Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
(BB/U) tidak sesuai dengan usia yang seharusnya (Departemen Gizi dan
Kesehatan Masyarakat, 2010). Kondisi gizi kurang rentan terjadi pada balita
usia 2-5 tahun karena balita sudah menerapkan pola makan seperti makanan
keluarga dan mulai dengan tingkat aktivitas fisik yang tinggi. Kekurangan gizi
Asupan zat gizi merupakan salah satu penyebab langsung yang dapat
mempengaruhi status gizi balita (UNICEF. The State Of The World’s Children
2016). Asupan zat gizi dapat diperoleh dari beberapa zat gizi, diantaranya yaitu
zat gizi makro seperti energi karbohidrat protein dan lemak. Zat gizi makro
merupakan zat gizi yang dibutuhkan dalam jumlah besar oleh tubuh dan
gizi balita. Hal tersebut didukung oleh penelitian sebelumnya bahwa terdapat
hubungan antara tingkat konsumsi energi dan protein dengan status gizi balita.
Balita dengan tingkat konsumsi energi dan protein yang mencukupi dan
memenuhi kebutuhan tubuh akan berbanding lurus dengan status gizi baik
masukan protein dan kalori yang dibutuhkan oleh tubuh atau dikenal dengan
1
2
seperti kekurangan energi kronis dan kekurangan energi protein, selain pada
penurunan massa tubuh dan gangguan pada penyerapan vitamin larut lemak
jaringan dan massa tubuh yang akan berdampak pada penurunan berat badan
protein, dan zat gizi sedangkan KEP (Kurang Energi Protein) merupakan
kondisi tubuh yang spesifik pada kekurangan energi dan protein. KEP terbagi
protein yang inadekuat dengan asupan energi yang cukup (Yandi RA, 2016).
kurang atau balita kurus masih tinggi. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar
ada sedikit peningkatan. Propinsi dengan persentase balita gizi buruk tertinggi
adala Nusa Tenggara Timur (33%). Studi Diet Total (SDT) 2014 menunjukkan
bahwa sebanyak 55,7% balita masih men-dapatkan asupan energi kurang dari
Angka Kecukupan Energi (AKE) dan 23,6% balita hanya men-dapatkan 80%
2016).
pada bayi dan balita telah jelas berhubungan dengan atrofi pada organ limfoid
primer yang berperan dalam sistem imun, yaitu sumsum tulang belakang dan
timus. Efek tercepat dari atrofi pada timus salah satunya adalah leukopenia
B. Rumusan Masalah
“Bagaimana proses keperawatan pada klien dengan masalah kekurangan
energi protein (KEP)?”
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui proses keperawatan pada klien dengan
masalah kekurangan energi protein (KEP)
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat mengetahui anatomi fisiologi system pencxernaan
b. Mahasiswa dapat mengetahui defenisi KEP
c. Mahasiswa dapat mengetahui etiologi KEP
d. Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi KEP
e. Mahasiswa dapat mengetahui tanda dan gejala dari KEP
f. Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan penunjang KEP
g. Mahasiswa dapat mengetahui pengkajian yang dilakukan pada KEP
h. Mahasiswa dapat mengetahui intervensi yang dapat diberikan pada
penderita KEP