa yang harus dilakukan sesuai dengan masa tahapan
perkembngan manusia. Bagi perawat pribadi teori perkembangan manusia dapat
dijadikan masukan pribadi berada pada masa usia tahapan yang mana dirinya pada saat
ini maupun pada saat yang akan datang maupun waktu saat sekarang ini ada perilaku
khusus yang yang pernah dilalui.
Perawat perlu memahami, mempelajari teori-teori perkembangan manusia atau
individu karena tugas perawat dalam merawat individu tentunya dari masa konsepsi yang
dialami individu, kehamilan, lahir sampai sakaratul maut.

Perkembangan manusia memiliki tahapan keluasan masa. Masa kematangan


sehingga dideteksi dini terhadap masa-masa tertentu dihubungkan dengan teori.

ASUHAN KEPERAWATAN PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL PADA MASA


DEWAS

A. Pengkajian

Pengkajian dilakukan untuk mengetahui masalah keperawatan yang terjadi pada


klien secepat mungkin sesuai dengan keadaan klien. Pengkajian dapat dilakukan dengan
beberapa cara yakini ; wawancara, observasi dan menuju dokumen medik.

Pengkajian ini dilakukan denagan melibatkan keluaraga sebagai orang terdekat


yang mengetahui tentang masalah kesehatan klien. Format pengkajian yang digunakan
adalah format pengkajan pada klien yang dikembangkan sesuia dengan keberadaaan
klien. Format pengkajian yang dikembangkan minimal terdiri atas:

1. Data dasar
a. Identitas
b. Alamat
c. Usia
d. Pendidikan
e. Pekerjaan
f. Agama
g. Suku bangsa
2. Data biopsikososial spiritualkultural
3. Lingkungan
4. Status fungsional
5. Fasilitas penunjang kesehatan
6. Pemerikasaaan fisik

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan proses pikir berhubungan dengan ansietas Tujuan: proses pikir pasien akan
meningkat dengan terapi ansietas
2. Ketidak efektifan koping yang berhubungan dengan ansietas Tujuan: pasien akan
meningkatkan mekanisme koping untuk mengatasi ansietas.
3. Konflik pengambilan keputusan berhubungan dengan ganti karier/ pengunduran diri
Tujuan: menghubungkan keuntungan-keuntungan dan kerugian-kerugian dari pilihan-
pilihan, menceritakan ketakutan dan keprihatinan mengenai pilihan-pilihan dan respons
dari orang lain, dan membuat sebuah pilihan yang diketahui/diberitahun.
4. Perubahan pola seksualitas berhubungan dengan ketakutan akan kegagalan seksual
Tujuan: menceritakan kepedulian/ masalah mengenai fungsi seksual, mengekspresikan
peningkatan kepuasan dengan pola seksual, mengidentifikasi stressor dalam kehidupan,
melanjutkan aktivitas seksual sebelumnya, dan melaporkan suatu keinginan untuk
melanjutkan aktivitas seksual.

DAFTAR PUSTAKA
Potter dan Perry. (2005). Fundamental Keperawatan, edisi 4. Jakarta: EGC Http:\Info »
Kesehatan » Peran Pendidikan dalam Mengatasi Masalah Kesehatan Remaja •

www.jakartamotorhonda.com. Diakses tanggal 14 April 2013 Http:\remaja-dan


permasalahannnya.html. diakses tanggal 14 April 2013 Http:\peran-mahasiswa-dalam
kesehatan.html. diakses tanggal 14 April 201

S-ar putea să vă placă și