Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
Disusun Oleh :
Penutup 15 menit
a) Melakukan evaluasi a) Menjawab
b) Memberikanreinforcement b) Mendengarkan
c) Menyimpulkan kegiatan c) Menyimpulkan bersama
d) Salam penutup d) Menjawab salam
Materi Terapi Tertawa
A. Latar Belakang
Peningkatan jumlah lansia hidup tentunya mempunyai dampak lebih banyak terjadinya
gangguan penyakit pada lansia. Lansia akan mengalami berbagai masalah fisik, mental, sosial,
ekonomi, dan psikologis. Salah satu masalah psikologis yang dapat dialami oleh lansia adalah
stres. Salah satu jenis terapi yang dapat menimbulkan relaksasi sehingga dapat mengurangi
stres yaitu terapi tertawa.
Menurut Yulianti (2004) dalam Isnaeni (2010), untuk menghindari dampak dari stres,
maka diperlukan adanya suatu pengelolaan stres yang baik. Dalam mengelola stres
dapat dilakukan dengan terapi farmakologi yang meliputi penggunaan obat cemas
(axiolytic) dan anti depresi (anti depressant), serta terapi nonfarmakologi yang meliputi
pendekatan perilaku, pendekatan kognitif, serta relaksasi. Salah satu jenis terapi yang
dapat menimbulkan relaksasi sehingga dapat mengurangi stres yaitu terapi tertawa
B. Pengertian Teknik tetapi tertawa
Terapi tawa adalah salah satu cara untuk mencapai kondisi rileks. Tertawa merupakan
paduan dari peningkatan sistem saraf simpatetik dan juga penurunan kerja sistem saraf
simpatetik. Pening katannya berfungsi untuk memberikan tenaga bagi gerakan pada
tubuh, namun hal ini kemudian juga diikuti oleh penurunan sistem saraf simpatetik
yang salah satunya disebabkan oleh adanya perubahan kondisi otot yang menjadi lebih
rileks, dan pengurangan pemecahan terhadap nitric oxide yang membawa pada
pelebaranpembuluh darah, sehingga rata-rata tertawa menyebabkan aliran darah
sebesar20%, sementara stres menyebabkan penurunan aliran darah sekitar 30%
(Hasan& Hasan, 2009). Disamping tertawa, membentuk wajah dengan ekspresi tertentu
juga akan mempengaruhi pengalaman emosional yang disebut dengan facial feedback
hypothesis (Izard, 1981; McIntosh,1996). Rutledge dan Hupka (1985) menemukan
bahwa individu merasakan emosi bahagia pada saat membuat ekspresi wajah bahagia,
sebaliknya perasaan kurang bahagiapun akan muncul apabila individu
mengekspresikan wajah marah. Terapi tawa dilakukan dengan cara mengajak klien
melakukan aktivitas tertawa dengan melibatkan perilaku dan gerakan tubuh yaitu
dengan melakukan latihan teknik tawa untuk memunculkan tertawa alami lewat
perilakunya sendiri tanpa adanya humor. Individu akan berlatih melakukan gerakan
motorik dan suara tertawa, yang akhirnya berakhir pada kondisi fisiologis
(meningkatnya sistem saraf parasimpatetis dan menurunnya sistem saraf simpatis).
Mengacu kepada facial feedback hypotheses maka perubahan ekspresi/gerakan wajah
dapat menimbulkan perasaan/emosi yang sama. Beberapa penelitian terhadap terapi
tawa menunjukkan, bahwa terapi tawa memiliki dampak psikologis dan fisiologis,
terkait stres, efikasi diri, dan tekanan darah (Beckman, Regier dan Young, 2007;
Chayaet al., 2008; Christina, 2006).
1. Tahap Pemanasan
a. Anggukan kepala 2×8 kebawah dan keatas
b. Gerakan kepala kekanan kekiri 2×8
c. Tarik nafas dalam lalu hembuskan 4×
2. Gerakan inti
a. Tepuk tangan sambil teriakan "haha huhu"4×
b. Ayunkan tangan kebawah keatas sambil teriak dan tertawa 4X
c. Gerakan tangan seperti akan melempar sambil teriak dan tertawa 4×
d. Tertawa bebas
e. Tahan tawa
f. Berpegangan tangan lalu gerakan keatas dan tertawa
g. Tarik nafas dan hembuskan 4×
Selain kelebihan-kelebihan di atas, penggunaan tawa dalam terapi tawa juga memiliki
beberapa keterbatasan yang menjadi kekurangannya sebagai sebuah intervensi
kesehatan, antara lain:
a. Terapi humor tidak dapat diterapkan pada individu dengan beberapa gangguan
kesehatan, seperti hernia, wasir parah, penyakit jantung dengan sesak napas,
pasca operasi, peranakan turun, kehamilan, serangan pilek dan flu,
tuberkulosis, dan komplikasi mata (Kataria, 2004:63-68). Hal ini dikarenakan
produksi tawa dikhawatirkan akan mengganggu proses penyembuhan serta
dapat menularkan beberapa penyakit tertentu bila dilakukan dalam kelompok.
Namun, kekurangan ini dapat dikendalikan jika individu yang bergabung dapat
menguasai dirinya sendiri, sehingga tidak melakukan aktifitas tertawa yang
berlebihan selama sesi terapi berlangsung.
b. Faktor lain yang dapat menjadi penghalang keberhasilan terapi tawa adalah
tingkat dan jenis sense of humor. Sense of humor adalah bagaimana seseorang
mempersepsikan sebuah stimulus sebagai stimulasi humor sehingga dapat
menghasilkan tawa. Tingkat sense of humor mengacu kepada seberapa sering
seseorang mempersepsikan humor sebagai sebuah stimulus untuk menghasilkan
tawa; sedangkan jenis sense of humor mengacu kepada jenis humor apa yang
paling dapat membuat seseorang tertawa. Menurut penelitian Hartanti (2002);
hanya orang-orang dengan tingkat dan jenis sense of humor tertentu yang
mampu merespon stimulasi humor sesuai dengan yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA