Sunteți pe pagina 1din 14

TUGAS PSIKOLOGI KESEHATAN

Untuk memenuhi tugas mata kuliah


Psikologi Kesehatan

Disusun oleh :
Alih Jenis 2018
Amelia Metta Aviariska
101811123010

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Stres merupakan sebuah bentuk respon tubuh seseorang yang memiliki beban
pekerjaan berlebihan. Jika seseorang tersebut tidak sanggup mengatasinya, maka
orang tersebut dapat mengalami gangguan dalam menjalankan pekerjaan (Hawari,
2011).
Pada saat mengalami stres, tanpa kita sadari tubuh selalu melakukan
manajemen stres. Manajemen dalam menghadapi stres ini merupakan cara yang
dilakukan agar kekebalan dirinya terhadap stres dapat ditingkatkan. Manajemen stres
yang efektif akan menghasilkan adaptasi yang menetap sehingga menimbulkan
kebiasaan baru atau perbaikan dari situasi yang lama, sedangkan manajemen stres
yang tidak efektif akan berakhir dengan maladaptif yaitu perilaku yang menyimpang
dan merugikan diri sendiri, orang lain ataupun lingkungan. Manajemen stres yang
digunakan setiap individu bermacam-macam antara lain dengan makan, banyak tidur,
minum minuman keras/alkohol, berdzikir, dan merokok. Merokok merupakan salah
satu contoh dari strategi manajemen yang tidak efektif namun banyak disukai.
Meskipun semua orang mengetahui akibat negatif dari merokok, tetapi jumlah
perokok semakin meningkat dan usia perokok semakin bertambah muda (Hawari,
2011)
Pada keadaan sesorang sedang dihadapkan pada tekanan psikis, maka akan
timbul respon berupa General Adaptation Syndrome (GAS) yang meliputi tahapan
kewaspadaan (alarm stage), perlawanan (resistance stage) hingga kelelahan
(exhaustion stage). Apabila proses adaptasi baik psikis maupun fisiologis gagal dalam
menyesuaikan, maka stres akan terus berlanjut hingga mencapai tahap ketiga. Pada
tahap inilah fase stres dapat dikenal dengan gangguan penyesuaian (distress) dan
dapat menimbulkan gejala-gejala gangguan psikis maupun fisik (psikosomatis).
(Wade dan Tavris, 2008; Hardisman dan Pertiwi, 2014).

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pengertian stress?
2. Bagaimana pengertian manajemen stress?
3. Bagaimana gejala stress?
4. Apa saja hal hal yang dapat menimbulkan stress?
5. Bagaimana proses terjadinya stress?
6. Bagaimana reaksi psikologis terhadap stress?
7. Bagaimana strategi menghadapi stress?

C. TUJUAN
1. Mengetahui pengertian stress.
2. Mengetahui pengertian manajemen stress.
3. Mengetahui gejala stress,
4. Mengetahui hal hal yang dapat menimbulkan stress.
5. Mengetahui proses terjadinya stress.
6. Mengetahui reaksi psikologis terhadap stress.
7. Mengetahui strategi menghadapi stress.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN STRES
Ada beberapa istilah psikologis populer yang sering dikaburkan sebagai “stres”.
Pada hakikatnya, tentunya kata ini merujuk pada sebuah kondisi seseorang yang
mengalami tuntutan emosi berlebihan dan atau waktu yang membuatnya sulit
memfungsikan secara efektif semua wilayah kehidupan. Keadaan ini dapat
mengakibatkan munculnya cukup banyak gejala, seperti depresi, kelelahan kronis,
mudah marah, gelisah, impotensi, dan kualitas kerja yang rendah (Richards, 2010).
Hawari (dalam Yusuf, 2004) berpendapat bahwa istilah stres tidak dapat
dipisahkan dari distress dan depresi, karena satu sama lainnya saling terkait. Stres
merupakan reaksi fisik terhadap permasalahan kehidupan yang dialaminya dan
apabila fungsi organ tubuh sampai terganggu dinamakan distress. Sedangkan
depresi merupakan reaksi kejiwaan terhadap stressor yang dialaminya. Dalam
banyak hal manusia akan cukup cepat untuk pulih kembali dari pengaruh-pengaruh
pengalaman stres. Manusia mempunyai suplai yang baik dan energi penyesuaian diri
untuk dipakai dan diisi kembali bilamana perlu.
Menurut Richard (2010) stres adalah suatu proses yang menilai suatu peristiwa
sebagai sesuatu yang mengancam, ataupun membahayakan dan individu merespon
peristiwa itu pada level fisiologis, emosional, kognitif dan perilaku. Peristiwa yang
memunculkan stres dapat saja positif (misalnya merencanakan perkawinan) atau
negatif (contoh : kematian keluarga). Sesuatu didefinisikan sebagai peristiwa yang
menekan (stressful event) atau tidak, bergantung pada respon yang diberikan oleh
individu terhadapnya.
Compas (dalam Preece, 2011) berpendapat bahwa stres adalah suatu konsep
yang mengancam dan konsep tersebut terbentuk dari perspektif lingkungan dan
pendekatan yang ditransaksikan. Baum (dalam Yusuf, 2004) mendefinisikan stres
sebagai pengalaman emosional yang negatif yang disertai dengan perubahan-
perubahan biokimia, fisik, kognitif, dan tingkah laku yang diarahkan untuk mengubah
peristiwa stres tersebut atau mengakomodasikan dampak-dampaknya.
Menurut Dilawati (dalam Syahabuddin, 2010) stres adalah suatu perasaan yang
dialami apabila seseorang menerima tekanan. Tekanan atau tuntutan yang diterima
mungkin datang dalam bentuk mengekalkan jalinan perhubungan, memenuhi
harapan keluarga dan untuk pencapaian akademik. Lazarus dan Folkman (dalam
Evanjeli, 2012) yang menjelaskan stres sebagai kondisi individu yang dipengaruhi
oleh lingkungan. Kondisi stres terjadi karena ketidakseimbangan antara tekanan yang
dihadapi individu dan kemampuan untuk menghadapi tekanan tersebut. Individu
membutuhkan energi yang cukup untuk menghadapi situasi stres agar tidak
mengganggu kesejahteraan mereka.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa stres adalah suatu
peristiwa atau pengalaman yang negatif sebagai sesuatu yang mengancam, ataupun
membahayakan dan individu yang berasal dari situasi yang bersumber pada sistem
biologis, psikologis dan sosial dari seseorang.

B. PENGERTIAN MANAJEMEN STRES


Istilah manajemen stres merujuk pada identifikasi dan analisis terhadap
permasalahan yang terkait dengan stres dan aplikasi berbagai alat teraupetik untuk
mengubah sumber stres atau pengalaman stres (Cotton dalam Intan 2012). Berbeda
dengan Cotton, Smith (dalam Riskha 2012) mendefinisikan manajemen stres sebagai
suatu keterampilan yang memungkinkan seseorang untuk mengantisipasi,
mencegah, mengelola dan memulihkan diri dari stres yang dirasakan karena adanya
ancaman dan ketidakmampuan dalam coping yang dilakukan. Hal senada juga
diungkapkan oleh Margiati (1999) bahwa manajemen stres adalah membuat
perubahan dalam cara anda berpikir dan merasa, dalam cara anda berperilaku, dan
sangat mungkin dalam lingkungan anda.
Fadli (dalam Arum 2006) menambahkan bahwa manajemen stres juga sebagai
kecakapan menghadapi tantangan dengan cara mengendalikan tanggapan secara
proporsional. Munandar (2001) mendefinisikan manajemen stres sebagai usaha
untuk mencegah timbulnya stres, meningkatkan ambang stres dari individu dan
menampung akibat fisiologikal dari stress.
C. GEJALA STRES
Menurut Cary Cooper dan Alisan Straw (1992) dari British Institute of
Management dalam umar (2013, 44-45 ), gejala stres dapat dilihat dari tiga sisi
berikut.
1. Gejala Fisik
Dari sisi ini gejala-gejala-gejalanya adalah: napas memburu, mulut dan
kerongkongan kering, angan lembab, badan merasa panas, otot-otot tegang,
pencernaan terganggu, gangguan buang air besar, sembelit, letih yang tak
beralasan, sakit kepala, salah urat, dan gelisah.
2. Tingkah Laku
(Secara Umum) dari sisi ini gejala stres dapat dilihat dari tiga sisi, yaitu:
a) Perasaan, misalnya rasa bingung, cemas, sedih, jengkel, salah paham, tak
berdaya, gelisah, merasa gagal, merasa diacuhkan, dan kehilangan semangat
kerja.
b) Kesulitan, misalnya dalam hal berkonsentrasi, berpikir jernih, dan membuat
keputusan;
c) Kehilangan, misalnya dalam hal kreativitas, gairah dalam berpenampilan, dan
minat terhadap orang lain.
3. Gejala di Tempat Kerja
Hal ini misalnya dapat dilihat dari kepuasan kerja rendah, kinerja menurun,
semngat dan energi menurun, komunikasi tak lancar, pengambilan keputusan
yang jelek, kreativitas dan inovasi berkurang, serta berkutat pada tugas-tugas
yang tak produktif
4. Masalah kepribadian
Para peneliti menyimpulkan bahwa sebagian orang memiliki kecenderungan
inheren untuk mengaksentuasi aspek-aspek dunia secara umum. Jika kesimpulan
ini benar, faktor individual yang secara signifikan memengaruhi stres adalah sifat
dasar seseorang. Artinya, gejala-gejala stres yang diekspresikan pada pekerjaan
bisa jadi sebenarnya berasal dar kepribadian orang tersebut.
D. HAL HAL YANG DAPAT MENIMBULKAN STRES
Munandar (2001) mendefinisikan manajemen stres sebagai usaha untuk
mencegah timbulnya stres, meningkatkan ambang stres dari individu dan
menampung akibat fisiologikal dari stress. Menurut Munandar, ada beberapa teknik
yang digunakan dalam manajemen stres yaitu:
1. Eksternal stressors
 Physical Environment misalnya kebisingan, cahaya yang berlebihan, suhu
udara yang panas dan kondisi ruangan yang sempit.
 Social Interaction misalnya mengalami tindakan yang kasar, korban
sikap berkuasa, menerima tindakan agrasif dari pihak lain dan mengalami
kekerasan Organisational, situasi organisasi yang dapat menimbulkan
stress adalah adanya peraturan yang terlalu, red tape,dan tekanan date
line yang harus dipenuhi.
 Perist iwa pent ing dalam hidup misalnya kelahiran, kemat ian, kehilangan
pekerjaan, promosi, dan perubahan status perkawinan.
 Kecerobohan kegiatan sehari-hari, misalnya rutinitas bepergian dalam
jarak j auh, lupa menyimpan kunci, dan kerusakan mesin.
2. Internal stressors
 Stressor internal dapat disebabkan adanya pemilihan terhadap gaya hidup
yang diwarnai dengan kecanduan minum minuman yang mengandung
kafein, kurang tidur dan jadwal yang terlalu padat.
 Pembicaraan pribadi yang negative, hal ini ditandai dengan pemikiran
yang pesimis, sering ,mengkritik diri sendiri dan melakukan analisis yang
berlebihan.
 Jebakan pemikiran, misalnya harapan yang tidak realistis, taking things
personally, terlalu banyak yang dipikirkan atau tidak berpikir sama sekali,
exaggeration dan berpikir kaku.
 Hambatan pribadi misalnya workaholic dan perfeksionis.

E. PROSES TERJADINYA STRES


Dr. Hans Selye dalam Moorhed dan Griffin (2013) membagi proses stres menjadi
dua jenis yaitu, Sindrom Adpatasi umum dan Distress dan Eustress.
1. Sindrom Adaptasi Umum
Sindrom adaptasi umum (general adaption syndrome) mengungkap bahwa
masing-masing dari kita mempunyai tingkat resistensi normal terhadap kejadian
yang menimbulkan stress. Beberapa dari kita dapat menoleransi stress dalam
jumlah besar dan lainnya jauh lebih sedikit, tetapi kita mempunyai ambang batas
di mana tres dapat memengaruhi kita. GAS (General Adaption Syndrome) dimulai
ketika seseorang pertama kali menjumpai stressor. Tahap pertama disebut
sebagai “peringatan”. Pada titik ini, seseorang dapat merasakan panik pada
derajat tertentu dan mulai bertanya-tanya mengenai cara mengatasinya. Individu
tersebut mungkin juga harus memecahkan pertanyaan”berjuang-atau-lari”. Jika
sterssor sangat ekstrem, orang tersebut mungkin tidak dapat mengatasinya.
Namun, pada sebagian besar kasus, individu mengumpulkan kekuatannya (fisik
atau emosional) dan mulai menolak pengaruh negatif dari stressor.
Pada tahap ke 2 GAS, individu menolak pengaruh stressor. Seringkali tahap
resistensi mengakhiri GAS, karena pada bagian ini individu memilih untuk
menghadi tekanan yang diberikan padanya. Namun apabila yang terjadi adalah
stressor tanpa pemecahan, maka akibatnya adalah individu akan mencapai tahap
ke 3 GAS, yakni kelelahan. Pada tahap ini individu menyerah dan tidak dapat lagi
menghadapi stressor (Moorhed & Griffin, 2013 :175-176).
2. Distress dan Eustress
Selye juga menunjukan bahwa sumber stress tidak selalu buruk. Sebagai
contoh, menerima bonus dan kemudian memutuskan apa yang harus dilakukan
dengan uang tersebut dapat menimbulkan stress. Demikina juga dengan
memperoleh promosi. Membuat pidato sebagai hasil dari memenangkan sebuah
penghargaan besar, menikah dan hal-hal “baik” serupa. Selye menyebutkan jenis
stres ini sebagai eustress. Dan tentu saja terdapat stres yang bersifat negatif yang
disebut sebagai disstress. Distress adalah apa yang dipikirkan kebanyakan orang
ketika mereka mendengar kata stres. Tekanan berlebihan, tuntutan yang tidak
masuk akal terhadapa waktu kita, dan berita buruk semua masuk kedalam kategori
distres. Bentuk stres ini biasanya menimbulkan konsekuensi-konsekuensi negatif
bagi individu (Moorhed & Griffin, 2013:176).

F. REAKSI PSIKOLOGIS TERHADAP STRES


Situasi stres menghasilkan reaksi emosional mulai dari kegembiraan (jika
peristiwa menuntut tetapi dapat ditangani) sampai emosi umum seperti kecemasan,
kemarahan, kekecewaan, dan depresi. Jika situasi stres terus terjadi, emosi kita
mungkin berpindah bolakbalik diantara emosi-emosi tersebut, tergantung pada
keberhasilan kita bagaimana bisa menyelesaikannya.
1. Anxiety
Kecemasan yang dimaksud adalah emosi yang tidak menyenangkan yang dikenal
dengan beberapa istilah seperti ‘kekhawatiran’, ‘kegelisahan’, ‘ketegangan‘, dan
‘ketakutan’, semuanya kita alami dalam taraf yang berbeda. Orang yang
mengalami peristiwa-peristiwa dibawah batas normal ‘ambang penderitaan
manusia’ terkadang memiliki pola yang kuat atas anxiety-related symptoms yang
disebut postraumatik stress disorder. Adapun gejalanya adalah sebagai berikut:
 Mati rasa terhadap dunia, kehilangan ketertarikan terhadap aktivitas
sebelumnya dan perasaan asing kepada orang lain.
 Pelepasan (lessen) trauma dalam ingatan dan mimpi yang berulang kali
 Gangguan tidur, susah berkonsentrasi, dan overalertness.
 Beberapa orang merasa bersalah jika bisa selamat sementara yang lain tidak
selamat
Sebuah studi tentang korban yang selamat dari kamp Nazi: 97%nya masih
menderita anxiety setelah 20 tahun kebebasan mereka. Banyak yang masih
tersiksa oleh mimpi-mimpi; ketakutan akan diri dan anak-anak mereka akan
mengalami hal buruk jika lepas dari pandangan mereka. Post-Traumatic Stress
Disorder atau yang sering disingkat dengan PTSD menjadi suatu diagnosa yang
diterima secara luas setelah keadaan sulit yang dialami para veteran Vietnam.
Walaupun sebelumnya sindrom ini telah ditemukan pada PD I ‘shell shock’ dan
PD II ‘combat fatigue’ namun veteran Vietnam mengalami long-term symptoms.
Salah seorang veteran Vietnam menulis ‘The war is over in history, but it never
ended for me’.
2. Anger and Aggression
Kemarahan memicu dan membawa kepada agresi. Anak-anak seringkali menjadi
marah dan menunjukkan perilaku agresi ketika mengalami frustrasi. Asumsi
frustrationaggression hypothesis, bahwa ketika upaya seseorang dalam mencapai
tujuannya terhambat, maka dorongan agresif menyebabkan motif berperilaku
menyakiti -objek atau pun orangmenyebabkan frustrasi. Agresi secara langsung
terhadap sumber frustrasi tidaklah selalu baik, kadangkadang sumber tersebut
‘samar’ dan ‘kasat’. Seseorang tidak mengetahui apa yang harus dilawan tetapi
merasa marah dan mencari objek untuk melepaskan perasaan ini. Ketika keadaan
tidak mengizinkan untuk ‘direct attack’ terhadap sumber frustrasi, agresi
‘displaced’: Aksi agresi menjadi tertuju pada objek atau orang yang tidak
bersangkutan daripada sumbernya langsung.
3. Apathy and Depression
Apati adalah respon pasif agresi terhadap frustrasi. Jika kondisi stress terus
berlangsung dan individu tidak berhasil mengatasinya, maka apati akan
berkembang menjadi depresi. Teori learned-helplessness (Seligman, 1975)
menjelaskan bahwa ‘aversive experience’, ‘uncontrollable events’ membawa
kepada apati dan depresi; yang dapat membantu kita memahami mengapa orang
pasrah dan menyerah pada peristiwa sulit. Gejala learned-helplessness, antara
lain: apati, penarikan diri, dan diam. Seperti korban Nazi percaya bahwa tak ada
yang dapat dilakukan, menyerah, dan tidak mencoba untuk melarikan diri.

G. STRATEGI MENGHADAPI STRES


Menurut Ardani (2013) ada dua strategi yang bisa digunakan untuk menghadapi
stres, yaitu :
1. Strategi menghadapi stres dalam perilaku.
a) Memecahkan persoalan secara tenang. Yaitu mengevaluasi kekecewaan atau
stres dengan cermat kemudian menentukan langkah yang tepat untuk diambil,
setelah itu mereka mempersiapkan segala upaya dan daya serta menurunkan
kemungkinan bahaya.
b) Agresi. Stres sering berpuncak pada kemarahan atau agresi. Sebenarnya
agresi jarang terjadi namun apabila hal itu hanyalah berupa respon
penyesuaian diri. Contohnya adalah mencari kambing hitam, menyalahkan
pihak lain dan kemudian melampiaskan agresinya kepada sasaran itu
c) Regresi Yaitu kondisi ketika seseorang yang menghadapi stres kembali lagi
kepada perilaku yang mundur atau kembali ke masa yang lebih muda
(memberikan respons seperti orang dengan usia yang lebih muda).
d) Menarik diri. Merupakan respon yang paling umum dalam mengambil sikap.
Bila seseorang menarik diri maka dia memilih untuk tidak mengambil tindakan
apapun. Respon ini biasanya disertai dengan depresi dan sikap apatis.
e) Mengelak. Seorang yang mengalami stres terlalu lama, kuat dan terus
menerus maka ia akan cenderung mengelak. Contoh mengelak adalah mereka
melakukan perilaku tertentu secara berulang-ulang. Hal ini sebagai
pengelakkan diri dari masalah demi mengalahkan perhatian. Dalam usaha
mengelakkan diri, orang Amerika biasanya menggunakan alkohol, obat
penenang, heroin dan obat-obatan dari bahan kimia lainnya.
2. Strategi menghadapi stres secara kognitif
a) Represi Adalah upaya untuk menyingkirkan frustasi, stres dan semua yang
menimbulkan kecemasan.
b) Menyangkal kenyataan Menyangkal kenyataan mengandung unsur penipuan
diri. Bila seseorang menyangkal kenyataan maka ia menganggap tidak adanya
pengalaman yang tidak menyenangkan dengan maksud untuk melindungi
dirinya sendiri.
c) Fantasi Dengan berfantasi orang sering merasa dirinya mencapai tujuan dan
dapat menghindarkan dari frustasi dan stres. Orang yang sering melamun
kadangkadang menemukan bahwa kreasi lamunannya itu lebih menarik dari
pada kenyataan yang sesungguhnya. Bila fantasi dilakukan secara sedang-
sedang dan dalam pengendalian kesadaran yang baik, maka frustasi menjadi
cara yang sehat untuk mengatasi stres.
d) Rasionalisasi Rasionalisasi ini dimaksudkan segala usaha seseorang untuk
mencari alasan yang dapat diterima secara sosial untuk membenarkan atau
menyembunyikan perilakunya yang buruk. Rasionalisasi juga bisa muncul
ketika seseorang menipu dirinya sendiri dengan pura-pura menganggapnya
buruk adalah baik atau sebaliknya.
e) Intelektualisasi Seseorang yang menggunakan taktik ini maka yang menjadi
masalah akan dipelajari atau mencari tahu tujuan sebenarnya supaya tidak
terlalu terlibat dengan persoalan secara emosional. Dengan intelektualisasi
seseorang setidaknya dapat sedikit mengurangi hal-hal yang pengaruhnya
tidak menyenangkan bagi dirinya dan memberikan kesempatan pada dirinya
untuk meninjau permasalahan secara subjektif.
f) Pembentukan reaksi Seseorang dikatakan berhasil menggunakan metode ini
bila dia berusaha menyembunyikan motif dan perasaan sesungguhnya baik
represi atau supresi dan menampilkan wajah yang berlawanan dengan
kenyataan yang dihadapi.
g) Proyeksi Seseorang yang menggunakan teknik ini biasanya sangat cepat
dalam memperlihatkan ciri pribadi orang lain yang tidak ia sukai dengan
sesuatu yang dia perhatikan itu akan diperbesar-perbesarnya lagi. Teknik ini
mungkin dapat digunakan untuk mengurangi kecemasan karena dia harus
menghadapi kenyataan akan keburukan dirinya.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan ada dua strategi menghadapi
stres, yaitu strategi menghadapi stres dalam perilaku yang terdiri dari
memecahkan persoalan secara tenang, agresi, regresi, menarik diri dan
mengelak. Sedangkan strategi yang kedua adalah strategi menghadapi stres
secara kognitifyang terdiri dari represi, menyangkal kenyataan, fantasi,
rasionalisasi, intelektualisasi, pembentukan reaksi dan proyeksi.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Menurut Richard (2010) stres adalah suatu proses yang menilai suatu peristiwa
sebagai sesuatu yang mengancam, ataupun membahayakan dan individu merespon
peristiwa itu pada level fisiologis, emosional, kognitif dan perilaku. Peristiwa yang
memunculkan stres dapat saja positif (misalnya merencanakan perkawinan) atau
negatif (contoh : kematian keluarga). Sesuatu didefinisikan sebagai peristiwa yang
menekan (stressful event) atau tidak, bergantung pada respon yang diberikan oleh
individu terhadapnya.
Smith (dalam Riskha 2012) mendefinisikan manajemen stres sebagai suatu
keterampilan yang memungkinkan seseorang untuk mengantisipasi, mencegah,
mengelola dan memulihkan diri dari stres yang dirasakan karena adanya ancaman
dan ketidakmampuan dalam coping yang dilakukan
Menurut Cary Cooper dan Alisan Straw (1992) dari British Institute of
Management dalam umar (2013, 44-45 ), gejala stres dapat dilihat dari tiga sisi yaitu
Gejala Fisik, Tingkah laku, gejala di tempat kerja, masalah kepribadian
Munandar (2001) mendefinisikan manajemen stres sebagai usaha untuk
mencegah timbulnya stres, meningkatkan ambang stres dari individu dan
menampung akibat fisiologikal dari stress. Menurut Munandar, ada beberapa teknik
yang digunakan dalam manajemen stres yaitu eksternla stressors dan internal
stressors.
Dr. Hans Selye dalam Moorhed dan Griffin (2013) membagi proses stres menjadi
dua jenis yaitu, Sindrom Adpatasi umum dan Distress dan Eustress.
Situasi stres menghasilkan reaksi emosional mulai dari kegembiraan (jika
peristiwa menuntut tetapi dapat ditangani) sampai emosi umum seperti kecemasan,
kemarahan, kekecewaan, dan depresi. Jika situasi stres terus terjadi, emosi kita
mungkin berpindah bolakbalik diantara emosi-emosi tersebut, tergantung pada
keberhasilan kita bagaimana bisa menyelesaikannya.

S-ar putea să vă placă și