Sunteți pe pagina 1din 30

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kembar dempet merupakan salah satu bentuk kecacatan kongenital yang cukup
menyita perhatian dunia medis. Bukan hanya karena penanganannya yang cukup menantang
tapi juga karena tingkat kesulitannya yang tinggi, dan penanganannya yang melibatkan
berbagai aspek seperti agama, moral dan etika. Sekitar 75 % dari kembar dempet adalah
wanita dan 70% dari kembar dempet itu berdempet di dada (thorachophagus) atau abdomen
(omphalophagus). Penyatuan bisa terjadi pada bidang frontal, transversal, atau sagital.
Kembar dempet dapat dibagi menjadi 2 kategori besar, yaitu kembar depet simetris (contoh: 2
bayi kembar dempet yang berkembang dengan baik) dan kembar dempet asimetris (contoh:
salah satu bagian tubuh bayi yang menempel di salah satu bagian tubuh bayi lainnya).
Semakin lama pemisahan secara embriologi berlangsung, semakin rumit kembar dempet
yang akan terjadi (Kamal et al, 2007).
Saat ini menurut statistik, prevalensi kejadian kelahiran kembar di dunia sebenarnya
belum diketahui. Namun diperkirakan prevalensi kembar dempet di dunia adalah 1:20.000
(Hanson, 1975) sampai 1:100.000 (Edmonds and Layde, 1982). Menurut WHO,40%-60%
masih hidup tanpa menjalani pembedahan dan 20 % -25 % dari kelahiran kembar tersebut
hidup setelah menjalani pembedahan dan pengobatan. Dalam diskusi panel terkait Hari
Kesehatan Sedunia pada tahun 2005 yang diselenggarakan Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) mengemukakan bahwa AKI (Angka Kematian Ibu) memang telah turun
dibandingkan dengan 1990 yang masih 450 per 100.000 kelahiran hidup. Namun, dilihat
kecenderungannya, maka target millennium development goals dari PBB yaitu 125 per
100.000 kelahiran hidup tidak akan tercapai tanpa upaya percepatan. Sedangkan penurunan
AKB dan angka kematian balita (Akba) pada kurun waktu yang sama cukup tajam, yaitu
AKB dari 51 per 1.000 menjadi 35 per 1.000 kelahiran hidup, dan Akba 82,6 per 1.000
menjadi 46 per 1.000 kelahiran hidup pada kurun waktu yang sama. Angka kematian bayi
baru lahir (neonatal) penurunannya lambat, yaitu 28,2 per 1.000 menjadi 20 per 1.000
kelahiran hidup. Penyebab langsung berkaitan dengan kematian ibu adalah komplikasi pada
kehamilan, persalinan, dan nifas yang tidak tertangani dengan baik dan tepat waktu.
Survei yang dilakukan oleh Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan
memperkirakan setiap tahunnya sekitar 4.500.000 wanita melahirkan di Indonesia dan sekitar
15.000 di antaranya mengalami komplikasi yang menyebabkan kematian. Indonesia masih

1
juga belum mampu mengatasi tingginya angka kematian ibu (AKI) yang 307 per 100.000
kelahiran hidup dan angka kematian bayi (AKB) 35 per 1.000 kelahiran hidup. Itu berarti
setiap tahun ada 13.778 kematian ibu atau setiap dua jam ada dua ibu hamil, bersalin, nifas
yang meninggal karena pelbagai penyebab. Sementara ada 89.760 orang balita yang
meninggal setiap tahunnya. Hasil survei terbaru yaitu berdasarkan hasil SDKI 2007, derajat
kesehatan ibu dan anak di Indonesia masih perlu ditingkatkan. Hal ini ditandai oleh Angka
Kematian Ibu (AKI) yaitu 228/100.000 Kelahiran hidup (KH), dan tahun 2008, 4.692 jiwa
ibu melayang dimasa kehamilan, persalinan, dan nifas. Sedangkan Angka Kematian Bayi
(AKB) 34/1000 KH, terjadi stagnasi bila dibandingkan dengan SDKI 2003 yaitu 35 per 1000
KH.
Salah satu penyebab komplikasi saat persalinan normal adalah kembar dempet.
Walaupun komplikasi persalinan akibat kembar dempet dapat diatasi dengan pembedahan
Caesar, tetapi terlambatnya penanganan serta keterbatasan alat dan tenaga medis masih
menjadi kendala utama dalam mengatasi hal tersebut. Disamping itu, bayi yang telahir
kembar dempet mempunyai masalah kesehatan di berbagai bidang sehingga penanganannya
sendiri masih menjadi kendala (Kamal et al, 2007).Untuk menekan angka kematian ibu dan
balita, pemerintah telah melakukan berbagai upaya, salah satunya dengan melalui program
SIAGA (siap-antar-jaga).

1.2 Tujuan Pembahasan


Dalam penyusunan laporan kasus ini tentunya memiliki tujuan yang diharapkan
berguna bagi pembaca dan khususnya pada penulis sendiri. Tujuan penyusunan laporan kasus
ini adalah sebagai berikut :
1. Melengkapi tugas dokter internship
2. Menambah wawasan tentang kasus kembar demper (thoraco-omphalopagus) bagi
penulis dan pembaca.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kembar Dempet


Kembar identik (monozigotik) terjadi apabila satu sel telur membelah dan
berkembang menjadi 2 fetus. Pada beberapa kasus, sel telur yang sudah dibuahi gagal untuk
membelah secara utuh. Bayi-bayi yang berkembang dari pemisahan yang gagal ini
dinamakan kembar dempet. Tidak seperti kebanyakan kembar identik, Kembar dempet
berbagi cairan amnion dan plasenta. Mereka juga secara fisik terhubung—kebanyakan—di
kepala,dada,dan panggul. Kembar dempet bahkan berbagi 1 atau lebih organ dalam (Kamal et
al, 2007).
Banyak diantara kembar dempet yang masih hidup setelah lahir ataupun meninggal.
Sebagian hidup setelah menjalani operasi. Kesuksesan operasi tergantung dari tempat kembar
dempet dan berapa organ yang yang dipakai bersama, dan juga pengalaman dan keahlian dari
tim dokter bedah sendiri (Kamal et al, 2007).

2.2 Epidemiologi Kembar Dempet


Kembar terjadi kira-kira 1 dari 87 kelahiran hidup. Kembar monozigotik berjumlah
sekitar sepertiga dari kelahiran kembar. Kembar dempet berkisar antar 1 % dari kelahiran
kembar monozigotik. Rata-rata insdensinya adalah 1 per 33,000-165,000 kelahiran dan 1 per
200,000 kelahiran hidup. Rata-rata kembar dempet yang masih hidup adalah 40-60% dari
kelahiran hidup. Semakin banyak kasus yang dilaporkan sekarang ini karena kemajuan
teknologi dan USG yang rutin (Kamal et al, 2007).
Menurut WHO lebih dari 8 juta bayi di seluruh dunia setiap tahunnya lahir dengan
kelainan bawaan. Di Indonesia, hasil Riskesdas tahun 2007 menjelaskan kelainan bawaan
menjadi salah satu penyebab kematian bayi. Pada usia 0-6 hari., kematian bayi yabg
disebabkan oleh kelainan bawaan sebesar 1,4% sedangkan pada usia 7-28 hari, menjadi
meningkat persentasenya menjadi 18,1 %. Jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia
Tenggara, Indonesia masih termasuk negara dengan kelainan bawaan yang cukup tinggi.Hasil
survei sentinel kelainan bawaan pada bulan september 2014 – maret 2018 kasus kembar siam
terjadi sekitar 4,2 %.
Kondisi ini mungkin lebih bayak terjadi pada populasi ras india dan afrika daripada
kulit putih. Epidemiologi lewat berdasarkan ras dan Negara belum dapat diketahui karena
laporan yang kurang dan kurangnya fasilitas dari diagnose prenatal (Kamal et al, 2007)

3
Ketika terlahir hidup, wanita lebih banyak terkena daripada laki-laki, dengan rasio 3:1 atau
lebih. Kembar dempet yang masih hidup setelah lahir kebanyakan laki-laki. Kembar dempet
menunjukkan beberapa nilai karakteristik. Kembar dempet tersebut diklasifikasikan menurut
tempat dempetnya, dengan frekuensinya:
a. Thorakoomfalopagus (dempet dada,perut, atau kedua-duanya) – 74%
b. Thorakopagus atau xiphopagus (dempet dada) – 40%
c. Omfalopagus (dempet abdomen) – 34%
d. Pigopagus (dempet bokong) – 18%
e. Ischiopagus (dempet ischium) – 6%
f. Kraniopagus (dempet kepala) – 2% (Kamal et al, 2007).
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa kembar dempet berdasarkan tipenya
mempunyai rata-rata nilai insidensi dari kembar dempet adalah 73% torakopagus, 19%
pigopagus, 6% ischiopagus dan 2% craniopagus. (Robertson et al,1953).

2.3 Etiologi Kembar Dempet


Pemisahan secara anatomi yang tidak tuntas diantaran kembar monozigotik terjadi
sesekali. Dengan tidak ada resiko kejadian pada kehamilan berikutnya. Tujuh Kasus (2
diterbitkan) telah dilaporkan yang mana kembar dempet terjadi saat penggunaan clomiphene
untuk mempercepat ovulasi. Dua kasus dari thorakopagus telah dilaporkan bahwa dempet
terjadi dengan pengunaan griseofulvin sebelum konsepsi. Spina bifida terkait dengan kembar
dempet, dan satu kasus dengan kembar dempet terjadi setelah paparan dari asam valproat
(Kamal et al, 2007).
Tidak ada pemetaan atau analisis hubungan gen yang nyata untuk malformasi.
Beberapa peneliti melibatkan inaktifasi kromosom X yang abnormal. Inaktifasi kromosom X
mungkin terkait dengan peningkatan insidensi dari kembar yang berjenis kelamin wanita.
Sebagian penelitian menolak pendapat tersebut (Kamal et al, 2007).

2.4 Patofisiologi Kembar Dempet


Morula berkembang jadi blastokista pada hari ke-6 setelah ovum dibuahi. Suatu sel
inti berkembang di salah satu ujung di dalam vesicle. Suatu massa berisi sel inti bisa
berkembang menjadi fetus yang utuh. Kembar dempet terjadi ketika embrioblast, yang
berasal dari satu zigot, terpisah tidak sempurna, setelah hari ke-12 dari masa kehamilan
(Kamal et al, 2007). Kembar dempet adalah monozigotik dan akan selalu berjenis kelamin
sama dan di dalam 1 korion dan amnion yang sama (Kulkarni, 1994).

4
Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi proses pemisahan dari zigot yang dapat
menghasilkan pemisahan yang tidak tuntas dari inner cell mas/Embrioblast 13-15 hari setelah
pembuahan. Walaupun penyebabnya sampai sekarang masih belum diketahui, tapi banyak
peneliti yang yakin bahwa faktor yang mempengaruhi monozigotik, juga mempunyai peranan
pada kembar dempet (Ogbe, 2009)
Dr.Spencer (2003) mengemukakan—yang juga populer pada abad ke 18 dan 19—
bahwa: ”all conjoined twins result from fusion of separate germ discs” (semua kejadian
kembar dempet adalah hasil dari penggabungan/fusi dari lempeng-lempeng nutfah). Artinya
kejadian kembar dempet terjadi karena gabungan dari 2 atau lebih zigot yang telah
dibuahi.Hal ini dicontohkan pada kembar dempet parapagus. Tapi beberapa peneliti
menyanggah pendapat tersebut (Beckwith, 2003)

Gambar 1. Patofisiologi Kembar Dempet

2.5 Klasifikasi dan jenis-jenis kembar dempet


Anatomi dari bagian tubuh yang berdempet dari kembar dempet dapat berupa
penyatuan yang kompleks. Nomenclature terkini mengenai kembar dempet dapat ditentukan
dari bagian-bagian dari tubuh mana yang paling menonjol dari kembar dempet tersebut
(Kulkarni et al, 1994)

5
2.5.1 Sefalotorakopagus
Kembar dempet sefalotorakopagus dikenali dengan penyatuan bagian tubuh depan
sekitar setengah atas dari tubuh, dengan sudut yang berbeda-beda bila dempet wajah.
Keanehan ini jarang dikenal dan disebut sebagai janicep, dinamai dari dewa Romawi bemuka
2, Janus. Prognosisnya sangat buruk karena pemisahan secara operasi bukanlah merupakan
pilihan yang baik, karena terdapat satu otak dan jantung yang menjalankan 2 sistem tubuh
dari 2 tubuh yang dempet. Malformasi seperti ini sangat jarang (Kamal et al, 2007).
2.5.2 Kraniopagus
Kraniopagus terjadi 2-6% dari kembar dempet (Robertson et al,1953). Sekitar 40%
dari kembar dempet tetap hidup dan sepertiga dari jumlah tersebut meninggal dalam 24 jam
pertama, biasanya karena kelainan organ kongenital, menyisakan 25% yang dapat dilakukan
operasi. Walaupun begitu, dengan majunya alat bantu diagnose seperti MRI, dan teknik
neuroanastesi dan neurosurgical yang baik, dapat memperbaiki prognosis dari kembar dempet
kraniopagus (Kamal et al, 2007).
Pada kembar dempet kraniopagus, Foramen magnum tidak banyak terlibat, tengkorak
biasanya berdempet di daerah-daerah kepala yang asimetris, dan terdapat juga dempet kepala
vertikal, non-vertikal, dan angular. Beberapa laporan kasus mempunyai data yang rinci
mengenai anatomi yang kompleks dan masalah pembedahan dalam memisahkan bentuk
dempet dari total kraniopagus—ditandai dengan shared dural venous sinuses (SDVS) atau
terbaginya sinus venosus dural yang berpengaruh kepada implikasi negatif terhadap kualitas
hidup dan keinginan untuk hidup dari kembar dempet tsb (O'Connell, 1976; Stone dan
Goodrich, 2006).
Dalam kembar dempet di kepala tipe kraniopagus, Stone dan Goodrich
mengklasifikasikannya kedalam 2 subklasifikasi: 1.Parsial craniopagus; 2.Total vertikal
kraniopagus (Stone dan goodrich, 2006) O’Connell, Seorang dokter bedah saraf dari inggris,
dengan jelas membedakan tipe parsial yang lebih jarang dan tipe total yang lebih sering
terjadi (O'Connell, 1934, 1976). Pada kasus parsial kembar dempet tipe kraniopagus, dempet
biasanya frontal, dan yang jarang oksipital.Pada CPT (Craniopagus twin) tipe TV (Total
Vertical) terdapat beberapa pembuluh darah yang medarahi kedua wilayah otak bayi
(O'Connell, 1976). Banyak diantara komplikasi-komplikasi yang akan muncul dikarenakan
kompleksnya sistem persarafan dan pembuluh darah di kedua otak pada TV CPT, membuat
sulitnya untuk menghasilkan pemisahan yang sukses (Stone dan Goodrich, 2006).

6
Gambar 2. Tipe-tipe kraniopagus

2.5.3 Thorakopagus
Thorakopagus adalah varietas dari kembar dempet yang paling sering terjadi, sekitar
40% dari kembar dempet (Kamal et al, 2007). Kembar dempet Thoracopagus berdempet
berhadapan di toraks atas sampai ke umbilicus dengan dengan dempet biasanya meliputi
sternum, diafragma, dan dinding perut bagian atas. Pada tahun 1967, Nichols et al
menemukan 42 kasus kembar thorakopagus. Terdapat hati yang berdempet (100%), Jantung
yang berdempet (75%), Masalah gastrointestinal (50%), dan hepatobilier (25%) (Kulkarni,
1994). Jelasnya, bahwa jika tidak terdapat kelainan jantung bawaan, angka mortalitasnya
adala 40% dan angka mortalitasnya naik menjadi 87,5% bila tedapat kelainan jantung
(Saranrittichai, 2007).

Gambar 3.Torakopagus

7
2.5.4 Omfalopagus
Omfalopagus adalah kembar dempet di perut. Omfalopagus (34%) kebanyakan
muncul bersama dempet toraks sebagai torakoomfalopagus. Kebanyakan omfalopagus
berbagi hati, dan sebagian dari organ-organ dari usus halus dan usus besar (Kamal et al,
2007).

2.5.5 Parapagus
Pada kondisi parapagus, atau disprosopus, kembar dempetnya menyatu di bagian
samping tubuh (lateral) dan menghadap ke arah yang sama (Kamal et al, 2007).

Gambar 4. Parapagus

2.5.6 Pigopagus
Pigopagus, adalah istilah yang digunakan untuk kembar dempet bokong. Tulang
sacrumnya menyatu dan sebagian dari spinal cord juga saling menyatu. Dengan tambahan
rectum dan perineal juga menyatu (Kamal et al, 2007).

Gambar 5. Pigopagus

8
2.5.7 Rachipagus
Pada Rachipagus, kembar dempet bertemu pada masing-masing punggung, biasanya
diatas daerah lumbal. Kembar jenis ini adalah sangat mungkin mengalami penyatuan bagian
vertebra di garis tengah dorsal dan bisa juga terjadi meningokel, hubungan antar saraf atau
kedua-duanya.

Gambar 6. Rachipagus

2.5.8 Ichiopagus
Pada Ichiopagus, kembar berdempet di abdomen bawah dan pelvis. Kembar dempet
jenis ini dapat mempunyai 3 kaki (tripus) atau 4 kaki (tetrapus). Bagian organ-organ sistem
genitourinari dan rectum bisa berbagi atau bersatu. (Kamal et al, 2007). Istilah ischiopagus
digunakan untuk menunjukkan adanya hubungan bagian apa saja dari pelvis, yang biasanya
bergabung dari ujung bawah sacrum dan coccyx.
Contoh kasus, 2 orang bayi terlahir dempet berdempet sacrum dan coccyx dan tulang
panggul dari salah satu anak menyatu dengan columna vertebrae anak yang lainnya dengan
ligamentum fibrosa (Sangari et al,2001). Perkembangan kembar dempet jenis ini bisa
dijelaskan karena kegagalan pemisahan pada fase embrionik. Bagian kaudal dari embrio uang
tidak terpisah secara sempurna mengakibatkan abnormalitas pada kloaka dan serangkaian
abnormalitas lainnya. Kelainan yang paling sering pada ischiopagus adalah kelainan
abdomen,anus imperforata dan skoliosis berat (Golladay et al, 1982).

9
Gambar 7. Ischiopagus

2.6 Evaluasi awal


Identifikasi yang dapat kita temukan selama setelah lahir adalah sangat penting dalam
kasus kembar dempet. Pada kasus kembar dempet Torakopagus, terdapat kelainan
perikardium (90%) dan dempet jantung (75%). Kelainan jantung yang dilaporkan adalah fusi
atrium dengan ventrikel yang terpisah, satu atrium dengan Kelainan septum jantung yang
luas, kelainan valve arterioventrikular, atresia pulmonar, trunkus arteriosus,dan juga
gabungan dari beberapa pembuluh darah. Kelainan jantung tidak hanya terlihat pada kembar
torakopagus saja. Kelainan jantung ini dapat dievaluasi dengan EKG sampai ke MRI
(Kulkarni, 1994).
Evaluasi traktus gastrointestinal dari atas sampai bawah. X-ray dengan Kontras dapat
membantu apakah terdapat penyatuan hati, kantung empedu, limpa, usus, maupun pankreas.
Evaluasi traktus urinarius apakah terdapat penyatuan dari kandung kemih, ginjal, juga ureter
(Kulkarni, 1994)

2.7 Penatalaksanaan
2.7.1 Penatalaksanaan Umum
Semua bayi diperiksa segera setelah lahir untuk mengetahui apakah transisi dari
kehidupan intrauterine ke ekstrauterine berjalan dengan lancar dan tidak ada kelainan.
Pemeriksaan medis komprehensif dilakukan dalam 24 jam pertama kehidupan. Pemeriksaan
rutin pada bayi baru lahir harus dilakukan, tujuannya untuk mendeteksi kelainan atau anomali
kongenital yang muncul pada setiap kelahiran dalam 10-20 per 1000 kelahiran, pengelolaan
lebih lanjut dari setiap kelainan yang terdeteksi pada saat antenatal, mempertimbangkan
masalah potensial terkait riwayat kehamilan ibu dan kelainan yang diturunkan, dan Tujuan
utama perawatan bayi segera sesudah lahir adalah untuk membersihkan jalan napas,

10
memotong dan merawat tali pusat, mempertahankan suhu tubuh bayi, identifikasi, dan
pencegahan infeksi (Saifuddin, 2008).
Asuhan bayi baru lahir meliputi :
1. Pencegahan Infeksi (PI)
2. Penilaian awal untuk memutuskan resusitasi pada bayi
Untuk menilai apakah bayi mengalami asfiksia atau tidak dilakukan penilaian
sepintas setelah seluruh tubuh bayi lahir dengan tiga pertanyaan :
a) Apakah kehamilan cukup bulan?
b) Apakah bayi menangis atau bernapas/tidak megap-megap?
c) Apakah tonus otot bayi baik/bayi bergerak aktif? memberikan promosi
kesehatan, terutama pencegahan terhadap sudden infant death syndrome (SIDS)
(Lissauer, 2013).
Jika ada jawaban “tidak” kemungkinan bayi mengalami asfiksia sehingga harus
segera dilakukan resusitasi. Penghisapan lendir pada jalan napas bayi tidak
dilakukan secara rutin (Kementerian Kesehatan RI, 2013).

3. Pemotongan dan perawatan tali pusat


Setelah penilaian sepintas dan tidak ada tanda asfiksia pada bayi, dilakukan
manajemen bayi baru lahir normal dengan mengeringkan bayi mulai dari muka,
kepala, dan bagian tubuh lainnya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan
verniks, kemudian bayi diletakkan di atas dada atau perut ibu. Setelah pemberian
oksitosin pada ibu, lakukan pemotongan tali pusat dengan satu tangan melindungi
perut bayi. Perawatan tali pusat adalah dengan tidak membungkus tali pusat atau
mengoleskan cairan/bahan apa pun pada tali pusat (Kementerian Kesehatan RI,
2013). Perawatan rutin untuk tali pusat adalah selalu cuci tangan sebelum
memegangnya, menjaga tali pusat tetap kering dan terpapar udara, membersihkan
dengan air, menghindari dengan alkohol karena menghambat pelepasan tali pusat,
dan melipat popok di bawah umbilikus (Lissauer, 2013).

4. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)


Setelah bayi lahir dan tali pusat dipotong, segera letakkan bayi tengkurap di dada
ibu, kulit bayi kontak dengan kulit ibu untuk melaksanakan proses IMD selama 1
jam. Biarkan bayi mencari, menemukan puting, dan mulai menyusu. Sebagian
besar bayi akan berhasil melakukan IMD dalam waktu 60-90 menit, menyusu

11
pertama biasanya berlangsung pada menit ke- 45-60 dan berlangsung selama 10-
20 menit dan bayi cukup menyusu dari satu payudara (Kementerian Kesehatan RI,
2013).
Jika bayi belum menemukan puting ibu dalam waktu 1 jam, posisikan bayi lebih
dekat dengan puting ibu dan biarkan kontak kulit dengan kulit selama 30-60 menit
berikutnya. Jika bayi masih belum melakukan IMD dalam waktu 2 jam, lanjutkan
asuhan perawatan neonatal esensial lainnya (menimbang, pemberian vitamin K,
salep mata, serta pemberian gelang pengenal) kemudian dikembalikan lagi kepada
ibu untuk belajar menyusu (Kementerian Kesehatan RI, 2013).

5. Pencegahan kehilangan panas melalui tunda mandi selama 6 jam, kontak kulit
bayi dan ibu serta menyelimuti kepala dan tubuh bayi (Kementerian Kesehatan RI,
2013).

6. Pemberian salep mata/tetes mata


Pemberian salep atau tetes mata diberikan untuk pencegahan infeksi mata. Beri
bayi salep atau tetes mata antibiotika profilaksis (tetrasiklin 1%, oxytetrasiklin 1%
atau antibiotika lain). Pemberian salep atau tetes mata harus tepat 1 jam setelah
kelahiran. Upaya pencegahan infeksi mata tidak efektif jika diberikan lebih dari 1
jam setelah kelahiran (Kementerian Kesehatan RI, 2013).

7. Pencegahan perdarahan melalui penyuntikan vitamin K1dosis tunggal di paha kiri


Semua bayi baru lahir harus diberi penyuntikan vitamin K1 (Phytomenadione) 1
mg intramuskuler di paha kiri, untuk mencegah perdarahan BBL akibat defisiensi
vitamin yang dapat dialami oleh sebagian bayi baru lahir (Kementerian Kesehatan
RI, 2010). Pemberian vitamin K sebagai profilaksis melawan hemorragic disease
of the newborn dapat diberikan dalam suntikan yang memberikan pencegahan
lebih terpercaya, atau secara oral yang membutuhkan beberapa dosis untuk
mengatasi absorbsi yang bervariasi dan proteksi yang kurang pasti pada bayi
(Lissauer, 2013). Vitamin K dapat diberikan dalam waktu 6 jam setelah lahir
(Lowry, 2014).

8. Pemberian imunisasi Hepatitis B (HB 0) dosis tunggal di paha kanan Imunisasi


Hepatitis B diberikan 1-2 jam di paha kanan setelah penyuntikan vitamin K1 yang

12
bertujuan untuk mencegah penularan Hepatitis B melalui jalur ibu ke bayi yang
dapat menimbulkan kerusakan hati (Kementerian Kesehatan RI, 2010).

9. Pemeriksaan Bayi Baru Lahir (BBL)


Pemeriksaan BBL bertujuan untuk mengetahui sedini mungkin kelainan pada
bayi. Bayi yang lahir di fasilitas kesehatan dianjurkan tetap berada di fasilitas
tersebut selama 24 jam karena risiko terbesar kematian BBL terjadi pada 24 jam
pertama kehidupan. saat kunjungan tindak lanjut (KN) yaitu 1 kali pada umur 1-3
hari, 1 kali pada umur 4-7 hari dan 1 kali pada umur 8-28 hari (Kementerian
Kesehatan RI, 2010).

10. Pemberian ASI eksklusif


ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan minuman tambahan lain
pada bayi berusia 0-6 bulan dan jika memungkinkan dilanjutkan dengan
pemberian ASI dan makanan pendamping sampai usia 2 tahun. Pemberian ASI
ekslusif mempunyai dasar hukum yang diatur dalam SK Menkes Nomor
450/Menkes/SK/IV/2004 tentang pemberian ASI Eksklusif pada bayi 0-6 bulan.
Setiap bayi mempunyai hak untuk dipenuhi kebutuhan dasarnya seperti Inisiasi
Menyusu Dini (IMD), ASI Ekslusif, dan imunisasi serta pengamanan dan
perlindungan bayi baru lahir dari upaya penculikan dan perdagangan bayi.

2.7.2 Penatalaksanaan Khusus


Penatalaksanaan dari kembar dempet adalah melalui Operasi (Kamal et al, 2007).
Namun pelaksanaannya sendiri merupakan tantangan bagi tenaga medis. Waktu yang tepat
untuk memisahkan kembar dempet ini yaitu saat bayi beumur 8-12 bulan. Terkadang akan
muncul kondisi gawat darurat sepert obstruksi intestinal, Ruptur dari omfalokel, gagal
jantung kongestif yang membutuhkan operasi pemisahan secepatnya. (Kulkarni, 1994).

2.7.3 CPAP
Continuos Positive Airway Pressure (CPAP) adalah merupakan suatu alat untuk
mempertahankan tekanan positif pada saluran napas neonatus selama pernafasan spontan.
CPAP merupakan suatu alat yang sederhana dan efektif untuk tatalaksana respiratory distress
pada neonatus. Penggunaan CPAP yang benar terbukti dapat menurunkan kesulitan bernafas,
mengurangi ketergantungan terhadap oksigen, membantu memperbaiki dan mempertahankan

13
kapasitas residual paru, mencegah obstruksi saluran nafas bagian atas, dan mecegah kollaps
paru, mengurangi apneu, bradikardia, dan episode sianotik, serta mengurangi kebutuhan
untuk dirawat di Ruangan intensif. Beberapa efek fisiologis dari CPAP antara lain :
1. Mencegah kolapsnya alveoli paru dan atelektasis
2. Mendapatkan volume yang lebih baik dengan meningkatkan kapasitas residu
fungsional
3. Memberikan kesesuaian perfusi, ventilasi yang lebih baik dengan menurunkan pirau
intra pulmonar
4. Mempertahankan surfaktan
5. Mempertahankan jalan nafas dan meningkatkan diameternya
6. Mempertahankan diafragma.

INDIKASI DAN KONTRA INDIKASI


Ada beberapa kriteria terjadinya respiratory distress pada neonatus yang merupakan
indikasi penggunaan CPAP. Kriteria tersebut meliputi :
1. Frekuansi nafas > 60 kali permenit
2. Merintih ( Grunting) dalam derajat sedang sampai parah
3. Retraksi nafas
4. Saturasi oksigen < 93% (preduktal)
5. Kebutuhan oksigen > 60%
6. Sering mengalami apneu
Semua bayi cukup bulan atau kurang bulan, yang menunjukkan salah satu kriteria
tersebut diatas, harus dipertimbangkan untuk menggunakan CPAP. Pada penggunaan CPAP,
pernapasan spontan dengan tekanan positif dipertahankan selama siklus respirasi, hal ini yang
disebut disebut dengan continuous positive airway pressure. Pada mode ventilasi ini, pasien
tidak perlu menghasilkan tekanan negatif untuk menerima gas yang diinhalasi. Hal ini
dimungkinkan oleh katup inhalasi khusus yang membuka bila tekanan udara di atas tekanan
atmosfer. Keistimewaan CPAP adalah dapat digunakan pada pasien-pasien yang tidak
terintubasi.
Beberapa gangguan nafas atau respiratory distress yang dapat diatasi dengan
mempergunakan CPAP antara lain :
1. Bayi kurang bulan dengan Respiratory Distress Syndrom
2. Bayi dengan Transient Takipneu of the Newborn (TTN)
3. Bayi dengan sindroma aspirasi mekoneum

14
4. Bayi yang sering mengalami apneu dan bradikardia karena kelahiran kurang bulan
5. Bayi yang sedang dalam proses dilepaskan dari ventilator mekanis
6. Bayi dengan penyakit jalan nafas seperti trakeo malasia, dan bronkitis
7. Bayi pasca operasi abdomen
Adapun beberapa kondisi respiratory distress pada neonatus, tetapi merupakan
kontraindikasi pemasangan CPAP antara lain :
1. Bayi dengan gagal nafas, dan memenuhi kriteria untuk mendapatkan support
ventilator
2. Respirasi yang irreguler
3. Adanya anomali kongenital
4. Hernia diafragmatika
5. Atresia choana
6. Fistula tracheo-oeshophageal
7. Gastroschisis
8. Pneumothorax tanpa chest drain
9. Trauma pada nasal, yang kemungkinan dapat memburuk dengan pemasangan
nasal prong
10. Instabilitas cardiovaskuler, yang akan lebih baik apabila memdapatkan support
ventilator

2.8 Prognosis
Mayoritas dari kasus kembar siam, terlahir meninggal atau meninggal segera setelah
dilahirkan. Operasi yang dilakukan untuk memisahkan kembar dempet sangat sedikit
dilakukan karena sedikit yang dilaporkan. Keberhasilan dari Penatalaksanaan dari derajat
keparahan kasus, satu atau lebih organ yang menyatu, malformasi kongenital dan
ketersediaan alat medis dan operatif (Kulkarni, 1994).

15
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 BAYI 1
Identitas Pasien :
a. Nama : By. N1
b. Tanggal Lahir : 22 November 2018
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Alamat : Tukka
e. Suku : Batak
Riwayat Kelahiran :
Telah lahir bayi secara : Sectio caesaria (G3P3A0 + Gemeli )

Apgar Score :
0 1 2 Apgar - 1 menit 5 menit
Score
Tidak ada <100 >100 Denyut 2 2
jantung
Tidak ada Tak teratur Baik Pernafasan 2 2
Lemah Sedang Baik Tonus otot 1 2
Tidak ada Meringis Menangis Peka 1 1
Rangsang
Biru/Putih Merah jambu. Merah Jambu Warna 1 1
Ujung-Ujung Biru
Total 7 8

Pemeriksaan Fisik Bayi :


1. Jenis Kelamin : Laki-laki PBL : tidak diukur
BBL : 2680 gram Lingkar dada : tidak diukur
Lingkar kepala : 33 cm
2. Sistem Saraf Pusat
Gerak Bayi : Aktif Kejang : Tidak ada
UUB : Datar Tangis bayi : Kuat
3. Sistem Penglihatan
Posisi Mata : Simetris Kelopak Mata : Edema (-) , Cekung(-)
Besar Pupil : Isokor Konjungtiva : Anemis(-)
Sklera : Ikterik (-)

16
4. Sistem Pendengaran
Bentuk Telinga : Simetris
Keluar cairan (-)
5. Sistem Pernafasan
Pola Nafas : Normal (40x/i)
Jenis Pernafasan : Pernafasan dada
Irama nafas : Teratur
Thorax : Lengket dengan kembaran (+)
6. Sistem Pencernaan
Mulut : Simetris (+) , bibir pucat (-)
Lidah : Tidak ada kelainan
Abdomen : Soepel, lengket dengan kembaran (+)
BAB : Mekonium (+)
7. Refleks
Rooting refleks :+
Refleks menghisap : Sulit dinilai
Refleks Moro :+
Asymmetric tonic neck reflex : Sulit dinilai
Refleks menggenggam :+
Refleks Babinski :+
Stepping Reflex : Sulit dinilai

Diagnosis
NCB – SMK + THORACO-OMPHALOPAGUS (KEMBAR DEMPET)

17
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium ( 22 November 2018)
PEMERIKSAAN HASIL UNIT NILAI NORMAL
Hemoglobin 17,2 mg/dl 12-16
Leukosit 9,7 103/mm3 5-11
Eritrosit 4,55 106/mm3 4,5-5,5
Hematokrit 49,9 % 37-47
Trombosit 171 10 /mm3
3
150-450
LED 12 mm/jam <20
MCV 108,9 FI 74-96
MCH 37,8 Fg 27-32
MCHC 34,4 % 30-65
Golongan Darah “O” Rh +/ Positif
Hitung Jenis 1/0/0/50/38/11 Eo/Bas/Staf/Segmen/Lim/Mon = 0-1/1-
E/B/Nst/NSg/L/M 3/2-6/50-70/20-40/2-8

2. USG ABDOMEN
Hasil pemeriksaan :
Hepar Bayi 1 dan Bayi 2 :
Tampak hubungan antara segmen II hepar lobus kiri.
Hepar ukuran tidak membesar, permukaan rata, tekstur parenkim homogen halus,
kapsul tidak menebal, tidak tampak bayangan nodul/massa. Vena porta dan vena
hepatika tidak melebar. Tidak tampak koleksi cairan di sekitarnya.
Kandung Empedu Bayi 1 dan Bayi 2 :
Besar Normal, dinding normal, tidak tampak batu/sludge. Duktus biliaris
intra/ekstrahepatal : tidak melebar, tidak tampak bayangan hiperekhoik dengan
acoustic shadow.Ureter tidak terdeteksi.
Ginjal kiri Bayi 1 :
Ukuran Normal, Kontur normal, parenkim normal, intensitas gema normal, sistem
pelvokalises tidak melebar. Ureter tidak terdeteksi.

Kesimpulan :
Tampak hubungan antara segmen II hepar lobus kiri.
USG Kandung empedu bayi 1 dan bayi 2, ginjal kanan bayi 2, ginjal kiri bayi 1
saat ini tidak tampak kelainan.

18
Gambar 8. Hasil USG

Tatalaksana :
1. Resusitasi
 Bayi dihangatkan
 Atur posisi dan atur jalan nafas
 Bayi dibersihkan
 Injeksi Vit K 1mg-IM
 Pemberian Zalf Mata
 Perawatan Talipusat
 Pemberian Asi Eksklusif
2. Tatalaksana Lanjutan
 Perawatan di ruangan NICU
 Pemasangan Buble CPAP
 Infus D5% 6 gtt/i
 Inj Ceftriaxone 100 mg/12 j IV

19
FOLLOW UP (22 November 2018 – 26 November 2018)
Tgl Vital Sign & PF Diagnosa Penatalaksanaan
22/11/2018 Follow UP NCB – SMK + - Perawatan di ruang NICU
15.00 SpO2 : 98% HR : 136x/menit THORACO- - Pemasangan CPAP
15.30 SpO2 : 99% HR : 113x/menit OMPHALOPAGUS - Pemasangan OGT
16.00 SpO2 : 97% HR : 126x/menit - Perawatan Tali Pusat
16.30 SpO2 : 97% HR : 130x/menit - IVFD D 5% 6 gtt/menit micro
17.00 SpO2 : 97% HR : 136x/menit - Inj. Ceftriaxone 100 mg/12 jam IV
17.30 SpO2 : 97% HR : 132x/menit
18.00 SpO2 : 98% HR : 140x/menit

23/11/2018 S: Menangis Kuat, Menghisap Lemah NCB – SMK + - Perawatan di ruang NICU
O: sens : CM SpO2 : 97% THORACO- - Penggunaan CPAP
FJ : 140x/menit FP : 40x/menit T : 37,2 OC OMPHALOPAGUS - Penggunaan OGT
Kepala : RC (+/+), isokor, napas cuping hidung (-) - Perawatan Tali Pusat
Leher : Dalam batas normal - IVFD D 5% 6 gtt/menit micro
Thorax : - Simetris fusiformis - Inj. Ceftriaxone 100 mg/12 jam IV
- SP : Vesikuler - Diet ASI/PASI 20-30 cc/2jam
- ST : ronkhi (-/-)
Abdomen : Soepel, H/L tidak teraba, Peristaltik (+)
Ekstremitas : akral hangat

20
24/11/2018 S: Menangis Kuat, Menghisap Lemah NCB – SMK + - Perawatan di ruang NICU
O: sens : CM SpO2 : 98% THORACO- - Penggunaan CPAP
FJ : 140x/menit FP : 40x/menit T : 37 OC OMPHALOPAGUS - Penggunaan OGT
Kepala : RC (+/+), isokor, napas cuping hidung (-) - Perawatan Tali Pusat
Leher : Dalam batas normal - IVFD D 5% 6 gtt/menit micro
Thorax : - Simetris fusiformis - Inj. Ceftriaxone 100 mg/12 jam IV
- SP : Vesikuler - Diet ASI/PASI 20-30 cc/2jam
- ST : ronkhi (-/-)
Abdomen : Soepel, H/L tidak teraba, Peristaltik (+)
Ekstremitas : akral hangat
25/11/2018 S: Menangis Kuat, Menghisap Lemah NCB – SMK + - Perawatan di ruang NICU
O: sens : CM SpO2 : 99% THORACO- - Penggunaan CPAP (Aff)
FJ : 142x/menit FP : 40x/menit T : 37,3 OC OMPHALOPAGUS - Penggunaan OGT
Kepala : RC (+/+), isokor, napas cuping hidung (-) - Perawatan Tali Pusat
Leher : Dalam batas normal - IVFD D 5% 6 gtt/menit micro
Thorax : - Simetris fusiformis - Inj. Ceftriaxone 100 mg/12 jam IV
- SP : Vesikuler - Diet ASI/PASI 20-30 cc/2jam
- ST : ronkhi (-/-)
Abdomen : Soepel, H/L tidak teraba, Peristaltik (+)
Ekstremitas : akral hangat

21
26/11/2018 S: Menangis Kuat, Menghisap Lemah NCB – SMK + - Perawatan di ruang NICU
O: sens : CM SpO2 : 99% THORACO- - Penggunaan OGT
FJ : 142x/menit FP : 40x/menit T : 37,3 OC OMPHALOPAGUS - Perawatan Tali Pusat
Kepala : RC (+/+), isokor, napas cuping hidung (-) - Diet ASI/PASI 20-30 cc/2jam
Leher : Dalam batas normal - Pasien dirujuk ke RS.HAM Medan
Thorax : - Simetris fusiformis untuk tindakan tatalaksana lanjut.
- SP : Vesikuler
- ST : ronkhi (-/-)
Abdomen : Soepel, H/L tidak teraba, Peristaltik (+)
Ekstremitas : akral hangat

22
3.1 BAYI 2
Identitas Pasien :
a. Nama : By. N1
b. Tanggal Lahir : 22 November 2018
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Alamat : Tukka
e. Suku : Batak
Riwayat Kelahiran :
Telah lahir bayi secara : Sectio caesaria (G3P3A0 + Gemeli )

Apgar Score :
0 1 2 Apgar - 1 menit 5 menit
Score
Tidak ada <100 >100 Denyut 2 2
jantung
Tidak ada Tak teratur Baik Pernafasan 2 2
Lemah Sedang Baik Tonus otot 1 2
Tidak ada Meringis Menangis Peka 1 1
Rangsang
Biru/Putih Merah jambu. Merah Jambu Warna 1 1
Ujung-Ujung Biru
Total 7 8

Pemeriksaan Fisik Bayi :


1. Jenis Kelamin : Laki-laki PBL : tidak diukur
BBL : 2680 gram Lingkar dada : tidak diukur
Lingkar kepala : 33 cm
2. Sistem Saraf Pusat
Gerak Bayi : Aktif Kejang : Tidak ada
UUB : Datar Tangis bayi : Kuat
3. Sistem Penglihatan
Posisi Mata : Simetris Kelopak Mata : Edema (-) , Cekung(-)
Besar Pupil : Isokor Konjungtiva : Anemis(-)
Sklera : Ikterik (-)
4. Sistem Pendengaran
Bentuk Telinga : Simetris
Keluar cairan (-)

23
5. Sistem Pernafasan
Pola Nafas : Normal (40x/i)
Jenis Pernafasan : Pernafasan dada
Irama nafas : Teratur
Thorax : Lengket dengan kembaran (+)
6. Sistem Pencernaan
Mulut : Simetris (+) , bibir pucat (-)
Lidah : Tidak ada kelainan
Abdomen : Soepel, lengket dengan kembaran (+)
BAB : Mekonium (+)
7. Refleks
Rooting refleks :+
Refleks menghisap : Sulit dinilai (terpasang OGT)
Refleks Moro :+
Asymmetric tonic neck reflex : Sulit dinilai
Refleks menggenggam :+
Refleks Babinski :+
Stepping Reflex : Sulit dinilai

Diagnosis
NCB – SMK + THORACO-OMPHALOPAGUS (KEMBAR DEMPET)

24
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium ( 22 November 2018)
PEMERIKSAAN HASIL UNIT NILAI NORMAL
Hemoglobin 17,2 mg/dl 12-16
Leukosit 9,7 103/mm3 5-11
Eritrosit 4,46 106/mm3 4,5-5,5
Hematokrit 49,0 % 37-47
Trombosit 175 10 /mm3
3
150-450
LED 11 mm/jam <20
MCV 108,6 FI 74-96
MCH 38,5 Fg 27-32
MCHC 35,1 % 30-65
Golongan Darah “O” Rh +/ Positif
Hitung Jenis 2/0/0/45/38/15 Eo/Bas/Staf/Segmen/Lim/Mon = 0-1/1-
E/B/Nst/NSg/L/M 3/2-6/50-70/20-40/2-8
KGD ad random 66 Mg/dl 80-160

2. USG ABDOMEN
Hasil pemeriksaan :
Hepar Bayi 1 dan Bayi 2 :
Tampak hubungan antara segmen II hepar lobus kiri.
Hepar ukuran tidak membesar, permukaan rata, tekstur parenkim homogen halus,
kapsul tidak menebal, tidak tampak bayangan nodul/massa. Vena porta dan vena
hepatika tidak melebar. Tidak tampak koleksi cairan di sekitarnya.
Kandung Empedu Bayi 1 dan Bayi 2 :
Besar Normal, dinding normal, tidak tampak batu/sludge. Duktus biliaris
intra/ekstrahepatal : tidak melebar, tidak tampak bayangan hiperekhoik dengan
acoustic shadow.Ureter tidak terdeteksi.
Ginjal kanan Bayi 2 :
Ukuran Normal, Kontur normal, parenkim normal, intensitas gema normal, sistem
pelvokalises tidak melebar. Ureter tidak terdeteksi.

Kesimpulan :
Tampak hubungan antara segmen II hepar lobus kiri.
USG Kandung empedu bayi 1 dan bayi 2, ginjal kanan bayi 2, ginjal kiri bayi 1
saat ini tidak tampak kelainan.

25
Gambar 9. Hasil USG

Tatalaksana :
1. Resusitasi
 Bayi dihangatkan
 Atur posisi dan atur jalan nafas
 Bayi dibersihkan
 Injeksi Vit K 1mg-IM
 Pemberian Zalf Mata
 Perawatan Talipusat
 Pemberian Asi Eksklusif
2. Tatalaksana Lanjutan
 Perawatan di ruangan NICU
 Pemasangan Buble CPAP
 Infus D5% 6 gtt/i
 Inj Ceftriaxone 100 mg/12 j IV

26
FOLLOW UP (22 November 2018 – 26 November 2018)
Tgl Vital Sign & PF Diagnosa Penatalaksanaan
22/11/2018 Follow UP NCB – SMK + - Perawatan di ruang NICU
15.00 SpO2 : 98% HR : 144x/menit THORACO- - Pemasangan CPAP
15.30 SpO2 : 94% HR : 148x/menit OMPHALOPAGUS - Pemasangan OGT
16.00 SpO2 : 94% HR : 144x/menit - Perawatan Tali Pusat
16.30 SpO2 : 96% HR : 138x/menit - IVFD D 5% 6 gtt/menit micro
17.00 SpO2 : 94% HR : 136x/menit - Inj. Ceftriaxone 100 mg/12 jam IV
17.30 SpO2 : 97% HR : 138x/menit
18.00 SpO2 : 97% HR : 140x/menit

23/11/2018 S: Menangis Kuat, Menghisap Lemah NCB – SMK + - Perawatan di ruang NICU
O: sens : CM SpO2 : 98% THORACO- - Penggunaan CPAP
FJ : 140x/menit FP : 40x/menit T : 37,3 OC OMPHALOPAGUS - Penggunaan OGT
Kepala : RC (+/+), isokor, napas cuping hidung (-) - Perawatan Tali Pusat
Leher : Dalam batas normal - IVFD D 5% 6 gtt/menit micro
Thorax : - Simetris fusiformis - Inj. Ceftriaxone 100 mg/12 jam IV
- SP : Vesikuler - Diet ASI/PASI 20-30 cc/2jam
- ST : ronkhi (-/-)
Abdomen : Soepel, H/L tidak teraba, Peristaltik (+)
Ekstremitas : akral hangat

27
24/11/2018 S: Menangis Kuat, Menghisap Lemah NCB – SMK + - Perawatan di ruang NICU
O: sens : CM SpO2 : 97% THORACO- - Penggunaan CPAP
FJ : 140x/menit FP : 44x/menit T : 37,1 OC OMPHALOPAGUS - Penggunaan OGT
Kepala : RC (+/+), isokor, napas cuping hidung (-) - Perawatan Tali Pusat
Leher : Dalam batas normal - IVFD D 5% 6 gtt/menit micro
Thorax : - Simetris fusiformis - Inj. Ceftriaxone 100 mg/12 jam IV
- SP : Vesikuler - Diet ASI/PASI 20-30 cc/2jam
- ST : ronkhi (-/-)
Abdomen : Soepel, H/L tidak teraba, Peristaltik (+)
Ekstremitas : akral hangat
25/11/2018 S: Menangis Kuat, Menghisap Lemah NCB – SMK + - Perawatan di ruang NICU
O: sens : CM SpO2 : 99% THORACO- - Penggunaan CPAP (Aff)
FJ : 140x/menit FP : 40x/menit T : 37,2 OC OMPHALOPAGUS - Penggunaan OGT
Kepala : RC (+/+), isokor, napas cuping hidung (-) - Perawatan Tali Pusat
Leher : Dalam batas normal - IVFD D 5% 6 gtt/menit micro
Thorax : - Simetris fusiformis - Inj. Ceftriaxone 100 mg/12 jam IV
- SP : Vesikuler - Diet ASI/PASI 20-30 cc/2jam
- ST : ronkhi (-/-)
Abdomen : Soepel, H/L tidak teraba, Peristaltik (+)
Ekstremitas : akral hangat

28
26/11/2018 S: Menangis Kuat, Menghisap Lemah NCB – SMK + - Perawatan di ruang NICU
O: sens : CM SpO2 : 99% THORACO- - Penggunaan OGT
FJ : 142x/menit FP : 40x/menit T : 37,3 OC OMPHALOPAGUS - Perawatan Tali Pusat
Kepala : RC (+/+), isokor, napas cuping hidung (-) - Diet ASI/PASI 20-30 cc/2jam
Leher : Dalam batas normal - Pasien dirujuk ke RS.HAM Medan
Thorax : - Simetris fusiformis untuk tindakan tatalaksana lanjut.
- SP : Vesikuler
- ST : ronkhi (-/-)
Abdomen : Soepel, H/L tidak teraba, Peristaltik (+)
Ekstremitas : akral hangat

29
BAB 4
KESIMPULAN

Kembar dempet terjadi apabila satu sel telur membelah dan berkembang menjadi 2
fetus. Pada beberapa kasus, sel telur yang sudah dibuahi gagal untuk membelah secara utuh.
Hasil survei sentinel kelainan bawaan pada bulan september 2014 – maret 2018 terdapat
kasus kembar dempet terjadi sekitar 4,2 %.Persentasi kejadian Thorakoomfalopagus (dempet
dada,perut, atau kedua-duanya) sekitar 74%.

Kembar dempet terjadi ketika embrioblast, yang berasal dari satu zigot, terpisah tidak
sempurna, setelah hari ke-12 dari masa kehamilan. Kembar dempet adalah monozigotik dan
akan selalu berjenis kelamin sama dan di dalam 1 korion dan amnion yang sama. Perlunya
identifikasi mengenai organ yang terkoneksi dapat ditemukan setelah lahir adalah sangat
penting dalam kasus kembar dempet. Penatalaksanaan dari kembar dempet adalah melalui
tindakan operasi, dan waktu yang tepat untuk memisahkan kembar dempet ini yaitu saat bayi
berumur 8-12 bulan.

30

S-ar putea să vă placă și