Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
ABSTRACT
Working in a hospital may pose arisk for contracting the disease from the patient. This
risk is not only potential for medical personnel, but also against non-medical personnel such
as janitors. While working the risks always faced by janitors is exposed to biological factors
and exposure to chemicals or cleaning agents. This will interfere with the safety and health
of the janitor. The purpose of this study is to analyze the risk of safety and health of any kind
that can happen to the janitor at Tugurejo Hospital of Semarang.
This research is a descriptive analytic study with study design using AS/NZS 4360:1999.
Identification of risk using JSA (Job Safety Analysis), data retrieval is done by observational
and interview.
The result showed that the risk faced by the janitor was the risk of exposure to germs,
bacteria and viruses and exposure to chemotherapy drugs, this risk included in high risk
(36,6%). The risk of needle impingement or scratch on a sharp object, slip or fall due to
slippery floor, musculoskeletal disorder, falling off the stairs, and electric shock are risks with
moderate risk levels (45,1%). The Risk of allergy or irritation to the use of chemicals is a risk
with low risk level (18,3%). To control the risk, it is advisable to the janitor to always use
good personal protective equipment and anytime and anywhere while doing the job. It
should also be evaluated about the type of PPE used by janitor, especially regarding the
suitability of the type of PPE with the work done.
ABSTRAK
Bekerja di rumah sakit dapat menimbulkan risiko untuk tertular penyakit dari pasien.
Risiko ini tidak hanya berpotensi bagi tenaga medis saja, namun juga terhadap tenaga non
medis seperti petugas kebersihan. Saat bekerja risiko yang selalu dihadapi oleh petugas
kebersihan adalah terpapar faktor bilogi dan terpapar bahan kimia atau obat pembersih. Hal
ini akan dapat mengganggu keselamatan dan kesehatan kerja petugas kebersihan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis risiko keselamatan dan kesehatan kerja
apa saja yang dapat terjadi pada petugas kebersihan di RSUD Tugurejo Semarang.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan desain studi menggunakan
AS/NZS 4360:1999. Identifikasi risiko menggunakan JSA (Job Safety Analysis),
pengambilan data dilakukan dengan cara observasional dan wawancara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa risiko yang dihadapi petugas kebersihan adalah
risiko terpapar kuman, bakteri dan virus dan terpapar obat kemoterapi risiko ini termasuk
dalam high risk (36,6%). Risiko tertusuk jarum suntik atau tergores benda tajam, terpeleset
atau jatuh karena lantai licin, gangguan muskuloskeletal, terjatuh dari tangga, dan tersengat
listrik merupakan risiko dengan tingkatan moderate risk (45,1%). Risiko alergi atau iritasi
terhadap penggunaan bahan kimia merupakan risiko dengan tingkatan low risk (18,3%).
Untuk mengendalikan risiko tersebut, disarankan kepada petugas kebersihan agar selalu
menggunakan alat pelindung diri yang baik dan benar dimana pun dan kapan pun saat
melakukan pekerjaan. Selain itu juga sebaiknya dilakukan evaluasi tentang jenis APD yang
digunakan petugas kebersihan, terutama mengenai kesesuaian jenis APD dengan
pekerjaan yang dilakukan.
Kata Kunci : analisis risiko, keselamatan dan kesehatan kerja, petugas kebersihan
3
PENDAHULUAN
Pada era industrialisasi yang terjadi sekarang ini, keselamatan dan kesehatan
kerja merupakan hal penting yang harus diterapkan di semua tempat kerja, baik
pada sektor formal maupun sektor informal. Terlebih bagi tempat kerja yang memiliki
risiko atau bahaya yang tinggi. Rumah sakit memiliki potensi terjadinya penyakit
infeksi terhadap para karyawan, pasien, bahkan pengunjung, hal ini dikarenakan
banyaknya faktor biologi yang ada dan berkembang di rumah sakit. Selain penyakit-
penyakit infeksi, di rumah sakit juga memiliki resiko atau bahaya lain yang
mempengaruhi situasi dan kondisi di rumah sakit, seperti kecelakaan (meliputi
kejadian ledakan, kebakaran, kecelakaan yang diakibatkan adanya masalah pada
instalasi listrik, serta faktor-faktor yang dapat menimbulkan cidera lainnya), radiasi,
paparan bahan kimia beracun dan berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan terkait
psikis dan ergonomi. Semua potensi bahaya tersebut di atas, jelas dapat
mengganggu dan menimbulkan rasa kurang aman dan nyaman bagi pekerja di RS,
pasien maupun pengunjung yang ada di lingkungan RS. (1)
Karyawan rumah sakit terdiri dari tenaga medis dan tenaga non medis. Tenaga
medis yaitu dokter, perawat, dan bidan sedangkan tenaga non medis yaitu petugas
laundry, petugas kebersihan, petugas penyiapan makanan atau gizi, apoteker,
Pemeriksa laboratorium, dan petugas radiologi (2). Salah satu tenaga non medis yang
ada di rumah sakit adalah petugas kebersihan. Petugas kebersihan adalah karyawan
yang bertugas untuk membersihkan lingkungan rumah sakit agar tetap terjaga
kebersihannya, karena bahaya yang ada di rumah sakit seperti penularan penyakit
dapat terjadi jika lingkungan rumah sakit tidak terjaga kebersihannya. Pekerjaan
membersihkan lingkungan rumah sakit, membuat petugas kebersihan menjadi rentan
terpapar bahaya yang dapat mengganggu kesehatannya. Menurut penelitian yang
telah dilakukan bahaya yang dapat mengancam petugas kebersihan rumah sakit
antara lain terpapar debu yang dibersihkan, terpeleset saat mengepel lantai, kontak
dengan bahan kimia yang digunakan untuk mengepel lantai, terpapar bahaya biologi
saat membersihkan laboratorium atau ruangan yang mengandung virus dan bakteri,
tertusuk benda tajam seperti jarum suntik saat mengelola limbah tajam, sehingga
dapat tertular penyakit seperti hepatitis dan HIV/AIDS (3).
Selain berpotensi tertular penyakit hepatitis dan HIV/AIDS petugas kebersihan
rumah sakit juga berisiko terkena penyakit akibat kerja dermatitis kontak dan
gangguan muskuloskeletal. Hasil penelitian terhadap 102 petugas cleaning service di
Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek menunjukkan 47 petugas cleaning service
mengalami dermatitis kontak akibat kerja, hasil uji statistik menunjukkan ada
4
hubungan bermakna antara kejadian dermatitis kontak pada cleaning service dengan
penggunaan APD, selain itu juga ada hubungan antara masa kerja dan kejadian
(4)
dermatitis kontak . Hasil penelitian lain yang dilakukan di RSUP Dr.Wahidin
Sudirohusodo Makassar dengan responden petugas cleaning service menunjukkan
bahwa pada Tahun 2013 sebesar 49,1% petugas cleaning service mengalami
gangguan muskuloskeletal berat dan 50,9% petugas mengalami gangguan
muskuloskeletal ringan. Hasil analisis statistik menunjukkan ada hubungan antara
variabel umur, jenis kelamin, masa kerja, dan sikap kerja dengan gangguan
muskuloskeletal. Sedangkan variabel lama kerja tidak ada hubungan dengan
gangguan muskuloskeletal pada petugas cleaning service (5)
Dari kegiatan survey awal di Rumah Sakit Umum Tugurejo Semarang
didapatkan informasi tentang beberapa kejadian kecelakaan kerja kecil pernah
dialami beberapa petugas kebersihan yang di wawancarai, seperti luka pada tangan
karena tergores benda-benda tajam saat melakukan pekerjaan membersihkan
ruangan, terpeleset, serta adanya keluhan-keluhan seperti sakit pinggang dan pegal-
pegal pada tangan dan kaki karena terlalu lama duduk atau berdiri saat bekerja.
Selain itu hasil wawancara dengan mandor yang bertugas mengurusi petugas
kebersihan mengatakan bahwa pernah ada kejadian petugas kebersihan yang
tertusuk jarum suntik saat mengambil sampah medis, hal ini terjadi di karenakan
unsafe action yang dilakukan oleh petugas kebersihan, yaitu menekan sampah
medis dengan menggunakan tangannya. Berdasarkan hasil tersebut, penulis ingin
melakukan penelitian tentang analisis resiko keselamatan dan kesehatan kerja pada
petugas kebersihan di RSUD Tugurejo Semarang.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan desain studi
menggunakan AS/NZS 4360 : 1999, metode penilaian risiko dengan teknik kualitatif,
serta identifikasi risiko menggunakan JSA (Job Safety Analysis). Pengambilan data
dilakukan dengan metode observasional dan wawancara.
setiap pekerjaan yang dilakukan oleh petugas kebersihan di RSUD Tugurejo. Risiko keselamatan dan kesehatan kerja yang dapat
terjadi pada petugas kebersihan di RSUD Tugurejo Semarang adalah sebagai berikut :
Dari proses identifikasi, risiko yang terdapat pada petugas kebersihan antara lain
terpapar debu, kuman/bakteri dan virus, tertusuk/tergores kaca dan benda tajam,
risiko terpeleset atau terjatuh karena lantai yang licin, risiko alergi terhadap bahan
kimia yang digunakan, risiko terjadinya gangguan muskuloskeletal, risiko terpapar
obat-obatan kemoterapi, risiko terjatuh dari tangga, risiko tersengat listrik saat
menggunakan mesin pembersih lantai dan risiko terpapar bahan kimia berupa pupuk
untuk tanaman.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Anisa Imadul Bilad, risiko yang terdapat
di instalasi laundry RSUD Kota Semarang adalah risiko tersengat listrik, kebakaran,
dan terinfeksi bakteri, nyeri akibat mengangkat ember secara manual, terinfeksi
bakteri pada linen kotor serta terhirup bahan kimia, kaki terinjak troli, terpeleset dan
jatuh akibat lantai yang licin, tangan terjepit pintu, tersandung lantai yang rusak, dan
kejatuhan ember saat menimbang linen (6)
Hasil analisis tingkat risiko menyatakan 36,6% risiko berada pada tingkatan high
risk yaitu risiko terpapar kuman,bakteri atau pun virus dan terpapar obat kemoterapi,
45,1% risiko pada tingkatan moderate risk yaitu risiko tertusuk jarum suntik, tergores
benda tajam, terpeleset atau terjatuh karena lantai licin dan gangguan
muskuloskeletal, 18,3% risiko pada tingkatan low risk yaitu risiko alergi atau iritasi
terhadap penggunaan bahan kimia seperti pembersih lantai dan lainnya.
Pengendalian Risiko
Pengendalian risiko yang telah dilakukan oleh pihak perusahaan tempat petugas
kebersihan bekerja adalah dengan menyediakan alat pelindung diri berupa sarung
tangan, masker, dan sepatu boot, selain itu para pekerjanya juga akan diberi
pelatihan biasanya dilakukan setiap 6 bulan sekali. Baik itu pelatihan tentang K3,
8
house keeping, pertolongan pertama pada kecelakaan dan masih banyak yang
lainnya.
Pengendalian yang dilakukan oleh pihak rumah sakit adalah dengan
memperingatkan setiap pekerja yang ada di rumah sakit, termasuk petugas
kebersihan untuk selalu menjaga kebersihan diri saat bekerja, seperti selalu
menghimbau untuk melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan
pekerjaan dan masih banyak himbauan lainnya tentang cara menjaga keamanan dan
kesehatan saat bekerja. Hasil penelitian tentang hubungan pelaksanaan tindakan
cuci tangan perawat dengan kejadian infeksi di rumah sakit menyatakan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara pelaksanaan cuci tangan dengan kejadian
infeksi. (7)
2. Hasil Wawancara dengan Petugas Kebersihan
a) Karakteristik Responden
Tabel 2
Umur Responden
Variabel Min Max Mean
Umur 19 52 32,71
(Tahun)
Berdasarkan tabel diatas, Sebagian besar petugas kebersihan yang ada di RSUD
Tugurejo memiliki pendidikan tamat SMA sederajat yaitu sebesar 43 orang atau
78,2% dari jumlah responden yang diambil. Sebagian lainnya tamat SMP 18,2%,
tamat SD 1,8% dan tamat perguruan tinggi 1,8%. Dalam dunia kerja pendidikan
merupakan salah satu hal yang dianggap penting, karena semakin tinggi pendidikan
seseorang maka akan dianggap memiliki pengetahuan yang baik pula. Banyaknya
petugas kebersihan yang hanya bersekolah sampai pada jenjang SMA bahkan kan
ada yang hanya tamat SD memungkinkan pengetahuan yang dimiliki petugas
kebersihan kerja masih rendah, terutama tentang keselamatan dan kesehatan kerja.
Beberapa penelitian menyatakan bahwa ada hubungan antara pengetahuan
yang dimiliki pekerja dengan kejadian kecelakaan atau penyakit akibat kerja. Seperti
penelitian yang dilakukan oleh Sarinah Basri, menyatakah bahwa adanya hubungan
antara pengetahuan pekerja dengan kejadian penyakit akibat kerja pada pekerja
(8)
batu bata, walaupun hubungan tersebut masih dinyatakan lemah. Selain itu juga
ada penelitian lain yang menyatakan bahwa pekerja di perusahaan konstruksi baja
yang memiliki pengetahuan kurang tentang bahaya dan risiko yang ada ditempat
(9)
kerja, sebagian besar akan melakukan tindakan tidak aman kategori tinggi ,
sehingga dapat menimbulkan efek untuk terjadinya kecelakaan atau pun penyakit
akibat kerja.
Tabel 4
Masa Kerja Responden
Masa Kerja Frekuensi (%)
< 1 Tahun 18 32,7%
1-3 Tahun 29 52,7%
4-6 Tahun 6 10,9%
> 6 Tahun 2 3,6%
Total 55 100%
Masa kerja adalah lamanya seorang petugas kebersihan bekerja di rumah sakit,
dihitung mulai pertama kali masuk kerja sampai dengan waktu sekarang saat
dilakukannya penelitian. Lebih dari separo petugas kebersihan memiliki masa kerja
antara 1-3 tahun yaitu sebesar 52,7%, 32,7% pekerja dengan masa kerja < 1 tahun,
10,9% dengan masa kerja 4-6 tahun, dan 3,6% saja yang memiliki masa kerja > 6
tahun. Masa Kerja juga dapat mempengaruhi tingkat risiko yang dihadapi pekerja,
semakin meningkat atau mungkin semakin rendah risiko yang dihadapi.
Semakin lama petugas kebersihan bekerja di sebuah rumah sakit dapat
memungkinkan tingginya tingkat risiko atau paparan terhadap bakteri, kuman, atau
virus yang diterima, selain itu juga dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit
akibat kerja karena paparan bahan kimia. Namun hal ini dapat terjadi sebaliknya,
10
seseorang dengan masa kerja yang lebih lama dapat menjadi lebih paham dan
mengerti dengan bahaya atau risiko yang dihadapinya sehingga mereka lebih bisa
menjaga diri saat melakukan pekerjaan. Hal ini didukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh Fatma Lestari yang menyatakan bahwa pekerja dibidang otomotif
PT.Inti Pantja pada bagian pressing body yang memiliki masa kerja < 2 tahun lebih
banyak terkena dermatitis kontak dibandingkan dengan pekerja yang memiliki masa
kerja > 2 tahun. Hal ini dikarenakan pekerja dengan masa kerja > 2 tahun sudah
memiliki pengalaman kerja yang lebih baik sehingga mereka lebih berhati-hati dalam
melakukan pekerjaan, terutama saat menggunakan bahan-bahan kimia. (10)
pintu yang terkadang tajam membuat petugas mengalami luka gores, selain itu
juga pernah ada petugas yang mengalami luka gores saat mengumpulkan
sampah. Diantara sampah-sampah tersebut terdapat sampah botol kaca yang
tajam sehingga menyebabkan luka gores. Menurut penelitian tentang The Risk
Assessment for Healthcare Waste in the Hospital menyatakan bahwa benda
tajam mungkin tidak hanya menyebabkan luka dan tusukan, tetapi juga dapat
menginfeksi luka tersebut jika benda itu terkontaminasi oleh patogen. (12)
Kecelakaan lain yang pernah dialami petugas kebersihan adalah terpeleset
yaitu sebesar 1,8% (1 orang) dan 3,6% (2 orang) pernah mengalami hampir
terpeleset. Saat wawancara petugas kebersihan mengatakan jika kejadian ini
terjadi saat hujan ketika membersihkan lorong yang terkena percikan air hujan
akan membuat lantai lebih licin sehingga ketika mengepel saat hujan mereka
pernah mengalami kejadian terpeleset dan hampir terpeleset.
Kecelakaan yang dialami petugas kebersihan ini merupakan kecelakaan kecil,
namun tetap saja petugas kebersihan harus waspada. Meski tergores kaca atau
steinless yang hanya menimbulkan luka kecil akan dapat berdampak buruk jika
kaca dan steinless tersebut telah terkontaminasi oleh bakteri atau virus. Luka
tersebut dapat menjadi jalan masuk bagi bakteri dan virus kedalam tubuh
petugas kebersihan. Kejadian terpeleset juga akan menimbulkan bahaya yang
cukup serius jika saat terpeleset petugas kebersihan mengalami benturan yang
kuat dengan lantai.
Kecelakaan kerja ini dapat terjadi karena tindakan tidak aman yang
dilakukan oleh petugas kebersihan, seperti tidak menggunakan APD saat
membersihkan kaca atau pintu. Namun juga dapat terjadi karena alat pelindung
diri yang digunakan tidak safety, seperti menggunakan sarung tangan yang
mudah sobek ketika terkena benda tajam. Sarung tangan yang digunakan
petugas kebersihan adalah sarung tangan latek, sarung tangan ini dianggap
masih kurang safety untuk mencegah risiko untuk tergores benda tajam. Jika
saat membersihkan kaca petugas kebersihan mengayunkan tangannya terlalu
kencang dan bergoresan dengan kaca atau steinless maka memungkinkan untuk
sarung tangan tersebut mengalami sobekan kecil yang juga akan menimbulkan
luka gores pada jari tangan petugas kebersihan.
12
menyatakan bahwa terdapat korelasi positif dan hubungan yang signifikan antara
skor pelatihan K3 dengan perilaku aman pada pekerja konstruksi (15)
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang risiko keselamatan dan
kesehatan kerja pada petugas kebersihan di RSUD Tugurejo Semarang, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Risiko K3 Pada Petugas Kebersihan
Risiko yang dihadapi oleh petugas kebersihan di RSUD Tugurejo saat
bekerja antara lain terpapar debu, kuman, bakteri dan virus, tertusuk atau
tergores benda tajam, Alergi dengan bahan kimia, gangguan muskuloskeletal
seperti pegal-pegal, sakit pinggang atau punggung, terpapar obat kemoterapi,
15
terjatuh dari tangga, tersengat listrik, dan terpapar bahan kimia dalam bentuk
pupuk
2. Tingkat Risiko
Hasil analisis tingkat risiko menyatakan 18,3% risiko berada pada tingkatan low
risk yaitu risiko terpapar kuman,bakteri atau pun virus dan terpapar obat
kemoterapi, 45,1% risiko pada tingkatan moderate risk yaitu risiko tertusuk jarum
suntik, tergores benda tajam, terpeleset atau terjatuh karena lantai licin dan
gangguan muskuloskeletal, 36,6% risiko pada tingkatan high risk yaitu risiko
alergi atau iritasi terhadap penggunaan bahan kimia seperti pembersih lantai dan
lainnya.
3. Pengandalian Risiko
a) Pengendalian dilakukan perusahaan : menyediakan alat pelindung diri,
memberikan pelatihan K3, housekeeping, tata kerja dan lainnya.
b) Pengendalian dilakukan rumah sakit : memberikan peringatan atau himbauan
untuk selalu menjaga kebersihan dan kesehatan saat bekerja dan juga
adanya pelatihan yang boleh diikuti oleh petugas kebersihan seperti pelatihan
APAR dan lainnya.
SARAN
1. Bagi Petugas Kebersihan
Sebaiknya selalu menggunakan alat pelindung diri yang baik dan benar tidak
peduli kapan pun atau di ruang mana pun saat melakukan pekerjaan. Karena
debu, kuman, bakteri dan virus tidak kasat oleh mata dan dapat menempel
dimana saja termasuk ditempat yang kita anggap bersih dan aman.
2. Bagi Perusahaan
Sebaiknya dilakukan evaluasi ulang mengenai jenis alat pelindung diri yang
digunakan bagi petugas kebersihan. Seperti penggunaan sarung tangan saat
membersihkan kaca, steinless, dan membuang sampah sebaiknya
menggunakan sarung tangan yang tebal dan tidak mudah sobek.
16
DAFTAR PUSTAKA
4. Fitria Saftarina, dkk. Prevalensi Dermatitis Kontak Akibat Kerja dan Faktor yang
Mempengaruhinya Pada Pekerja Cleaning Service di Rumah Sakit Umum Abdul
Moeloek. Lampung. 2015.
5. Sultan Bedu, Hajrah Hi, dkk. Faktor yang Berhubungan dengan Gangguan
Muskuloskeletal Pada Cleaning Service di RSUP DR.Wahidin Sudirohusodo
Makasar. Makasar. 2013.
6. Bilad, Anisa Imadul. Analisis Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada
Instalasi Laundry RSUD Kota Semarang. Semarang. 2013.
10. Lestari, Fatma. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Dermatitis Kontak Pada
Pekerja di PT.Inti Pantja Press Industri. MAKARA,KESEHATAN, 2007, Vol. 11. 2.
11. Faris, Iqbal Al. Pengaruh Perilaku Tenaga Kerja dan Lingkungan Kerja yang
Dimoderasi Faktor Pengalaman Kerja dan Tingkat Pendidikan Terhadap Kecelakaan
Kerja Konstruksi di Surabaya. Surabaya : 2014. 978-979-99327-9-2.
12. L.Safouhi, dkk. The Risk Assessment for The Healthcare Waste in The Hospital
of Batna City. Algeria : International Journal of Environment Science and
Development , 2013, Vol. 4. 4.
14. Anggraini, Rulik Tri. Pengaruh Pemakaian APD terhadap Kejadian Kecelakaan
Kerja pada Perajin Batu Marmer di Desa Gamping Kabupaten Tulungagung.
Tulungagung. 2011.
15. Murti, Andrea Krisna. Analisis Hubungan Antara Pelatihan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja dengan Perilaku Aman pada Pekerja Konstruksi . Yogyakarta