Sunteți pe pagina 1din 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Gizi kurang merupakan suatu kondisi berat badan menurut umur

(BB/U) tidak sesuai dengan usia yang seharusnya (Departemen Gizi dan

Kesehatan Masyarakat, 2010). Kondisi gizi kurang rentan terjadi pada balita

usia 2-5 tahun karena balita sudah menerapkan pola makan seperti makanan

keluarga dan mulai dengan tingkat aktivitas fisik yang tinggi. Kekurangan gizi

pada masa balita terkait dengan perkembangan otak sehingga dapat

mempengaruhi kecerdasan anak dan berdampak pada pembentukan kualitas

sumber daya manusia di masa mendatang (Marimbi, H. 2010).

Asupan zat gizi merupakan salah satu penyebab langsung yang dapat

mempengaruhi status gizi balita (UNICEF. The State Of The World’s Children

2016). Asupan zat gizi dapat diperoleh dari beberapa zat gizi, diantaranya yaitu

zat gizi makro seperti energi karbohidrat protein dan lemak. Zat gizi makro

merupakan zat gizi yang dibutuhkan dalam jumlah besar oleh tubuh dan

sebagian besar berperan dalam penyediaan energy (Almatsier, S. 2010).

Tingkat konsumsi zat gizi makro dapat mempengaruhi terhadap status

gizi balita. Hal tersebut didukung oleh penelitian sebelumnya bahwa terdapat

hubungan antara tingkat konsumsi energi dan protein dengan status gizi balita.

Balita dengan tingkat konsumsi energi dan protein yang mencukupi dan

memenuhi kebutuhan tubuh akan berbanding lurus dengan status gizi baik

(Lutviana, E., Budiono, I. 2010).

Kekurangan energi protein merupakan keadaan tidak cukupnya

masukan protein dan kalori yang dibutuhkan oleh tubuh atau dikenal dengan

1
2

nama marasmus dan kwashiorkor. Kekurangan energy protein akan terjadi

manakala keubutuhan tubuh terhadap kalori, protein, atau keduanya tidak

tercukupi (Sodikin, 2011).

Penelitian sebelumnya juga menyebutkan bahwa asupan energi dan

protein yang rendah berdampak pada meningkatnya resiko masalah gizi

seperti kekurangan energi kronis dan kekurangan energi protein, selain pada

balita dapat berdampak pada terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan

kognitifnya. Asupan lemak yang rendah juga menyebabkan terjadinya

penurunan massa tubuh dan gangguan pada penyerapan vitamin larut lemak

(Almatsier, S. 2010). Ketidakseimbangan tingkat konsumsi zat gizi makro

seperti energi, karbohidrat lemak dan protein terhadap kebutuhan tubuh

secara berkepanjangan dapat mempengaruhi terjadinya perubahan pada

jaringan dan massa tubuh yang akan berdampak pada penurunan berat badan

(berat badan kurang) (Barasi, M., 2007).

Malnutrisi adalah kondisi tubuh yang mengalami defisiensi energi,

protein, dan zat gizi sedangkan KEP (Kurang Energi Protein) merupakan

kondisi tubuh yang spesifik pada kekurangan energi dan protein. KEP terbagi

menjadi tiga jenis yaitu kwashiorkor, maras-mus, dan marasmus-kwashiorkor.

Kwashior-kor merupakan KEP tingkat berat yang disebabkan oleh asupan

protein yang inadekuat dengan asupan energi yang cukup (Yandi RA, 2016).

Masalah gizi kurang khususnya keku-rangan energi protein (KEP)

masih merupakan masalah kesehatan yang terjadi pada masyarakat di

Indonesia (Gunawan G, Fadlyana E, Rusmil K. 2011). Prevalensi balita gizi

kurang atau balita kurus masih tinggi. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar

(RISKESDAS) 2007, 2010, dan 2013 belum menunjukkan perbaikan, bahkan


3

ada sedikit peningkatan. Propinsi dengan persentase balita gizi buruk tertinggi

adala Nusa Tenggara Timur (33%). Studi Diet Total (SDT) 2014 menunjukkan

bahwa sebanyak 55,7% balita masih men-dapatkan asupan energi kurang dari

Angka Kecukupan Energi (AKE) dan 23,6% balita hanya men-dapatkan 80%

Angka Kecukupan Protein (AKP) (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,

2016).

Defisit protein dan energi maupun keduanya telah diketahui dapat

berpengaruh terhadap depresi sistem imun. Kekurangan protein yang parah

pada bayi dan balita telah jelas berhubungan dengan atrofi pada organ limfoid

primer yang berperan dalam sistem imun, yaitu sumsum tulang belakang dan

timus. Efek tercepat dari atrofi pada timus salah satunya adalah leukopenia

(penurunan jumlah leukosit) (França T, dkk 2009).

B. Rumusan Masalah
“Bagaimana proses keperawatan pada klien dengan masalah kekurangan
energi protein (KEP)?”
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui proses keperawatan pada klien dengan
masalah kekurangan energi protein (KEP)

2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat mengetahui anatomi fisiologi system pencxernaan
b. Mahasiswa dapat mengetahui defenisi KEP
c. Mahasiswa dapat mengetahui etiologi KEP
d. Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi KEP
e. Mahasiswa dapat mengetahui tanda dan gejala dari KEP
f. Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan penunjang KEP
g. Mahasiswa dapat mengetahui pengkajian yang dilakukan pada KEP
h. Mahasiswa dapat mengetahui intervensi yang dapat diberikan pada
penderita KEP

S-ar putea să vă placă și