Sunteți pe pagina 1din 24

LAPORAN PENDAHULUAN

“POST TERM”

I. KONSEP TEORITIS
A. Definisi
Kehamilan post term adalah kehamilan yang berlangsung melebihi 42 minggu
yaitu kehamilan memanjang, kehamilan lewat bulan, kehamilan posterm dan
pascamaturitas. Kehamilan lewat bulan merupakan suatu kondisi antepartum yang
dibedakan dengan sindrom pasca maturitas dan merupakan kondisi neonatal yang
didiagnosis setelah pemerikasaan bayi baru lahir. Definisi standar untuk
kehamilan lewat bulan adalah 294 hari setelah hari pertama menstruasi terakhir
atau 280 hari setelah ovulasi. Istilah lewat bulan (postdate) digunakan karena tidak
menyatakan secara langsung pemahaman mengenai lama kehamilan dan maturitas
janin. (Varney H., 2011).
Ketika usia kehamilan melewati usia 42 minggu plasenta akan mengecil dan
fungsinya menurun. Mengakibatkan kemampuan plasenta untuk menyediakan
makanan semakin berkurang dan janin akan menggunakan persediaan lemak dan
karbohidratnya sendiri sebagai sumber energy. Sehingga laju pertumbuhan
janin menjadi lambat. Jika plasenta tidak dapat menyediakan oksigen yang
cukup selama persalinan, bisa terjadi gawat janin, sehingga janin menjadi
rentan terhadap cedera otak dan organ lainnya. Cedera tersebut merupakan
resiko terbesar pada seorang bayi post-matur dan untuk mencegah terjadinya hal
tersebut, banyak dokter yang melakukan induksi persalinan jika suatu kehamilan
telah lebih 42 minggu.

B. Etiologi
Etiologinya masih belum pasti. Faktor yang dikemukakan adalah hormonal
yaitu kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan,
sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang (Mochtar, Rustam, 2010).
Diduga adanya kadar kortisol yang rendah pada darah janin. Selain itu,
kurangnya air ketuban dan insufisiensi plasenta juga diduga berhubungan dengan
kehamilan lewat waktu. Fungsi plasenta memuncak pada usia kehamilan
38-42 minggu, kemudian menurun setelah 42 minggu, terlihat dari
menurunnya kadar estrogen dan laktogen plasenta. Terjadi juga spasme arteri
spiralis plasenta. Akibatnya dapat terjadi gangguan suplai oksigen dan nutrisi
untuk hidup dan tumbuh kembang janin intrauterin. Sirkulasi uteroplasenta
berkurang sampai 50%.Volume air ketuban juga berkurang karena mulai terjadi
absorpsi. Keadaan-keadaan ini merupakan kondisi yang tidak baik untuk janin.
Risiko kematian perinatal pada bayi postmatur cukup tinggi : 30% prepartum,
55% intrapartum, 15% postpartum.

Menurut Sarwono Prawirohardjo dalam bukunya (Ilmu Kebidanan, 2013) faktor


penyebab kehamilan postterm adalah:
1. Pengaruh Progesteron
Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya merupakan
kejadian perubahan endokrin yang penting dalam memacu proses
biomolekuler pada persalinan dan meningkatkan sensitivitas uterus terhadap
oksitosin , sehingga terjadinya kehamilan dan persalinan postterm adalah
karena masih berlangsungnya pengaruh progesteron.
2. Teori Oksitosin
Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan postterm
memberi kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis memegang
peranan penting dalam menimbulkan persalinan dan pelepasan oksitosin dari
neurohipofisis ibu hamil yang kurang pada usia kehamilan lanjut diduga
sebagai salah satu faktor penyebabnya.
3. Teori Kortisol/ACTH Janin
Dalam teori ini diajukan bahwa sebagai “pemberi tanda” untuk dimulainya
persalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol
plasma janin. Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi
progesteron berkurang dan memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya
berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin. Pada cacat
bawaan janin seperti anansefalus, hipoplasia adrenal janin, dan tidak adanya
kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol janin tidak
diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat berlangsung lewat bulan.

4. Saraf Uterus
Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser akan
membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan di mana tidak ada tekanan
pada pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat pendek dan bagian
bawah masih tinggi kesemuanya diduga sebagai penyebabnya.
5. Heriditer
Beberapa penulis menyatakan bahwa seseorang ibu yang mengalami
kehamilan postterm mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat bulan
pada kehamilan berikutnya. Mogren (2010) seperti dikutip Cunningham,
menyatakan bahwa bilamana seseorang ibu mengalami kehamilan postterm
saat melahirkan anak perempuan, maka besar kemungkinan anak
perempuannya mengalami kehamilan postterm.
C. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi Sistem Reproduksi
Secara umum alat reproduksi wanita dibagi atas dua bagian yaitu alat
kelamin (genetalia) luar dan alat kelamin bagian dalam. alat kelamin wanita
terdiri dari bagian-bagian dibawah ini :
a. Alat Kelamin Wanita Bagian Luar
1) Mons Veneris
Disebut juga gunung venus, menonjol ke bagian depan menutup
tulang kemaluan dan di tumbuhi rambut
2) Labia Mayora (Bibir Besar)
Berasal dari mons veneris, bentuknya lonjong menjurus kebawah dan
bersatu di bagian bawah. Bagian luar labia mayora terdari dari kulit
berambut, kelenjar lemak, dan kelenjar keringat, bagian dalamnya
tidak berambut dan mengandunga kelenjar lemak, bagian ini
mengandunga banyak ujung syaraf sehingga sensitive saat hubungan
seks.
3) Labia Minora (Bibir Kecil)
Merupakan lipatan kecil bagian dalam labia mayora. bagian
depennya mengelilingi klitoris. Kedua labia ini mmpunyai pembuluh
darah, sehingga dapat menjadi besar saat keinginan seks bertambah.
Labia ini analog dengan kulit skrotum pada pria.
4) Klitoris
Merupakan bagian yang erektil, seperti penis pada pria.
mengandung banyak pembuluh darah dan serat saraf, sehingga sangat
sensitive saat berhubungan seks.
5) Vestibulum
Bagian kelamin ini dibasahi oleh kedua labia kiri dan kanan dan
bagian atas oleh klitoris serta bagian belakang pertemuan labia
minora. Pada bagian vestibulum terdapat muara vagina (liang
senggama), saluran kencing, kelenjar bartolini dan kelenjar skene
(kelenjar ini akan mengeluarkan cairan pada saat permainan
pendahuluan dalam hubungan seks sehingga memudahkan penetrasi
penis).
6) Hymen (Selaput Dara)
Merupakan selaput tipis yang menutupi sebagian lubang vagian
luar. Pada umumnya hymen berlubang sehingga menjadi saluran
aliran darah menstruasi atau cairan yang dikeluarkan oleh kelenjar
rahim atau kelenjar endometrium (lapisan dalam rahim). Pada
hubungan seks pertama hymen akan robek dan mengeluarkan darah.
Setelah melahirkan hymen merupakan tonjolan kecil yang disebut
karunkule mirtiformis.
Berikut ini adalah gambar alat kelamin wanita bagian luar
Gambar 2.1 Alat Kelamin Wanita Bagian Luar

Sumber : Sarwono, 2010

b. Alat Kelamin Wanita Bagian Dalam


1) Vagina (Liang Senggama)
Merupakan saluran muskulo-membranasea (otot selaput) yang
menghubungkan rahim dengan dunia luar, bagian ototnya berasal dari otot
levator ani dan otot sfingter ani (otot dubur) sehingga dapat dikendalikan dan
dilatih. Selaput vagina tidak mempunyai lipatan sirkuler (berkerut) yang
disebut “rugae”. dinding depan vagina berukuran 9 cm dan dinding
belakangnya 11 cm. selaput vagina tidak mempunyai kelenjar sehingga
cairan yang selalu membasahi berasal dari kelenjar rahim atau kelenjar
dalam rahim. Sebagian rahim yang menonjol pada vagina disebut “porsio”
(leher rahim). Vagina mempunyai fungsi penting sebagai jalan lahir bagian
lunak, sebagai sarana hubungan seksual, saluran untuk mengalirkan lendir
dan darah menstruasi. lendir vagina banyak mengandung glikogen yang
dapat dipecah oleh bakteri doderlein, sehingga keasaman cairan vagina
sekitar 4,5 (bersifat asam).
2) Uterus (Rahim)
Bentuk rahim seperti buah pir, dengan berat sekitar 30 gr. Terletak
dipanggul kecil diantara rectum (bagian anus sebelum dubur) dan
didepannya terdapat kandung kemih. Hanya bagian bawahnya disangga oleh
ligament yang kuat, sehingga bebas untuk tumbuh dan berkembang saat
kehamilan. ruangan rahim berbentuk segitiga, dengan bagian besarnya
diatas. Dari bagian atas rahim (fundus) terdapat ligament menuju lipatan
paha (kanalis inguinalis), sehingga kedudukan rahim menjadi kearah depan.
Lapisan otot rahim terdiri dari tiga lapis, yang mempunyai kemampuan
untuk tumbuh kembang sehingga dapat memelihara dan mempertahankan
kehamilan selama sembilan bulan. rahim juga merupakan jalan lahir yang
penting dan mempunyai kemampuan untuk mendorong janin lahir. Segera
setelah persalinan otot rahim dapat menutup pembuluh darah untuk
menghindari perdarahan. setelah persalinan, rahim dalam waktu 42 hari
dapat mengecil seperti semula.

3) Tuba Fallopii
Tuba fallopii bersal dari ligamentum latum berjalan kearah lateral, dengan
panjang sekitar 12 cm. Tuba fallopii bukan merupakan saluran lurus, tetapi
mempunyai bagian yang lebar sehingga membedakannya menjadi empat
bagian. Di ujungnya terbuka dan mempunyai fimbriae (rumbai-rumbai),
sehingga dapat menangkap ovum (telur) saat terjadi pelepasan telur
(ovulasi). Saluran telur ini merupakan hasil konsepsi (hasil pembuahan)
menuju rahim. Tuba Fallopii merupakan bagian yang paling sensitive
terhadap infeksi dan menjadi penyebab utama terjadinya kemandulan
(infertilitas). fungsi tuba fallopii sangat vital dalam proses kehamilan, yaitu
menjadi saluran spermatozoa dan ovum, mempunyai fungsi menangkap
ovum, tempat terjadinya pembuahan (fertilitas), menjadi saluran dan tempat
pertumbuhan hasil pembuahan sebelum mampu menanamkan diri pada
lapisan dalam rahim.
4) Ovarium (Indung Telur)
Indung telur terdapat dua di kanan dan kiri, dilapisi mesovarium.
bentuknya seperti buah almon berukuran 2,5-5cm x 1,5-2 cm x 0,6-1 cm.
Terletak antara rahim dan dinding panggul, dan digantung ke rahim oleh
ligamentum ovarii proprium dan kedinding panggul oleh ligamentum
infudibulo-pelvikum. indung telur merupakan sumber hormonal wanita yang
paling utama, sehingga mempunya dampak kewanitaan dalam pengaturan
proses menstruasi. Indung telur mengeluarkan telur (ovum) setiap bulan silih
berganti kanan dan kiri. pada saat telu dikeluarkan wanita disebut “dalam
masa subur”. Pada masa menopause semua telur menghilang. fungsi indung
telur adalah menghasilkan sel telur, menghasilkan hormone (progesterone
dan estrogen), pengatur siklus menstruasi.
5) Parametrium (Penyangga Rahim)
Merupakan lipatan peritoneum dengan berbagai penebalan, yang
menghubungkan rahim dengan tulang panggul. Lipatan atasnya mengandung
tuba fallopii dan ikut serta nenyangga indung telur. Bagian ini sensitive
terhadap infeksi sehingga mengganggu fungsinya. Hampir keseluruhan alat
reproduksi wanita berada dalam rongga panggul. Setiap individu wanita
mempunyai bentuk dan ukuran panggul yang berbeda satu sama lain. Bentuk
dan ukuran ini mempengaruhi kemudahan suatu proses persalinan. Dan
perubahan ukuran pada panggul ini pula untuk mengukur umur kehamilan
seorang wanita.
Berikut ini adalah gambar alat kelamin wanita bagian dalam
Gambar 2.2 Alat Kelamin Wanita Bagian Dalam

Sumber : Mohctar, 2011

2. Fisiologi Sistem Reproduksi


a. Involusi uterus
Pemulihan uerus pada ukuran dan kondisi normal. Setelah kelahiran
bayi ditemukan sebagian involusi pada akhir kala III dari persalinan
uterus berada pada garis tengah,kira-kira 2 cm dibawah umbilikus dengan
fundus menetap pada sacral promotorium pada waktu ini ukuuran uterus
± sama dengan umur kehamilan 16 minggu. Uterus mempunyai panjang
kira-kira 14 cm, lebar 12 cm, dan tebal 10 cm, serta berat kira-kira 1000
gr. Dalam 12 jam setelah persalinan fundus berada kurang lebih 1 cm
diatas umbilikus. Dari waktu ini, involusi berlangsung sangat cepat.
Dengan demikian memperbaiki keadaan uterus mensuport tiggi fundus
uteri kira-kira1:2 cm setiap 24 jam. 3 hari post partum tinggi fundus uteri
3 jari dibawah umbilikus. Uterus harus tidak teraba pada abdomen setelah
9 hari post partum dengan berat 500 gr. Pada minggu ke 6 tidak teraba
lagi beratnya 50 gr s/d 60 gr

b. Kontraksi uterus
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera
setelah persalinan bayi, yang merupaka respon segera mengurangi jumlah
volume intrauterus. Selama 1 : 2 jam pertama post partum, aktivitas
uterus menurunkan dengan halus dan stabil.
Kontraksi uterus mempunyai penekanan intramural pembuluh-pembuluhh
darah pada waktu pertama keadaan ibu sehingga fundus menetap dengan
tegas. Priode relasasi dan kontraksi sangat kuat adalah lebih umum ada
pada kehamilan dan mungkin menyebabkan nyeri perut yang tidak
nyaman yang disesbabkan afterpains terus berlangsung sampai masa
puerperium
c. Tempat Pelepasan Plasenta
Setelah plasenta dan membran-membran dikeluarkan terjadi
kontraksi vaskular dan trombus untuk menutupi tempat tumbuhnya
plasenta dengan suatu nodul-nodul yang irreguler dan area elevasi.
Pelepasan jaringan-jaringan yang nekrose diikuti dengan pertumbuhan
endometrium. Metrium untuk mencegah terjadinya scar. Proses yang unik
ini adalah karakteristik muka yang normal. Dimungkinkan endometrium
untuk segera memulai siklus perubahan dan untuk mempersiapkan tempat
tumbuhnya dan pembentuknya plasenta pada kehamilan yang akan
datang. Regenerasi endoetrium sempurna pada akhir minggu ketiga post
partum kecuali pada tempat pelepasan plasenta sering kali tidak sempurna
hingga 6 minggu setelah persalinan
d. Lochea
Lochea adalah cairan secret yang berasal dari kavam uteri dan
vagian dalam masa nifas
1) Loche rubra (1-3 hari post partum ) Jumlahnya sedang, berwarna
merah dan hitam
2) loche sanginolenta (3-7 hari ) Jumlahnya berkurang dan berwarna puti
bercampur merah
3) loche serosa ( 7-14 hari ) Jumlahnya sedikit, berwarna kekuningan
4) loche alba Setelah hari ke-14 berwarna putih

e. Serviks
Setelah kala III dan segmen uterus merupakan struktur tipis, kolap dan
lembek .pada ekstroserviks akan mendapat luka kecil dan memar , yang
merupakan kondisi optimal untuk terjadinya infeksi setelah melahirkan
kondisi optimal untuk terjadinya infeksi setelah melahirkan lubang servik
akan dilatasi hingga 10 cm dan berangsur-angsur menutup tetapi ostium
eksterum akan kembali dan akan kembali akan tersebut seperti mulut ikan
f. Vagina dan perineum
Awalnya intronim vagina eritema dan edema pada area episiotomy
atau perbaikan erea yang sobek. Melakukan perawatan dengan hati-hati
pada area tersebut ,mencegah dan mengobati segera hematom dn menjaga
kebersihan dengan baik selama 2 minggu pertama
g. Payudara
Berbeda dengan perubahan atrofik yang terjadi organ-organ
pelvis,payudarah mencapai maturius yang penuh selama masa nifas,
kecuali jika laktasi disupresi .payudarah akan menjadi besar, lebih
kencang dan mula-mula lebih nyeri tekan sebagai reaksi terhadap
perubahan status hormonal serta dimulai nya laktasi

D. Patofisiologi
Penyebab dari pada terjadinya bayi lahir postmatur adalah faktor hormonal, yaitu
kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan,
sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang (Mochtar, Rustam,
1999). Diduga adanya kadar kortisol yang rendah pada darah janin. Selain itu,
kurangnya air ketuban dan insufisiensi plasenta juga diduga berhubungan dengan
kehamilan lewat waktu. Fungsi plasenta memuncak pada usia kehamilan 38-42
minggu, kemudian menurun setelah 42 minggu, terlihat dari menurunnya kadar
estrogen dan laktogen plasenta. Terjadi juga spasme arteri spiralis plasenta.
Akibatnya dapat terjadi gangguan suplai oksigen dan nutrisi untuk hidup dan
tumbuh kembang janin intrauterin. Sirkulasi uteroplasenta berkurang sampai
50%. Sehingga janin dapat mengalamo pengecilan ukuran janin dan kurang
nutrisi. Volume air ketuban juga berkurang karena mulai terjadi absorpsi pada
organ ginjal dan usus dari janin. Mekonium yang diaspirasi kembali oleh janin
mengakibatkan sindrom aspirasi mekonium yang dapat mengakibatkan
atelektasis. Keadaan-keadaan ini merupakan kondisi yang tidak baik untuk
janin. Risiko kematian perinatal pada bayi postmatur cukup tinggi : 30%
prepartum, 55% intrapartum, 15% postpartum.
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi yang mungkin terjadi antara lain:
1. Volume cairan amnion mengalami penurunan sekitar 300 ml.
2. Berkurangnya berat badan Ibu (lebih dari 1,4 kg/minggu).
3. Berkurangnya ukuran lingkar perut (akibat berkurangnya cairan amnion)
4. Cairan amnion keruh, terdapat feces bayi, resiko terjadi aspirasi
mekonium.
5. O2 supply kepada janin mengalami penurunan: Resiko asfiksi.
6. Hipoglikemy pada janin, akibat kurang asupan dan simpanan glukosa.
Pada janin:
1. Janin tampak seperti berusia term/ cukup umur, namun terkadang tampak
telah tua 1-3 minggu.
2. Janin panjang dan kurus (akumulasi lemak menurun), namun dapat pula
terjadi peningkatan berat janin
3. Kulit agak pucat dengan deskuamasi
4. Vernix casiosa menipis, kulit kering dan pecah-pecah
5. Kuku janin panjang terkadang terisi dengan mekonium
6. Terdapat akumulasi scalp pada rambut janin
7. Tali pusat layu dan berwarna kuning
8. Palpasi kepala janin mengeras.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Usia kehamilan ditentukan dengan menghitung HPHT (Hari Pertama
Haid Terakhir) di kurangi dengan hari pemeriksaan ibu. Usia kehamilan diatas
42 minggu menandakan terjadinya Bayi Lahir Postmatur.
2. Pemeriksaan antenatal yang teratur diikuti dengan tinggi dan naiknya
fundus uteri dapat membantu penegakan diagnosis Bayi Lahir Postmatur.
3. Pemeriksaan rontgenologi pada janin dapat dijumpai telah terjadi penulangan
pada bagian distal femur, baguan proksimal tibia, tulang kuboid diameter
biparietal 9,8 atau lebih.
4. USG: ukuran diameter biparietal, gerakan janin yang mengalami
perubahan semakin aktif maupun semakin lemah dan jumlah air ketuban
mengalami penurunan.
5. Pemeriksaan sitologik air ketuban : biru Nil, maka sel – sel yang
mengandung lemak akan berwarna jingga.
a. Melebihi 10% = kehamilan diatas 36 minggu
b. Melebihi 50% = kehamilan diatas 39 minggu
6. Amnioskopi : melihat derajat kekeruhan air ketuban, tampak kekeruhan karena
bercampur mekonium
7. Kardiotografi: mengidentifikasi denyut jantung janin, penurunan DJJ terjadi
karena insufiensi plasenta
8. Uji oksitosin ( stress test), yaitu dengan infus tetes oksitosin dan diawasi reaksi
janin terhadap kontraksi uterus. Jika ternyata reaksi janin kurang baik, hal ini
mungkin janin akan berbahaya dalam kandungan dan dapat segera dilakukan
SC
9. Pemeriksaan kadar estriol dalam urin ibu
10. Pemeriksaan pH darah janin : menentukan derjat hipoksia, mupun intrepretasi
asidosis/alkalosis pada janin.

G. Penatalaksanaan
1. Setelah usia kehamilan lebih dari atau sama dengan 40-42 minggu
monitoring janin secara intensif
2. Nonstress test (NST) dapat dua kali dalam seminggu, yang dimulai saat
kehamilan berusia 41 minggu dan berlanjut hingga persalinan untuk
melakukan pilihan antara persalinan tanpa intervensi persalinan yang di
induksi atau secara sectio caesaria.
3. Apabila tidak ada tanda-tanda insufisiense plasenta, persalinan spontan dapat
ditunggu dengan pengawasan ketat
4. Lakukan pemeriksaan dalam untuk menilai kematangan serviks, kalau
sudah matang boleh dilakukan induksi persalinan spontan dengan atau
tanpa amniotomi. Bila :
a. Riwayat kehamilan yang lalu ada kematian janin dalam rahim.
b. Terdapat hipertensi, pre-eklampsia.
c. Kehamilan ini adalah anak pertama karena infertilitas.
d. Pada kehamilan > 40-42 minggu.
e. Pada persalinan pervaginam harus diperhatikan bahwa partus lama akan
sangat merugikan bayi, janin postmatur kadang-kadang besar dan
kemungkinan diproporsi sefalo-pelvik dan distosia janin perlu
dipertimbangkan (Rustam Mochtar, Sinopsis Obstetri Jilid I, 1998).
5. Tindakan operasi seksio sesarea dapat dipertimbangkan pada :
a. Insufisiensi plasenta dengan keadaan serviks belum matang
b. Pembukaan yang belum lengkap, persalinan lama dan terjadi gawat
janin, atau
c. Pada primigravida tua, kematian janin dalam kandungan, pre-eklampsia,
hipertensi menahun, anak berharga (infertilitas) dan kesalahan letak
janin.
6. Penatalaksanaan aktif pada kehamilan lewat bulan :
a. Induksi persalinan
Induksi persalinan adalah persalinan yang dilakukan setelah servik
matang dengan menggunakan prostaglandin E2 (PGE2) bersama oksitosin,
dan prostaglandin terbukti lebih efektif sebagai agens yang mematangkan
servik dibanding oksitosin.
b. Metode lain yang digunakan untuk menginduksi persalinan (misalnya
minyak jarak, stimulasi payudara, peregangan servik secara mekanis),
memiliki kisaran keberhasilan secara beragam dan atau sedikit
penelitian untuk menguatkan rekomendasinya.
c. Metode hormon untuk induksi persalinan :
1) Oksitosin yang digunakan melalui intravena dengan catatan
servik sudah matang.
2) Prostaglandin dapat digunakan untuk mematangkan
servik sehingga lebih baik dari oksitosin namun kombinasi
keduanya menunjukkan hal yang positif.
3) Misprostol adalah suatu tablet sintetis analog PGE1 yang
diberikan intravagina (disetujui FDA untuk mencegah ulkus
peptikum, bukan untuk induksi)
4) Dinoproston Merk dagang cervidil suatu preparat PGE2, tersedia
dalam dosis 10 mg yang dimasukkan ke vagina ( disetujui FDA untuk
induksi persalinan pada tahun 1995).
5) Predipil yakni suatu sintetis preparat PGE2 yang tersedia dalam
bentuk jel 0,5 mg deng diberika intraservik (disetujui FDA untuk
induksi persalinan pada tahun 1993).
d. Metode non hormon Induksi persalinan
1) Pemisahan ketuban
Prosedurnya dikenal dengan pemisahan atau mengusap ketuban
mengacu pada upaya memisahkan membran amnion dari bagian
servik yang mudah diraih dan segmen uterus bagian bawah.
Mekanisme kerjanya memungkinkan melepaskan prostaglandin ke
dalam sirkulasi ibu. Pemisahan hendaknya jangan dilakukan
jika terdapat ruptur membran yang tidak disengaja dan dirasa tidak
aman baik bagi ibu maupun bagi janin. Pemisahan memban
serviks tidak dilakukan pada kasus – kasus servisitis, plasenta letak
rendah, maupun plasenta previa, posisi yang tidak diketahui,
atau perdarahan pervaginam yang tidak diketahui.
2) Amniotomi yakni pemecahan ketuban secara sengaja
3) Pompa Payudara dan stimulasi puting.
Penggunaan cara ini relatif lebih aman karena menggunakan metode
yang sesuai dengan fisiologi kehamilan dan persalinan.
Penanganannya dengan menstimulasi putting selama 15 menit
diselingi istirahat dengan metode kompres hangat selama 1 jam
sebanyak 3 kali perhari.
4) Minyak jarak
Ingesti minyak jarak 60 mg yang dicampur dengan jus apel maupun
jus jeruk dapat meningkatkan angka kejadian persalinan spontan
jika diberikan pada kehamilan cukup bulan.
5) Kateter foley atau Kateter balon.
Secara umum kateter dimasukkan kedalam servik kemudian balon di
isi udara 25 hingg 50 mililiter untuk menjaga kateter tetap pada
tempatnya. Beberapa uji klinis membuktikan bahwa teknik ini sangat
efektif

H. Komplikasi
1. Terhadap Ibu
Persalinan postmatur dapat menyebabkan distosis karena aksi uterus tidak
terkoordinir, janin besar, Air ketuban berkurang dan makin kental, moulding
kepala kurang. Maka akan sering dijumpai partus lama, kesalahan letak,
inersia uteri, distosia bahu dan perdarahan postpartum. Hal ini akan menaikkan
angka mordibitas dan mortalitas.
2. Terhadap Janin
Jumlah kematian janin/ bayi pada kehamilan 43 minggu tiga kali lebih besar
dari kehamilan 40 minggu karena post maturitas akan menambah bahaya pada
janin. Pengaruh post maturitas pada janin bervariasi yaitu berat badan janin
dapat bertambah besar serhingga memerlukan tindakan persalinan, tetap dan
ada yang berkurang sesudah kehamilan 42 minggu, Pertumbuhan janin makin
lambat, Berkurangnya nutrisi dan O2 ke janin yang menimbulkan asfiksia
akibat makrosomia, aspirasi mekonium, hipoksia dan hipoglikemia dan setiap
saat dapat meninggal di rahim, terjadi perubahan metabolisme janin, Ada pula
yang bisa terjadi kematian janin dalam kandungan (IUFD).
3. Suhu yang tidak stabil.
4. Hipoglikemi.
5. Polisitemia.
6. Kelainan neurogenik.
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Anamnesa
Tujuan anamnesa adalah untuk mengumpulkan informasi tentang riwayat
kesehatan dan kehamilan. Informasi ini digunakan dalam proses
menentukan diagnosa keperawatan dan mengembangkan rencana asuhan
keperawatan yang sesuai dengan kondisi pasien. Tanyakan pada ibu:
a Nama, umur, alamat dll.
b Keluhan Utama
c Riwayat penyakit sekarang
d Riwayat penyakit masa lalu
e Riwayat penyakit keluarga
f Tanyakan HPHT
g Status obstetrik : G, P, A, P, I, A, H.
h Apa aktivitas Ibu di rumah
i Apakah janin aktif bergerak
j Riwayat kehamilan sekarang dan dahulu
1) Apakah ibu secara rutin memeriksakan kehamilannya, kemana dan
dengan siapa ibu memeriksakan kehamilannya.
2) Apakah ada masalah selama ibu hamil dan apakah ibu pernah
menderita suatu penyakit (asma, hipertensi, DM, dll).
3) Apakah ibu mempunyai masalah selama persalinan terdahulu/
sebelumnya.
4) Berat badan ibu sebelum hamil dan sewaktu hamil, berapa
penambahan berat badan ibu.

B. Diagnosa Keperawatan
Pada ibu
1. Gangguan perfusi jaringna b/d hipoksia jaringan
2. Nyeri akut b/d agen cidera fisik : SC/episotomy
3. Ansietas pada Ibu b/d ancaman pada status kesehatan
4. Gangguan pertukaran gas pada janin b/d. obstruksi jalan nafas, asfiksi,
Insufisiensi Plasenta
5. Resiko infeksi pada janin b/d. mekonium yang bercampur dengan cairan
ketuban

C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1 Gangguan perfusi NOC : NIC :


jaringan
Circulation status Intrakranial Pressure (ICP)
Monitoring (Monitor tekanan
Tissue Prefusion : cerebral intrakranial)
Kriteria Hasil :  Berikan informasi kepada
keluarga
1. mendemonstrasikan
 Set alarm
status sirkulasi yang
 Monitor tekanan perfusi
ditandai dengan :
serebral
 Tekanan systole
 Catat respon pasien
dandiastole dalam
terhadap stimuli
rentang yang
 Monitor tekanan
diharapkan
intrakranial pasien dan
 Tidak ada
respon neurology terhadap
ortostatikhipertensi
aktivitas
 Tidak ada tanda tanda
 Monitor jumlah drainage
peningkatan tekanan
cairan serebrospinal
intrakranial (tidak
 Monitor intake dan output
lebih dari 15 mmHg)
cairan
2. mendemonstrasikan
 Restrain pasien jika perlu
kemampuan kognitif
 Monitor suhu dan angka
yang ditandai dengan:
WBC
 berkomunikasi
 Kolaborasi pemberian
dengan jelas dan
antibiotik
sesuai dengan
 Posisikan pasien pada
kemampuan
posisi semifowler
 menunjukkan
 Minimalkan stimuli dari
perhatian,
lingkungan
konsentrasi dan
orientasi
 memproses Peripheral Sensation
informasi Management (Manajemen
 membuat keputusan sensasi perifer)
dengan benar
3. menunjukkan fungsi  Monitor adanya daerah
sensori motori cranial tertentu yang hanya peka
yang utuh : tingkat terhadap
kesadaran mambaik, panas/dingin/tajam/tumpul
tidak ada gerakan  Monitor adanya paretese
gerakan involunter  Instruksikan keluarga
untuk mengobservasi kulit
jika ada lsi atau laserasi
 Gunakan sarun tangan
untuk proteksi
 Batasi gerakan pada
kepala, leher dan punggung
 Monitor kemampuan BAB
 Kolaborasi pemberian
analgetik
 Monitor adanya
tromboplebitis
 Diskusikan menganai
penyebab perubahan
sensasi

2. Nyeri NOC : NIC :


 Pain Level, Pain Management
 Pain control,  Lakukan pengkajian nyeri
Definisi :  Comfort level secara komprehensif
Kriteria Hasil : termasuk lokasi,
Sensori yang tidak
karakteristik, durasi,
menyenangkan dan  Mampu mengontrol frekuensi, kualitas dan
pengalaman emosional nyeri (tahu penyebab faktor presipitasi
yang muncul secara nyeri, mampu  Observasi reaksi nonverbal
aktual atau potensial menggunakan tehnik dari ketidaknyamanan
kerusakan jaringan atau nonfarmakologi untuk  Gunakan teknik
menggambarkan adanya mengurangi nyeri, komunikasi terapeutik
kerusakan (Asosiasi mencari bantuan) untuk mengetahui
Studi Nyeri  Melaporkan bahwa pengalaman nyeri pasien
Internasional): serangan nyeri berkurang dengan  Kaji kultur yang
mendadak atau pelan menggunakan mempengaruhi respon
intensitasnya dari ringan manajemen nyeri nyeri
sampai berat yang dapat  Mampu mengenali  Evaluasi pengalaman nyeri
diantisipasi dengan akhir nyeri (skala, intensitas, masa lampau
yang dapat diprediksi frekuensi dan tanda  Evaluasi bersama pasien
dan dengan durasi nyeri) dan tim kesehatan lain
kurang dari 6 bulan.  Menyatakan rasa tentang ketidakefektifan
nyaman setelah nyeri kontrol nyeri masa lampau
berkurang  Bantu pasien dan keluarga
Batasan karakteristik :  Tanda vital dalam untuk mencari dan
rentang normal menemukan dukungan
- Laporan secara  Kontrol lingkungan yang
verbal atau non dapat mempengaruhi nyeri
verbal seperti suhu ruangan,
- Fakta dari observasi pencahayaan dan
- Posisi antalgic untuk kebisingan
menghindari nyeri  Kurangi faktor presipitasi
- Gerakan melindungi nyeri
- Tingkah laku
berhati-hati  Pilih dan lakukan
- Muka topeng penanganan nyeri
- Gangguan tidur (farmakologi, non
(mata sayu, tampak farmakologi dan inter
capek, sulit atau personal)
gerakan kacau,  Kaji tipe dan sumber nyeri
menyeringai) untuk menentukan
- Terfokus pada diri intervensi
sendiri  Ajarkan tentang teknik non
- Fokus menyempit farmakologi
(penurunan persepsi  Berikan analgetik untuk
waktu, kerusakan mengurangi nyeri
proses berpikir,  Evaluasi keefektifan
penurunan interaksi kontrol nyeri
dengan orang dan  Tingkatkan istirahat
lingkungan)  Kolaborasikan dengan
- Tingkah laku dokter jika ada keluhan dan
distraksi, contoh : tindakan nyeri tidak
jalan-jalan, berhasil
menemui orang lain  Monitor penerimaan pasien
dan/atau aktivitas, tentang manajemen nyeri
aktivitas berulang-
ulang)
- Respon autonom
(seperti diaphoresis,
Analgesic Administration
perubahan tekanan
darah, perubahan  Tentukan lokasi,
nafas, nadi dan karakteristik, kualitas, dan
dilatasi pupil) derajat nyeri sebelum
- Perubahan pemberian obat
autonomic dalam  Cek instruksi dokter
tonus otot (mungkin tentang jenis obat, dosis,
dalam rentang dari dan frekuensi
lemah ke kaku)  Cek riwayat alergi
- Tingkah laku  Pilih analgesik yang
ekspresif (contoh : diperlukan atau kombinasi
gelisah, merintih, dari analgesik ketika
menangis, waspada, pemberian lebih dari satu
iritabel, nafas  Tentukan pilihan analgesik
panjang/berkeluh tergantung tipe dan
kesah) beratnya nyeri
- Perubahan dalam  Tentukan analgesik pilihan,
nafsu makan dan rute pemberian, dan dosis
minum optimal
 Pilih rute pemberian secara
IV, IM untuk pengobatan
Faktor yang
nyeri secara teratur
berhubungan :
 Monitor vital sign sebelum
Agen injuri (biologi, dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
kimia, fisik, psikologis)  Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
 Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)

3. Ansietas NOC : NIC :


 Anxiety control Anxiety Reduction (penurunan
 Coping kecemasan)
Definisi :  Impulse control
Kriteria Hasil :  Gunakan pendekatan yang
Perasaan gelisah yang menenangkan
tak jelas dari  Klien mampu  Nyatakan dengan jelas
ketidaknyamanan atau mengidentifikasi dan harapan terhadap pelaku
ketakutan yang disertai mengungkapkan gejala pasien
respon autonom (sumner cemas  Jelaskan semua prosedur
tidak spesifik atau tidak  Mengidentifikasi, dan apa yang dirasakan
diketahui oleh individu); mengungkapkan dan selama prosedur
perasaan keprihatinan menunjukkan tehnik  Pahami prespektif pasien
disebabkan dari untuk mengontol cemas terhdap situasi stres
antisipasi terhadap  Vital sign dalam batas
bahaya. Sinyal ini  Temani pasien untuk
normal memberikan keamanan dan
merupakan peringatan  Postur tubuh, ekspresi
adanya ancaman yang mengurangi takut
wajah, bahasa tubuh  Berikan informasi faktual
akan datang dan dan tingkat aktivitas
memungkinkan individu mengenai diagnosis,
menunjukkan tindakan prognosis
untuk mengambil berkurangnya
langkah untuk  Dorong keluarga untuk
kecemasan
menyetujui terhadap menemani anak
tindakan  Lakukan back / neck rub
 Dengarkan dengan penuh
Ditandai dengan perhatian
 Identifikasi tingkat
 Gelisah kecemasan
 Insomnia  Bantu pasien mengenal
 Resah situasi yang menimbulkan
 Ketakutan kecemasan
 Sedih  Dorong pasien untuk
 Fokus pada diri mengungkapkan perasaan,
 Kekhawatiran ketakutan, persepsi
 Cemas  Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
 Barikan obat untuk
mengurangi kecemasan
4. Gangguan pertukaran NOC : NIC :
gas
 Respiratory Status : Gas exchange Airway Management
 Respiratory Status : ventilation
 Vital Sign Status  Buka jalan nafas,
Definisi : Kelebihan Kriteria Hasil : guanakan teknik
atau kekurangan chin lift atau jaw
dalam oksigenasi dan  Mendemonstrasikan peningkatan thrust bila perlu
atau pengeluaran ventilasi dan oksigenasi yang  Posisikan pasien
karbondioksida di adekuat untuk
dalam membran  Memelihara kebersihan paru paru memaksimalkan
kapiler alveoli dan bebas dari tanda tanda distress ventilasi
pernafasan  Identifikasi
 Mendemonstrasikan batuk pasien perlunya
efektif dan suara nafas yang bersih, pemasangan alat
Batasan karakteristik :
tidak ada sianosis dan dyspneu jalan nafas
 Gangguan (mampu mengeluarkan sputum, buatan
penglihatan mampu bernafas dengan mudah,  Pasang mayo bila
tidak ada pursed lips) perlu
 Penurunan CO2  Tanda tanda vital dalam rentang  Lakukan
normal fisioterapi dada
 Takikardi
jika perlu
 Hiperkapnia  Keluarkan sekret
dengan batuk
 Keletihan atau suction
 somnolen  Auskultasi suara
nafas, catat
 Iritabilitas adanya suara
tambahan
 Hypoxia  Lakukan suction
pada mayo
 kebingungan
 Berika
 Dyspnoe bronkodilator bial
perlu
 nasal faring  Barikan
pelembab udara
 AGD Normal
 Atur intake untuk
 sianosis cairan
mengoptimalkan
 warna kulit keseimbangan.
abnormal (pucat,  Monitor respirasi
kehitaman) dan status O2
 Hipoksemia
Respiratory
 hiperkarbia Monitoring
 sakit kepala ketika
bangun  Monitor rata –
rata, kedalaman,
frekuensi dan irama dan usaha
kedalaman nafas respirasi
abnormal  Catat pergerakan
dada,amati
kesimetrisan,
Faktor faktor yang penggunaan otot
berhubungan : tambahan,
retraksi otot
 ketidakseimbangan supraclavicular
perfusi ventilasi dan intercostal
 Monitor suara
 perubahan
nafas, seperti
membran kapiler-
dengkur
alveolar
 Monitor pola
nafas : bradipena,
takipenia,
kussmaul,
hiperventilasi,
cheyne stokes,
biot
 Catat lokasi
trakea
 Monitor
kelelahan otot
diagfragma (
gerakan
paradoksis )
 Auskultasi suara
nafas, catat area
penurunan / tidak
adanya ventilasi
dan suara
tambahan
 Tentukan
kebutuhan
suction dengan
mengauskultasi
crakles dan
ronkhi pada jalan
napas utama
 Uskultasi suara
paru setelah
tindakan untuk
mengetahui
hasilnya
AcidBase
Managemen
 Monitro IV line
 Pertahankanjalan
nafas paten
 Monitor AGD,
tingkat elektrolit
 Monitor status
hemodinamik(C
VP, MAP, PAP)
 Monitor adanya
tanda tanda gagal
nafas
 Monitor pola
respirasi
 Lakukan terapi
oksigen
 Monitor status
neurologi
 Tingkatkan oral
hygiene

5. Resiko infeksi NOC : NIC :


Definisi : Peningkatan  Immune Infection Control
resiko masuknya Status (Kontrol infeksi)
organisme patogen  Knowledge :
Infection control  Bersihkan
 Risk control lingkungan
Kriteria Hasil : setelah dipakai
Faktor-faktor resiko : pasien lain
 Klien bebas dari tanda dan gejala  Pertahankan
- Prosedur Infasif
infeksi teknik isolasi
- Ketidakcukupan
 Menunjukkan kemampuan untuk  Batasi
pengetahuan
mencegah timbulnya infeksi pengunjung bila
untuk
 Jumlah leukosit dalam batas perlu
menghindari
paparan patogen
normal  Instruksikan pada
 Menunjukkan perilaku hidup sehat pengunjung
- Trauma
- Kerusakan untuk mencuci
jaringan dan tangan saat
peningkatan berkunjung dan
paparan setelah
lingkungan berkunjung
- Ruptur membran meninggalkan
amnion pasien
- Agen farmasi  Gunakan sabun
(imunosupresan) antimikrobia
- Malnutrisi untuk cuci tangan
- Peningkatan  Cuci tangan
paparan setiap sebelum
lingkungan dan sesudah
patogen tindakan
- Imonusupresi kperawtan
- Ketidakadekuatan  Gunakan baju,
imum buatan sarung tangan
- Tidak adekuat sebagai alat
pertahanan pelindung
sekunder  Pertahankan
(penurunan Hb, lingkungan
Leukopenia, aseptik selama
penekanan respon pemasangan alat
inflamasi)  Ganti letak IV
- Tidak adekuat perifer dan line
pertahanan tubuh central dan
primer (kulit tidak dressing sesuai
utuh, trauma dengan petunjuk
jaringan, umum
penurunan kerja  Gunakan kateter
silia, cairan tubuh intermiten untuk
statis, perubahan menurunkan
sekresi pH, infeksi kandung
perubahan kencing
peristaltik)  Tingktkan intake
- Penyakit kronik nutrisi
 Berikan terapi
antibiotik bila
perlu

Infection Protection
(proteksi terhadap
infeksi)

 Monitor tanda
dan gejala infeksi
sistemik dan
lokal
 Monitor hitung
granulosit, WBC
 Monitor
kerentanan
terhadap infeksi
 Batasi
pengunjung
 Saring
pengunjung
terhadap penyakit
menular
 Partahankan
teknik aspesis
pada pasien yang
beresiko
 Pertahankan
teknik isolasi k/p
 Berikan
perawatan kuliat
pada area
epidema
 Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap
kemerahan,
panas, drainase
 Ispeksi kondisi
luka / insisi
bedah
 Dorong
masukkan nutrisi
yang cukup
 Dorong masukan
cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan
pasien untuk
minum antibiotik
sesuai resep
 Ajarkan pasien
dan keluarga
tanda dan gejala
infeksi
 Ajarkan cara
menghindari
infeksi
 Laporkan
kecurigaan
infeksi
 Laporkan kultur
positif
DAFTAR PUSTAKA

Manuaba, Ida Bagus Gede. 2010, Memahami Kesehatan Reproduksi


Wanita.Jakarta : Arcan
Manuaba. 2013. Ilmu Kebidanan, Kandungan dan KB. Jakarta : EGC
Nurarif, Amir H ; Kusuma, H. 2013. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis NANDA-NIC-NOC. Jilid 2. Mediaction Publishing :
Jakarta
Pranoto. 2012. Ilmu Kebidanan. Yogyakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Prawiroharjo, Sarwono.2013. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo.
Rustam. 2011. Sinopsis Obstetri Jilid I. Jakarta : EGC
Saifudin. 2011. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Yogyakarta : Yayasan Bina Pustaka Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Varney, Helen Dkk.2010, Buku Ajar Asuhan Kebidanan ed.4 vo1. Jakarta.EGC

S-ar putea să vă placă și