Sunteți pe pagina 1din 9

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10

PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA


13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

GEOLOGY AND GEOTREK MENGKARANG: POTENTIAL OF MENGKARANG


RIVER AS FEATURED GEOTOURISM IN BEDING REJO VILLAGE, MERANGIN
REGENCY JAMBI

Muhammad Zelandi1*
Dolvi Sasmita1
Putri Dwi Afifah1
Endang Wiwik Dyah Hastuti2
1
Mahasiswa Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Srwiijaya. Jln. Srijaya Negara No. 32
Bukit Besar Palembang 30139
2
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Srwiijaya. Jln. Srijaya Negara No. 32 Bukit Besar
Palembang 30139
*corresponding author: tt17zelandi@gmail.com

ABSTRAK
Beding Rejo village, Merangin district, Jambi are drained by Mengkarang river, one of the tributary of
Merangin River. This area include to Merangin Geopark, where the Mengkarang River had
characteristics of rock ages 290 million years and intruded by 200 million years Granite. There also
found fossils like Calamites sp., preserved Log Fossil, ancient Root and some kinds of fossils such as
Pecopteris sp., Gigantopteris sp., and Cordadites sp., thus this area known as endemic area and
marker of ancient flora fossils which has older age than the other region. It also found a cascading
waterfall as result of fairly structural control. Geologically, this area include in Mengkarang Formation
age as Paleozoic’s Permian, older than the ages of basins in Sumatra Island, and intruded by Jura’s
Granite. Morphologically, Mengkarang River surrounded by eroded hills, create the hidden impression
and cause the river preserved well. The river condition, which is not too deep, facillitate the tracking
alongside the river and the banks of river, while learning the characteristic of Mengkarang Formation
plentiful of endemic fossil of flora and fauna. Geotourism potential here beside have a geological
value, also have cultural value which based on local community aspect and support for the
development of the area.
Kata kunci :Formasi Mengkarang, Geotrek, Calamites sp., Sungai Mengkarang

1. Pendahulan
Indonesia memiliki banyak sekali potensi pariwisata yang erat kaitannya dengan kondisi
alamnya yang heterogen. Salah satu potensi pariwisata tersebut saat ini tersaji dalam
Geowisata. Geowisata adalah konsep pengelolaan yang berkelanjutan dimana terdiri atas tiga
pilar utama: Geodiversity, Biodiversity dan Culturediversity terhadap fungsi konservasi dan
rencana pengelolaan ruang pada wilayah tersebut (Rosana et al, 2016). Konsep Geowisata
sendiri telah banyak diterapkan di beberapa wilayah di Indonesia, salah satunya pada Geopark
Merangin di Provinsi Jambi.
Geopark Merangin saat ini telah menjadi Geopark nasional dan diajukan menjadi salah
satu anggota World Geopark (GGN) UNESCO, dimana bersama berbagai pihak kawasan ini
terus berbenah baik secara infrastruktur maupun promosi. Salah satu objek geowisata yang
ada didalamnya adalah Sungai Mengkarang. Sungai Mengkarang merupakan salah satu anak
sungai Merangin yang dapat ditempuh selama 45 menit dari Kota Bangko, ibukota Kabupaten
Merangin Provinsi Jambi dengan menggunakan kendaraan bermotor.

1916
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

Selain akses yang telah baik, daerah ini memiliki potensi objek pembelajaran geologi
yang cukup baik apalagi membahas mengenai sedimen Pratersier yang tidak umum di wilayah
Indonesia Barat. Menurut van Waveren et al (2005),Suwarna et al (1992) dan Suwarna
(2006), daerah ini memiliki umur Permian Awal hingga Permian Akhir dengan ciri utama
adanya fosil-fosil tumbuhan dan batubara pada beberapa lokasi disertai intrusi Tantan pada
Jura.
Adapun penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis wilayah sungai Mengkarang
sebagai objek Geotrek sekaligus alternatif objek geowisata selain kawasan lainnya di
kompleks Geopark Merangin tersebut. Kemudian bertujuan untuk memperkenalkan Sungai
Mengkarang dengan kelebihannya dalam menyingkap Formasi berumur 290 Juta tahun yang
cukup lengkap dan berada pada lokalitas yang tak begitu jauh antar objek geologi tersebut.

2. Metode dan Batasan Penelitian


Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah analisis menggunakan kotak
Geowisata menurut Brahmantyo (2013), dimana dilakukan analisis berdasarkan kondisi
wisata, geologi sejarah, proses, faktor pendukung geologi dasar dan bentukannya.
Lalu dilakukan pengamatan dan deskripsi data singkapan di lapangan berupa kedudukan
lapisan, interpretasi litologi, pembuatan profil serta pengambilan sampel percontoan pada
beberapa lokasi.

3. Hasil dan Pembahasan


3. 1. Kondisi Geologi dan Geomorfologi Regional
Geomorfologi daerah penelitian memiliki bentuk lahan asal denudasional berupa
perbukitan terkikis dengan kemiringan lereng bervariasi dari miring (4 0-80) pada wilayah
sebelum masuk sungai Mengkarang dan agak curam (8 0-160) pada tepian Sungai
Mengkarang. Hal tersebut membuat daerah ini cukup baik dan dapat mempreservasi
singkapan-singkapan batuan yang ada di tepian sungai Mengkarang.
Kemudian kondisi sungai Mengkarang ini secara geologi tersusun oleh satuan-satuan
batuan yang terdiri atas Formasi Mengkarang (Pm), Granit Tantan (TRJgr) dan Formasi
Kasai (QTk) (Gambar 1.). Formasi Mengkarang menurut van Waveren et al (2005)
merupakan endapan yang terbentuk pada periode regresi air laut pada Gondwana dengan
kondisi paleogeografi endapan meander dengan endapan Flood plain dominan pada bagian
atas dan endapan lakustrin pada bagian bawah formasi (Oktariadi dan Suhendar, 2016). Hal
tersebut menyebabkan banyaknya fosil tumbuhan dan fauna yang terendapkan pada formasi
ini. Adapun litologi Formasi Mengkarang antara lain perselingan batupasir, batulanau,
batulempung, serpih, tuf dan konglomerat dengan sisipan batugamping dan batubara
(Suwarna et al, 1992)
Kemudian Granit Tantan terbentuk pada periode Trias Akhir hingga Jura Awal yang
juga bertepatan dengan proses pembentukan Basement Pulau Sumatera yang mana
rangkaian intrusi Granitik tersebut terlacak hingga ke selatan tepatnya daerah Tekana,
Sumatera Selatan. Adapun litologinya berupa granit berwarna putih kaya kuarsa yang
mengalami pengkekaran cukup intensif dengan dijumpainya Shear Joint dan Tensional Joint
yang diakibat proses tektonik pulau Sumatera selama zaman Tersier.
Lalu Formasi Kasai memiliki umur Kuarter yang mana diwakilkan oleh endapan-
endapan batupasir, batulempung tufan dengan adanya kayu terkersikkan pada beberapa
1917
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

lokasi dan tufa yang terkonsolidasi. Penyebaran Formasi Kasai cukup luas dan dominan
pada Subcekungan Jambi dan bersifat sebagai litologi paling muda dari daerah telitian.
3. 2. Lokasi Pengamatan
Adapun lokasi-lokasi pengamatan yang telah diketahui ada 7 titik, dimana titik-titik
tersebut dapat bertambah seiring berjalannya waktu dan pengembangan penelitian dari
wilayah ini. Ketercapaian dari lokasi terdekat adalah sekitar 45 menit dengan berjalan kaki,
dimana kondisi jalan adalah jalan tanah hingga jalan setapak berupa turunan agar mencapai
lokasi sungai Mengkarang. Waktu tempuh keseluruhan lokasi dapat dilakukan selama 1 hari
penuh dengan estimasi berhenti per lokasi sekitar 60 menit. Rute yang ditempuh adalah
Beding Rejo-Sungai Mengkarang-Beding Rejo atau Beding Rejo-Sungai Mengkarang-Teluk
Wangsakti yang jaraknya sekitar 3,5 km dari lokasi sungai Mengkarang dan waktu
tempuhnya tentu lebih lama.
3. 2. 1.Kontak Basalt-Batulempung
Pada Lokasi ini ditemukan kontak topset batulempung dengan basalt, yang mana
batasnya tegas. Kemudian ditemukan adanya struktur berupa Normal Fault yang mana
terlihat cukup banyak struktur kekar (Tensional Joint, Shear Joint dan Breksiasi) disini.
Basalt, pada LP ini terdapat hamparan batuan basalt yang memiliki warna fresh
hitamdan warna lapuk abu-abu kehitaman, sementara batulempung berwarna abu-abu
kehitaman dan memiliki struktur primer bersisik dan kekar gerus dan tarik juga ditemukan
di singkapan ini sebagai struktur sekunder.
Pada daerah ini juga terdapat zona breksiasi yang disebabkan oleh adanya struktur
sesar pada tebing yang menerus ke hilir sungai. Arah breaksiasi N 010˚ E. Lalu terlihat
awalnya terlipat kemudian telah mencapai batas elastisitas dan mematah, yang juga
dipengaruhi oleh litologinya.
3. 2. 2.Fosil Jejak Organisme(Gambar 2.)
Di lokasi ini terdapat singkapan yang mengandung fosil jejak kerang berupa cast
danexternal mold yang tercetak pada permukaan batuan sedimen berupa batulempung.
Adapun pada fosil jejak dapat diketahui berasal dari Filum Brachiopoda dan Filum
Mollusca, yang mana terlihat adanya bekas cangkang pada lapisan sedimen dalam kondisi
yang melimpah.
3. 2. 3.Fosil Impresi Tumbuhan(Gambar 3.)
Pada Lokasi ini terdapat fosil jejakberupa Impression berupa fosil-fosil daun yang
berukuran 30cmx5cm.Fosil impression merupakan jejak-jejak organisme yang memiliki
relief rendah yang terjadi ketika objek jatuh pada sedimen halus.
Apabila dibandingkan kenampakannya dengan beberapa kenampakan dari sumber,
maka dapat dikatakan fosil ini adalah fosil daun Pecopteris yang jika dibandingkan dengan
tanaman pada zaman sekarang mirip dengan tumbuhan paku.Kemudian disana terlihat
adanya fosil batang yang apabila dilihat morfologinya serupa dengan Calamites.
3. 2. 4.Perselingan Batupasir-Serpih
Pada lokasi ini terdapat Batupasir dan sisipan Shale dengan kedudukan N035˚E/15˚.
Batupasir berwarna kecoklatan dalam keadaan lapuk dan putih keabu-abuan dalam
keadaan segar berukuranMedium-Fine serta berstruktur primernya berupa Graded Bedding
dan struktur sekunder terdapat tension joint serta Shalepada singkapan memiliki warna
abu-abu kecokelatan dalam keadaan lapuk dan abu-abu terang dalam keadaan segar
berukuran Silt dengan struktur yang terlihat antara lain struktur primer berupa laminasi.
1918
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

Lokasi ini menunjukkan bahwa pada saat pengendapannya lokasi ini mengalami regresi
dari air laut saat Perm Akhir (Oktariadi dan Suhendar, 2016).
3. 2. 5.Kontak Batupasir-Konglomerat(Gambar 4.)
Pada LP ini terlihat adanya Lateral Left Strike Slip Fault yang ditandai dengan
pembelokan sungai secara tiba-tiba, dengan orientasi perubahan dari aliran sungai sebesar
N 3400E. Kemudian terdapat kontak antara Konglomerat berwarna lapukan abu-abu
kehitaman dan segar cokelat keabu-abuan berukuranGravel Pebble-Granule dan
kekompakan keras dengan batupasir berwarna kecoklatan dalam keadaan lapuk dan putih
keabu-abuan dalam keadaan segar berukuran Medium-Fine Sand dan bersturktur
primernya berupa Graded Bedding dan struktur sekunder terdapat tension joint.
Adapun interpretasi lingkungan pengendapan adalah pada lingkungan terestrial yang
mana konglomerat alas telah berusia lebih tua dari Formasi Mengkarang dan menjadi
Basement dari batupasir Formasi Mengkarang tersebut.
3. 1. 6.Granit Teralterasi(Gambar 5.)
Pada lokasi ini terdapat singkapan batuan alterasi, yaitu Granit dengan komposisi
mineral plagioklas yang telah terubah menjadi mineral berukuran lempung (Clay-Sized
Mineral). Kemudian ditemukan juga indikasi mineral Biotit yang dicirikan warna hitam
pada pengamatan makro. Walaupun begitu, diperlukan analisis Petrografi untuk
menentukan jenis alterasinya serta tipe terbentuknya. Umumnya alterasi tidak harus diikuti
oleh mineralisasi namun mineralisasi pasti diikuti oleh alterasi.
3. 1. 7.Air Terjun
Pada lokasi ini terdapat airterjun yang mana terindikasi akibat adanya sesar. Hal
tersebut juga dapat terlihat dari adanya dislokasi bidang perlapisan konglomerat yang pada
bagian kiri lebih sedikit kebawah dibandingkan sebelah kanannya (Gambar 6.).
Adapun litologi di daerah ini berupa batupasir yang diselingi oleh konglomerat setebal
1,6 meter. Hal tersebut menandai kondisi lingkungan pengendapan yang berada di
lingkungan Channel.
3. 2. Unsur Geowisata
Desa Beding Rejo, Kecamatan Bangko Barat Kabupaten Merangin sendiri memiliki
mata pencaharian berkebun berupa karet dan juga berdagang ke berbagai wilayah.
Pemerintah melalui perangkat Desa telah melakukan sosialisasi mengenai potensi geowisata
daerah ini seperti sosialisasi Homestay untuk para pengunjung yang ingin menginap, Tour
Guide pada lokasi maupun transportasi ke lokasi tersebut. Hal tersebut dapat meningkatkan
taraf ekonomi masyarakat yang awalnya berkebun dan berdagang kini bertambah menjadi
pengelola kawasan geowisata.
Lalu pada beberapa lokasi telah dilengkapi papan-papan penunjuk jalan yang cukup
informatif serta cukup menarik mata sehingga tidak menyebabkan pengunjung yang ingin ke
lokasi tanpa Guide tersesat (Gambar 7.). Pada beberapa lokasi akan lebih baik ditambahkan
beberapa tempat pemberhentian untuk beristirahat sementara bagi para pengunjung karena
jangkauan ke dalam adalah dengan berjalan kaki.
Akses menggunakan kendaraan dapat dilakukan namun terbatas dan masih tergabung
dengan jalan perkebunan. Kondisi jalan ke daerah pun masih berupa jalan tanah dengan
kondisi jalan yang cukup licin apabila dilalui kendaraan dan tidak adanya lokasi parkir pada
lokasi sekitar objek sehingga berjalan kaki lebih baik ketimbang menggunakan kendaraan
(kendaraan bermotor dapat diparkirkan di dekat gapura desa atau sekitar rumah warga).
1919
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

Sementara secara infrastruktur pada desa Beding Rejo sudah cukup baik, dimana
kondisi jalan telah diaspal dan aliran listrik cukup baik. Walau begitu, pada lokasi sungai
Mengkarang perlu ditambahkan papan-papan edukasi yang dapat menjelaskan kondisi pada
daerah tersebut sehingga pengunjung tidak hanya mendapat nilai wisata saja, tetapi juga
mendapat nilai edukasi khususnya edukasi geologi.

4. Kesimpulan
Desa Beding Rejo dan sungai Mengkarang memiliki potensi Geowisata unggulan yang
tidak kalah baik dibandingkan wilayah lain di Kawasan Geopark Merangin. Dengan adanya
tiga formasi batuan dengan karakteristik berbeda dapat menjadi nilai tambah bagi daerah ini
untuk menjadi objek geowisata unggulan dari aspek Geologi. Sementara kondisi masyarakat
yang ramah dan Biodiversity daerah yang cukup hijau dapat dijadikan salah satu indikator
pendukung potensi diluar aspek Geologinya.

Acknowledgements
Ucapan terimakasih kepada warga Desa Beding Rejo yang telah membantu selama proses
pengamatan di lapangan dan menyediakan Homestay, serta masukan dari berbagai pihak
seperti Program Studi Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya, Dinas Energi
dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jambi dan pihak-pihak yang tidak bisa disebutkan satu-
persatu

Daftar Pustaka
Brahmantyo, B.(2013). Geotourism in Indonesian Perspective, in: ProceedingsHAGI-IAGI
Joint Convention 2013. Medan 4 p.
Oktariadi, O., Suhendar, R. (2016). Warisan Geologi Sumatra. Pusat Sumber Daya Air Tanah
dan Geologi Lingkungan Badan Geologi, Bandung, 312 p.
Permadi, R., Pradana, P. N., Fauzi, M.F., Mildan, D., Syaiful, R.H. (2016). The Potential Sites
Of Geological Heritage And Cultural Heritage In Minangkabau HighlandAs A
Support And Opportunity To Developing Geopark In Indonesia For Creative
TourismAssets, in: ProceedingsGeosea XIVand 45th IAGI Annual Convention 2016.
Bandung p. 734-740
Rosana, M.F., Hardiyono, A., Yuningsih, E.T., Syafrie, I., Ikhram, R., Agusta, R.(2016).
Exploring Geodiversity of Southwest Sukabumi for Ciletuh-Palabuhanratu Geopark,
in: ProceedingsGeosea XIVand 45th IAGI Annual Convention 2016. Bandung p. 151-
154.
Suwarna, N. (2006). Permian Mengkarang coal facies and environment, based on organic
petrology study. Jurnal Geologi Indonesia. 1, p. 1–9.
Suwarna, N.,Suharsono,Gafoer, S.,Amin, T.C., Kusnama, Hermanto, B.(1992). Peta Geologi
Lembar Sarolangun, Sumatra, Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi
van Waveren, I.M., Hasibuan, F., Suyoko, Makmur, de Boer, P.L., Chaney, D., Ueno, K.,
Booi, M., Iskandar, E.P.A., King, Ch.I., de Leeuw, J.H.V.M., van Konijnenburg-van
Cittert, J.H.A. (2005). Taphonomy, palaeobotany and sedimentology of the

1920
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

Mengkarang Formation (Early Permian, Jambi, Sumatra, Indonesia).New Mexico


Museum of Natural History and Science Bulletin. 30, p. 333-341

Gambar 1. Peta Geologi dan Geotrek dari Sungai Mengkarang dan Sekitarnya

1921
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
Gambar 2.Fosil Jejak dari organisme Filum Mollusca dan Brachiopoda pada batulempung

Gambar 3.Kenampakan Fosil Impresi dari Calamites dan Pecopteris

Gambar 4.Kontak batupasir dan konglomerat yang mengalami Sesar Geser Sinistral

1922
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 5.Granit teralterasi dengan dominannya Clay-sized Mineral dan adanya mineral Biotit
(dilingkari merah)

Gambar 6.Air Terjun berlitologi batupasir-konglomerat yang mengalami deformasi berupa Reverse
Fault

1923
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 7.Papan penunjuk arah menuju salah satu lokasi pengamatan di Sungai Mengkarang

1924

S-ar putea să vă placă și