Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
PENDAHULUAN
1
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Sinkop adalah kehilangan kesadaran sementara akibat hipoperfusi serebral global
transien dicirikan dengan onset cepat, durasi yang pendek, dan pemulihan spontan.
Kehilangan kesadaran dihasilkan dari penurunan aliran darah ke sistem aktivasi retikular
yang berlokasi pada batang otak dan tidak membutuhkan terapi listrik atau kimia untuk
kembali normal.3
Metabolisme otak, berbeda dengan organ-organ lain, sangat bergantung pada
perfusi. Konsekuensinya, pembatasan pada aliran darah serebral selama sekitar 10 detik
dapat menyebabkan kehilangan kesadaran. Restorasi tingkah laku dan orientasi setelah
episode sinkop biasanya terjadi segera. Amnesia retrograde, meskipun jarang, dapat
terjadi pada pasien tua. Sinkop, sebagaimana didefinisikan disini, merepresentasikan
sebuah cabang dari spektrum kondisi yang jauh lebih luas sebagai penyebab kehilangan
kesadaran, termasuk kondisi seperti stroke dan kejang epileptik. Penyebab nonsinkopal
kehilangan kesadaran sementara berbeda dalam hal mekanisme dan durasinya. 1,4,5
Faktanya, definisi dapat diperluas menjadi T-LOC (Transien Loss of
Consiousnness), sebuah istilah yang sengaja dibuat untuk mencakup semua gangguan
yang dicirikan dengan kehilangan kesadaran (LOC= Loss of consciousness) yang self-
limited, tanpa memandang mekanismenya. Dengan membedakan T-LOC dan sinkop,
definisi terkini meminimalkan kebingungan konseptual dan diagnosis. Dahulu, literatur
seringkali tidak mendefinisikan sinkop, atau mendefinisikannya dengan cara berbeda.
Istilah sinkop dahulu biasanya digunakan untuk T-LOC, termasuk kejang epilektik dan
bahkan stroke pada sinkop. Sumber yang membingungkan ini mungkin masih sering
didapatkan pada literatur.6
3
4
Tidak
Hilang Kesadaran?
ya
Jatuh Kesadaran
Transien? berubah
Tidak
Onset cepat?
Durasi cepat?
Pulih spontan?
ya Koma Failed SCD Lainnya
T-LOC
Non
Traumatik
Traumatik
Penyebab-
Kejang
Sinkop Psikogenik penyebab lain
epileptik
yang jarang
Istilah pre sinkopal digunakan untuk menggambarkan gejala dan tanda yang
terjadi sebelum kehilangan kesadaran pada sinkop disinonimkan dengan tanda bahaya
atau gejala prodromal. Istilah pre sinkop atau near-syncope biasanya digunakan untuk
menggambarkan kondisi yang mirip dengan gejala prodromal sinkop namun tidak diikuti
dengan kehilangan kesadaran. Masih belum jelas apakah mekanisme yang terlibat sama
seperti halnya pada sinkop.3
2.2 EPIDEMIOLOGI
Sinkop sering ditemukan pada populasi umum dan episode pertama biasanya
muncul pada kelompok usia tertentu seperti yang digambarkan pada gambar 2.3
Prevalensi dan insiden sinkop meningkat seiring pertambahan usia dengan 30% angka
kejadian rekuren.7
5
Gambar 2. Presentasi skematik pada distribusi usia dan insiden kumulatif episode pertama sinkop pada
populasi umum dengan subjek hingga usia 80 tahun.
Data dari subjek usia 5-60 tahun berasal dari studi oleh Ganzeboom et al. Data dari subjek <5 tahun
didasarkan pada studi oleh Lambrosso et al. dan subjek berusia 60-80 tahun didasarkan dari data oleh
Soteriades et al. (dikutip dari Moya A, Sutton R, Ammirati F, et al. Guidelines for The Diagnosis and
Management of Syncope: The Task Force for The Diagnosis and Management of Syncope of The
European Society of Cardiology (ESC). European Heart Journal 2009;30:2640)
Distribusi penyebab sinkop bervariasi berdasarkan usia pasien dan latar klinis
dimana pasien dievaluasi. Sinkop refleks merupakan penyebab sinkop yang paling
sering. Sinkop sekunder akibat penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kedua
tersering. Pada pasien <40 tahun, hipotensi ortostatik adalah penyebab sinkop yang
jarang. Hipotensi ortostatik sering ditemukan pada pasien lansia. Kondisi nonsinkopal,
yang salah didiagnosis sebagai sinkop pada evaluasi awal, lebih sering ditemukan pada
unit gawat darurat dan merefleksikan kompleksitas multifaktorial pada pasien tersebut.1,3
Pasien yang mengalami sinkop juga melaporkan penurunan kualitas hidup secara
bermakna. Sebagai tambahan, sinkop dapat menyebabkan cedera traumatik. Sebuah studi
melaporkan bahwa 29% pasien dengan sinkop yang menjalani perawatan pada unit gawat
darurat mengalami cedera traumatik minor dan 5% mengalami cedera traumatik berat
termasuk cedera mayor akibat kecelakaan lalu lintas disebabkan sinkop.7
2.3 KLASIFIKASI
Tabel 1 menggambarkan klasifikasi patofisiologi penyebab pokok sinkop.
Perbedaan dalam patofisiologi turunnya tekanan darah sistemik diikuti turunnya aliran
darah serebral global sebagai dasar sinkop menjadi acuan klasifikasi ini.12
Tabel 1. Klasifikasi Sinkop
Sinkop refleks (Neurally-mediated syncope)
Vasovagal :
- Dimediasi stress emosional: rasa takut, nyeri, instrumentasi, fobia darah
- Dimediasi stress ortostatik
Situasional
- Batuk, bersin
- Stimulasi gastrointestinal (menelan, defekasi, nyeri viseral)
- Miksi/pasca miksi
- Pasca latihan
- Postprandial
- Lainnya (contohnya tertawa, memainkan alat musik tiup, angkat beban)
Sinkop Sinus Karotid
Bentuk Atipikal (Tanpa pemicu yang tampak dan/atau manifestasi klinis yang atipikal)
2.4 PATOFISIOLOGI
Pada individu muda sehat dengan aliran darah serebral sekitar 50-60 ml/100 gram
jaringan/menit, sekitar 12-15% dari total kardiak output pada saat istirahat, kebutuhan
oksigen minimum yang dibutuhkan untuk mempertahankan kesadaran (sekitar 3.0-3.5 ml
O2/100 gram jaringan/menit) dapat dengan mudah dicapai. Namun demikian, pada
individu yang lebih tua, batas aman untuk suplai oksigen mungkin lebih rendah.4
Penurunan aliran darah secara tiba-tiba selama setidaknya 6-8 detik cukup untuk
menyebabkan kehilangan kesadaran secara penuh. Evaluasi tilt test memperlihatkan
penurunan tekanan darah sistolik menjadi 60 mmHg atau kurang dihubungkan dengan
sinkop. Lebih jauh, diestimasikan penurunan suplai oksigen serebral setidaknya sebesar
20% cukup untuk menyebabkan kehilangan kesadaran.4,12
Tekanan darah sistemik ditentukan oleh ditentukan oleh Cardiac output (CO)
dan resistensi vaskular perifer total, dan penurunan salah satunya dapat menyebabkan
sinkop, namun kombinasi dari keduanya seringkali ditemukan, meskipun kontribusi
relatif dari masing-masing faktor dapat bervariasi.3 Gambar 3 menjelaskan bagaimana
patofisiologi sinkop, dengan tekanan darah yang rendah/hipoperfusi serebral global
sebagai pusatnya, berdampingan dengan resistensi perifer yang rendah atau tidak adekuat
dan kardiak output yang rendah.3
8
Resistensi perifer yang rendah atau tidak adekuat dapat diakibatkan oleh aktivitas
refleks yang tidak sesuai menyebabkan vasodilatasi dan bradikardia bermanifestasi
sebagai sinkop refleks tipe vasodepresor, kardioinhibitor atau pun tipe campuran.
Penyebab lain dari rendah atau tidak adekuatnya resistensi perifer adalah kegagalan
fungsional dan struktural sistem saraf otonom (ANS = Autonomic Nervous System)
akibat pengaruh obat, gangguan otonomik (ANF=Autonomic Nervous Failure) primer
atau sekunder. Pada ANF, jalur vasomotor simpatis tidak dapat meningkatkan resistensi
vaskular perifer sebagai respon terhadap posisi tegak. Stress gravitasional,
dikombinasikan dengan kegagalan vasomotor, menyebabkan pooling vena dan akhirnya
berkonsekuensi terhadap turunnya aliran balik vena dan kardiak output.3
Penyebab transien rendahnya kardiak output terdiri dari 3 hal. Pertama adalah
bradikardia akibat gangguan refleks, dikenal sebagai sinkop refleks tipe kardioinhibitor.
Yang kedua adalah penyebab kardiovaskular, akibat aritmia dan penyakit struktural
termasuk emboli paru/hipertensi pulmonal. Yang ketiga adalah aliran balik vena yang
tidak adekuat akibat deplesi volume atau pooling vena. Ketiga mekanisme tersebut:
refleks, sekunder akibat hipotensi ortostatik, dan kardiovaskular digambarkan pada
lingkaran paling luar pada gambar 3.3
9
kemudian hanya didasarkan pada anamnesis, dan lebih jauh pada eksklusi
penyebab sinkop yang lain (tidak adanya penyakit jantung struktural) dan
munculnya gejala yang sama pada pemeriksaan tilt-table 1,3
Bentuk klasik dari vasovagal sinkop biasanya dimulai pada pasien muda sebagai
episode terisolasi dan dibedakan dari bentuk yang lain dengan presentasi yang atipikal.
Sinkop yang dimulai pada usia tua, biasanya berhubungan dengan gangguan
kardiovaskular atau neurologikal, mungkin muncul sebagai hipotensi ortostatik atau
hipotensi postprandial. Pada bentuk yang terakhir ini, sinkop refleks tampaknya
merupakan ekspresi proses patologis, utamanya berkaitan dengan kegagalan sistem
saraf otonom untuk mengaktivasi refleks kompensasi, sehingga terdapat tumpang
tindih dengan kegagalan sistem saraf otonom.9
2. Initial OH dicirikan dengan penurunan tekanan darah segera setelah posisi tegak
>40 mmHg. Tekanan darah kemudian secara cepat dan spontan kembali ke normal,
sehingga periode hipotensi dan gejala relatif pendek (<30 detik).15
Gambar 4. Gambaran tilt test ‘Inisial OH’ (kiri) dan ‘OH klasik’ (kanan).
Tracing di kiri diambil dari remaja bugar berusia 17 tahun dengan keluhan rasa melayang berat transien
selama berdiri aktif. Tampak penurunan tekanan darah yang nyata. Titik nadirnya pada 7-10 detik dan
diikuti oleh pemulihan tekanan darah. Tracing di kanan diambil pada laki-laki usia 47 tahun dengan
ANF murni. Tekanan darah mulai turun segera setelah posisi berdiri tingkat yang sangat rendah setelah
1 menit posisi berdiri dengan hanya sedikit peningkatan denyut jantung meskipun terdapat hipotensi.
ANF= Autonomic Nervous Failure; BP=Blood Pressure; HR= Heart rate. (dikutip dari Moya A,
Sutton R, Ammirati F, et al. Guidelines for The Diagnosis and Management of Syncope: The Task
Force for The Diagnosis and Management of Syncope of The European Society of Cardiology (ESC).
European Heart Journal 2009;30:2639)
3. Delayed (progresif) OH tidak jarang pada pasien berusia tua. Hal ini dihubungkan
dengan kerusakan degeneratif pada refleks kompensasi dan kekakuan jantung pada
lansia yang sensitif terhadap penurunan preload. ’Delayed OH’ dicirikan dengan
penurunan tekanan darah sistolik secara lambat progresif pada posisi tegak. Tidak
adanya refleks bradikardi (vagal) membedakan ‘delayed OH’ dari sinkop refleks.
‘Delayed OH’ mungkin dapat diikuti bradikardia (bila kombinasi dengan sinkop
refleks), akan tetapi, pada lansia, turunnya tekanan darah relatif kurang curam
dibanding pada usia muda.13
4. Sindrom Takikardi Ortostatik Postural (POTS=Postural Orthostatic Tachycardia
Syndrome). Beberapa pasien, kebanyakan wanita muda, muncul dengan keluhan
berat pada intoleransi ortostatik, namun tidak mengalami sinkop, dengan
peningkatan denyut jantung secara signifikan (>30 denyut per menit atau mencapai
>120 denyut per menit) dan ketidakstabilan tekanan darah. Patofisiologi yang
mendasari masih belum jelas.
12
2. Penyakit Struktural
Penyakit struktural kardiovaskular dapat menyebabkan sinkop bila kebutuhan
sirkulasi melebihi kemampuan jantung yang mengalami kerusakan untuk meningkatkan
outputnya. Tabel 1 memuat penyakit kardiovaskular yang paling sering menyebabkan
sinkop. Sinkop membutuhkan perhatian besar bila dihubungkan dengan kondisi dimana
terdapat obstruksi menetap atau dinamis pada outflow ventrikel kiri.
Dasar terjadinya pingsan adalah aliran darah yang tidak adekuat akibat obstruksi
mekanik. Meskipun demikian, pada beberapa kasus, sinkop tidak semata-mata akibat
restriksi CO, namun bergabung dengan gangguan refleks atau OH. Contohnya, pada
kondisi dimana terdapat stenosis aorta, sinkop tidak semata-mata akibat restriksi CO,
namun juga akibat gangguan refleks vasodilatasi dan/atau aritmia jantung primer. Lebih
jauh, aritmia, khususnya atrial fibrilasi, seringkali merupakan penyebab pingsan yang
penting. Karenanya, mekanisme sinkop dapat multifaktor. Untuk mengenali jantung
sebagai penyebab sinkop adalah mengoreksi penyakit struktural yang ada, bila
memungkinkan.3
Gambar 5. Kelainan pada EKG saat istirahat yang potensial menjadi aritmia.
Setiap sampel diwakili sadapan V1; Gambar yang normal terdapat disisi paling kiri sebagai pembanding.
AF= Atrial Fibrilasi; AV= Atrioventrikular; CM= Cardiomyopathy (Kardiomiopati); RBBB = Right
Bundle Branch Block; SVT = Supraventrikular Takikardi; VF = Ventrikel Fibrilasi; VT = Ventrikel
Takikardi. (Dikutip dari Bonow R, Mann D, Zipes D, et al. Diagnosis of Cardiac Arrhythmias. In:
Braunwald's Heart Disease A Textbook of Cardiovascular Medicine 9 th Ed. Elsevier 2012; 689)
Penyakit struktural atau koroner yang berat (Gagal jantung, ejeksi fraksi yang rendah, atau riwayat
infark miokard)
Manifestasi klinis atau gambaran EKG yang mengarahkan pada sinkop aritmik
Pingsan saat latihan atau posisi telentang
Palpitasi pada saat sinkop
Riwayat keluarga dengan SCD
Non-sustained VT
Blok bifasikular (LBBB atau RBBB kombinasi dengan left anterior atau left posterior fascicular block) atau abnormalitas konduksi
intraventrikular yang lain ( Durasi QRS ≥0.12 detik)\
Sinus bradikardia inadekuat <50 kali per menit) atau blok sinoatrial tanpa penggunaan obat-obat kronotropik negatif atau latihan fisik
Kompleks QRS preeksitasi
QT interval panjang atau pendek
Pola RBBB dengan ST elevasi di sadapan V1-V3 (sindrom Brugada)
Gelombang T negatif pada sadapan prekordial kanan, gelombang epsilon dan ventricular late potentential mengarahkan pada ARVC
Evaluasi Awal
T-LOC non
Sinkop
sinkopal
Konfirmasi
Diagnosis dengan tes
Diagnosis jelas
Belum Jelas spesifik atau
konsultasi ahli
Stratifikasi Resiko*
Terapi Terapi
Resiko rendah,
Resiko Resiko rendah,
tunggal atau
Tinggi** sinkop rekuren
jarang terjadi
Evaluasi Tidak
segera dan diperlukan
terapi evaluasi lanjut
Untuk mengevaluasi pasien dengan sinkop yang sering dan memiliki penyakit
psikiatri.3
Persiapan pasien:
Pasien, khususnya diatas 60 tahun, harus dipuasakan tidak lebih dari 2 jam
sebelum tindakan untuk mencegah efek bias dehidrasi relatif dan hipotensi. Obat-
obatan yang mempengaruhi kardiovaskular dan sistem saraf otonomik dan yang
kiranya mempengaruhi volume intravaskular harus dihentikan setidaknya lima kali
waktu paruh sebelum tes, kecuali obat-obat tersebut diduga terlibat sebagai penyebab
timbulnya sinkop. Saat sedang dalam posisi head up tilt, pasien harus diinstruksikan
untuk menghindari gerakan otot dan persendian ekstremitas bagian bawah guna
memaksimalkan pooling vena.5,11
perubahan tekanan darah secara cepat. Pengukuran tekanan darah intraarteri secara
rutin tidak disarankan.
Untuk meminimalkan rangsangan yang berefek pada fungsi saraf otonom, tes
harus dilakukan pada ruangan yang tenang, pencahayaan remang, dan pada suhu yang
nyaman. Peralatan resusitasi sesuai standar harus tersedia. Sudut meja dan durasi tes
adalah penentu krusial hasil tes, sensitivitas dan spesifitas. Sudut kemiringan antara
60-80 optimal untuk mencetuskan stres ortostatik yang cukup tanpa meningkatkan
insidens hasil tes yang positif palsu dan banyak direkomendasikan. Kanulasi intravena
harus dihindari kecuali pada protokol isoprenalin untuk mencegah efek yang dapat
mempengaruhi spesifitas tes. Terminasi tes harus dilakukan segera saat kriteria positif
tes telah tercapai, atau bila pasien merasa tidak nyaman, aritmia yang signifikan atau
terjadinya efek samping mengancam yang lain.
Head up Tilt Pasif
Pasien dalam posisi telentang selama minimal 5 menit bila tanpa kanulasi vena
dan minimal 20 menit bila dilakukan kanulasi. Pasien kemudian dimiringkan ke atas
dengan sudut antara 60-70˚ selama minimal 20 menit dan maksimal 45 menit.3
Head up Tilt test dengan provokasi farmakologi
Head up tilt test dengan isoprenalin
Pasien dalam posisi telentang selama 20 menit, kemudian dimiringkan dalam
posisi 70˚ selama 5 menit. Posisi telentang dilakukan lagi selama lima menit
untuk reekuilibrasi. Isoprenaline kemudian diinfuskan dengan dosis 1 μg/menit
selama 5 menit dalam posisi telentang, dan 5 menit pada posisi dimiringkan 70˚.
Infus dihentikan selama 2 menit pada posisi telentang. Isoprenaline kemudian
diberikan kembali dengan dosis 3 μg/menit selama 5 menit telentang dan selama
5 menit pada posisi 70˚. Dosis isoprenalin yang lebih tinggi tidak boleh diberikan
karena akan berefek pada spesifitas tes. Kontraindikasi termasuk penyakit jantung
iskemik, hipertensi tidak terkontrol, left ventricular outflow obstruction, dan
stenosis aorta signifikan, dan harus hati-hati dilakukan pada pasien yang
diketahui menderita disritmia.3,14
Infus harus dihentikan bila denyut jantung melampaui 150 kali per menit,
tekanan darah melebihi 180/100 mmHg atau bila terjadi aritmia, nyeri dada,
tremor parah, muntah atau efek samping lain yang tidak dapat ditoleransi pasien.
Efek samping khususnya menonjol pada pasien lanjut usia. Pada kondisi dimana
22
terdapat riwayat klinis yang kuat dan tilt pasif inisial yang nondiagnostik, tilt test
menggunakan nitrogliserin (NTG), yang dapat ditoleransi lebih baik dengan
spesifitas yang sama pada kelompok umur ini lebih dipilih.1,5,7,8
Head up tilt test dengan Nitrogliserin
Pasien dalam posisi telentang seperti diatas, dan kemudian diberikan dua
dosis terukur (400-800 μg) sublingual NTG spray. Dua dosis terukur diberikan
untuk memastikan dosis efektif untuk melawan efek profil farmakokinetik linear
NTG dan variasi absorpsi. Pasien kemudian tetap dalam posisi telentang selama 5
menit lalu dimiringkan dalam posisi 70˚ selama 20 menit.
Kriteria Positif
Tilt table test dinyatakan positif bila muncul gejala sinkop atau presinkopal diikuti
hipotensi, bradikardia ataupun keduanya. Perubahan denyut jantung dan tekanan darah
secara terisolasi tidak boleh dinyatakan sebagai vasovagal sinkop.
Gambar 8. Gambaran sinkop klasik (vasovagal) dengan tipe campuran, terjadi pada head up tilt test dengan
nitrogliserin.
Gambar diperlebar dan bagian pertama dari fase pasif tilt test tidak diperlihatkan. Grafik atas
menunjukkan kurva denyut jantung; grafik bawah menunjukkan kurva tekanan darah sistolik, diastolik dan
rata-rata. Segera setelah pemberian 0.4 mg NTG, terdapat penurunan ringan pada tekanan darah sebagai
konsekuensi efek hemodinamik dari obat. Fase presinkopal berlangsung sekital 2 menit dan dicirikan
dengan peningkatan tekanan darah diastolik sebesar 15 mmHg, yang mengindikasikan adaptasi refleks
kompensasi penuh dengan vasokonstriksi perifer. Denyut jantung meningkat sekitar 35 kali per menit.
Garis putus-putus vertikal menunjukkan onset waktu reaksi vasovagal, yang dicirikan dengan penurunan
tekanan darah dan denyut jantung secara cepat yang menyebabkan sinkop selama sekitar 3 menit.
[HR=Heart Rate (Denyut Jantung); BP=Blood Pressure (Tekanan darah)]. (Dikutip dari Camm AJ,
Luscher TF, Serruys PW, et al. Syncope. In: The ESC Text Book of Cardiovascular Medicine. Blackwell
Publising 2004; 938)
atau presinkop dengan frekuensi yang sangat sering. Pemeriksaan ini juga mungkin
berguna pada pasien dengan gambaran EKG mengarah pada sinkop aritmik sebagai
panduan untuk pemeriksaan lebih lanjut (misalnya studi elektrofisiologi).4
Loop recorder eksternal dapat digunakan pada pasien yang memiliki interval
gejala ≤4 minggu. Yang terbaru, sistem monitoring ambulatori berbasis internet
berpotensi untuk monitoring kontinyu pasien jarak jauh karena dapat menyediakan
sarana guna pengenalan aritmia secara cepat tanpa perlu ke rumah sakit untuk
mengunduh data.4 Pasien dengan sinkop yang jarang sulit untuk didiagnosa
menggunakan sistem diatas. Pada kondisi tertentu, perlu dipertimbangkan pemasangan
implantable ECG loop recorder (ILR) seperti tampak pada gambar 9. Pada keadaan
dimana mekanisme sinkop masih belum jelas setelah evaluasi lengkap, ILR diindikasikan
pada pasien yang memiliki gambaran klinis atau EKG yang mengarah pada sinkop
aritmik atau riwayat sinkop rekuren dengan cedera. ILR dapat pula diindikasikan pada
pemeriksaan fase inisial sebagai pengganti pemeriksaan konvensional. Hal ini khususnya
pada pasien dengan fungsi kardiak yang cukup yang memiliki gambaran klinis atau EKG
mengarah pada sinkop aritmik, dan yang bertujuan untuk mengonfirmasi suspek
bradikardia sebelum pemasangan pacu jantung pada pasien sinkop dimediasi neural
dengan episode yang sering atau traumatik.3,15
hampir secara eksklusif pada pasien dengan penyakit jantung yang jelas dan defek
konduksi. Perlu ditekankan bahwa hasil studi elektrofisiologi yang normal tidak dapat
secara komplit mengeksklusi penyebab aritmia pada sinkop. Bila mengarah pada aritmia,
direkomendasikan untuk melakukan evaluasi lebih jauh (misalnya loop recording).
Sebaliknya, hasil abnormal pada studi elektrofisiologi (misalnya interval His-Ventrikular
yang relatif panjang, ventrikel fibrilasi yang dapat diinduksi dengan stimulasi agresif)
mungkin pula tidak diagnostik untuk menentukan penyebab sinkop. 4
Secara umum, studi elektrofisiologi diindikasikan pada pasien dengan sinkop
yang dicurigai akibat bradiaritmia atau takiaritmia bila pendekatan noninvasif belum
mampu mendiagnosis secara pasti.1 Terdapat 4 area kegunaan tes elektrofisiologi pada
pasien dengan sinkop: suspek penyakit nodus sinus, bundle branch block (impending
high degree AV block), suspek SVT, dan suspek VT.4
Penilaian sistem His-Purkinje termasuk pengukuran interval His-Ventrikular (HV) pada baseline dan konduksi
pseudosinkop dengan stres peningkatan pacu atrial; bila studi baseline-nya inkonklusif, provokasi dengan infus
pelan ajmaline (1 mg/kg/iv), procainamide (10 mg/kgbb/iv), atau disopiramide (2 mg/kgbb/iv) ditambahkan
kecuali bila ada kontraindikasi
Penilaian induksibilitas aritmia ventrikel dilakukan dengan stimulasi ventrikel terprogram pada dua sisi ventrikel
kanan (apeks dan outflow tract), pada sepanjang dua siklus rangsangan dasar (100 atau 120 denyut per menit dan
140 atau 150 denyut per menit), dengan hingga dua stimulus ekstra. **
** Ekstrastimulus ketiga dapat ditambahkan. Hal ini dapat meningkatkan sensitivitas, namun menurunkan spesifisitas.
Ventricular extrastimulus coupling interval dibawah 200 ms juga menurunkan spesifisitas.
(Diadaptasi dari Camm AJ, Luscher TF, Serruys PW, et al. Syncope. In: The ESC Text Book of
Cardiovascular Medicine. Blackwell Publising 2004; 941).
Interval HV antara 70 dan 100 ms dapat dipertimbangkan bernilai diagnostik (kelas IIa, level pembuktian
B)
26
Induksi VT polimorfik atau VF pada pasien dengan sindrom brugada, ARVC, dan pasien pasca resusitasi
cardiac arrest dapat dipertimbangkan bernilai diagnostik (kelas IIa, level pembuktian B)
Induksi VT polimorfik atau VF pada pasien dengan kardiomiopati iskemik atau DCM tidak dapat
dipertimbangkan sebagai penemuan diagnostik (kelas III, level pembuktian B)
(Diadaptasi dari Moya A, Sutton R, Ammirati F, et al. Guidelines for The Diagnosis and Management of
Syncope: The Task Force for The Diagnosis and Management of Syncope of The European Society of
Cardiology (ESC). European Heart Journal 2009;30:2652)
2.6.6 Ekokardiografi
Ekokardiografi termasuk evaluasi data hemodinamik fungsional dan struktural
adalah teknik kunci untuk mendiagnosis adanya penyakit jantung struktural.
Ekokardiografi memainkan peran penting pada stratifikasi resiko didasarkan LVEF. Bila
terdapat kelainan struktural jantung, tes lain untuk mengevaluasi penyebab kardiak
sinkop harus dilakukan. Ekokardiografi tanpa perlu dilakukan tes lebih jauh hanya dapat
mengidentifikasi penyebab sinkop pada sangat sedikit pasien (misalnya stenosis aorta,
miksoma atrial, tamponade, dan sebagainya).3
2.7 MANAJEMEN
2.7.1 Prinsip Umum Penangan Sinkop
Tujuan utama terapi pasien dengan sinkop adalah untuk memperpanjang harapan
hidup, membatasi cedera fisik dan mencegah rekurensi. Kepentingan dan prioritas
sasaran yang berbeda ini bergantung pada penyebab sinkop. Contohnya, pada pasien
dengan VT sebagai penyebab sinkop, resiko mortalitas jelas dominan, sementara
manajemen pasien dengan sinkop refleks ditujukan untuk mencegah rekurensi dan/atau
membatasi cedera.3 Kerangka terapi secara umum didasarkan pada stratifikasi resiko dan
identifikasi mekanisme spesifik bila memungkinkan sebagaimana terangkum dalam
gambar 10. 3
28
Evaluasi
Diagnostik
menginduksi peningkatan tekanan darah yang signifikan selama fase impending sinkop
refleks yang membuat pasien mampu mencegah atau menghambat kehilangan kesadaran
pada banyak kasus.3
Tes tilt table dapat digunakan untuk mengajari pasien guna mengenali gejala
prodromal awal. Semua pasien harus dilatih untuk melakukan PCM, khususnya pada
pasien muda, gejala yang berat, dan memiliki motivasi yang baik. Meskipun bukti
efektivitasnya yang rendah, tindakan ini cukup aman.3
2. Tilt Training
Pada pasien usia muda dengan motivasi tinggi dengan gejala vasovagal rekuren
dipicu stres ortostatik, latihan untuk memperpanjang periode penguatan posisi berdiri
(disebut tilt training) dapat menurunkan rekurensi sinkop.3
Meskipun demikian, metode ini terhambat oleh komplians pasien yang rendah
untuk melanjutkan program latihan dalam jangka panjang, dan pada empat penelitian
acak terkontrol gagal mengonfirmasi efektivitas jangka pendek tilt training untuk
mereduksi angka respon positif pada tilt testing.3
3. Terapi Farmakologi
Banyak obat telah diteliti untuk terapi sinkop refleks, kebanyakan dengan hasil
yang mengecewakan. Obat-obatan ini termasuk β bloker, dysopiramid, scopolamin,
teofilin, efedrin, etilefrin, midodrine, clonidin, dan serotonin reuptake inhibitor.3
Karena adanya gangguan untuk mencapai vasokonstriksi yang sesuai pada kondisi
sinkop refleks, vasokonstriktor α agonis (etilefrin dan midodrine) telah digunakan. Secara
keseluruhan, data-data penelitian mengarahkan bahwa terapi farmakologi kronik
menggunakan α agonis semata mungkin hanya sedikit dapat digunakan pada sinkop
refleks, dan penggunaan jangka panjang tidak dapat disarankan untuk gejala yang
muncul sesekali. Meskipun belum ada bukti, dosis tunggal yang self administered,
contohnya satu dosis sebelum akan memulai aktivitas yang memerlukan berdiri dalam
jangka waktu lama yang biasanya akan memicu sinkop (dikenal sebagai strategi ‘pil
dalam saku’) mungkin berguna untuk pasien tertentu sebagai tambahan edukasi gaya
hidup dan PCM.3
Fludrocortison menunjukkan manfaat yang kurang efektif pada penelitian ganda
tersamar acak pada anak. Fludrocortison telah digunakan secara luas pada dewasa
dengan sinkop refleks, namun belum ada bukti penelitian yang mendukung hal ini. 3,7
30
β bloker pada sinkop refleks pernah dianggap dapat mengurangi derajat aktivasi
mekanoreseptor ventrikel karena efek inotropik negatifnya. Teori ini tidak didukung
oleh trial klinis. Penggunaan rasional β bloker pada bentuk lain sinkop dimediasi neural
relatif kurang. Obat ini dapat meningkatkan bradikardi pada CSS. β bloker gagal
memperlihatkan efektivitasnya pada 5 dari 6 studi penelitian jangka panjang.3
Paroxetine nampaknya efektif pada sebuah trial plasebo terkontrol, yang
memasukkan pasien-pasien dengan gejala berat pada sebuah institusi. Namun, hal ini
tidak didukung oleh studi-studi lainnya. Paroxetine dapat mengurangi ansietas, yang
dapat mencetuskan serangan. Paroxetine adalah obat psikotropik yang membutuhkan
perhatian pada penggunaannya oleh pasien tanpa penyakit psikiatri berat. 3
4. Pacu Jantung
Pemasangan pacu jantung untuk sinkop refleks didasarkan pada respon pada tilt
testing. Pacu jantung mungkin berguna pada komponen kardioinhibitor pada refleks
vasovagal, namun tidak memiliki efek pada komponen vasodepresor yang seringkali
dominan. Karenanya, pacu jantung hanya memiliki peran terbatas pada terapi sinkop
refleks, kecuali bradikardi spontan yang berat terdeteksi selama monitoring
berkepanjangan.3,7
memperbaiki gejala OH. Midodrine (5-20 mg, 3 kali sehari) telah memperlihatkan
efektivitas pada tiga penelitian acak placebo terkontrol.3,10
Bukti menguntungkan pada fludrokortison (dikombinasi dengan elevasi kepala
saat tidur) diperoleh pada 2 penelitian observasional kecil dan satu penelitian samar
ganda pada 60 pasien; studi observasional memperlihatkan manfaat hemodinamik dan
pada penelitian samar ganda pasien yang diterapi memiliki gejala yang lebih sedikit
dengan tekanan darah lebih tinggi. 3,7
jantung akibat blok AV dan penurunan LVEF, gagal jantung dan perpanjangan durasi
QRS.3
3. Supraventrikular Takikardi Paroksismal dan Ventrikel Takikardi
Pada pasien dengan AV nodal reciprocating tachycardia paroksismal, AV
reciprocating tachycardia, atau atrial flutter tipikal berkaitan dengan sinkop, ablasi
kateter adalah pilihan pertama. Pada pasien tersebut, pemberian obat-obatan terbatas
untuk menjembatani ablasi atau bila ablasi gagal. Pada pasien dengan sinkop berkaitan
dengan fibrilasi atrial atau left atrial flutter atipikal, keputusan harus didasarkan pada
tiap individu.3
4. Sinkop akibat Torsade de Pointes tidak jarang ditemukan dan aritmia ini dapat
disebabkan obat-obat yang memperpanjang QT interval. Terapinya adalah
menghentikan obat yang dicurigai. Kateter ablasi atau terapi farmakologi harus
dipikirkan pada pasien dengan sinkop akibat VT pada kondisi jantung normal, atau
penyakit struktural dengan disfungsi ringan pada jantung.3 ICD diindikasikan pada
pasien dengan sinkop dan penurunan fungsi jantung serta VT atau fibrilasi tanpa
penyebab yang dapat dikoreksi. Meskipun pada pasien ini ICD biasanya tidak
mencegah rekurensi sinkop, alat ini direkomendasikan untuk menurunkan resiko
SCD.3
5. Sinkop Sekunder Akibat Penyakit Struktural Jantung atau Penyakit Kardiovaskular
Pada pasien dengan sinkop sekunder akibat penyakit jantung struktural termasuk
malformasi jantung kongenital, atau penyakit kardiopulmonal, sasaran terapi tidak
hanya untuk mencegah rekurensi sinkop, namun juga terapi pada penyakit yang
mendasari dan menurunkan resiko SCD.3
2.8 PROGNOSIS
Untuk prognosis dan stratifikasi resiko pada sinkop, terdapat dua elemen penting
yang harus dipertimbangkan: (i) resiko kematian dan kejadian mengancam nyawa; dan
(ii) resiko rekurensi sinkop dan cedera fisik.3
2.8.1 Resiko Kematian dan Kejadian Mengancam Nyawa
Penyakit jantung struktural dan penyakit pada sistem listrik jantung, adalah faktor
resiko mayor SCD dan mortalitas keseluruhan pada pasien dengan sinkop.3 Hipotensi
ortostatik memiliki dua kali resiko kematian yang lebih tinggi berkaitan dengan
keparahan komorbidnya dibandingkan dengan populasi umum.3 Sebaliknya, pada pasien
33
muda dimana penyakit jantung struktural atau penyakit sistem listrik jantung telah
disingkirkan dan mengalami sinkop refleks, prognosisnya jauh lebih baik. Kebanyakan
kematian dan banyak outcome yang jelek tampaknya berkaitan dengan tingkat keparahan
penyakit dasar dibandingkan dengan sinkop yang dialami. Beberapa faktor klinis yang
dapat memprediksi outcome telah diidentifikasi pada beberapa studi populasi perspektif
melibatkan validasi kohort.3
2.8.2 Rekurensi Sinkop dan Resiko Cedera Fisik
Pada studi populasi, sekitar sepertiga pasien mengalami rekurensi sinkop pada
follow-up 3 tahun. Jumlah episode sinkop selama kehidupan adalah prediktor terkuat
rekurensi. Contohnya, pada pasien dengan diagnosis yang belum jelas, resiko rendah dan
usia >40 tahun, riwayat satu atau dua episode sinkop selama kehidupan diprediksi
mengalami 15 dan 20% rekurensi setelah 1 dan 2 tahun, secara respektif, sedangkan
riwayat 3 episode sinkop selama kehidupan diprediksi mengalami rekurensi 36 dan 42%
setelah 1 dan 2 tahun, secara respektif.3
Penyakit psikiatri dan usia <45 tahun dihubungkan dengan angka pseudosinkop
yang tinggi. Jenis kelamin, respon tilt test, keparahan manifestasi klinis, dan adanya atau
absennya penyakit jantung struktural memiliki nilai prediktif yang minimal atau tidak
ada.3 Morbiditas mayor, seperti fraktur dan kecelakaan lalu lintas, dilaporkan pada 6%
pasien, dan cedera minor seperti laserasi dan hematom pada 29%. Sinkop rekuren
dihubungkan dengan fraktur dan cedera jaringan lunak pada 12% pasien. Pada pasien
yang masuk ke unit gawat darurat (UGD), trauma minor dilaporkan pada 29.1% dan
trauma mayor pada 4.7% kasus; prevalensi tertinggi (43%) diobservasi pada pasien yang
lebih tua dengan sindroma sinus karotis.3 Morbiditas yang tinggi didapatkan pada lansia
dan bervariasi mulai dari kehilangan kepercayaan diri, depresi, dan ketakutan untuk
jatuh, hingga fraktur dan perawatan lanjut.3
34
BAB 3
KESIMPULAN
1. Sinkop adalah kehilangan kesadaran sementara dengan awitan akut yang diikuti
dengan jatuh dan dengan pemulihan spontan dan sempurna tanpa intervensi. Sinkop
merupakan gejala dari suatu penyakit sehingga harus dicari etiologinya.
2. Pasien dengan sinkop yang menjalani perawatan di rumah sakit berjumlah 1% dan
3% menjalani perawatan di Unit Gawat Darurat (UGD). Sinkop sering terjadi pada
orang dewasa dan insiden sinkop meningkat dengan meningkatnya umur. Sinkop
lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria.
3. Klasifikasi berdasarkan patofisiologi sinkop antara lain: sinkop refleks, sinkop akibat
hipotensi orthostatik dan sinkop kardiak. Sinkop refleks sejauh ini merupakan
penyebab paling sering.
4. Evaluasi pasien dengan sinkop adalah dengan evaluasi awal yang tepat, diagnosis
sinkop dapat ditegakkan kemudian diagnosis sinkop berdasarkan etiologinya.
5. Adapun tes diagnostik sinkop yang dapat dilakukan antara lain: tes masase sinus
karotis, challenge orthostatik, monitoring EKG, studi elektrofisiologi, Tes Adenosin
Trifosfat, Ekokardiografi, Exercise Stress Testing, dan pemeriksaan lain seperti
EEG, CT-Scan dan MRI.
6. Penatalaksanaan sinkop bergantung dari etiologi sebagai penyebab terjadinya sinkop.
7. Prognosis sinkop didasarkan pada dua hal yaitu: resiko kematian dan kejadian
mengancam nyawa serta rekurensi sinkop atau cedera fisik.
34