Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
Keywords : accelerometer sensor, MASW method, Rayleigh wave, s-wave velocity, fault detection
PENDAHULUAN
whereas, ∆𝑉 = ∆𝑥∆𝑦∆𝑧 ,
if the beam’s density is 𝜌, therefore
𝑑𝜎𝑥𝑥 𝑑𝜎𝑥𝑦 𝑑𝜎𝑥𝑧 𝑑(𝑑𝑈)
( 𝑑𝑥
+ 𝑑𝑦
+ 𝑑𝑧
= 𝞺 𝑑𝑡 2
) (2.2)
The direction of the motion of the wave particles is in the direction of its propagation, so that it is called a
longitudinal wave. For this reason, the operation used is the point multiplication process so that the
perpendicular components are zero.
𝑑2 𝜃 2
𝑑𝑢 𝑑2 𝑑𝑢
(𝜆 + 𝜇) + 𝜇∇ = 𝜌
𝑑𝑥 2 𝑑𝑥 𝑑𝑡 2 𝑑𝑥
𝑑2 𝜃 𝑑𝜐 𝑑 2 𝑑𝜐
(𝜆 + 𝜇)
𝑑𝑦 2
+ 𝜇∇2 𝑑𝑦 = 𝜌 𝑑𝑡 2 𝑑𝑦 (2.3)
𝑑2 𝜃 2
𝑑𝜔 𝑑2 𝑑𝜔
(𝜆 + 𝜇) + 𝜇∇ = 𝜌
𝑑𝑧 2 𝑑𝑧 𝑑𝑡 2 𝑑𝑧
To get the P wave equation, add the equation (2.3)
1 𝑑2 𝜃
∇2 𝜃 − 𝑣 2 𝑑𝑡 2 = 0 (2.4)
𝑝
√𝜆+2𝜇
𝑣𝑝 = 𝜌
(2.5)
4
(𝐾+ 𝜇)
𝛼 = 𝑉𝑝 = √ 3
𝜌
(2.6)
S-wave or also known as secondary wave, has a lower speed than the p-wave. This type of wave
can only cross solid rock. The S-wave particles move perpendicular to the direction of wave propagation.
S wave is a transverse wave. S wave propagation depends on the shear force of a material. Therefore,
material characteristics can be known in more detail by using S. waves.
𝜇
β = 𝑉𝑠 = √𝜌 (2.7)
ρ : Density,
μ. : Shear Modulus.
𝜇
𝑉𝑟 = 0.09194√
𝜌
= 0.09194 𝑉𝑠 (2.8)
2.3 Dispersion Curve
The dispersion curve describes the change in phase speed with respect to the frequency of waves, where
the frequency will be inversely proportional to the velocity and the depth of the target achieved. The
assumption used in data inversion to the dispersion curve is a layered horizontal coating model based on
shear wave velocity (Vs) as the initial model parameter to obtain the actual parameter value.
Figure 3. Illustration of surface wavelength affects the depth of the layer. As the layer gets
deeper, the speed of propagation increases.
2.6 Fault
Fault is a fracture that experiences a clear shift. Shifts can range from a few millimeters to hundreds of
meters and can reach several decimeters to thousands of meters in length. Fault can occur in all types of
rocks and will change the development of topography, control surface and subsurface water, damage rock
stratigraphy and so on. There are several types of fault, those are normal fault, inverse fault, and shear
fault.
METHOD
MASW is a method for determining Rayleigh wave dispersion curves by propagating surface waves with
many wavelengths. These many wavelengths can be produced by providing energy sources in the form of
punches or falling loads (weight drop). Energy which is in the form of impulses contains signals with a
very wide frequency or wavelength. This seismic signal is received by many geophone (4.5 Hz resonance
frequency) and then recorded through Analog to Digital cards (24 bits) into 1 file and then stored on a
Laptop computer.
Figure 3.1 Illustration of MASW data acquisition [11]
3.1 Tools
The following is the equipment used for collecting field data using the MASW 2D survey:
o Seistronix RAS 24 channel
o Trigger cable
o Geophone (25 pieces)
o Weightdrop 45kgs
o Accu 12V
o Software RAS 24
o Take-out cable
o GPS
Figure 3.2.3 From the image traces a calculation is done to get the speed curve to frequency
From the frequency to wave number curve, select the surface wave by selecting the image with the
greatest amplitude. The result then produces a dispersion curve, namely the Rayleigh wave velocity curve
for frequency or wavelength. After the dispersive curve is determined, the next process is the inversion
calculation process to determine the S wave velocity profile. In the inverse algorithm there is a modeling
calculation in the future, namely a process of determining the S wave velocity profile if the properties of
the soil layer are known, namely: layer thickness, layer density and speed S wave from the layer in question.
Thus the inversion process starts from determining the initial price of the soil model and proceed by
comparing the dispersive curves of the dispersive model and curve from field measurements. The inversion
software used is: Seismager from OYO Japan.
Figure 3.2.4 Rayleigh wave inversion process to determine the S wave velocity profile
The usefulness of information on the S wave velocity profile is knowing the strength of the material. In
Geotehnik shear wave velocity Vs correlates with SPT (Standard Penetration Test). High wave velocity Vs
(300 m / s - 700 m / s) states hard soil, while low wave velocity Vs (<100 m / s) states the soil is very soft.
For more complete shear wave velocity Vs data on the properties of materials can be seen in the following
figure.
Data pada seismik refraksi diperoleh langsung dari lapangan yang berada di daerah Poso, Sulawesi
Tengah. Pengambilan data lapangan dilakukan sebanyak dua belas bentangan dengan masing-masing
bentangan memiliki jarak total 115 meter dan interval jarak antara receiver adalah 5 meter. Sumber
gelombang seismik pada setiap bentangan berjumlah 5 tembakan yakni 2 tembakan end offset shot, middle
shot dan phantom shot. Total jarak bentangan seluruhnya yakni 1.380 meter yang dibagi menjadi beberapa
spread yang berbeda. Pengambilan data lapangan dilakukan dengan Seistronix RAS-24 yang menghasilkan
data raw yang memiliki format SEG-2. Data raw yang diperoleh yakni berupa grafik antara jarak dengan
waktu tempuh gelombang. Setelah itu, data akan diolah dengan bantuan software SeisImager 2D. Berikut
merupakan gambaran lokasi pengukuran untuk penelitian ini.
Pengambilan line berada disekitar sungai karena untuk mengetahui keadaan tanah disekitar area
tersebut untuk dikembangkan menjadi daerah tertentu. Untuk memenuhi tujuan penelitian, penulis akan
membahas hanya salah satu line. Satu line terdiri dari dua spread. Dua spread ini diberi nama masing-
masing yakni line D1 dan line D2. Setiap spread memiliki 5 sumber gelombang seismik yang memiliki arti
setiap spread akan memiliki 5 buah data raw untuk diolah pada software SeisImager2D. Berikut ini
merupakan contoh data raw seismik hasil bacaan software PickWin dari pengambilan data lapangan
menggunakan seistronix RAS24. Berikut merupakan data lapangan yang akan diolah:
(a) Data raw spread D1 untuk middle shot
Berdasarkan gambar 4.3 dan gambar 4.13 yang berada pada lampiran, kecenderungan first break
picking semakin menurun. Hal tersebut memiliki makna bahwa asumsi yang digunakan pada penelitian ini
sesuai. Pengambilan first break ini menentukan kurva waktu tempuh yang nantinya menjadi modal utama
untuk proses inversi.
Penggabungan kurva travel time menjadi penting karena proses tersebut memudahkan inversi yang
nanti dilakukan pada modul PlotRefa. Gabungan kurva travel time ini disimpan sehingga menjadi satu
kesatuan file yang berformat .vs . Data-data yang berkaitan mengenai spread D2 akan ditunjukkan pada
bagian lampiran. Berikut merupakan gambar penggabungan seluruh kurva travel time line D.
Pembuatan pemodelan awal pada PlotRefa tidak hanya data melainkan dibutuhkan elevasi tanah
yang akan diolah. Data elevasi dapat dilihat pada table (1.1). Data elevasi yang telah diterapkan akan secara
langsung menyesuaikan dengan software. Rentang kecepatan yang dipakai sekitar 300 m/s hingga 3000
m/s, dengan kedalaman yang ideal adalah sepertiga spread keseluruhan. Kedalaman yang dipakai yakni 80
meter.
Hasil model lapisan yang akan terbentuk dapat diperhalus dengan bantuan software. Terdapat
perbedaan perhitungan antara software dengan perhitungan secara manual. Adanya error antara hasil
observasi dengan hasil perhitungan software. Rata-rata error haruslah bernilai kecil karena untuk
mendapatkan struktur lapisan yang mendekati kebenaran. Rata-rata error terbaca pada kasus ini adalah 6.48
ms. Nilai error tersebut merupakan selisih nilai dari kurva model dari software dengan kurva data lapangan
pada tiap-tiap geophone kemudian dijumlahkan. Jumlah geophone adalah 48 buah. Nilai error yang
diperoleh relative kecil dan sudah mendekati keadaan sebenarnya. Berikut adalah gambaran model akhir
dari proses inversi yang telah dilakukan oleh software.
Gambar 4.7 Hasil akhir tomogram dari pengolahan data
Gambar 4.7 dan gambar 4.8 merupakan hasil permodelan lapisan tersebut merupakan rekomendasi
kecepatan gelombang untuk dijadikan hasil akhir dari permodelan lapisan. Hasil permodelan diperjelas
dengan menentukan kecepatan lapisannya. Tomogram akan dikonvesi menjadi sebuah lapisan-lapisan.
Tujuannya adalah menunjukan secara jelas perbatasan lapisan dengan kecepatan setiap lapisannya. Pada
gambar 4.8 ditampilkan hasil inversi dalam bentuk grid dan jejak gelombang. Untuk memudahkan proses
pengambilan kecepatan rata-rata dibutuhkan hasil inversi yag berbentuk grid.
Gambar 4.9 Hasil permodelan akhir dari pengolahan data
Hasil dari pengolahan data dibuat menjadi 4 lapisan. Masing-masing lapisan memiliki kecepatan
gelombang rata-rata yang berbeda tentunya. Kemampuan menentukan proses membuat tomogram
bergantung pada kemampuan individu dalam menentukan parameter-parameter yang ada. Lapisan paling
atas memiliki rata-rata kecepatan gelombang 0.415 km/s. Lapisan kedua memiliki rata-rata 1.11 km/s.
Lapisan ketiga memiliki rata-rata kecepetan gelombang sebesar 1.45 km/s. kecepetan gelombang yang
paling terakhir memiliki kecepatan rata-rata gelombang sebesar 2.14 km/s. dari hasil pengolahana data
seismik refraksi ini dapat dilihat bahwa lapisan yang bernilai dibawah 2 km/s hanya berada hingga
kedalaman 10-15 meter. namun, pada jarak 90 meter hingga 155 meter terdapat seperti cekungan kurang
lebih sedalam 20 meter.
4.5 Pembahasan
Pada metode tomografi, jumlah dari sumber gelombang aktif sangat berpengaruh kepada kebenaran
hasil tomogram yang akan dihasilkan. 10 jumlah sumber gelombang aktif pada pengukuran dilapangan
seharusnya memiliki error relatif kecil. Semakin banyak jumlah seumber gelombang aktif pada pengamlan
data dilapangan maka hasil tomogram akan semakin baik. Keterangan di lokasi pengambilan data seperti
koordinat geophone dan elevasi yang tercatat pada table 1.1 memudahkan untuk mengetahui struktur tanah
di lapangan. Pada posisi geophone yang berjarak 90 meter hingga 155 meter dari geophone awal berbentuk
seperti palung. Apabila dilihat pada gambar 4.9, terlihat lapisan yang dominan yakni lapisan yang memiliki
rata-rata kecepatan lebih dari 2.14 km/s.
Hasil dari penentuan first arrivals wave yang diolah pada modul PickWin didapatkan error sebesar
6.48 ms apabila dibandingkan dengan hasil perhitungan secara teori. Error tersebut relatif kecil karena
dengan 10 sumber gelombang aktif, error yang didapatkan masih dibawah 10 ms. Semakin kecil
perbandingan antara pengolahan teori dengan pengolahan data lapangan maka pemodelan akan mendekati
dengan kebenarannya.
Error disebabkan oleh berbagai faktor di lapangan beserta proses pengambilan data di lapangan.
Kemungkinan error yang ada yakni adanya geophone yang tidak aktif pada proses pengambilan data di
lapangan. Lalu, kemungkinan kesalahan yang lain yakni adanya noise dari lingkungan pada pengambilan
data. Adanya aktivitas-aktivitas yang menimbulkan getaran sangat berpengaruh pada baik atau buruknya
data yang diambil. Error yang dihasilkan pun dapat berasal dari penentuan first arrivals time yang
ditentukan manual. Kebingungan dalam menentukan first arrivals time terjadi ketika salah satu geophone
tidak menghasilkan data. Hasil dari pengolahan data ini kemudian dibandingkan dengan hasil dari
pengolahan data dengan metode yang berbeda yakni VSP (vertical seismic profiling). Hal ini bertujuan
untuk melihat persebaran lapisan tanah yang memiliki kecepatan rata-rata diatas 2 km/s. Lokasi
pengambilan data VSP berada disekitar Line D. Berikut gambaran pengambilan data (gambar 4.10) untuk
data VSP beserta hasil yang didapatkan dari metode VSP (vertical seismic profiling).
Gambar 4.10 Lokasi pengambilan data VSP yakni pada Line B
Tabel 1.1 Data kecepatan rambat gelombang yang dihasilkan oleh VSP
Berdasarkan data-data yang telah ada, pada gambar 4.11 dapat dilihat rata-rata kecepatan
gelombang pada hasil pengolahan data VSP yakni 2 km/s sampai 2.5 km/s. Terdapat perbedaan yang terlihat
jelas karena perbedaan line dari pengukuran antara seismic refraksi dan VSP. Namun, dapat dilihat bawah
lapisan yang bernilai dibawah 2 km/s bersifat dangkal. Hal tersebut menunjukkan bahwa daerah yang
diukur merupakan daerah bukit atau dataran tinggi. Dari data hasil pengukuran seismic dan VSP didapatkan
bahwa lapisan yang bernilai lebih dari 2 km/s lebih dominan. Tujuan membandingkan dengan hasil data
pengukuran yang diperoleh dari metode VSP yakni untuk melihat lapisan sekitar apakah line D apakah
mendekati satu sama lain. Hal-hal yang serupa antara hasil pencitraan dengan metode VSP seismic refraksi
yakni lapisan dengan rata-rata kecepatan gelombang diatas 2 km/s lebih mendominasi lalu top soil bersifat
tipis. Adanya perbedaan hasil dari metode refraksi dan metode VSP dikarenakan metode refraksi hanya
bisa mencari rata-rata sedangkan VSP dapat mendapatkan kecepatan berdasarkan kedalaman.
Selain membandingkan dengan hasil penelitian metode lain, hasil penelitian seismic refraksi
dengan metode tomografi ini dibandingkan dengan peta geologi Poso. Hal tersebut bertujuan untuk
mencocokkan apakah nilai kecepatan rata-rata dari hasil penelitian sesuai dengan nilai kecepatan
gelombang formasi (batuan). .Metode seismic refraksi ini berguna untuk membentuk citra substruktur
permukaan bawah tanah. Pada gambar 4.15 pada lampiran, formasi yyang terdapat di Poso yakni batu
gamping, napal, batu pasir, bentuk validasi dengan menggunakan peta geologi ini hanya mencocokkan
kecepatan gelombang. Pada hasil seismic refraksi terdapat berbagai rata-rata kecepetan gelombang. Pada
peta geologi disebutkan bahwa sebagian besar formasi pada poso yakni formasi batu gamping dan batu
pasir. Kecepatan gelombang untuk batu gamping yakni 2.0-2.5 km/s, dan batu pasir yakni 2.0-6.0 km/s.
Untuk top soil yang memiliki kecepatan rata-rata kurang dari 2km/s merupakan lapisan lempung yang
memiliki rata-rata kecepatan 1.0-2.5 km/s. Dengan keadaan tersebut, dapat dikatakan bahwa wilayah dari
pengambilan data ini bersifat keras karena nilai kecepatan gelombang yang tinggi yang artinya daerah
tersebut lebih kompak dari lainnya. Kekerasan tanah dari suatu wilayah berguna untuk proses
perkembangan bendungan seperti dijadikan development area dll.
Pengolahan data untuk mencitrakan permukaan bawah tanah dibantu oleh software SeisImager 2D.
Proses pengolahan data yang dibantu software melalui dua modul yakni modul PickWin dan modul
PlotRefa. Penentuan first arrivals time gelombang dilakukan pada PickWin. Kurva travel time yang
dihasilkan dari proses pada PickWin merupakan modal utama untuk diproses pada modul PlotRefa. Proses
pemodelan lapisan permukaan bawah tanah dilakukan pada modul PlotRefa. Model awal yang terbentuk
dengan mengatur parameter-parameter yang ada dan kurva travel time yang telah dihasilkan diolah
sehingga mendapatkan gambaran tomogram dari permukaan bawah tanah. Hasil dari proses tersebut
menciptakan model akhir tomogram berdasarkan perbedaan rata-rata kecepatan gelombang yang
membentuk sebuah struktur permukaan bawah tanah. Hasil model akhir tomogram didapatkan informasi
yakni terdapat empat lapisan dengan rentang rata-rata kecepatan gelombang 0.415 km/s hingga 2.14 km/s.
Setelah dibandingkan dengan metode VSP dan peta geologi, hasil penelitian menunjukkan bahwa lapisan
dengan kecepatan rata-rata diatas 2 km/s dominan dibandingkan lapisan lainnya. Kecepatan rata-rata diatas
2 km/s memiliki arti bahwa daerah tersebut memiliki kekerasan tanah yang realtif keras. Dilihat dari formasi
Poso, kekerasan tanah yang keras tersebut terbukti dengan batuan pada daerah penelitian yakni batu
gamping, napal dan batu pasir.
DAFTAR PUSTAKA
1) Bery A. A. 2013, “High Resolution in Seismic Refraction Tomography for Environmental Study”,
International Journal of Geosciences, Vol. 4, pp. 792-796
2) Fitterman, D. V. 1994, “Geophysical Monograph Series”, United State of America: Society of
Exploration Geophysicists.
3) http://www.amuzigi.com/2015/10/geologi-regional-poso.html (diakses pada tanggal 5 Februari
2018, 20.07)
4) Maxwell, S. C. and Young, R. P. (1993). “Seismic Imaging for Blast Damage”, int J Rock Mech
Min Sci, 30, pp.
5) Milson, J. 2003. Field Geophysics: The Geological Field Guide Series. New York: John Wiley&
sons.
6) Modul Kursus Lanjut Metode Geolistrik, Seismik Refleksi, Magnetik dan GPR Semester Break
2004. Laboratorium Fisika Bumi.
7) Nurcahyo, W. D. 2016, “Pemetaan Lapisan Bawah Permukaan dengan Menggunakan Metoda
Vertical Seismic Profiling (VSP)”, Bandung: Institut Teknologi Bandung.
8) Rafferty, J. P. 2012, “Geological Sciences”, UK, Britannica Educational Publishing.
9) Rawlinson, N. & Sambridge, M. 2001. Seismic Travel time Tomography of The Crust and
Lithosphere. Canberra: Australian National University.
10) SeisImager/2DTM Manual Version 3.3 (2009)
11) Sherrif, Robert E. Dan Geldart, L. P. 1982. Explorasi Seismology. New York: Cambridge
University Press.
12) Singer, J. A, Link, C. A., Iverson, S. R. 2006. High Resolution Seismic Refraction Tomography for
Determining Depth of Blast Induced Damage in a Mine Wall. Montana. NIOSH.
13) Telford, W. M., Geldart, L. P., Sheriff, R. E. 1990. Applied Geophysics (Second Edition),
Cambridge: Cambridge University Press.
LAMPIRAN
(a) Data raw untuk middle shot
Gambar 4.12 Data raw gelombang spread D2 pada PickWin. (a) Data raw untuk middle shot. (b) Data raw untuk end
offset shot (awal bentangan). (c) Data raw untuk end offset shot (akhir bentangan). (d) Data raw untuk phantom shot
(sebelum geophone pertama). (e) Data raw untuk phantom shot (setelah geophone terakhir).
(f) Middle shot
Gambar 4.13 First break picking pada data raw gelombang spread D1 pada PickWin. (a) Data untuk middle shot.
(b) Data untuk end offset shot (awal bentangan). (c) Data untuk end offset shot (akhir bentangan). (d) Data untuk
phantom shot (sebelum geophone pertama). (e) Data untuk phantom shot (setelah geophone terakhir).
(f) Kurva traveltime middle shot
Gambar 4.14 Kurva travel time untuk line D2 yang terbentuk pada modul PlotRefa setelah diketahui first arrivals
gelombang seismik pada geophone. (a) Kurva travel time untuk middle shot. (b) Kurva travel time untuk end offset
shot (awal bentangan). (c) Kurva travel time untuk end offset shot (akhir bentangan). (d) Kurva travel time untuk
phantom shot (sebelum geophone pertama). (e) Kurva travel time untuk phantom shot (setelah geophone terakhir).